19 ketika kita bercanda dengan teman kita kemudian tak sengaja tangan kita
mencakar teman kita hingga menimbulkan rasa sakit.
c. Jarimah Ta’zir
Secara bahasa pengartian ta’zir adalah ta’dib, artinya memberi
pelajaran.
19
Ta’zir juُa diartikan denُan Ar-raddu wal Manú yang artinya menolak dan mencegah.
20
Sedangkan menurut istilah jarimah ta ’zir adalah
hukuman pelaku jarimah diserahkan kepada qâdhi. Hal ini disebabkan adanya larangan terhadap perbuatan tersebut yang dapat disandarkan pada nas, baik
dalam al- Qur’an maupun as-Sunah. Namun belum ada hukuman bagi pelakunya,
maka dalam kasus tersebut seorang qâdhi boleh berijtihad untuk memutuskannya.
B. Pembuktian Tindak Pidana Menurut Hukum Islam
1. Pengertian Pembuktian
Salah satu cara untuk meyakinkan qâdhi dalam mengambil putusan yang bersifat adil dan menghindari kesalahan dalam menghukum seseorang, yakni dengan cara
memberikan bukti-bukti kepada qâdhi terkait dengan jarimah yang tengah di kajinya. Dalam hukum Islam, pembuktian dapat disebut
ا ث إا
al-isbat yang artinya membuktikan atau menetapkan adanya suatu peristiwa jarimah tindak pidana.
19
Ibid., h.80.
20
Abd Al-Aziz Ámir, At- Ta’zir fi Asy-Syariáh Al-Islamiyah, Dar Al-Fikr Al-Árabi, 1969, h.52.
20 Menurut Subhi Mahmasany, pembuktian adalah mengemukakan alasan dan
memberikan dalil hingga meyakinkan.
21
ّقّلا ّح ىتح ّ ع ّل ّلا ءاطع ة حلا ميّقت ا ث إا
Dalam ensiklopedia Islam, kata bayinah diartikan secara etimologis berarti keterangan, yakni segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menjelaskan yang hak
benar, sedangkan dalam istilah teknis berarti alat-alat bukti dalam sidang pengadilan.
22
Menurut TM Hasybi as-Shiddieqie, pembuktian adalah segala yang menampakan kebenaran, baik merupakan saksi atau sesuatu yang lain.
23
Sedangkan menurut Ibnu al-Qoyyim mendefinisikan al-bayinah :
ظي قحلا ّب ام ل مس ةنّ لا
Artinya: Pembuktian adalah suatu nama bagi segala sesuatu yang dapat menjelaskan perkara yang benar dan menempatkannya.
2. Sistem pembuktian
Sistem pembuktian yang dianut dalam hukum Islam adalah sistem pembuktian berdasarkan Undang-Undang secara negatif.
24
Hal ini terlihat dari beberapa indikasi- indikasi pada masa Rosullah SAW, sahabat dan para ulama. Indikasi-indikasi tersebut
antara lain:
21
Subhi Mahmassani, Filsafat Tasyri al-Islam, Bairut: Dar al-Ilm lil al-Malayi, 1380 H, h. 219.
22
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996, h. 14.
23
TM Hasybi as-Shiddieqie, Filsafat Hukum Islam, cet. ke-2, Jakarta: Bulan Bintang, 1975, h. 139.
24
Yang dimaksud penulis dengan sistem pembuktian berdasarkan Undang-Undang secara negatif yakni Islam tisak akan menghukum seseorang yang melakukan sesuatu malakalah perbuatan tersebut tidak
memiliki aturan baik dalam Al-Qurán maupun As-sunah, dengan kata lain selama tidak ada larang untuk melakukan sesuatu maka hal tersebut dibenarkan.
21 a.
Fuqaha menganggap sah seluruh alat bukti yang berorientasi untuk memperkuat keyakinan qâdhi.
b. Dalam hukum Islam, terdapat prinsip yang tidak dapat diabaikan dalam
menjatuhkan hukuman terhadap pelaku jarimah, prinsip ini menyatakan bahwa hukuman had harus dihindari manakala terdapat keraguan-keraguan, hal ini sesuai
dengan kaidah fiqihyah:
ا ّلاب د ّحلا ا ءرد
Artinya: Hukuman had harus di hindari berdasarkan keragu-raguan. Keragu-raguan Syubhat disini adalah seluruh keadaan yang
menyebabkan keraguan bagi qâdhi untuk memutuskan perkara, baik ditinjau dari segi maksud dilakukan tindak pidana, ataupun karena syarat-syarat yang
ditentukan tidak terpenuhi. Seperti mendakwakan seseorang melakukan perbuatan zina. Berdasarkan bukti dua orang saksi, sedangkan terdakwa tidak mengakui
dakwaan itu. Dalam keadaan seperti ini, qâdhi tidak dapat menjatuhkan hukuman had melainkan menُalihkan kepada hukuman ta’zir yanُ dapat berupa pendidikan
bagi terdakwa dan masyarakat.
3. Macam-macam Alat Bukti