Menurut kamus besar bahasa Indonesia, muallaf didefinisikan sebagai orang yang baru masuk Islam.Pada umumnya, muallaf yang melakukan konversi agama
dikarenakan mereka tidak puas terhadap ajaran agamanya. Seseorang merasa tidak puas jika sudah paham terhadap apa yang dihadapinya Sujana, 2011. Muallaf
yang melakukan konversi agama, akan mengalami beberapa perubahan mendasar dan signifikan dalam hidupnya. Perubahan inilah yang menuntut adanya usaha
lebih dari individu untuk dapat melewatinya. Dunia muallaf adalah fenomena psikologis yang mengandung bermacam
gejolak batin, disebabkan karena dalam pribadinya muncul berbagai konflik baik yang berhubungan dengan keluarga, masyarakat, atau keyakinan yang pernah
dianutnya.Penghayatan agama masih labil, sebagai dampaknya motivasi untuk pengembangan keimanannya juga kurang, adanya kemampuan untuk menerima
agama Islam secara konsisten.Disamping itu perasaan yang kurang yakin tersebut sering muncul apabila masuk Islamnya tidak timbul dari keikhlasan sendiri,
padahal muallaf yang berlatarbelakang demikian sangat banyak.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Agama
Burhani 2001 mengatakan individu pindah agama dipengaruhi karena adanya pengalaman-pengalaman religius pribadi seperti menemukan kebenaran
atau keyakinan baru dalam agama lain atau keterpaksaan seperti pindah karena perkawinan atau ancaman. Faktor-faktor yang digunakan dalam penelitian ini,
Lofland Skonovd Rambo, 1993; Templeton Swartz, 2000 menjelaskan enam motif seseorang dalam melakukan konversi, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Intellectual, individu mencari pengetahuan tentang agama melalui buku,
televisi, artikel, ceramah, dan media lain dimana kontak sosial tidak terjadi secara signifikan. Kepercayaan tumbuh terlebih dahulu sebelum
berpartisipasi aktif dalam ritual keagamaan dan organisasi. 2.
Mystical, motif yang melibatkan intensitas emosi yang tinggi pada individu. Motif ini umumnya terjadi secara tiba-tiba yang disebabkan
oleh pandangan, pendengaran atau pengalaman-pengalaman mistis. Misalnya, individu mimpi bertemu dengan Rasulullah, mendengar suara
ghaib, dan lain sebagainya. 3.
Experimental, motif yang paling umum terjadi pada abad 20, karena adanya kebebasan beragama. Pada motif ini, individu secara aktif
meneksplorasi agama-agama yang ada dan melihat keuntungan spiritual yang dapat diperoleh. Misalnya, individu memilih agama Khatolik
setelah memasuki beberapa agama tertentu karena sudah sejalan dengan apa yang ia percayai.
4. Affectional, motif yang didasarkan pada penekanan ikatan interpersonal
pada proses konversi. Ikatan ini terjadi antara individu pelaku konversi dengan penganut agama yang dituju. Ikatan emosi ini melibatkan
pengalaman personal individu seperti rasa untuk diperhatikan, dicintai, dan dibesarkan oleh seseorang. Misalnya, individu memilih agama
tertentu karena ia merasa telah dibimbing dan disayangi oleh orang- orang yang memeluk agama tersebut.
Universitas Sumatera Utara
5. Revivalism, motif yang menggunakan konformitas keramaian
crowdconformity untuk menimbulkan perilaku. Individukemudian secara emosional tergugah sehingga perilaku dan kepercayaan yang baru
dapat dimasukkan. Misalnya, pada acara pertemuan atau ceramah keagamaan yang dikemas dengan musik-musik dan motivasi yang
menyentuh sisi emosi dari individu, sehingga yang mendengarkannya akan tergerak untuk melakukan perubahan.
6. Coercive, motif yang mencakup pencucian otak, dan pendekatan
kekerasan terhadap individu untuk berpartisipasi mengikuti suatu keyakinan tertentu. Misalnya, pada zaman penjajahan dibeberapa Negara
yang memaksa rakyat setempat untuk memeluk agama tertentu dengan jalan berperang.
C. Dinamika Penyesuaian Diri Pada Muallaf