Gambaran Penyesuaian Diri pada Muallaf

(1)

PADA MUALLAF

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

OLEH:

RAFITA ATTIA

091301014

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GENAP, 2014 / 2015


(2)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

OLEH:

RAFITA ATTIA

091301014

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GENAP, 2014 / 2015


(3)

(4)

skripsi saya yang berjudul :

GAMBARAN PENYESUAIAN DIRI PADA MUALLAF

Adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini penulis kutip dari hasil karya orang lain telah ditulis sumbernya secara jelas dan sesuai dengan norma dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, penulis bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 13 Mei 2015

RAFITA ATTIA NIM 091301014


(5)

Agama merupakan fitrah yang sejalan dengan jati diri dan sekaligus merupakan kebutuhan primer bagi kehidupan dirinya sendiri dan bermasyarakat (Mukti Ali, dkk, 1998).Ketika individu tersebut menemukan banyak hal yang sudah tidak sejalan dengan pemikiran dan batinnya, maka mereka akan mencari kesamaan untuk dapat membantunya dalam menata hidup. Karena adanya kebebasan memilih dan memeluk agama individu tersebut berhak melakukan konversi agama. Individu yang melakukankonversikeagamalaindenganberbagaialasan yang berbeda-beda. Salah satu konversi yang cukup banyak terjadi adalah perpindahan dari agama lain ke agama Islam, dimana orang yang melakukan konversi disebut dengan muallaf. Dalam perjalanan kehidupannya, ketika seseorang menjadi muallaf banyak perubahan yang harus dihadapi dari dalam diri, lingkungan sekitar dan juga orang-orang sekitar maupun ajaran barunya. Perubahan-perubahan inilah yang membutuhkan penyesuaian diri. Penelitian ini mengkaji bagaimana penyesuaian diri pada muallaf dilihat dari karakteristik penyesuaian diri dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri. Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologis kualitatif dengan dua orang partisipan. Prosedur pengambilan partisipan menggunakan konstruk operasional (theory-based/operational construct sampling). Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara mendalam. Penelitian ini dilakukan di Kota Medan.

Hasil penelitian ini menunjukkan kedua partisipan dapat menyesuaikan diri dengan efektif. Adanya dukungan dari lingkungan sekitar berperan membantu mereka dalam menyesuaikan diri dari ajaran agama Islam. Sehingga mempermudah partisipan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada diri sendiri, dan perubahan sikap dari lingkungan barunya. Mereka juga menyadari mendapat tekanan dari keluarga (saudara). Namun, mereka berpikir secarara sional untuk dapat memilah masalah yang lebih penting yang harus mereka pikirkan agar terhindar dari stress.


(6)

Religion is a natural tendency in our life and also a primary need in our own and social life (Mukti Ali, dkk, 1998). When a person find many things are different from his/her way of thinking and his/her inner, he/she will seek something similar with them to make an arrangement with his/her. It is a freedom to choose and own a religion, because of that, a person can do a conversion. A person who does conversion could have different reasons with another. One of many conversions is a person who convert to Islam from other religion, they are called muallaf. In their journey of life, when they choose to be a muallaf, they will face many life changes from their own life, their family, their neighborhood, also from the new religion they have chosen. These are the reason they need self-adjustment. This research shown us how the self-adjustment of muallaf seen from the characteristics of self-adjustment and the factors that have affect to self-adjustment. The method used in this research is a qualitative phenomenologic, and two person were chosen as participant. The procedure used to choose the participant was theory based/operational construct sampling. A deep interview was used to collect the informations. This research was held in Medan.

The result of this research shown us that both of participant can do self-adjustment effectively. Support they got from their surroundings help them to adjust to their new religion. These support help participant to adjust with their own life, with the change of attitude from their new surrounding easier. They also realized they get pressures from their family. However, they thought rationally to choose a problem that more important than another to think about, to avoid them from stress out.


(7)

yang telah memberikan karunia dan kekuatan dalam penyelesaian skripsi ini. Tidak lupa shalawat dan salam di hadiahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Penyusun skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih kepada Kedua orangtua penulis yang tersayang Papa Prof. Dr. H. Mohd. Hatta dan Mama Dra. Hj. Pipih Shopiah yang telah mendoakan, mendukung, dan mencurahkan segala kasih sayang yang tidak pernah berhenti.Abang-abang tersayang Mohd. Hadeli Sundhana, Mohd. Novry Rahadian, dan Mohd. Yudhi, dan Kakak tersayang Selvita Permata, dr. Irmayati, dan Shanti Mutia yang telah mendukung dan memberikan semangat dan keponakan-keponakan yang sangat menghibur bundanya. Sangat bersyukur memiliki keluarga yang begitu luar biasa.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. ApriliaFajar Pertiwi, M.Si, psikolog dan Juliana Saragih, M.Psi, psikolog selaku dosen pembimbing akademik yang membimbing penulis selama masa perkuliahan.


(8)

dosen penguji yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan banyak saran dan masukan yang sangat berarti bagi penulis sehingga skripsi ini dapat menjadi lebih baik.

5. Seluruh staff pengejar dan staff pegawai Fakultas Psikologi USU.

6. Keluarga partisipan dalam penelitian ini yang sekarang menjadi keluarga baru penulis. Terima kasih karena telah bersedia meluangkan waktu untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

7. Sepupu-sepupu bletongers tersayang yang tiada duanya Kak Intan, Kak Mute, dan Kak Ai yang terus memberikan semangat, doa, dan bawelannya.

8. Sahabat-sahabat Triple-G terbaik sepanjang abad Hafis, Dina, Fahmi, Dian, Ade, Rija Uncit, Adit yang selalu memberikan keceriaan, dukungan, dan doanya. 9. Special thanks to Achmad Sobri Dy yang selalu mendesak penulis untuk cepat

menyelesaikan skripsinya, mendoakan dan tidak lupa medukung dan memberikan semangatnya.

10.The Cimits mamake Rizqa Rethiza yang selalu meluangkan waktunya menemani penulis bimbingan walaupun sampek berjam-jam, menghibur disaat galau, memberi dukungan dan semangatnya. Tiada duanyalah. Semoga keinginan kita bisa tercapai dan usaha lancar sampek seterusnya. Amiinn…


(9)

12.Twins Miaw Miata Fanny yang selalu menghibur, mendukung, memberi semangat hingga skripsi ini selesai. Semoga persahabatan ini terus terjalin selamanya.

13.Sahabat-sahabat semasa perkuliahan P.A.U.D, Amoy, dan Oma tami. Dila Azwani, Teteh Rini, Copa Malini, Kiki, Sebut saja Jeje, Mbak Runa, Ubi, Rani, yang selalu cereweti penulis, dan memberikan semangat.

14.Teman-teman angkatan 2009 yang selalu mendukung dan menghibur selama perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini. Terima kasih untuk segala kebersamaan dan keceriaan kita selama ini.

15.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Bantuan yang telah diberikan sangat berarti bagi penulis. Semoga Allah berlipat ganda membalas semua kebaikan yang telah diberikan. Amiinn…

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menjadikan skripsi ini lebih baik lagi. Akhir kata, penulis berharap penelitian ini dapat menambah informasi dan bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, 13Mei 2015 Penulis,


(10)

SAMPUL DALAM ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

1. Manfaat Teoritis ... 6

2. Manfaat Praktis ... 6

E. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

A. Penyesuaian Diri ... 8

1. Defenisi Penyesuaian Diri ... 8

2. Karakteristik Penyesuaian Diri ... 9

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri ... 12

B. Konversi Agama ... 14

1. Definisi Konversi Agama ... 14

Muallaf ... 16

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Agama ... 16

C. Dinamika Penyesuaian Diri Muallaf ... 18


(11)

1. Karakteristik Subjek Penelitian ... 25

2. Jumlah Partisipan ... 25

3. Prosedur Pengambilan Partisipan ... 25

4. Lokasi Penelitian ... 26

C. Metode Pengumpulan Data ... 26

D. Alat Bantu Pengumpul Data ... 27

1. Alat Perekam ... 27

2. Pedoman Wawancara ... 27

3. Catatan Lapangan dan Kertas ... 28

E. Kredibilitas Penelitian ... 28

F. Prosedur Penelitian ... 30

1. Tahap Persiapan Penelitian ... 30

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 31

3. Tahap Pencatatan Data ... 32

G. Prosedur Analisis Data ... 32

BAB IV HASIL ANALISA DATA/DESKRIPSI DATA DAN PEMBAHASAN ... 35

A. Deskripsi Data I ... 35

1. Identitas diri Partisipan I ... 35

2. Jadwal Wawancara ... 36

a. Gambaran Karakteristik Penyesuaian Diri Partisipan 1 ... 36

b. Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Partisipan 1 ... 57

B. Deskripsi Data Partisipan II ... 65

1. Identitas diri PartisipanII ... 65

2. Jadwal Wawancara ... 65

a. Gambaran Karakteristik Penyesuaian Diri Partisipan II ... 65


(12)

B. Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA 104


(13)

TABEL 4.1 Tempat dan Waktu Wawancara Partisipan 1 ... 36

TABEL 4.2 Gambaran Karakteristik Penyesuaian Diri Partisipan 1 ... 63

TABEL 4.3 Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Partisipan 1 ... 64

TABEL 4.4 Tempat dan Waktu Wawancara Partisipan 2 ... 65

TABEL 4.5 Gambaran Karakteristik Penyesuaian Diri Partisipan 2 ... 87

TABEL 4.6 Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Partisipan2 ... 88


(14)

LAMPIRAN 2 Informed Consent

LAMPIRAN 3 Rekonstruksi Data


(15)

Agama merupakan fitrah yang sejalan dengan jati diri dan sekaligus merupakan kebutuhan primer bagi kehidupan dirinya sendiri dan bermasyarakat (Mukti Ali, dkk, 1998).Ketika individu tersebut menemukan banyak hal yang sudah tidak sejalan dengan pemikiran dan batinnya, maka mereka akan mencari kesamaan untuk dapat membantunya dalam menata hidup. Karena adanya kebebasan memilih dan memeluk agama individu tersebut berhak melakukan konversi agama. Individu yang melakukankonversikeagamalaindenganberbagaialasan yang berbeda-beda. Salah satu konversi yang cukup banyak terjadi adalah perpindahan dari agama lain ke agama Islam, dimana orang yang melakukan konversi disebut dengan muallaf. Dalam perjalanan kehidupannya, ketika seseorang menjadi muallaf banyak perubahan yang harus dihadapi dari dalam diri, lingkungan sekitar dan juga orang-orang sekitar maupun ajaran barunya. Perubahan-perubahan inilah yang membutuhkan penyesuaian diri. Penelitian ini mengkaji bagaimana penyesuaian diri pada muallaf dilihat dari karakteristik penyesuaian diri dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri. Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologis kualitatif dengan dua orang partisipan. Prosedur pengambilan partisipan menggunakan konstruk operasional (theory-based/operational construct sampling). Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara mendalam. Penelitian ini dilakukan di Kota Medan.

Hasil penelitian ini menunjukkan kedua partisipan dapat menyesuaikan diri dengan efektif. Adanya dukungan dari lingkungan sekitar berperan membantu mereka dalam menyesuaikan diri dari ajaran agama Islam. Sehingga mempermudah partisipan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada diri sendiri, dan perubahan sikap dari lingkungan barunya. Mereka juga menyadari mendapat tekanan dari keluarga (saudara). Namun, mereka berpikir secarara sional untuk dapat memilah masalah yang lebih penting yang harus mereka pikirkan agar terhindar dari stress.


(16)

Religion is a natural tendency in our life and also a primary need in our own and social life (Mukti Ali, dkk, 1998). When a person find many things are different from his/her way of thinking and his/her inner, he/she will seek something similar with them to make an arrangement with his/her. It is a freedom to choose and own a religion, because of that, a person can do a conversion. A person who does conversion could have different reasons with another. One of many conversions is a person who convert to Islam from other religion, they are called muallaf. In their journey of life, when they choose to be a muallaf, they will face many life changes from their own life, their family, their neighborhood, also from the new religion they have chosen. These are the reason they need self-adjustment. This research shown us how the self-adjustment of muallaf seen from the characteristics of self-adjustment and the factors that have affect to self-adjustment. The method used in this research is a qualitative phenomenologic, and two person were chosen as participant. The procedure used to choose the participant was theory based/operational construct sampling. A deep interview was used to collect the informations. This research was held in Medan.

The result of this research shown us that both of participant can do self-adjustment effectively. Support they got from their surroundings help them to adjust to their new religion. These support help participant to adjust with their own life, with the change of attitude from their new surrounding easier. They also realized they get pressures from their family. However, they thought rationally to choose a problem that more important than another to think about, to avoid them from stress out.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. LatarBelakangMasalah

Agama merupakan identitas diri, maupun tata laku individu yang telah melekat di dalam diri individu. Individu yang lahir di dunia hingga meninggalkan dunia ini selalu berkaitan dengan aspek keagamaan. Seorang anak yang lahir dari kedua orang tua yang memegang satu keyakinan, maka anak tersebut mengikuti ajaran agama yang dimiliki dari kedua orang tuanya. Inilah yang menjadikan peran agama sebagai motivasi maupun pedoman hidup dalam keseharian (Jalaluddin, 2012).

Memeluk, memilih, dan merubah pilihan terhadap agama yang dianut merupakan hak asasi individu, bahkan diakui dan diatur dalam hukum Internasional, diantaranya :

Piagam hak asasi manusia sedunia/ The United Nations Uiversal Declaration of Human Right pasal 18 ayat 1 disebutkan :

“Setiap orang memiliki hak untuk mengeluarkan gagasan, pemikiran dan memeluk agama dengan bebas, hak ini termasuk kebebasan untuk merubah agama atau kepercayaan, baik sendiri-sendiri maupun bersama komunitas dalam ruang publik maupun privat untuk mewujudkan agama dan kepercayaannya dalam

kegiatan mengajar, peribadahan dan perwujudan ketaatan lainnya”.

Deklarasi UNHCR tentang Perjanjian Internasional Hak Politik dan sipil /

International Convenant on Civil Political Right pasal 18 ayat 1 dan 2, disebutkan:

“Setiap orang memiliki hak untuk mengeluarkan gagasan, pemikiran dan memeluk agama dengan bebas. Hak ini termasuk kebebasan untuk memeluk


(18)

atau merubah agama atau kepercayaan sesuai pilihannya, dan kebebasan baik secara sendiri maupun bersama komunitas dalam ruang publik atau privat untuk melaksanakan agama atau kepercayaannya dalam hal peribadahan, ketaatan dan pengajaran”

“Tidak ada yang boleh melakukan pemaksaan yang dapat mengakibatkan

terganggunya kebebasan seseorang untuk memeluk suatu agama atau kepercayaan sesuai dengan pilihannya sendiri”.

Manusia menganut suatu agama bukanlah disebabkan oleh diterminisme cultural,melainkan melalui pilihan-pilihan atas kebebasannya sendiri. Agama merupakan suatu keyakinan yang bersifat pribadi yang tidak mudah dipahami akal manusia, melainkan dengan akal budinya, dan naluri alami (Wiwik Setiyani, 2002). Agama Islam, Kristen, Hindu, Budha merupakan pilihan-pilihan universal, sehingga tidak ada alasan orang yang menganut suatu agama hanya karena mengikuti lingkungan atau sekedar turunan dari para leluhur atau nenek moyangnya saja. Akan tetapi pada proses perjalanannya sebagian orang melakukan yang disebut dengan konversi dengan berbagai macam alasan.

Menurut Lofland & Skonovd (Rambo, 1993; Templeton & Swartz, 2000), seseorang yang melakukan konversi agama dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu: intellectual, mystical, experimental, affectional, revivalism, dan coercive.

Salah satu konversi yang cukup banyak terjadi adalah perpindahan agama lain ke Islam, dimana orang yang melakukan konversi disebut dengan Muallaf.

Secara psikologis orang yang memutuskan untuk merubah keyakinan sebelumnya mengalami guncangan batin yang hebat dan mengalami labilitas emosional yang cukup tinggi sampai pada akhirnya memutuskan untuk masuk Islam. Hal ini menyebabkan perlunya suatu pembinaan yang rutin untuk mengembalikan stabilitas emosionalnya, selain untuk menjaga agar muallaf


(19)

tersebut merasa yakin iman yang telah ia anut (Umar Sodiq, 1996). Di samping itu, muallaf yang telah meninggalkan agama lamanya tersebut, harus menghadapi berbagai ancaman dan juga bujukan dari keluarga, rekan dan lingkungan sekitar. Hal ini kerap dialami pada seorang muallaf.

Sebelum individu memutuskan menjadi muallaf dan meninggalkan agama lamanya, tentu timbul pergolakan dalam hati. Sebagai orang yang akan berpisah dengan agama dan keyakinan lamanya, tentu harus siap mental, bahwa agama yang dianut selama ini akan dilepaskannya dan diganti dengan keyakinan baru yang tentunya berbeda dengan yang lama. Karena itu, pemeluk baru Islam tidak diperkenankan masih memegang keyakinan lama yang secara formal telah ditinggalkannya. Dan tidak ada jalan lain kecuali mendalami agama barunya dan meninggalkan agama lamanya (Budiwiranto, 1995). Ia harus mengetahui kewajiban-kewajiban maupun hal-hal yang tidak boleh dikerjakannya. Seperti dalam kutipan berikut :

“banyak yang enggak setuju kak. Ada yang cibir, terus ngejauhi aku. Ya

akunya sih enggak masalah. Aku tetap jaga Silaturahmi sama mereka. Senyum aja walaupun mereka enggak balas senyumku. Aku pengennya sih mereka nerima keputusan aku. Bukan malah jauhi aku. Mungkin masih proses ya kak. Mama aku pun enggak pernah hubungi aku lagi kak. Tapi setelah jadi muslim aku juga ngerasa lebih dewasa dalam menyikapi kondisi-kondisi dan permasalahan kehidupan aku.”

(L, Komunikasi Personal, 13 Januari 2014)

Setiap perilaku muallaf selalu diminta untuk dapat melakukan penyesuaian diri. Muallaf tersebut harus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan dan konflik yang ia alami. Untuk dapat menghadapi setiap masalah dan kesulitan hidup, ia membutuhkan penyesuaian diri yang baik dan juga dukungan dari orang-orang sekitar sehingga tidak mempengaruhi psikologis dan terhindar dari tekanan


(20)

yang mengakibatkan stress berkepanjangan. Menurut Atwater (1983), penyesuaian diri terdiri dari perubahan-perubahan dalam diri kita dan kebiasaan kitau ntuk memperoleh hubungan yang memuaskan dengan orang lain dan lingkungan sekitar kita.

Begitu juga Haber dan Runyon (1984) menyatakan penyesuaian diri adalah suatu proses dimana individu harus menerima suatu hal yang tidak dapat diubah atau dikontrol dengan belajar dan berusaha membiasakan diri hidup dan berkembang dengan hal tersebut.Hal ini didukung dari ungkapan muallaf berikut ini :

“sempat aku pisah dengan mamak sama bapak kak. Aku lebih milih sekolah Islam kayak pesantren gitu di Medan dan orang tuaku di kampung sana. Mereka ngelarang aku sekolah di Medan karena mereka enggak mau aku sekolah di sekolah Islam. Tapi ya aku udah mikir jauh-jauh hari sebelum mutuskan sekolah disana. Biarlah orang itu (kedua orangtua) marah sama aku. Ini uda pilihanku, keputusanku. Aku tetap pergi kak dengan uang sendiri tanpa bantuan mereka sama sekali. Enggak susah kok aku menyesuaikan diri dengan lingkungan baru aku sekarang. Malah sekarang ini karena aku udah bisa ngeluarkan pendapat aku sendiri, mama aku curhat sama aku kak haha.”

(L, Komunikasi Personal, 13 Januari 2014)

Perubahan-perubahan yang terjadi tentu akan menjadi warna dalam kehidupan muallaf. Begitu pula dengan permasalahan yang hadir terkait dengan perubahan yang paling mendasar dalam kehidupannya. Semua itu tentu menuntut adanya penyesuaian diri yang baik, terutama pada lingkungan kehidupan muallaf yang tidak satu keyakinan. Proses penyesuaian diri yang dialami pada muallaf berbeda-beda karena dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang berbeda pula. Pada akhirnya, beberapa muallaf berhasil melakukan penyesuaiand iri. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa ada sebagian muallaf yang terhambat penyesuaian


(21)

diri yang cukup lama. Berdasarkan paparan di atas, maka penulis ingin mengetahui bagaimana gambaran penyesuaian diri pada muallaf dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri dan kehidupannya.

B. Rumusan Masalah

Perubahan maupun dampak yang muncul sebagai konsekuensi keputusan untuk menjadi muallaf membutuhkan kemampuan penyesuaian diri yang baik dalam diri individu tersebut agar muallaf mampu menyelaraskan kebutuhan pribadi dan tuntutan lingkungannya. Berdasarkan permasalahan penelitian yang dikemukakan di atas, maka penelitian ini ingin melihat penyesuaian diri muallaf.

Pertanyaan penelitian :

1. Bagaimana gambaran penyesuaian diri ditinjau dari karakteristik penyesuaian diri muallaf ?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian diri pada muallaf?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran penyesuaian diri pada muallaf dan faktor apa sajayang mempengaruhi penyesuaian diri tersebut.

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik ditinjau secara teoritis maupun praktis.


(22)

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, untuk selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan dapat : a. Memberikan informasi di bidang psikologi pada umumnya dan

psikologi klinis pada khusunya, terutama yang berkaitan dengan penyesuaian diri pada orang yang melakukan konversi agama.

b. Menjadi referensi alternatif bagi peneliti lain dengan kajian serupa.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat :

a. Memberikan informasi pada masyarakat, keluarga, lembaga-lembaga mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penyesuaian diri pada orang yang melakukan konversi agama terutama pada muallaf.

b. Memberikan masukan atau inspirasi kepada muallaf lainnya untuk menyikapi kondisi dirinya dalam menyesuaikan diri pada kehidupannya.

c. Memberikan informasi mengenai perubahan-perubahan yang dialami muallaf dan bagaimana muallaf dapat menyesuaikan diri dari perubahan-perubahan tersebut, sehingga diharapkan hasil penelitian ini bias dijadikan bahan intervensi atau solusi untuk membantu mereka melakukan penyesuaian diri dengan efektif.


(23)

E. Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II LandasanTeori

Bab ini berisi teori-teori yang berkaitan dengan variabel yang ingin diteliti, yaitu penyesuaian diri pada orang yang melakukan konversi agama (muallaf).

BAB III Metode Penelitian

Bab ini menguraikan pendekatan penelitian, subjek penelitian yang mencakup tentang pendekatan kualitatif, karakteristik subjek dan jumlah subjek, metode pengumpulan data dengan menggunakan wawancara, dan alat bantu penelitian, dan proses analisis data.

BAB IV Analisa dan Pembahasan

Bab ini memuat tentang pengolahan data penelitian, gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian dan juga pembahasan data-data penelitian dari teori yang relevan.

BAB V Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari penelitian, hasil penelitian serta saran-saran yang dibutuhkan baik untuk penyempurnaan penelitian maupun untuk penelitian-penelitian lanjutan.


(24)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penyesuaian Diri

1. Definisi Penyesuaian Diri

Haber dan Runyon (1984) mengemukakan penyesuaian diri adalah suatu proses dan bukan merupakan keadaan statis, maka efektivitas dari penyesuaian diri ditandai dengan seberapa baik individu mampu menghadapi situasi dan kondisi yang selalu berubah. Melakukan penyesuaian diri berarti menerima segala keterbatasan yang tidak dapat mengubah apa yang bisa dilakukan.

Menurut Schneider (dalam Agustiani, 2006) penyesuaian diri sebagai satu proses yang mencakup respon-respon mental dan tingkah laku, yang merupakan usaha individu agar berhasil mengatasi kebutuhan, ketegangan, konflik, dan frustrasi yang dialami didalam dirinya.Schneider juga mengatakan bahwa orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik adalah orang yang dengan keterbatasan yang ada pada dirinya, belajar untuk bereaksi terhadap dirinya dan lingkungan dengan cara yang matang, bermanfaat, efisien, dan memuaskan, serta dapat menyelesaikan konflik, frustrasi, maupun kesulitan-kesulitan pribadi dan sosial tanpa mengalami gangguan tingkah laku.

Gerungan (2000), bahwa didalam penyesuaian, individu dituntut untuk mampu mengadakan cara penyesuaian yang baik tanpa menimbulkan konflik bagi diri sendiri maupun masyarakat. Penyesuaian ini dibagi dalam dua kategori yaitu mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan yang disebut dengan autoplastis (dibentuk sendiri), dan pengertian kedua adalah mengubah lingkungan sesuai


(25)

dengan keadaan atau keinginan diri yang disebut aloplastis (dibentuk oleh yang lain).

Hurlock (1999), juga menambahkan bahwa untuk melakukan penyesuaian yang baik bukanlah hal yang mudah.Akibatnya, banyak individu yang kurang dapat menyesuaikan diri, kurang baik secara sosial maupun pribadi.Perkembangan pribadi, sosial dan moral yang dimiliki seseorang menjadi dasar untuk memandang diri dari lingkungannya di masa-masa selanjutnya.

Dari berbagai pendapat di atas, definisi yang digunakan dalam penelitian ini, penyesuaian diri merupakan suatu proses dimana individu berusaha untuk menghadapi kondisi yang selalu berubah, menerima suatu keadaan yang tidak dapat diubah dengan membiasakan diri untuk hidup dan berkembang dengan keadaan tersebut, serta dapat menyelesaikan konflik, frustrasi, maupun kesulitan-kesulitan pribadi dan sosial tanpa mengalami gangguan tingkah laku.

2. Karakteristik Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri yang efektif merupakan suatu bentuk penerimaan keterbatasan yang tidak dapat diubah dan secara aktif dapat mengubah danmemodifikasi apa yang bisa dilakukan dari keterbatasan tersebut. Menurut Haber dan Runyon (1984) penyesuaian diri yang efektifdapat digambarkan dari karakteristik,yang digunakan dalam penelitian iniadalah :

1. Persepsi yang akurat terhadap realitas

Orang yang profesional dalam bidang kesehatan mental setuju bahwa persepsi yang akurat terhadap realitas merupakan prasyarat dalam penyesuaian diri yang baik.Pengertian terhadap realitas ini sering terhenti


(26)

pada wacana filosofis dari sifat realitas itu sendiri. Tidak ada cara untuk mengetahui keabsolutan dari kata realitas dan apakah ada orang yang mengalami realitas dengan cara yang sama. Individu harus tetap mengingat bahwa persepsi yang dibuat setiap individu cenderung dipengaruhi oleh ketertarikan dan motivasi masing-masing individu. Individu yang baik akan menetapkan tujuan yang realistis sesuai dengan kemampuan dan kenyataan yang ada serta akan secara aktif mengejar tujuan tersebut. Pencapaian tujuan akan dipengaruhi oleh hambatan dan peluang yang berasal dari lingkungan. Individu yang realistis akan mengubah dan memodifikasi tujuan sesuai dengan hambatan dan peluang yang ia temukan tersebut. Salah satu aspek yang sangat penting dalam persepsi yang akurat terhadap realitas adalah kemampuan untuk mengenali dan menyadari konsekuensi dari apa yang dilakukan dan kemampuan dalam memandu perilaku secara tepat.

2. Kemampuan mengatasi stress dan kecemasan

Pada kenyataannya, individu tidak selalu dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan serta kepuasan dengan segera.Suatu tujuan tidak dapat dicapai secara instan. Oleh karena itu, setiap individu harus belajar untuk bertoleransi dalam proses pencapaian tujuan apakah itu akan lebih cepat atau mengalami penundaan. Belajar bertoleransi dalam mencapai tujuan bukanlah suatu hal yang mudah.Penundaan kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan sering kali mengakibatkan ketidaknyamanan dan stres.Tidak setiap orang mampu melakukan pengorbanan dalam mencapai tujuan.Individu dengan penyesuaian yang baik mampu mengatasi stres


(27)

dalam penundaan kepuasan pemenuhan kebutuhan. Tujuan yang realistis akan memberikan suatu rasa dalam pencapaian tujuan tersebut dan memberikan arah fokus terhadap energi yang tersedia.

3. Memiliki citra diri (self-image) yang positif

Kemampuan individu menggambarkan dirinya dalam berbagai aspek secara keseluruhan merupakan salah satu indikator dari kualitas penyesuaian.Individu yang mampu menggambarkan diri dari berbagai aspek dan memiliki harmonisasi antara aspek satu dengan lainnya menunjukkan bahwa individu yang bersangkutan memiliki penyesuaian yang baik.Salah satu hal yang menunjukkan bahwa individu memiliki penyesuaian yang baik adalah kemampuan individu dalam menggambarkan diri secara positif.Individu harus tetap mengetahui kelemahan dan kelebihan mereka.Kemampuan pemahaman diri secara objektif seperti ini bisa mengarahkan individu untuk menyadari potensi diri yang sebenarnya.

4. Kemampuan mengekspresikan perasaan

Orang yang sehat secara emosi dapat merasakan dan mengekspresikan emosi serta perasaan. Emosi yang ditunjukkan adalah sesuatu yang sesuai dengan tuntutan situasi dan secara umum berada di bawah kontrol individu. Contoh : individu menangis di pemakaman, tertawa pada situasi yanng menggelikan, merasa senang ketika berada di dekat orang yang dicintai. Ketika marah, individu dapat mengekspresikannya dengan cara yang tidak menyakiti orang lain secara psikologis ataupun fisik.


(28)

5. Hubungan interpersonal yang baik

Aspek hubungan interpersonal yang paling penting adalah berbagai emosi dan perasaan.Individu yang memiliki penyesuaian yang baik mampu membangun hubungan interpersonal yang baik juga. Keberadaan mereka membuat orang lain merasa senang dan nyaman serta mereka juga menghargai dan menyenangikeberadaan orang lain. Orang-orang dengan penyesuaian yang baik menyadari bahwa hubungan yang dibangun dengan orang lain tidak selalu mulus dan mereka mampu untuk mencapai kadar keintiman yang layak dengan orang lain.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri

Menurut Schneider (dalam Desmita,2009) faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri, yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Keadaan fisik (Physical condition)

Kondisi fisik individu merupakan faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri, sebab keadaan sistem-sistem tubuh yang baik merupakan syarat bagi terciptanya penyesuaian diri yang baik. Sistem tubuh yang meliputi saraf, kelenjar, dan otot mempengaruhi penyesuaian diri. Sistem saraf mempengaruhi penyesuaian diri secara langsung karena sistem saraf adalah dasar dari proses mental.

b. Perkembangan dan kematangan (development and maturation) Bentuk-bentuk penyesuaian diri individu berbeda pada setiap tahap perkembangan.Penyesuaian diri yang dilakukanindividu mengalami perubahan seiring dengan tahap perkembangan dan tingkat kematangan


(29)

yang dicapai. Kematangan individu dalam segi intelektual, moral, emosi, dan sosial yang mempengaruhi bagaimana individu melakukan penyesuaian diri.

c. Keadaan psikologis

Keadaan mental yang sehat merupakan syarat bagi tercapainya penyesuaian diri yang baik, sehingga dapat dikatakan bahwa adanya kecemasan, frustrasi dan cacat mental akan dapat melatarbelakangi adanya hambatan dalam penyesuaian diri. Keadaan mental yang baik akan mendorong individu untuk memberikan respon yang selaras dengan dorongan internal maupun tuntutan lingkungannya. Variabel yang termasuk dalam keadaan psikologis di antaranya adalah pengalaman, pendidikan, konsep diri, dan keyakinan diri.

d. Keadaan lingkungan

Keadaan lingkungan yang baik, damai, tentram, aman, dan penuh pengertian, serta mampu memberikan perlindungan kepada anggota-anggotanya merupakan lingkungan yang akan memperlancar proses penyesuaian diri. Sebaliknya apabila individu tinggal di lingkungan yang tidak tentram, tidak damai, dan tidak aman, maka individu tersebut akan mengalami gangguan dalam melakukan proses penyesuaian diri. Keadaan lingkungan yang dimaksud meliputi lingkungan, rumah, dan keluarga.


(30)

Budaya, adat istiadat dan agama tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Kebudayaan pada suatu masyarakat merupakan suatu faktor yang membentuk watak dan tingkah laku individu untuk menyesuaikan diri dengan baik atau justru membentuk individu yang sulit untuk dapat menyesuaikan dirinya.Ketiga hal ini mempengaruhi bagaimana pikiran dan perilaku seseorang yang memberi pengaruh besar dalam penyesuaian diri.

B. Konversi Agama

1. Definisi Konversi Agama

Konversi agama merupakan suatu istilah yang cukup dikenal oleh kalangan masyarakat maupun di dalam kalangan akademisi, namun belum tentu setiap orang dapat memahami pengertian konversi agama tersebut dengan baik.Oleh karena itu, kita harus memahami terlebih dahulu pengertian dari konversi agama tersebut.

Calrk (1958) dalam bukunya “The Psychology of Religion” mendefinisikan

konversi sebagai berikut :

“Type of spiritual growth or development which involves an appreciable change of direction concerning religious ideas and behavior. Most clearly and typically it denotes an emotional episode of illuminating suddenness, which may be deep or superficial, though it may also come about by a more gradual process”.

Dengan demikian,dapat dikatakan bahwa konversi merupakan perkembangan spiritual yang mencakup perubahan arah keagamaan dan perilaku.Hal ini menandakan adanya pengalaman emosi yang dapat terjadi secara


(31)

cepat atau bertahap maupun terjadi dengan tingkat yang lebih dalam ataupun dangkal.Diperkuat juga oleh Templeton & Schwartz (2000) yang mengartikan istilah konversi sebagai transformasi spiritual yang memiliki definisi perubahan dramatis dalam keyakinan beragama, sikap, dan perilaku yang terjadi dalam jangka waktu yang relatif singkat.

Robert H Thouless (1992) menyatakan konversi agama adalah istilah yang pada umumnya diberikan untuk proses yang menjurus pada penerimaan suatu sikap keagamaan; proses itu bisa terjadi secara berangsur-angsur atau secara tiba-tiba. Konversi agama ini mencakup perubahan keyakinan terhadap beberapa persoalan agama tetapi hal ini dibarengi dengan berbagai perubahan dalam motivasi terhadap perilaku dan reaksi terhadap lingkungan sekitarnya. Begitu juga menurut Tamney (dalam Blasi, 2009) bahwa konversi merujuk pada penemuan, pembaharuan, atau transformasi diri yang terjadi pada individu baik dalam satu tradisi agama maupun dari satu agama ke agama lain.

Definisi yang digunakan dalam penelitian ini, bahwa konversi agama berupa suatu proses perkembangan spiritual yang mencakup perubahan sikap, ideologi, dan perilaku mengikuti perubahan arah pandangan dan keyakinan seseorang terhadap agama dan kepercayaan yang dianutnya dan perubahan yang terjadi yang dipengaruhi oleh kondisi kejiwaan sehingga perubahan dapat terjadi secara cepat ataupun secara bertahap.


(32)

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, muallaf didefinisikan sebagai orang yang baru masuk Islam.Pada umumnya, muallaf yang melakukan konversi agama dikarenakan mereka tidak puas terhadap ajaran agamanya. Seseorang merasa tidak puas jika sudah paham terhadap apa yang dihadapinya (Sujana, 2011). Muallaf yang melakukan konversi agama, akan mengalami beberapa perubahan mendasar dan signifikan dalam hidupnya. Perubahan inilah yang menuntut adanya usaha lebih dari individu untuk dapat melewatinya.

Dunia muallaf adalah fenomena psikologis yang mengandung bermacam gejolak batin, disebabkan karena dalam pribadinya muncul berbagai konflik baik yang berhubungan dengan keluarga, masyarakat, atau keyakinan yang pernah dianutnya.Penghayatan agama masih labil, sebagai dampaknya motivasi untuk pengembangan keimanannya juga kurang, adanya kemampuan untuk menerima agama Islam secara konsisten.Disamping itu perasaan yang kurang yakin tersebut sering muncul apabila masuk Islamnya tidak timbul dari keikhlasan sendiri, padahal muallaf yang berlatarbelakang demikian sangat banyak.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Agama

Burhani (2001) mengatakan individu pindah agama dipengaruhi karena adanya pengalaman-pengalaman religius pribadi seperti menemukan kebenaran atau keyakinan baru dalam agama lain atau keterpaksaan seperti pindah karena perkawinan atau ancaman. Faktor-faktor yang digunakan dalam penelitian ini, Lofland & Skonovd (Rambo, 1993; Templeton & Swartz, 2000) menjelaskan enam motif seseorang dalam melakukan konversi, yaitu :


(33)

1. Intellectual, individu mencari pengetahuan tentang agama melalui buku, televisi, artikel, ceramah, dan media lain dimana kontak sosial tidak terjadi secara signifikan. Kepercayaan tumbuh terlebih dahulu sebelum berpartisipasi aktif dalam ritual keagamaan dan organisasi.

2. Mystical, motif yang melibatkan intensitas emosi yang tinggi pada individu. Motif ini umumnya terjadi secara tiba-tiba yang disebabkan oleh pandangan, pendengaran atau pengalaman-pengalaman mistis. Misalnya, individu mimpi bertemu dengan Rasulullah, mendengar suara ghaib, dan lain sebagainya.

3. Experimental, motif yang paling umum terjadi pada abad 20, karena adanya kebebasan beragama. Pada motif ini, individu secara aktif meneksplorasi agama-agama yang ada dan melihat keuntungan spiritual yang dapat diperoleh. Misalnya, individu memilih agama Khatolik setelah memasuki beberapa agama tertentu karena sudah sejalan dengan apa yang ia percayai.

4. Affectional, motif yang didasarkan pada penekanan ikatan interpersonal pada proses konversi. Ikatan ini terjadi antara individu pelaku konversi dengan penganut agama yang dituju. Ikatan emosi ini melibatkan pengalaman personal individu seperti rasa untuk diperhatikan, dicintai, dan dibesarkan oleh seseorang. Misalnya, individu memilih agama tertentu karena ia merasa telah dibimbing dan disayangi oleh orang-orang yang memeluk agama tersebut.


(34)

5. Revivalism, motif yang menggunakan konformitas keramaian (crowdconformity) untuk menimbulkan perilaku. Individukemudian secara emosional tergugah sehingga perilaku dan kepercayaan yang baru dapat dimasukkan. Misalnya, pada acara pertemuan atau ceramah keagamaan yang dikemas dengan musik-musik dan motivasi yang menyentuh sisi emosi dari individu, sehingga yang mendengarkannya akan tergerak untuk melakukan perubahan.

6. Coercive, motif yang mencakup pencucian otak, dan pendekatan kekerasan terhadap individu untuk berpartisipasi mengikuti suatu keyakinan tertentu. Misalnya, pada zaman penjajahan dibeberapa Negara yang memaksa rakyat setempat untuk memeluk agama tertentu dengan jalan berperang.

C. Dinamika Penyesuaian Diri Pada Muallaf

Setiap orang memiliki hak dalam menentukan keyakinan diri terutama dengan keyakinan terhadap keagamaan.Keyakinan agama adalah hal yang penting dalam menjalani hidup karena menyangkut batin seseorang secara mendalam. Dan setiap orang memiliki hak pula dalam mengubah pilihan terhadap keyakinan yang dianutnya, terlebih lagi jika tidak ada paksaan dari siapapun. Fenomena konversi agama merupakan suatu fenomena yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, konversi agama yang sering dilakukan adalah perpindahan agama lain ke Islam,seseorang yang memeluk agama baru ke Islam disebut sebagai muallaf (Husain, A.A. & Ath-Thawil, M.N, 2008).


(35)

Menurut Lofland & Skonovd (Rambo, 1993; Templeton & Swartz, 2000) ada beberapa faktor yang mempengaruhi seorang individu melakukan konversi agama.Intellectual, yaitu individu mencari pengetahuan tentang agama melalui buku, televisi, artikel, ceramah, dan media lain dimana kontak sosial tidak terjadi secara signifikan. Mystical, motif ini umumnya terjadi secara tiba-tiba yang disebabkan oleh pandangan, pendengaran atau pengalaman-pengalaman mistis.Experimental, dimana individu secara aktif meneksplorasi agama-agama yang ada dan melihat keuntungan spiritual yang dapat diperoleh.Affectional, motif yang didasarkan pada penekanan ikatan interpersonal pada proses konversi. Ikatan ini terjadi antara individu pelaku konversi dengan penganut agama yang dituju.Ikatan emosi ini melibatkan pengalaman personal individu seperti rasa untuk diperhatikan, dicintai, dan dibesarkan oleh seseorang.Revivalism, motif yang menggunakan konformitas keramaian (crowdconformity) untuk menimbulkan perilaku.Individukemudian secara emosional tergugah sehingga perilaku dan kepercayaan yang baru dapat dimasukkan.Coercive, motif yang mencakup pencucian otak, dan pendekatan kekerasan terhadap individu untuk berpartisipasi mengikuti suatu keyakinan tertentu.

Seorang muallaf yang mengalami perubahan akan belajar untuk bereaksi terhadap dirinya dan lingkungan dengan menghadapi konflik maupun kesulitan pribadi dan sosial. Seorang muallaf dapat menghadapi kesulitan-kesulitan saat terjadi perubahan besar dalam hidupnya, muallaf tersebut dapat melakukan penyesuaian diri untuk dapat bertahan dalam kehidupan sosial dan kehidupan sehari-hari (Schneider dalam Agustiani, 2006).


(36)

Penyesuaian dirimerupakan suatu proses dimana individu berusaha untuk menerima suatu keadaan yang tidak dapat diubah dengan membiasakan diri untuk hidup dan berkembang dengan keadaan tersebut dan secara aktif mengubah apa yang bisa dilakukan dan memodifikasi keterbatasan tersebut. Seseorang dapat melakukan penyesuaian diri terhadap kebutuhan, ketegangan, konflik dan frustrasi yang dialami jika telah memenuhi beberapa karakteristik yang dicetuskan oleh Haber dan Runyon (1984).

Karakteristik yang pertama adalah persepsi yang akurat terhadap realitas, persepsi yang akurat terhadap realitas merupakan prasyarat dalam penyesuaian diri yang baik. Individu yang baik akan menetapkan tujuan yang realistis sesuai dengan kemampuan dan kenyataan yang ada serta akan secara aktif mengejar tujuan tersebut. Seorang muallaf yang telah memilih melakukan konversi agama yang ia yakini sebelumnya menjadi seorang muslim pasti memiliki tujuan sehingga meyakinkan dirinya untuk memutuskan menganut agama Islam.

Tujuan realistis yang dimiliki seorang muallaf membuatnya yakin terhadap agama Islam sehingga ia melakukan konversi agama walaupun mendapatkan reaksi negatif dari lingkungannya, baik dari teman terlebih dari keluarga yang masih menganut agama awalnya. Namun, muallaf yang mampu untuk mengenali dan menyadari konsekuensi dari apa yang dilakukan dan kemampuan dalam memandu perilaku secara tepat dapat melakukan penyesuaian diri secara efektif (Haber dan Runyon, 1984).

Setiap individu harus belajar untuk bertoleransi dalam proses pencapaian tujuan apakah itu akan lebih cepat atau mengalami penundaan. Penundaan


(37)

kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan sering kali mengakibatkan ketidak-nyamanan dan stres. Begitu pula dengan seorang muallaf yang mengalami ketidaknyamanan ketika menerima respon negatif dari keluarga dan teman yang dapat mengakibatkan stres, namun jika seorang muallaf mampu mengatasi stres maka ia telah melakukan penyesuaian yang baik, dengan penyesuaian diri yang baik mampu mengatasi stres dalam penundaan kepuasan pemenuhan kebutuhan (Haber dan Runyon, 1984).

Individu yang mampu menggambarkan diri dari berbagai aspek dan memiliki harmonisasi antara aspek satu dengan lainnya menunjukkan bahwa individu yang bersangkutan memiliki penyesuaian yang efektif.Seorang muallaf memahami kelemahan dan kelebihan dirinya ketika mereka menyadari perubahan yang terjadi dalam diri ketika masih memeluk agama awal mereka hingga akhirnya memutuskan untuk meyakini agama Islam. Seorang muallaf akan menyadari dan merasakan perubahan yang terjadi dalam diri mereka karena merasakan pribadi yang lebih baik dan merasa memiliki citra diri (self-image) yang positif dan mampu pula menunjukkan atau menggambarkan diri secara positif sehingga mampu menyadari potensi diri yang sebenarnya (Haber dan Runyon, 1984).

Orang yang sehat secara emosi dapat merasakan dan mengekspresikan emosi serta perasaan. Seorang muallaf telah melakukan penyesuaian diri dengan baik ketika mampu mengekspresikan perasaan, emosi yang ditunjukkan sesuai dengan tuntutan situasi dan secara umum berada di bawah kontrol diri (Haber dan Runyon, 1984).


(38)

Aspek hubungan interpersonal yang paling penting adalah berbagai kemampuan seseorang mengekspresikan emosi dan perasaan mendukung pula seorang tersebut memiliki hubungan interperssonal yang baik.Individu yang mampu membangun hubungan interpersonal yang baikmaka dapat memiliki penyesuaian yang baik pula.

Seorang muallaf yang yakin akan citra diri positif mereka sehingga dapat mengekspresikan emosi dengan baik mampu membangun hubungan interpersonal dengan baik pula, ketika hal ini terjadi seorang muallaf telah melakukan penyesuaian diri yang baik. Walaupun mereka menyadari bahwa orang lain tidak selalu memberikan reaksi positif, namun mereka tetap menghargai dan memberikan reaksi positif sehingga keberadaan mereka tetap membuat orang lain merasa nyaman (Haber dan Runyon, 1984).

Menurut Schneider (dalam Desmita, 2009) ada lima faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri, yaitu keadaan fisik, perkembangan dan kematangan, keadaan psikologis, keadaan lingkungan, dan faktor kebudayaan, adat istiadat, dan agama. Tidak hanya satu faktor yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri muallaf, namun kelima faktor tersebut dapat saling melengkapi.Beberapa faktor juga umumnya terlihat dominan daripada faktor lainnya.


(39)

D. Paradigma Berpikir

didukung

Konversi Agama

Coercive

Intellectual

Mystical

Experimental

Affectional

Revivalism

Yang mempengaruhi

Intern Ekstern

Perubahan

Karakteristik :

1. Persepsi yang akurat terhadap realitas

2. Kemampuan mengatasi stres dan kecemasan

3. Kemampuan mengungkapkan perasaan

4. Self-image

5. Hubungan interpersonal

Faktor yang mempengaruhi : 1. Faktor keadaan fisik 2. Faktor perkembangan dan

kematangan 3. Faktor psikologis

4. Faktor keadaan lingkungan 5. Faktor kebudayaan, adat

istiadat, dan agama.

Muallaf

Proses


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Kualitatif

Peneliti menggunakan pendekatan fenomenologis kualitatif dengan tujuan untuk menggali dan mendapatkan gambaran yang luas serta mendalam berkaitan dengan pengalaman subjektif mengenai penyesuaian diripada muallaf. Poerwandari (2001) menyatakan bahwa sebagian perilaku manusia yang penghayatannya melibatkan berbagai pengalaman pribadi dan proses internal individual, sulit dikuantifikasikan sehingga mustahil diukur dan dibakukan, apalagi dituangkan dalam satuan numerik. Penelitian kualitatif memungkinkan pemahaman tentang kompleksitas perilaku dan penghayatan manusia sebagai makhluk yang memiliki pemahaman tentang hidupnya dan dipandang dapat menyampaikan keadaan partisipan secara keseluruhan berdasarkan pandangan dari partisipan itu sendiri (Banister dalam Poerwandari, 2009). Metode fenomenologis kualitatif berusaha untuk masuk ke dalam dunia konseptual para partisipan yang ditelitinya sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh pengertian mengenai apa dan bagaimana pengertian yang dikembangkan oleh mereka pada peristiwa dalam kehidupan sehari-hari (Moleong, 1990).Pendekatan fenomenologis kualitatif tersebut sesuai dengan tujuan peneliti untuk mendapatkan bagaimana gambaran penyesuaian diri muallaf.


(41)

B. Partisipan Penelitian

1. Karakteristik Partisipan Penelitian

Adapun karakteristik partisipan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah orang yang melakukan konversi ke agama Islam (Muallaf).

2. Jumlah Partisipan

Menurut Patton (dalam Poerwandari, 2009) desain kualitatif memiliki sifat yang luwes, karena itu tidak ada aturan yang pasti dalam jumlah sampel yang harus diambil untuk penelitian kualitatif. Jumlah partisipan sangat tergantung pada apa yang dianggap bermanfaat dan dapat dilakukan dengan waktu dan sumber daya yang tersedia. Penelitian kualitatif tidak menekankan upaya generalisasi (jumlah) melalui perolehan sampel acak, melainkan berupaya memahami sudut pandang dan konteks partisipan penelitian secara mendalam (Poerwandari, 2007). Pada penelitian ini, jumlah partisipan yang digunakan sebanyak 2 (dua) orang.

3. Prosedur Pengambilan Partisipan

Pengambilan sampel berdasarkan teori, atau berdasarkan konstruk operasional (theory based/operational construct sampling) penelitian mendasar (basic) sering menggunakan pendekatan ini.Sampel dipilih dengan kriteria tertentu, berdasarkan teori atau konstruk operasional sesuai studi-studi sebelumnya, atau sesuai tujuan penelitian.Hal ini dilakukan agar sampel sungguh-sungguh mewakili (bersifat representatif terhadap) fenomena yang dipelajari (Patton dalam Poerwandari, 2007).


(42)

4. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di kota Medan. Pemilihan kota lokasi pelaksanaan wawancara disesuaikan dengan kesepakatan kedua belah pihak dengan tujuan untuk mendapatkan rasa aman dan nyaman sehingga proses wawancara dapat berjalan lancar. Adapun lokasi pengambilan data dilakukan di rumah partisipan dan di tempat yang telah disepakati.

C. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data melalui wawancara.Wawancara merupakan suatu pembicaraan yang dilakukan dengan maksud dan tujuan tertentu.Pembicaraan ini dilakukan oleh dua pihak, yakni orang yang mengajukan pertanyaan/pewawancara (interviewer) dan orang yang diwawancarai (interviewee).Wawancara kualitatif dilakukan apabila peneliti bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna partisipantif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti, dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, suatu hal yang tidak dapat dilakukan melalui pendekatan lain (Banister dalam Poerwandari, 2007).

Wawancara yang dilakukan merupakan upaya untuk mendapatkan informasi secara langsung dan akurat dari partisipan tentang latar belakang, karakteristik, faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri muallaf.Wawancara ini dilakukan dengan menggunakan pedoman umum.Wawancara dengan pedoman umum ini menggunakan pedoman wawancara yang mencantumkan isu-isu yang harus diliputi tanpa menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin tanpa bentuk pertanyaan eksplisit (Poerwandari, 2007).Pedoman wawancara digunakan untuk


(43)

mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang harus dibahas.Pertanyaan yang diajukan kepada partisipan menyesuaikan kondisi aktual saat wawancara berlangsung.Wawancara yang dilakukan bersifat mendalam dengan mengajukan pertanyaan mengenai berbagai segi kehidupan partisipan, secara utuh dan mendalam.

Selama wawancara berlangsung akan dilakukan obervasi sebagai metode pendukung pengambilan data wawancara. Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut (Poerwandari, 2007).Patton (dalam Poerwandari, 2007) menegaskan observasi merupakan metode pengumpulan data esensial dalam penelitian, apalagi penelitian dengan pedekatan kualitatif.

D. Alat Bantu Penelitian 1. Alat Perekam

Untuk dapat menjamin keakuratan data selama wawancara, maka dalam penelitian ini peneliti juga menggunakan alat perekam/taperecorder.Perekaman dilakukan dengan persetujuan dari partisipan penelitian.

2. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara memuat isu-isu yang berkaitan dengan tema penelitian.Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang harus dibahas, sekaligus menjadi daftar pengecek (checklist) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan (Poerwandari, 2009).


(44)

Pedoman wawancara dalam penelitian ini berupa open ended question yang dibuat berdasarkan latarbelakang, karakteristik penyesuaian diri yang dikemukakan oleh Haber dan Runyon (1984),dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri oleh Schneider (dalam Desmita, 2009).Hal ini dilakukan agar peneliti mempunyai kerangka berpikir tentang hal-hal yang ingin ditanyakan dan tidak menyimpang dari kerangka teoritis yang ada.Pada pelaksanaannya, pedoman wawancara ini tidak digunakan secara kaku. Tidak tertutup kemungkinan untuk menanyakan hal lain yang masih berhubungan dengan topik penelitian agar wawancara tidak berjalan dengan kaku, namun data yang didapatkan lebih lengkap dan akurat.

3. Catatan Lapangan dan Kertas

Catatan lapangan adalah catatan tertulis mengenai apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif (Bogdan& Biklen dalam Moleong, 2002).Catatan lapangan dibuat dalam bentuk deskripsi dan dirangkum segera setelah wawancara.

E. Kredibilitas Penelitian

Kredibilitas adalah istilah yang digunakan dalam penelitian kualitatif untuk mengganti konsep validitas, dimaksudkan untuk merangkum bahasan menyangkut kualitas penelitian kualititatif. Kredibilitas penelitian kualitatif terletak pada keberhasilan mencapai maksud mengeksplorasi masalah dan mendeskripsikan

setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks (Poerwandari, 2007).


(45)

Kredibilitas penelitian ini nantinya terletak pada keberhasilan penelitian dalam mengungkapkan perubahan-perubahan mengenai penyesuaian diri pada muallaf.Adapun upaya peneliti untuk meningkatkan kredibilitas penelitian ini antara lain :

1. Memilih partisipan yang sesuai dengan karakteristik partisipan pada penelitian ini yaitu muallaf.

2. Membuat pedoman wawancara berdasarkan teori penyesuaian diri dan faktor yang mempengaruhi konversi agama. Selain itu, peneliti juga menjaga standarisasi pedoman wawancara dengaan melakukan profesional judgment

bersama dengan dosen pembimbing.

3. Menggunakan pertanyaan terbuka dan wawancara mendalam untuk mendapatkan data yang akurat. Pertanyaan partisipan yang ambigu atau kurang jelas akan ditanyakan kembali (probing) saat wawancara atau pertemuan berikutnya. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data yang akurat.

4. Mencatat secara bebas hal-hal penting dengan serinci dan sedetail mungkin tentang pengamatan objektif terhadap setting, partisipan atau hal-hal lain yang terkait selama pengambilan data.

5. Mengecek dan mengecek kembali (checking and rechecking) data yang terkumpul. Dalam hal ini peneliti mengembangkan pengujian-pengujian untuk mengecek analisis, dengan mengaplikasikannya pada data, serta dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai data. Membaca kembali


(46)

transkrip wawancara sebelumnya dan merefleksikan hal yang perlu digali lebih dalam dari partisipan pada wawancara berikutnya.

6. Mendokumentasikan data-data yang telah terkumpul dengan rinci, lengkap dan rapi, data-data yang terkumpul berupa, data mentah seperti rekaman wawancara, transkip wawancara, rekonstruksi data hasil wawancara, dan data hasil analisa wawancara dengan partisipan.

F. Prosedur Penelitian

1. Tahap persiapan Penelitian

Pada tahap ini peneliti melakukan sejumlah hal yang diperlukan dalam penelitian, diantaranya adalah :

a. Mengumpulkan data

Mengumpulkan berbagai informasi dan teori-teori yang berkaitan dengan topik yang diteliti yaitu penyesuaian diri dan informasi mengenai perubahan yang terjadi pada muallaf tersebut serta data-data lain seperti jurnal, artikel dan e-book yang berkaitan dengan perpindahan agama. b. Membuat pedoman wawancara

Pedoman ini disusun berdasarkan kerangka teori penyesuaian diri, faktor-faktor yang mempengaruhi dan perubahan yang dialami muallaf. Pedoman wawancara ini berisi pertanyaa-pertanyaan mendasar tentang pemilihan pasangan yang nantiya akan berkembangdalam wawancara. Pedoman wawancara mendapat profesional judgement dengan dosen pembimbing untuk mendapat masukan mengenai daftar pertanyaan yang telah dibuat.


(47)

c. Membuat informed consent (pertanyaan pemberi izin oleh partisipan). Pernyataan informed consent ini dibuatsebagai bukti bahwa partisipan telah sepakat bahwa dirinya bersedia untuk berpartisipasi sebagai partisipan dalam penelitian ini secara sukarela tanpa adanya paksaan dari siapapun. Dalam informed consent peneliti harus menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan penelitian ini beserta dengan tujuan dan manfaat penelitiannya secara ringkas.

d. Membangun rapport dan menentukan jadwal penelitiaan.

Peneliti menemui partisipan untuk membina hubungan yang lebih dekat sebelum wawancara penelitian dilakukan. Peneliti beramah tamah dan berinteraksi dengan partisipan untuk lebih mendekatkan diri dengan partisipan demi terciptanya suasana wawancara yang tidak tegang. Dalam pertemuan ini peniliti juga membuat kesepakatan jadwal wawancara dilakukan

2. Tahap pelaksanaan penelitian

Sebelum tahap pelaksanaan penelitian dilakukan, peneliti mengkonfirmasikan waktu dan tempat wawancara dilakukan. Pada saat pertemuan dengan partisipan, peneliti meminta kesediaan partisipan untuk membaca dan

menandatangani “informed consent” yang menyatakan bahwa partisipan bersedia secara sukarela berpartisipasi dalam penelitian tanpa paksaan dari pihak manapun, mempunyai hak untuk mengundurkan diri dari penelitian sewaktu-waktu serta memahami bahwa hasil wawancara adalah rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.


(48)

Proses wawancara dimulai sesuai dengan pedoman wawacara dan tidak menutup kemungkinan untuk berkembang sesuai dengan jawaban partisipan tetapi tidak keluar dari topik yang diteliti. Hasil rekaman wawancara dipindahkan dalam transkip verbatim yang akan diberi koding dengan tujuan untuk menorganisasi data sehingga akan memunculkan gambaran tentang topik yang diteliti. Data-data yang telah diperoleh akan digambarkan kedalam indikator penyesuaian diri dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Setelah membuat analisa data, peneliti akan menarik kesimpulan untuk menjawab permasalahan penelitian sesuai dengan data yang ditemukan. Setelah itu, peneliti memberikan masukan atau saran-saran sesuai dengan kesimpulan, diskusi, dan data hasil penelitian.

3. Tahap pencatatan data

Setelah proses wawancara selesai dilakukan dan hasil wawancara telah diperoleh, peneliti kemudian memindahkan hasil wawancara ke dalam verbatim tertulis. Selanjutnya, peneliti membuat koding sesuai dengan teori yang digunakan. Hasil koding akan membantu peneliti dalam menganalisa dan menginterpretasi data yang diperolah dari masing-masing partisipan. Setelah koding selesai dilakukan, peneliti kemudian menganalisis dan membahas data yang diperoleh.

G. Prosedur Analisis Data

Analisis data didefinisikan sebagai proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti seperti yang disarankan oleh data (Moleong, 1990). Data yang terkumpul sangat banyak dan


(49)

tugas analisis data adalah mengurutkan, memberi kode, mengatur dan mengkategorikannya.

Jorgensen (dalam Poerwandari, 2007) menyatakan bahwa analisis data merupakan proses memecahkan, memisahkan atau membongkar materi penelitian ke dalam potongan, bagian, elemen, atau unit-unit tertentu. Yang harus diingat peneliti adalah bagaimana pun analisis dilakukan, peneliti wajib memonitor dan melaporkan proses dan prosedur-prosedur analisisnya sejujurnya dan selengkap mungkin (Patton dalam Poerwandari, 2007). Usaha untuk mendapatkan hasil data yang lebih tajam terhadap data hasil di lapangan, dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik analisis data kualitatif. Langkah-langkah yang diambil dalam poses analisis data pada penelitian ini, yaitu :

1. Peneliti membuat dan mengatur data yang sudah dikumpulkan. Peneliti akan membuat verbatim dan mentranskripsikan hasil wawancara setelah melakukan wawancara sembari mengobservasi lingkungan sekitar. Dalam transkripsi, peneliti akan mengatur data dengan rapi sehingga akan memudahkan dalam pembuatan transkrip. Transkrip ini diketik dalam format tanya jawab dan dimasukkan ke dalam table dan diberikan kolom catatan atau keterangan.

2. Membuat koding pada transkrip data. Yang bertujuan untuk dapat mengorganisasi dan mensistematisasi data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan gambaran mengenai topik yang dipelajari (Poerwandari, 2007). Pemberian koding dilakukan dengan


(50)

caramenuliskan kode-kode atau tema pada kolom catatan atau keterangan pada transkrip wawancara.

3. Setelah kode atau tema ditentukan, kemudian data disusun dan dikategorikan berdasarkan kode-kode yang telah diberikan.

4. Kemudian peneliti membuat uraian deskriptif mengenai data berdasarkan kategori yang telah dibuat. Deskripsi dituliskan secara mendetail dan ditulis sedemikian rupa untuk dapat memungkinkan pembaca melakukan visualisasi setting yang diamati (Poerwandari, 2007).

5. Peneliti kemudian membuat analisis dan interpretasi data dari uraian deskriptif tersebut yang dikaitkan dengan teori. Dengan menggunakan uraian deskriptif sekaligus informatif, peneliti meminimalkan biasnya, sehingga dapat mengembangkan analisis yang lebih akurat saat menginterpretasi seluruh data yang ada (Poerwandari, 2007).

6. Dan akhirnya peneliti melakukan perbandingan antar partisipan penelitian dengan cara melihat persamaan dan perbedaan pada masing-masingkategori.


(51)

BAB IV

Hasil Analisa Datadan Pembahasan

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian gambaran penyesuaian diri pada orang yang melakukan konversi agama (muallaf) mulai dari riwayat masing-masing partisipan, hasil analisa data wawancara serta pembahasan data-data yang telah diperoleh tersebut berdasarkan teori yang sudah dipaparkan.

Pada kutipan wawancara nantinya disertai dengan pemberian kode-kode khusus bertujuan sebagai cara untuk mempermudah pengorganisasian dan sistematisasi data (Poerwandari, 2007). Misalnya, kode W1/P1/b1-5/h1 makna data tersebut diambil melalui proses wawancara pertama (W1) kepada partisipan pertama (P1). (b1-5) merujuk kepada kutipan wawancara yang terletak di baris 1 sampai 5 pada halaman refleksi dan analisa (terlampir), sedangkan (h1) merujuk kepada nomor halaman dimana kutipan wawancara tercantum.

A. Deskripsi data I

1. Identitas diri Partisipan I

Riwayat hidup Partisipan I

Nama (inisial) AYH (Zara)

Usia 32 tahun

Menjadi muallaf 17 bulan 6 hari (14 Desember 2013) Jenis kelamin Perempuan

Pendidikan terakhir S1

Pekerjaan Guru swasta

Status Single

Agama sebelumnya Kristen protestan Agama orangtua Kristen protestan Tinggal di Medan

Alasan pindah agama Saya meyakini bahwa Islam lebih jelas, membawa ketenangan dalan bathin dan menciptakan damai dalam hati


(52)

2. Jadwal Wawancara

Tabel 4.1 Tempat dan waktu wawancara Partisipan 1

Partisipan Hari/tanggal Waktu Tempat

Partisipan I

Minggu, 06 April „14 13.34 – 15.23 WIB Rumah partisipan

Minggu, 31 Agustus „14 14.30 – 15.20 WIB Restaurant&Café

Minggu, 19 Oktober „14 10.00 – 10.50 WIB Rumah partisipan

a. Gambaran Penyesuaian Diri Partisipan 1

Pertemuan pertama, peneliti diperkenalkan dengan Zara dan keluarga oleh saudara peneliti yang bekerja di Kantor Urusan Agama (KUA), dimana tempat Zara mengurus segala urusan surat pengesahannya sebagai seorang muallaf. Kebetulan Zara merupakan guru dari anak saudara peneliti. Peneliti memperkenalkan dirinya dan menceritakan keperluannya. Perkenalan pun disambut hangat oleh Zara dan keluarganya dengan memperkenalkan diri juga.

Ruang kerja yang berukuran 3x4 meter memiliki dua kursi kecil dan satu kursi panjang, didepan kursi panjang terdapat meja yang dilengkapi dengan vas bunga yang cantik. Saat itu Zara dan keluarganya menggunakan penutup kepala (hijab) yang terlihat anggun. Setelah bercerita panjang ternyata kakak dari Zara bekerja disalah satu stasiun televisi Medan yang sering bekerjasama dengan ayah peneliti.

Pembicaraan mulai hangat diiringi dengan canda tawa. Beberapa jam kemudian peneliti memberikan informed consent kepada Zara dan keluarganya. Zara dan keluarga membacanya dengan seksama dan kemudian menandatangani

informed consent tersebut. Peneliti membuat janji dengan Zara dan keluarga untuk pertemuan selanjutnya. Setelah disepakati tanggal dan waktunya dan urusan surat


(53)

menyuratpun selesai partisipan berpamitan pulang. Zara dan keluarga melambaikan tangan kepada peneliti dan saudaranya begitu pula sebaliknya.

Pada wawancara pertama, disiang hari yang cerah peneliti mendatangi sebuah rumah asri berwarna coklat muda yang cukup luas di kawasan Medan Setia Budi, setelah sebelumnya membuat janji untuk bertemu dengan Zara.Saat peneliti sampai di rumahtersebut, seorang gadis membukakan pintu pagar rumah tersebut dan mempersilahkan peneliti masuk kedalam rumahnya. Tampak para keluarga menyambut hangat kedatangan peneliti.

Di dalam rumah, terlihat dua gadis berkulit sawo matang dengan rambut lurus, salah satu gadis tersebut dikuncir duduk di sebuah bangku panjang asik memainkan smartphone. Peneliti dipersilahkan duduk dibangku tersebut. Zara keluar dari kamarnya tersenyum kearah peneliti. Ia memberikan salam. Dan peneliti membalas senyum dan salam kepadanya. Keluarga Zara yang begitu ramah memberikan secangkir minuman dan kue yang diletakkan dimeja depan peneliti. Mereka meninggalkan peneliti dan partisipan dan mempersilahkan memulai wawancara.

Tinggi Zara kurang lebih 170 cm begitu juga dengan sang adik. Badannya sedikit gemuk dan kulitnya putih. Ia menggunakan kaos lengan pendek dan celana pendek. Rambutnya diurai. Pada awal wawancara, partisipan terlihat malu-malu dengan memainkan kacamata yang ia gunakan ketika ditanyakan mengenai kehidupan masa kecilnya. Ia merasa tidak pandai menceritakan sebuah kisah. Namun setelah wawancara berlangsung sekitar 5 menit, partisipan sangat antusias


(54)

menceritakan masa kecilnya tersebut. Hal ini ditandai dengan kontak mata yang terjadi antara peneliti dan partisipan.

Posisi duduk antara partisipan dan peneliti yang berhadapan memungkinkan untuk melakukan kontak mata lebih mendalam. Ia menceritakan bagaimana kehidupannya dengan keluarga dan bagaimana kehidupan beragamanya. Dahulu Zara adalah seorang remaja yang taat terhadap agama yang ia yakini. Ia beribadah disatu gereja kesukuan yang menggunakan bahasa karo. Di gereja tersebut ibunya menjadi seorang pertua.Zara mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan yang diselenggarakan oleh gereja.Disetiap kegiatan keagamaan ia menjadi bagian dari kepanitiaan dari acara tersebut.

Partisipan menjawab semua pertanyaan dengan baik. Terlihat keingintahuannya untuk belajar lebih mendalam lagi tentang Islam. Setelah beberapa jam kemudian, wawancara selesai yang diakhiri canda tawa. Peneliti diajak makan siang bersama. Kemudian peneliti, partisipan dan keluarga sholat zuhur berjamaah.

Pada wawancara kedua wawancara dilakukan di tempat makan yang berada dijalan ringroad. Peneliti menjemput kedua partisipan yang berada dirumah yang sama dan langsung membawa ke tempat makan yang peneliti sukai dengan persetujuan dari kedua partisipan. Hal ini tidak dapat berlangsung lama karena partisipan mau menghadiri acara arisan keluarga Kak Yuli dan keluarga lainnya.setelah selesai wawancara peneliti mengantar partisipan kembali ke rumahnya.


(55)

Wawancara ketiga berlangsung di rumah Zara.Peneliti dipersilahkan duduk di ruang tamu, kemudian adiknya datang membawakan kue dan minuman untuk peneliti.Ia menjawab semua pertanyaan yang diajukan peneliti kepadanya dan menceritakan pengalaman-pengalamannya setelah menjadi muallaf. Zara begitu antusias menceritakan pengalaman-pengalamannya tersebut.Lalu, peneliti mewawancarai adiknya Dini sebagai partisipan kedua.

Zara adalah anak ketiga dari empat bersaudara, lahir dari seorang ayah yang bekerja sebagai wiraswasta namun sekarang telah meninggal dunia dan seorang ibu yang bekerja sebagai guru disalahsatu sekolah swasta di kotaMedankini berusia 69 tahun. Zara berusia 32 tahun dan belum menikah.Zara merupakan seorang guru swasta sekolah menengah pertama yang berada di kotaMedan. Ia juga membuka les untuk anak-anak muridnya.

Zara dilahirkan dari keluarga yang memiliki keyakinan agama yang kuat. Ibunya adalah seorang asisten pendeta di gereja yang mereka tempatidan ayahnya selalu menghadiri setiap acara kerohanian. Zara sangat mengimani keyakinannya.

Pada tempat peribadatannya, ia menjadi „permata‟ yang selalu menghadiri setiap

acara yang diselenggarakan. Permata dapat dikatakan sebagai seorang remaja gereja yang sangat aktif. Dan ia juga aktif dalam kegiatan sosial dan keagamaan. Sebelum memulai khotbah, anak remaja gereja membacakan ayat-ayat Al-Kitabnya agar para jamaah dapat khusyuk mendengarkan khotbah dari pendeta yang disebut dengan Liturgiah.

Keluarga Zara pemeluk agama kristen Protestan,pada tahun 2001 ayahnya meninggal dunia dan masih memeluk agama Kristen pula. Namun tahun 2004,


(56)

abang pertamanya memilih memeluk agama Islam sebelum memutuskan menikah. Abangnya memberikan pernyataan kepada keluarga bahwa Islamadalah agama penuh kasih dan kebenaran. Ketika ia memutuskan menjadi seorang muslim, abangnya sedang mendekati seorang gadis muslimah yang dianggapnya dapat membuat dirinya menjadi lebih baik.

Keputusan abang pertama memilih untuk memeluk agama Islam ditentang oleh ibunya. Sang ibuyang menjadi „pertua‟ memikirkan bagaimana pendapat dari orang sekitarnya yang melihat anaknya memeluk agama yang berbeda dengan dirinya. Ibu merasa malu dan kecewa dengan keputusan anak pertamanya tersebut. Abang keduanya tidak ikut campur dengan keputusan abang pertamanya dan mereka masing-masing memutuskan untuk mandiri hidup bersama keluarga kecilnya. Zara dan adiknya Dini tidak mau ikut campur dengan keputusan yang diambil abangnya. Abang pertamanya tetap memilih menjadi muslim dan menikahi gadis muslimah tersebut.

Seorang ibu yang selama tiga tahun menjadi single parent tidak menyangka anaknya mengambil keputusan itu. Kepergian sang ayah sangat mempengaruhi keadaan keluarga inti mereka. Seorang ayah yang disiplin dan tegas membesarkan anak-anaknyadengan agama yang mereka yakini. Namun, setelah ayahnya pergi rasa kekeluargaan sudah tidak ada lagi. Zara juga tidak dapat menyalahkan keputusan abang pertamanya karena pada saat itu Zara beranggapan mereka sudah dewasa dan berhak menentukan pilihannya masing-masing.

Cibiran dari keluarga besar juga dialami abang pertamanya. Tetapi ia menghiraukan cibiran itu, ia hanya menanti restu dari ibunya. Sang ibu melihat


(57)

kesungguhaan dari anak pertamanya tersebut. Ibunya tidak menyangka anak-anak yang ia didik dengan kasih sayang kini sudah beranjak dewasa dan memilih untuk melanjutkan kehidupannya sendiri bersama keluarganya masing-masing. Abang pertamanya mendapatkan restu dari sang ibu, begitu pula dengan Zara dan adiknya juga merestuinya.

Hanya Zara dan adiknyalah yang saat ini menjaga dan merawat sang ibu.Adik bernama Dini seorang yang aktif di gereja sama sepertinya juga menjadi partisipan kedua dalam penelitian ini. Usia si adik hanya berbeda dua tahun lebih muda darinya. Mereka merawat ibunya dengan penuh kasih sayang, menemaninya beribadah ke gereja setiap kali mereka lakukan berdua walaupun mereka merasa tidak nyaman karena tidak memahami isi khotbah yang disampaikan pendeta dengan menggunakan bahasa karo.

Gereja Bathel Indonesia (GBI) adalah gereja kesukuan yang menggunakan bahasa karo dan sudah bercampur dengan ibu-ibu, bapak-bapak, dan orang umum lainnya.Ketidakmampuan Zara memahami bahasa karo membuatnya berpikir untuk pindah gereja agar lebih memahami dan khusyuk dalam beribadah.Zara juga mengajak adiknya.Adiknya menolak karena merasa takut dimarahi oleh Ibu.

Ibu yang merupakan seorang „pertua‟ di gereja tersebut merasa malu ketika mendengar Zara meminta izin untuk pindah ke gereja lain.

Walaupun izin tidak didapat, ia memilih pindah dengan sembunyi-sembunyi ke gereja yang menggunakan bahasa Indonesia. Sang ibu terus melarangnya untuk pindah ke gereja tersebut karena ibunya merasa disana hanya mementingkan kepentingan pribadi bukan untuk kepentingan gereja.Zara memutuskan kembali


(58)

ke gereja tempat ibu dan adiknya beribadah. Namun, lama kelamaan Zara merasa kurang nyaman dalam mengikuti kegiatan gerejanya karena ia beranggapan bahwa remaja-remaja sekarang datang ke gereja bukan untuk beribadah namun hanya untuk kepentingan diri sendiri.

Zara mengenal Islam diawali dari pertemuannya dengan salahsatu orangtua murid yang bernama Doni. Doni terus menerus menyebutkan nama Zara untuk menjadi guru lesnya. Namun, Zara menolak permintaan Doni dikarenakan tempat tinggalnya yang begitu jauh.Doni meminta kepada ibunya untuk menemui Zara.Lalu ibu Doni menemuinya meminta untuk mengajarkan anaknya les dirumah mereka.

Pada tahun 2006, Zara pun bersedia memenuhi permintaan wali muridnya. Doni adalah murid yang berprestasi dan penurut, lima tahun ia menjadi guru

private Doni. Setelah selesai les, ibu Doni yang bernama Kak Yuli menanyakan bagaimana kehidupan Zara dan sesekali mereka juga berdiskusi mengenai keagamaan. Zara menceritakan seperti apa kehidupan dan perkuliahannya. Saat ini, ia sedang menyusun skripsi. Keasyikannya bekerja membuat Zara malas untuk menyelesaikan skripsinya tersebut.Kak Yuli memberi dukungan kepada Zara agar menyelesaikan skripsinya.Dukungan yang didapat membuatnya menyelesaikan skripsinya dan mendapat gelar sarjana.

Diskusi agama yang sering mereka lakukan, menimbulkan pertanyaan-pertanyaan mendasar mengenai ajaran agama Islam yang ia ajukan kepada Kak Yuli. Zara menanyakan seperti apa Islam itu? Mengapa wanita memakai


(1)

101

kondisi tersebut. Apalagi lingkungan baru member dukungan atas keputusan mereka.

c. Keduanya mampu menggambarkan diri mereka menjadi lebih positif setelah mengamalkan ajaran agama Islam. Mereka yakini ajaran agama Islam membuatnya belajar untuk dapat mengontrol setiap perilaku dan perkataan kepada orang lain. Walaupun sebagian keluarga (saudara) melihat sinis dengan perubahan penampilan mereka setelah menjadi muslim.

d. Setelah menjadi muallaf tidak menghambat kedua partisipan dalam mengekspresikan perasaannya. Mereka mempercayai ketika mendapat suatu masalah atau menginginkan sesuatu mereka dapat meminta langsung kepada Allah. Mereka juga menceritakan dan mendiskusikannya dengan teman ataupun kakak untuk mendapat solusi dari pemasalahan tersebut. e. Hubungan interpersonal kedua partisipan berjalan dengan baik karena

adanya dukungan dari teman sebaya, teman kerja, saudara, dan lingkungan sekitar yang mayoritas muslim sangat membantu untuk menyesuaikan diri mereka dengan status muslim yang baru.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri pada partisipan 1 dan partisipan 2 dapat disimpulkan :

a. Kedua partisipan sehat secara fisik untuk dapat melakukan proses penyesuaian diri sebagai seorang muallaf.


(2)

102

b. Adanya perubahan positif yang dialami kedua partisipan membuat mereka menjadi lebih matang untuk lebih yakin dan dapat menyesuaikan diri secara efektif.

c. Peran penting yang mempengaruhi kedua partisipan dalam menyesuaikan diri dengan baik adalah dukungan dari teman sebaya, teman kerja, keluarga dan lingkungan sekitar dalam menjalani kehidupan baru mereka sebagai muallaf. Kedua partisipan terharu dengan dukungan yang diberikan oleh orang-orang yang berada disekitar mereka. Mereka merasa dukungan tersebut tidak henti-hentinya mereka dapatkan. Baik dari keluarga, temansebaya, teman kerja dan lingkungan sekitar terus memberikan pembelajaran bagi mereka untuk menjadi muslim yang lebih baik lagi.

A. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti memberikan beberapa saran yang berkaitan dengan penelitian.

1. Saran Praktis

a. Para partisipan diharapkan untuk dapat menyesuaikan diri dengan agama baru yang dianut dan lingkungan barunya.

b. Melakukan diskusi agama untuk dapat memperdalam ajaran agama Islam.

c. Bagi partisi panpenyesuaian diri yang telah ia lakukan membantunya dalam menjalani aktivitasnya sehari-hari.


(3)

103

d. Bagi para muallaf diharapkan mencari secara aktif berbagai informasi terkait dengan agama Islam yang dapat membantu mereka untuk lebih memahami agama baru mereka tersebut.

2. Saran Penelitian

a. Para peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian studi kasus mengenai penyesuaian diri pada keluarga (berbeda agama) yang melakukan konversi agama (muallaf) agar mendapatkan hasil data yang lebih mendalam. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih bervariasi mengenai penyesuaian diri pada seorang muallaf.

b. Para peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti variable lain yang berhubungan dengan individu yang melakukan konversi agama seperti konflik yang terjadi ataupun peningkatan nilai agama yang dianut.


(4)

104

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A, dkk. (2006). Metodologi Penelitian Agama: Pendekatan Multidisipliner. Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga. Agustiani, H. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Refika Aditama. Atwater, E. (1983). Psychology of adjustment. New Jersey: Prentice Hall. Inc. Bagus, Loren, Kamus Filsafat, Jakarta, Gramedia, 1996

Beit-Hallahmi, B. & Argyle, M. (1997) The Psychology of Religious Behaviour, Belief and Experience. London: Routledge

Burhani, A, N. 2001. Islam Dinamis “Menggugat Peran Agama Membongkar Doktrin Yang Membatu” Jakarta : Kompas.

Calhoun, J.F & Acocella, J.R. (1995). Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan. Semarang : IKIP Semarang Press.

Creswell, 1998. Creswell, John W. 1998. Qualitative Inquiry and Research

Design; Choosing Among Five Traditions. Thousand Oaks: Sage

Publications.

D. Hendropuspito O.C., Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1983), hal 79 Darajat, Zakiah. (2005). Ilmu Jiwa Agama. Jakarta : Bulan Bintang.

Duffy & Atwater, (2005). Psychology For Livin, Adjustment, Growth and Behabior Today. 8th Ed. New Jersey: Pearson, Prentice Hall.

Feist, Jess & Feist, Gregory, J. (2006). Theories of Personality (edisi keenam). Yogyakarta : Pustaka Belajar

Fitts, William H. 1971. The Self Concept and Self Actualization. Los Angeles, California, Western Psychological Services A Division of Manson Western Corporation.


(5)

105

Geyer, A. L & Baumesiter, R. F. (2005). Religion, Morality, and Self-Control: Values, Virtues and Vices. Dalam Paloutzian, R.F & Park, C.L. (eds.), Handbook of the Psychology of Religion and Spirituality (pp. 412-432). New York: The Guilford Press.

Husain, A.A. & Ath-Thawil, M.N, 2008. Fatwa-fatwa untuk muallaf. Surabaya: La Raiba Bima Amanta

Hood, R.W., Jr., Hill, P.C., & Spilka, B. (2009). The Psychology of Religion: An Empirical Approach. (4th ed.). New York: The Guilford Press.

Hurlock, Elizabeth B. 1999. Psikologi Perkembangan; Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Alih bahasa: Istiwidayanti & Sijabat, Max R. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Jalaluddin. (1997). Psikologi Agama. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Jalaluddin. (2002). Psikologi Agama. Jakarta : Rajawali Pers.

Jalaluddin. (2003). Psikologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Jalaluddin. (2010). Psikologi Agama. Jakarta : Rajawali Pers.

James, William.. 2004.The Varietes of Religious Experience; Perjumpaan dengan

Tuhan—Ragam Pengalaman Religius Manusia. Penerjemah: Admiranto,

Gunaean. Bandung : Mizan Media UtamaJoni (2008)

Muaz, T.A.M. (2002). Kembali ke Pangkuan Islam: Perjalanan Ruhaniah Para Muallaf. Jakarta: Gema Insani Press.

Moleong, Lexy J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.N

Park, C. L. (2005). Religion and Meaning, Dalam Paloutzian, R.F & Park, C.L. (eds.), Handbook of the Psychology of Religion and Spirituality (pp. 295-314). New York: The Guilford Press.


(6)

106

Paloutzian, Raymond F. 1996. Invitation to the Psychology of Religion. London : Allyn and Bacon

Pargament, K. I. 1997. The Psychology of Religion and Coping. New York: The Guilford Press.

Pihasniwati. (2007). Fenomena Muallaf : Konversi Agama Sebagai Pemenuhan Makna Hidup., Jurnal Psikologi Islami, 3, 5, 17-32.

Poerwandari,E. Kristi. 2001. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta: Lembaga Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) UI.

Poerwandari, E.K. (2007). Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Depok: LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Pudjiogyanti, Clara. 1993. Konsep Diri dalam Pendidikan.Jakarta: Arcan.

Ramadhan Syahri. (2012) Fenomena Konversi Agama., Jurnal Psikologi Islami. Unduh: [29 Juni 2013]

Rambo, L.R. (1993). Understanding Religious Conversion. New Haven, CT: Yale University Press.

Shavelson, B.J. & Roger, B. 1981. Self-Concept: The Interplay of Theory Methods. Journal of educational Psychology, Vol. 72, No. 1, p.3-17

Thouless, Robert H., Pengantar Psikologi Agama, penerjemah: Machnun Husein, Jakarta: RajaGrafindo Persada, cet-3, 1992.

Website :

http://Pikiran rakyat.com 2007 Agama. [16 Juni 2013]

http://www.muallaf.com/modules.php?name=news&files+article&sid=49 [18 Juni 2013]