53 sumpah. Seperti, berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat
dihadapan pejabat yang berwenang atau surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat mengenai hak, termasuk
dalam tata pelaksanaan yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukan bagi pembuktian sesuatu keadaan saat itu maupun dikemudian hari.
4. Petunjuk
Dalam Pasal 188 KUHAP, dijelaskan yang dimaksud dengan alat bukti petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya,
baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
Dalam prakteknya arti dari alat bukti petunjuk masih sering menemukan kejelasan yang belum kongkrit, namun dalam Pasal 188 ayat 2 KUHAP,
menggambarkan bahwa alat bukti petunjuk dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa.
Akan tetapi hal ini tetap disandarkan kepada keyakinan hakim dalam menyatakan apakah petunjuk tersebut dapat dijadikan sebagai alat bukti, hal ini
tertuang dalam Pasal 188 ayat 3, yaitu penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif
lagi bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya.
54
5. Keterangan Terdakwa
Terdakwa adalah seorang tersangka yang di tuntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan, ini sesuai dengan Pasal 1 butir 15 KUHAP. Sedangkan dalam
Pasal 189 ayat 1, keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa menyatakan di sidang pengadilan tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri
atau dialami sendiri. Suatu keterangan terdakwa tidak dapat berdiri sendiri melainkan dengan
ditambah alat bukti yang lainnya dan keterangan terdakwa yang didapat atau diterangkan di luar persidangan dapat dijadikan alat bukti selagi mendapat
dukungan dari alat bukti yang sah dan berkaitan dengan dakwaan yang didakwakan penuntut umum terdahap terdakwa.
Berkenaan dengan pembuktian, selain alat-alat bukti yang telah dijelaskan di atas terdapat suatu hal yang dapat di gunakan dalam pembuktian guna memberi keyakinan
kepada hakim, yakni berupa barang bukti. Barang bukti tidak diberikan definisi yang secara eksplisit dalam peraturan perundang-undangan baik dalam KUHAP maupun
peraturan perundang-undangan lainnya. Namun sebagai pegangan dapat diambil pengertian barang bukti menurut Andi Hamzah, yakni:
“Istilah barang bukti dalam perkara pidana yaitu barang mengenai mana delik dilakukan obyek delik dan barang dengan nama delik dilakukan yaitu alat yang dipakai
untuk melakukan delik misalnya pisau yang dipakai menikam orang, termasuk juga
55 barang bukti ialah hasil dari delik, misalnya uang negara yang dipakai korupsi untuk
membeli rumah peribadi, atau hasil delik ”.
73
Di samping pengertian barang bukti menurut Andi Hamza tersebut, termasuk pula barang yang bukan merupakan obyek, alat atau hasil delik. Tetapi barang tersebut dapat
dijadikan barang bukti sepanjang mempunyai hubungan langsung dengan tidak pidana yang terjadi, misalnya pakaian baju yang digunakan korban saat ia dianiaya atau
dibunuh.
74
Atau barang yang digunakan terdakwa dalam menjalankan aksinya tindak pidna, seperti pisau, senjata api yang digunakan untuk melumpuhkan korban atau
membunuh seseorang. Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa barang bukti terdiri dari
beberapa jenis, yakni:
1. barang bukti yang merupakan obyek delik
2. barang bukti yang merupakan hasil delik
3. barang bukti yang bukan merupakan obyek atau hasil delik namun memiliki
hubungan langsung dengan tindak pidana yang terjadi. Adapun fungsi dari barang bukti itu sendiri untuk mendukung dan menguatkan
alat bukti yang sah sebagaimana tersebut dalam Pasal 184 ayat 4 KUHAP, dan untuk memperoleh keyakinan hakim atas kesalahan yang didakwakan jaksa penuntut umum
JPU kepada terdakwa.
75
73
Andi Hamzah, Kamus Hukum, Jakarta: Ghalia, 1986, h. 100.
74
Ratna Nurul Afiah, Barang Bukti dalam Proses Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, 1989, h. 15.
75
Ibid., h. 18.
56
BAB IV DATA ELEKTRONK SEBAGAI ALAT BUKTI TINDAK PIDANA
MENURUT HUKUM POSITIF DAN ANALISIS HUKUM ISLAM
A. Pengertian Data Elektronik
Secara alamiah manusia tidak mungkin dilepaskan dari kemajuan teknologi yang bertujuan untuk memudahkan kehidupannya, begitu juga dengan kehidupan tidak
mungkin dilepas dari hukum yang bertujuan untuk menjaga eksistensi kehidupan sehingga dapat menciptakan kesejahtraan serta keadilan bagi setiap induvidu yang ada di
dalamnya kehidupan. Bagi manusia, teknologi tanpa disertai dengan hukum akan berakibat pada kekacauan, yang pada gilirannya akan merusak kehidupan itu sendiri,
sebaliknya hukum yang semata-mata membatasi kemajuan teknologi akan memasung keberadaan manusia. Disinilah perlunya keseimbangan antara hukum dengan teknologi
guna menciptakan dalam kehidupan yang kesejahtraan namun tidak tertinggal oleh zaman.
Kemajuan teknologi dalam kehidupan ini tidak selamanya berdampak positif, hal ini dapat kita jumpai dalam pelanggaran tindak pidana yang menggunakan elektronik,
seperti pencucian uang, penipuan melalui dunia maya internet, beredarnya foto, video yang bernuansa pornografi dan lain-lain. Adapun kemajuan teknologi yang berdampak
positif, seperti layanan infosmasi dengan menggunakan bantuan teknologi memudahkan kita dalam hal berkomunikasi dengan siapa pun. Akan tetapi hal ini seharusnya menjadi
masukan baru bagi penegak hukum untuk mengatur lebih jauh lagi guna mengantisipasi