2. Jadwal Wawancara Tabel 4.1
Tempat dan waktu wawancara Partisipan 1
Partisipan Haritanggal
Waktu Tempat
Partisipan I Minggu, 06 April „14
13.34 – 15.23 WIB Rumah partisipan
Minggu, 31 Agustus „14 14.30 – 15.20 WIB RestaurantCafé Minggu, 19 Oktober „14 10.00 – 10.50 WIB Rumah partisipan
a. Gambaran Penyesuaian Diri Partisipan 1
Pertemuan pertama, peneliti diperkenalkan dengan Zara dan keluarga oleh saudara peneliti yang bekerja di Kantor Urusan Agama KUA, dimana tempat
Zara mengurus segala urusan surat pengesahannya sebagai seorang muallaf. Kebetulan Zara merupakan guru dari anak saudara peneliti. Peneliti
memperkenalkan dirinya dan menceritakan keperluannya. Perkenalan pun disambut hangat oleh Zara dan keluarganya dengan memperkenalkan diri juga.
Ruang kerja yang berukuran 3x4 meter memiliki dua kursi kecil dan satu kursi panjang, didepan kursi panjang terdapat meja yang dilengkapi dengan vas
bunga yang cantik. Saat itu Zara dan keluarganya menggunakan penutup kepala hijab yang terlihat anggun. Setelah bercerita panjang ternyata kakak dari Zara
bekerja disalah satu stasiun televisi Medan yang sering bekerjasama dengan ayah peneliti.
Pembicaraan mulai hangat diiringi dengan canda tawa. Beberapa jam kemudian peneliti memberikan informed consent kepada Zara dan keluarganya.
Zara dan keluarga membacanya dengan seksama dan kemudian menandatangani informed consent tersebut. Peneliti membuat janji dengan Zara dan keluarga untuk
pertemuan selanjutnya. Setelah disepakati tanggal dan waktunya dan urusan surat
Universitas Sumatera Utara
menyuratpun selesai partisipan berpamitan pulang. Zara dan keluarga melambaikan tangan kepada peneliti dan saudaranya begitu pula sebaliknya.
Pada wawancara pertama, disiang hari yang cerah peneliti mendatangi sebuah rumah asri berwarna coklat muda yang cukup luas di kawasan Medan
Setia Budi, setelah sebelumnya membuat janji untuk bertemu dengan Zara.Saat peneliti sampai di rumahtersebut, seorang gadis membukakan pintu pagar rumah
tersebut dan mempersilahkan peneliti masuk kedalam rumahnya. Tampak para keluarga menyambut hangat kedatangan peneliti.
Di dalam rumah, terlihat dua gadis berkulit sawo matang dengan rambut lurus, salah satu gadis tersebut dikuncir duduk di sebuah bangku panjang asik
memainkan smartphone. Peneliti dipersilahkan duduk dibangku tersebut. Zara keluar dari kamarnya tersenyum kearah peneliti. Ia memberikan salam. Dan
peneliti membalas senyum dan salam kepadanya. Keluarga Zara yang begitu ramah memberikan secangkir minuman dan kue yang diletakkan dimeja depan
peneliti. Mereka meninggalkan peneliti dan partisipan dan mempersilahkan memulai wawancara.
Tinggi Zara kurang lebih 170 cm begitu juga dengan sang adik. Badannya sedikit gemuk dan kulitnya putih. Ia menggunakan kaos lengan pendek dan celana
pendek. Rambutnya diurai. Pada awal wawancara, partisipan terlihat malu-malu dengan memainkan kacamata yang ia gunakan ketika ditanyakan mengenai
kehidupan masa kecilnya. Ia merasa tidak pandai menceritakan sebuah kisah. Namun setelah wawancara berlangsung sekitar 5 menit, partisipan sangat antusias
Universitas Sumatera Utara
menceritakan masa kecilnya tersebut. Hal ini ditandai dengan kontak mata yang terjadi antara peneliti dan partisipan.
Posisi duduk antara partisipan dan peneliti yang berhadapan memungkinkan untuk melakukan kontak mata lebih mendalam. Ia menceritakan bagaimana
kehidupannya dengan keluarga dan bagaimana kehidupan beragamanya. Dahulu Zara adalah seorang remaja yang taat terhadap agama yang ia yakini. Ia beribadah
disatu gereja kesukuan yang menggunakan bahasa karo. Di gereja tersebut ibunya menjadi seorang pertua.Zara mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan yang
diselenggarakan oleh gereja.Disetiap kegiatan keagamaan ia menjadi bagian dari kepanitiaan dari acara tersebut.
Partisipan menjawab
semua pertanyaan
dengan baik.
Terlihat keingintahuannya untuk belajar lebih mendalam lagi tentang Islam. Setelah
beberapa jam kemudian, wawancara selesai yang diakhiri canda tawa. Peneliti diajak makan siang bersama. Kemudian peneliti, partisipan dan keluarga sholat
zuhur berjamaah. Pada wawancara kedua wawancara dilakukan di tempat makan yang berada
dijalan ringroad. Peneliti menjemput kedua partisipan yang berada dirumah yang sama dan langsung membawa ke tempat makan yang peneliti sukai dengan
persetujuan dari kedua partisipan. Hal ini tidak dapat berlangsung lama karena partisipan mau menghadiri acara arisan keluarga Kak Yuli dan keluarga
lainnya.setelah selesai wawancara peneliti mengantar partisipan kembali ke rumahnya.
Universitas Sumatera Utara
Wawancara ketiga berlangsung di rumah Zara.Peneliti dipersilahkan duduk di ruang tamu, kemudian adiknya datang membawakan kue dan minuman untuk
peneliti.Ia menjawab semua pertanyaan yang diajukan peneliti kepadanya dan menceritakan pengalaman-pengalamannya setelah menjadi muallaf. Zara begitu
antusias menceritakan pengalaman-pengalamannya tersebut.Lalu, peneliti mewawancarai adiknya Dini sebagai partisipan kedua.
Zara adalah anak ketiga dari empat bersaudara, lahir dari seorang ayah yang bekerja sebagai wiraswasta namun sekarang telah meninggal dunia dan seorang
ibu yang bekerja sebagai guru disalahsatu sekolah swasta di kotaMedankini berusia 69 tahun. Zara berusia 32 tahun dan belum menikah.Zara merupakan
seorang guru swasta sekolah menengah pertama yang berada di kotaMedan. Ia juga membuka les untuk anak-anak muridnya.
Zara dilahirkan dari keluarga yang memiliki keyakinan agama yang kuat. Ibunya adalah seorang asisten pendeta di gereja yang mereka tempatidan ayahnya
selalu menghadiri setiap acara kerohanian. Zara sangat mengimani keyakinannya. Pada tempat peribadatannya, ia menjadi „permata‟ yang selalu menghadiri setiap
acara yang diselenggarakan. Permata dapat dikatakan sebagai seorang remaja gereja yang sangat aktif. Dan ia juga aktif dalam kegiatan sosial dan keagamaan.
Sebelum memulai khotbah, anak remaja gereja membacakan ayat-ayat Al- Kitabnya agar para jamaah dapat khusyuk mendengarkan khotbah dari pendeta
yang disebut dengan Liturgiah. Keluarga Zara pemeluk agama kristen Protestan,pada tahun 2001 ayahnya
meninggal dunia dan masih memeluk agama Kristen pula. Namun tahun 2004,
Universitas Sumatera Utara
abang pertamanya memilih memeluk agama Islam sebelum memutuskan menikah. Abangnya memberikan pernyataan kepada keluarga bahwa Islamadalah
agama penuh kasih dan kebenaran. Ketika ia memutuskan menjadi seorang muslim, abangnya sedang mendekati seorang gadis muslimah yang dianggapnya
dapat membuat dirinya menjadi lebih baik. Keputusan abang pertama memilih untuk memeluk agama Islam ditentang
oleh ibunya. Sang ibuyang menjadi „pertua‟ memikirkan bagaimana pendapat dari
orang sekitarnya yang melihat anaknya memeluk agama yang berbeda dengan dirinya. Ibu merasa malu dan kecewa dengan keputusan anak pertamanya
tersebut. Abang keduanya tidak ikut campur dengan keputusan abang pertamanya dan mereka masing-masing memutuskan untuk mandiri hidup bersama keluarga
kecilnya. Zara dan adiknya Dini tidak mau ikut campur dengan keputusan yang diambil abangnya. Abang pertamanya tetap memilih menjadi muslim dan
menikahi gadis muslimah tersebut. Seorang ibu yang selama tiga tahun menjadi single parent tidak menyangka
anaknya mengambil keputusan itu. Kepergian sang ayah sangat mempengaruhi keadaan keluarga inti mereka. Seorang ayah yang disiplin dan tegas membesarkan
anak-anaknyadengan agama yang mereka yakini. Namun, setelah ayahnya pergi rasa kekeluargaan sudah tidak ada lagi. Zara juga tidak dapat menyalahkan
keputusan abang pertamanya karena pada saat itu Zara beranggapan mereka sudah dewasa dan berhak menentukan pilihannya masing-masing.
Cibiran dari keluarga besar juga dialami abang pertamanya. Tetapi ia menghiraukan cibiran itu, ia hanya menanti restu dari ibunya. Sang ibu melihat
Universitas Sumatera Utara
kesungguhaan dari anak pertamanya tersebut. Ibunya tidak menyangka anak-anak yang ia didik dengan kasih sayang kini sudah beranjak dewasa dan memilih untuk
melanjutkan kehidupannya sendiri bersama keluarganya masing-masing. Abang pertamanya mendapatkan restu dari sang ibu, begitu pula dengan Zara dan
adiknya juga merestuinya. Hanya Zara dan adiknyalah yang saat ini menjaga dan merawat sang
ibu.Adik bernama Dini seorang yang aktif di gereja sama sepertinya juga menjadi partisipan kedua dalam penelitian ini. Usia si adik hanya berbeda dua tahun lebih
muda darinya. Mereka merawat ibunya dengan penuh kasih sayang, menemaninya beribadah ke gereja setiap kali mereka lakukan berdua walaupun mereka merasa
tidak nyaman karena tidak memahami isi khotbah yang disampaikan pendeta dengan menggunakan bahasa karo.
Gereja Bathel Indonesia GBI adalah gereja kesukuan yang menggunakan bahasa karo dan sudah bercampur dengan ibu-ibu, bapak-bapak, dan orang umum
lainnya.Ketidakmampuan Zara memahami bahasa karo membuatnya berpikir untuk pindah gereja agar lebih memahami dan khusyuk dalam beribadah.Zara
juga mengajak adiknya.Adiknya menolak karena merasa takut dimarahi oleh Ibu. Ibu yang merupakan seorang „pertua‟ di gereja tersebut merasa malu ketika
mendengar Zara meminta izin untuk pindah ke gereja lain. Walaupun izin tidak didapat, ia memilih pindah dengan sembunyi-sembunyi
ke gereja yang menggunakan bahasa Indonesia. Sang ibu terus melarangnya untuk pindah ke gereja tersebut karena ibunya merasa disana hanya mementingkan
kepentingan pribadi bukan untuk kepentingan gereja.Zara memutuskan kembali
Universitas Sumatera Utara
ke gereja tempat ibu dan adiknya beribadah. Namun, lama kelamaan Zara merasa kurang nyaman dalam mengikuti kegiatan gerejanya karena ia beranggapan bahwa
remaja-remaja sekarang datang ke gereja bukan untuk beribadah namun hanya untuk kepentingan diri sendiri.
Zara mengenal Islam diawali dari pertemuannya dengan salahsatu orangtua murid yang bernama Doni. Doni terus menerus menyebutkan nama Zara untuk
menjadi guru lesnya. Namun, Zara menolak permintaan Doni dikarenakan tempat tinggalnya yang begitu jauh.Doni meminta kepada ibunya untuk menemui
Zara.Lalu ibu Doni menemuinya meminta untuk mengajarkan anaknya les dirumah mereka.
Pada tahun 2006, Zara pun bersedia memenuhi permintaan wali muridnya. Doni adalah murid yang berprestasi dan penurut, lima tahun ia menjadi guru
private Doni. Setelah selesai les, ibu Doni yang bernama Kak Yuli menanyakan bagaimana kehidupan Zara dan sesekali mereka juga berdiskusi mengenai
keagamaan. Zara menceritakan seperti apa kehidupan dan perkuliahannya. Saat ini, ia sedang menyusun skripsi. Keasyikannya bekerja membuat Zara malas
untuk menyelesaikan skripsinya tersebut.Kak Yuli memberi dukungan kepada Zara agar menyelesaikan skripsinya.Dukungan yang didapat membuatnya
menyelesaikan skripsinya dan mendapat gelar sarjana. Diskusi agama yang sering mereka lakukan, menimbulkan pertanyaan-
pertanyaan mendasar mengenai ajaran agama Islam yang ia ajukan kepada Kak Yuli. Zara menanyakan seperti apa Islam itu? Mengapa wanita memakai
Universitas Sumatera Utara
jilbab?.Kak Yuli merespon positif dengan menjawab seluruh pertanyaan yang ditanyakan kepadanya.
Kedekatannya dengan Doni juga berpengaruh dengan seluruh keluarga Doni.Terkadang Kak Yuli mengajak Zara mengikuti arisan dan acara keluarga
lainnya.Kak Yuli merasa salut dengan kegigihan yang dimiliki Zara.Ia juga menjadi tulang punggung keluarga karena ia merasa memiliki tanggung jawab
sebagai seorang anak dan kakak. Walaupun ibunya masih bekerja, Zara tetap ingin membantu meringankan beban ibunya.Melihat keinginannya tersebut, kak Yuli
berniat untuk mengajaknya tinggal bersama dengan mereka.Ia hanya ingin meringankan beban Zara karena kondisi jarak rumah yang terlalu jauh dengan
tempatnya bekerja. Selama hampir lima tahun Zara mengajar les dirumah Doni, ia juga sering
menceritakan keadaan dan kebaikan keluarga kak Yuli kepada ibunya. Sang ibu pun merasa senang karena anaknya dapat mengenal keluarga yang baik dan
diperlakukan juga dengan baik pula.Awalnya Zara tidak menyangka keluarga kak Yuli bisa sebaik itu dan menawarkan untuk menetap dirumah mereka.Perlakuan
yang baik dari keluarga kak Yuli membuatnya mempertimbangkan ajakan tersebut.
Setelah selesai mengajar, Zara pulang kerumah menceritakan kepada ibunya mengenai tawaran yang diberikan Kak Yuli kepadanya.Ia mengatakan bahwa
keluarga muslim itu memberikannya rasa kekeluargaan yang sudah lama ia tidak dapatkan setelah kepergian ayahnya. Ia merasa nyaman dekat dengan keluarga
Kak Yuli. Ia meminta ibunya mengizinkannya tinggal dirumah Kak Yuli. Ibu
Universitas Sumatera Utara
mempertimbangkannya terlebih dahulu. Jelang tujuh hari, ibu mengizinkannya karena melihat Zara bahagia ketika menceritakan keluarga muslim tersebut.
Tahun 2007, Zara memutuskan menetap di rumah keluarga kak Yuli.Selama tinggal dikediaman Kak Yuli, Zara suka membantu merapikan rumah untuk
membalas kebaikan mereka.Karena kegemarannya makan ditempat yang berbeda- beda, Zara sering membawakan makanan untuk mereka.Ia sudah menganggap
keluarga Kak Yuli seperti keluarganya sendiri. Walaupun mereka berbeda agama namun masih saling menghormati satu sama lainnya.
Pengalaman religius bersama keluarga muslim itu juga dirasakan Zara pada saat bulan ramadhan. Sebagai orang Kristen, ia merasa segan untuk tidak
berpuasa. Ia mencoba berpuasa seperti anggota keluarga lainnya meskipun tidak dapat mengikuti setiap hari. Selama ia mencoba berpuasa, Zara merasakan
keseruan ketika berbuka dan sahur. Bukan hanya itu, pola makan yang teratur juga ia dapatkan. Selain mengikuti puasa, perayaan hari besar Idul Fitri juga ia nanti-
nanti. Dari perayaan tersebut, Zara merasakan kebahagiaan dan kekeluargaan yang sangat menyenangkan. Dibandingkan dengan perayaan Natal yang
sebelumnya ia rayakan setelah ayahnya tiada. Semua tidak terasa berkesan lagi semenjak keluarga mulai sibuk dengan kehidupannya masing-masing.
Pada tahun 2012, Zara mulai mengagumi agama Islam. Ketika ia berada disekeliling orang-orang yang berbeda keyakinan dengannya, rasa nyaman dan
kagum itu terus muncul. Hanya saja kekagumannya itu masih sebatas „menyukai‟.Seperti kekagumannya melihat orang-orang yang menggunakan hijab.
Corak warna-warni dari hijab terlihat cantik baginya. Hanya saja, ia beranggapan
Universitas Sumatera Utara
untuk apa tampil cantik dihadapan orang lain tapi sikap tidak sesuai dengan tampilannya. Sempat terpikir untuk berpindah agama, tetapi masih ada ragu.
Masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang belum ia dapatkan jawabannya untuk lebih menyakinkan dirinya. Setiap malam mereka berdiskusi dan berdebat
mengenai Islam. Selalu muncul pertanyaan yang ia ajukan kepada kak Yuli. Bahkan ketika sedang mengalami permasalahan, ia selalu menceritakan dan
meminta solusinya. Zara sangat memanfaatkan situasi seperti ini.Tidak ada satu pertanyaanpun dilewatkannya.
Keluarga kak Yuli terus membantunya dan mendukung keinginannya menjadi muslim. Sampai suami kakaknya pun mengatakan “saya pernah mimpi
kamu, kamu itu sholat”. Zara hanya dapat tertawa dan tersenyum karena belum mempercayai akan hal itu. Semua pertanyaan yang masih mengganjal dihatinya
terus ia tanyakan kepada sang kakak. Dari semua jawaban-jawaban yang ia peroleh, ia berharap agar semua itu
lebih meyakinkannya. Penjelasan-penjelasan yang diberikan kakak bukan sekedar pendapat pribadinya saja, namun penjelasan-penjelasan tersebut ia peroleh dari
Al-Quran. Kemudian kakak mengajukan satu pertanyaan kepada Zara, “satu
pertanyaan aku sama kau, siapa Tuhanmu?”.Zara menjawab pertanyaan tersebut tidak menggunakan pegangan yang kuat.Ia hanya menggunakan pemikiran dan
pengetahuan yang ia miliki. Sedangkan kakaknya membantah dan memberikan jawaban-jawaban sesuai dengan makna yang terkandung dalam Al-
Quran.Seketika Zara terdiam sejenak.Ia melanjutkan perdebatannya tetapi kak
Universitas Sumatera Utara
Yuli memberinya saran untuk memikirkan kembali apa jawaban dari pertanyaan- pertanyaannya selama ini.
Dalam beberapa hari ia mencoba memikirkan perdebatan tersebut.Ia terus mengingat semua jawaban-jawaban yang telah ia pertanyakan. Ia benar-benar
memikirkan apa yang harus ia jalani. Dan akhirnya Zara meyakinkan dirinya untuk memberitahu kak Yuli kalau ia memutuskan untuk memilih Islam sebagai
keyakinan barunya.Ia menyadari keputusan yang ia ambil bukan dari paksaan orang lain dan bukan juga pengaruh dari pengalaman abang pertamanya. Namun,
karena ia sudah benar-benar melihat perbedaan dan keindahan dari agama Kristen dan agama Islam yang nantinya ia pilih.Kak Yuli menanyakan kembali atas
keputusannya tersebut.Apakah ada paksaan atau memang niat dari dirinya sendiri.Apapun keputusan yang Zara pilih, kakak pun ikut bahagia dan
mendukungnya. Zara mengikrarkan syahadatnya pada bulan Desember 2013. Proses
pengislaman ini langsung dilakukan secara resmi di Kantor Urusan Agama KUA Medan dengan disaksikan oleh beberapa saksi. Sebelum mengikrarkan
syahadatnya di KUA, ia terlebih dahulu berniat melakukan penyunatan di Pusat Kesehatan Masyarakat PUSKESMAS. Zara tidak menyangka akan secepat itu.
Awalnya, Zara berniat untuk merayakan natal terakhir bersama keluarganya sebelum ia masuk Islam. Namun Tuhan berkehendak lain. Ia meyakini hasil
keputusannya merupakan izin Allah. Ia hanya bisa menjalankan apa yang sudah ditakdirkan untuknya. Zara hanya bisa terdiam dan mengucapkan terimakasih
Universitas Sumatera Utara
kepada dokter dan perawat yang berada diruangan tersebut. Kak Yuli kaget bercampur bahagia, tidak menyangka adiknya telah menjadi seorang muslim.
Semenjak kedua abangnya memilih untuk hidup dengan keluarganya masing-masing, ia hanya tinggal bersama Ibu dan adiknya. Setelah muallaf yang
menjadi kekhawatirannya adalah bagaimana menceritakan yang sebenarnya kepada Ibu.Zara merasa cemas dan takut keputusannya ini mempengaruhi
kesehatan Ibunya yang sudah lanjut usia. Sebelum ia menceritakan kepada sang ibu, terlebih dahulu Zara menceritakan kepada adiknya dengan nada bercanda.
Awalnya sang adik tidak mempercayai semua yang ia ceritakan. Karena adiknya yakin akan melewati natal bersama-sama. Zara mulai memasang wajah serius
untuk meyakini adiknya bahwa ia telah menjadi muslim. Sang adik marah dan mencaci maki Zara.Dini tidak percaya atas keputusan yang dilakukan oleh
kakaknya. Ia merasa adiknya menyesali mengapa Zara tidak melewatkan natal
terakhirnya bersama mereka. Keesokannya Dini menyadari telah bersikap egois kepada kakaknya.Tidak seharusnya bersikap seperti itu kepada kakaknya. Dini
berpikir, kalau ia terus marah dan kesal, siapa lagi yang akan membantu dan mendukung kakaknya. Hanya adik dan Ibunya yang ada didekatkannya.
Zara menganggap respon yang diberikan adiknya merupakan salah satu ujian yang harus ia hadapi. Bukan niat untuk menjadi anak durhaka dan tidak
menyayangi keluarga. Namun, ia sudah benar-benar meyakini bahwa Allah SWT adalah Tuhannya. Memang awalnya, ia bermaksud untuk melewatkan natal
terakhir bersama ibu dan adiknya, lalu memutuskan menjadi muslim. Namun,
Universitas Sumatera Utara
Tuhan berkehendak lain. Tuhan mengislamkan Zara agar ia memasuki tahun baru dengan agama baru pula.
Kemudian Zara mencoba memberanikan diri mengajak ibunya untuk mendengarkan hal-hal apa saja yang terjadi pada dirinya. Zara berdoa kepada
Allah agar Ibunya diberi kekuatan dan kesehatan setelah mendengar kejadian yang sebenarnya.Ibunya mendengarkan semua cerita Zara dan sesekali menangis.
Zara terus meyakinkan ibunya walau sebenarnya ia tidak kuat melihat ibunya terus menangis. Ibu hanya diam dan menangis sehingga membuat Zara khawatir
akan kondisi kesehatannya. Dalam hati, ia memanjatkan doa kepada Tuhan agar ibu mengikhlaskannya. Dan ia berdoa memohon agar ada malaikat yang berwujud
manusia yang menolongnya untuk melanjutkan percakapannya dengan sang ibu. Ia terus berdoa. Dan Kak Yuli datang melanjutkan pembicaraan yang sempat
terhenti. Tidak lama kemudian ibu mengatakan sesuatu yang mengarah kepada pengikhlasannya terhadap keputusan anaknya untuk menjadi muslim meskipun
sedikit memberatkan hati sang ibu. Zara tersenyum melihat kearah Kak Yuli dan memeluk ibunya. Memanjatkan doa terimakasihnya kepada Allah.
Pikiran Zara tetap tidak tenang.Apa ibunya memang mengikhlaskannya, Bagaimana keadaan ibu, pertanyaan itu yang selalu muncul. Zara bercerita kepada
kakak tentang kegelisahan yang ia rasakan. Kak Yuli memberikan nasihat yang dapat membuat hatinya tenang. Zara sangat bersyukur mendapat seorang kakak
yang selalu ada dan membantunya kapanpun ia butuhkan. Setelah Zara menceritakan kepada Ibu dan adiknya atas keputusannya
menjadi muslim, baru ia mengatakannya kepada kedua abangnya. Abang pertama
Universitas Sumatera Utara
yang sudah terlebih dahulu menjadi muslim mendukung dan sangat senang mendengar adiknya sudah seiman dengannya. Abangnya memberikan selamat dan
nasihat. Abang kedua hanya memberikan nasihat kepada Zara agar selalu merawat Ibunya yang sudah lanjut usia. Abangnya percaya bahwa adiknya tersebut sudah
dewasa dan dapat memilih mana yang terbaik bagi dirinya. Zara sangat senang dengan respon keluarga yang positif.Keluarga
memberikan dukungan kepadanya.Begitu pula dengan lingkungan sekitar yang terus memberikan selamat, memberikan seperangkat alat sholat dan mengajak
untuk mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan dan pengajian rutin. Sebagian teman kerja dan tetangga juga meminta doa kepadanya. Banyak yang mengatakan
kalau doa orang yang baru saja masuk Islam cepat di hijabah oleh Allah. Karena seorang muallaf itu diibaratkan seperti bayi yang baru lahir tidak memiliki dosa
apapun.Dengan senang hati Zara terus mendoakan teman-temannya. Sekilas terpikirkan oleh Zara. Ketika ia sholat berjamaah dengan kakaknya,
Zara berbisik mengatakan keinginannya agar Ibu dan adiknya juga sepertinya. Sehabis sholat mereka langsung memanjatkan doa semoga permintaaan mereka
dikabulkan Allah SWT. Jelang beberapa hari sang ibu mulai mempertanyakan apa itu Islam dan bagaimana Islam itu. Semua tentang Islam dipertanyakan oleh sang
ibu. Zara tidak mempercayai akan hal itu. Tak henti-hentinya Zara terus memanjatkan doa.
Proses demi proses seperti yang dialami oleh Zara sebelum memutuskan menjadi muslim juga dialami oleh ibunya. Pada Januari 2014, ibu dan adik yang
Universitas Sumatera Utara
merupakan partisipan kedua mengikuti jejaknya sebagai muallaf.Mereka bersama- sama saling bertukar pikiran dan belajar memahami Islam lebih baik lagi.
1. Persepsi Yang Akurat Terhadap Realitas