Pihak Yang Berhak Mengasuh Anak Pada Saat Tenggang Waktu Penentuan Hak Hadhanah Anak

50 6. Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak turut padanya. Maksud dari urut-urutan ini adalah agar hadhanah anak tetap bersama kerabatnya sehingga ia tidak merasa asing hidup dalam sebuah rumah tangga. Selanjutnya tujuan dari urutan ini dalam rangka menjaga sistem mahram bagi seorang muslim, apalagi bila nanti sudah dewasa, tidak boleh berkhalwat bersama seorang dari lain jenis yang bukan dari mahramnya. Urutan mereka yang melaksanakan tugas hadhanah, yang satu lebih diutamakan daripada yang lain juga mendahulukan para wali sianak karena wewenang mereka untuk memelihara anak kecil, jadi jika para walinya sudah tidak ada, atau ada tapi ada sesuatu alasan yang mencegah untuk melakukan tugas hadhanah ini, maka berpindahlah ia ke tangan kerabat lainnya yang lebih dekat.

2. Pihak Yang Berhak Mengasuh Anak Pada Saat Tenggang Waktu Penentuan Hak Hadhanah Anak

Secara syariat, hak hadhanah anak berada dipihak ibu, apalagi jika si anak dalam usia yang masih di bawah umur dan menyusui. Secara hukum positif maupun ketentuan Hukum Islam juga mendukung bahwa seorang ibu memiliki hak hadhanah anak yang diutamakan.Adapun sebab hak hadhanah anak lebih diutamakan berada pada ibu, karena ibu pada dasarnya memiliki sifat sabar, lembut, waktu yang cukup untuk mengasuh, dan lebih menyayangi serta cinta pada anaknya.Sebaliknya, seorang bapak memiliki kewajiban merawat anak-anaknya. jika siibu tidak memenuhi syarat untuk melakukan tugas hadhanah. Begitu juga sebenarnya denganorang yang lebih Universitas Sumatera Utara 51 berhak mengasuh anak saat tenggang waktu penentuan hak hadhanah adalah ibu dari si anak atau bila ibu tidak ada, maka kerabat dari garis keturunan ibu dapat menggantikannya. 94 Hal ini sejalan dengan hak hadhanah atas anak yang belum mumayyiz yang diutamakan kepada ibu. Namun apabila saat terjadi sengketa hadhanah anak tersebut berada pada ayahnya maka tidak dapat dilakukan serta- merata pengambilan anak dari si ayah secara paksa, oleh karenanya anak tidak mungkin dipaksakan karena akan sulit dilaksanakan dan menyangkut perasaan anak perlu diperhatikan. hal ini dikhawatirkan dapat menganggu psikologi si anak, sehingga diutamakan kepentingan anak for the best interest of the child, 95 sehingga si anak dapat berada dalam pengawasan ayahnya sampai hakim menentukan siapa yang berhak melaksanakan tugas hadhanah atas anak tersebut. Maka jelaslah bahwa jika terjadi perselisihan tentang hak hadhanah pada saat belum adanya keputusan tentang siapa yang lebih berhak untuk melaksanakan tugas hadhanah atas anak-anak yang masih di bawah umur berada pada ibu kandung dari si anak namun demikan bukan berarti si ayah tidak berhak memelihara anak tersebut untuk sementara, jika saat tersebut si anak sudah terlanjur berada dalam perawatan si ayah, baik itu karena keinginan si anak sendiri ataupun karena suatu keadaan tertentu, maka si anak boleh berada dalam perawatanpemeliharaan si ayah sampai hakim memutuskan siapa yang lebih berhak diantara keduanya. 94 Hasil Wawancara dengan Mucsin, Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama Kab.Simeulue, Tanggal 21 Mei 2013. 95 Hasil Wawancara dengan Mardiah, Hakim Mahkamah Syar’iyah Sinabang, Tanggal17 Mei 2013. Universitas Sumatera Utara 52 Didahulukannya seorang ibu untuk mengasuh anaknya, karena sang ibu biasanya lebih dekat dan lebih sayang terhadap anak yang dilahirkannya. Seorang ayah pun tetap tidak bisa menyamai kasih sayang seorang ibu bahkan dari istri si ayah sekalipun.Ibnu Abbas juga pernah berkata kepada seorang laki-laki, “bau ibunya, tempat tidurnya dan asuhanya, lebih baik untuk anak itu daripada kamu, kecuali anak tersebut tidak menyukainya dan menentukan pilihannya sendiri”. 96 96 Saleh Al-Fauzan, Op.Cit.,hlm. 750. Universitas Sumatera Utara 53

BAB III CARA PENYELESAIAN SENGKETA HADHANAH MENURUT FIQIH

ISLAM DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM A. Cara Penyelesaian Sengketa Hadhanah Menurut Fiqih Islam Al-Qur’an mengakui konflik dan persengketaan di kalangan manusia bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupannya.Keterlibatan manusia dengan konflik sudah dijelaskan Al-Qur’an jauh sebelum diciptakan manusia.Al-Qur’an mengambarkan dengan jelas bagaimana Allah menjadikan manusia sebagai khalifahNya di muka bumi ini.Hal ini juga mendapat tantangan dari malaikat.Malaikat khawatir dengan keberadaan manusia sebagai khalifatullah fil ardh, karena manusia cenderung melakukan kerusakan dan pertumpahan darah di bumi sedangkan malaikat selalu mengabdi kepada Allah SWT. 97 Hal ini dapat kita lihat dalam firman Allah SWT pada surat Al- Baqarah ayat 30 yang artinya berbunyi: ”Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. “mereka berkata; “ Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi adalah orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau. “Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. 98 97 Syarizal Abbas, Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah , Hukum Adat dan Hukum Nasional. Jakarta: Prenada Group, 2009, hlm.120. 98 Mushaf, Al-Qu’ran dan terjemaah Al-Qu’ran Al-Karim,Jakarta: Pustaka Al-Kaustsar, 2009, hlm.6. 53 Universitas Sumatera Utara 54 Ayat ini menggambarkan bahwa manusia memang memiliki kecenderungan berkonflik dan melakukan tindak kekerasan.Konflik tidak hanya terjadi antara individu tapi juga dapat terjadi dalam keluarga, apalagi jika ikatan perkawinan antara suami istri tersebut telah berakhir.Tak jarang masing-masing pihak saling mempertahankan ego untuk dapat memiliki hak hadhanahatas anak-anak yang telah lahir dari perkawinan mereka sehingga di perlukan suatu penyelesaian agar dapat menemukan titik terang dalam sengketa hak hadhanah atas anak-anak mereka. Manusia melalui akal dan panduan Al-Qur’an dapat mengali starategi penyelesaian sengketa, karena Al-Qur’an memuat sejumlah prinsip resolusi konflik.Nabi Muhammad dalam perjalanan sejarahnya cukup banyak menyelesaikan konflik yang terjadi di kalangan sahabat dan masyarakat ketika itu. Prinsip resolusi konflik yang dimiliki Al-Qur’an diwujudkan oleh Nabi Muhammad dalam berbagai cara diantaranya: fasilitasi, negosiasi, adjudikasi, rekonsiliasi, mediasi, arbitrase dan penyelesaian melalui lembaga peradilan ligitimasi.Istilah resolusi konflik lebih ditujukan kepada penyelesaian terhadap kasus politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lain-lain, sedangkan istilah penyelesaian sengketa lebih terfokus pada dimensi hukum.Penyelesaian sengketa lebih terfokus pada dimensi hukum dibagi lagi dalam dua katagoriyaitu penyelesaian sengketa di luar pengadilan maupun melalui lembanga peradilan. 99

1. Penyelesaian Sengketa Hadhanah Diluar Pengadilan Menurut Fiqih Islam