Bahasa GAMBARAN UMUM KOMUNITAS CINA BENTENG

Tabel IV Mata Pencaharian di Kelurahan Sukasari No. Mata Pencaharian Jumlah 1. Karyawan 1 Pegawai Negeri Sipil 2 ABRI 3 Swasta 117 8 1.120 2. Wiraswasta atau Pedagang 2030 3. Pertukangan 5 4. Buruh Tani 105 5. Pensiunan 97 6. Jasa 53 Sumber: Laporan Monografi Kelurahan Sukasari

F. Bahasa

Sejak dahulu orang sudah tahu bahwa manusia dari aneka warna asal dan bangsa itu mengucapkan beraneka ragam bahasa pula, tetapi suatu hal yang menarik perhatian para ahli kesusastraan abad ke-18 yang mulai mempelajari naskah-naskah kuno dalam bahasa arab, Sanksreta, Cina dan lain-lain, adalah adanya berbagai persamaan azasi dalam bahasa-bahasa Eropa dengan bahasa Sankserta, bahasa klasik di India, baik dipandang dari sudut bentuk kata-katanya, maupun dari tata bahasanya. Bahasa adalah sistem untuk mengkomunikasikan dalam bentuk lambang, segala macam informasi. Setiap bahasa manusia, baik Inggris maupun Cina adalah sarana untuk menyampaikan informasi dan pengalaman, baik yang bersifat cultural mau pun individual, dengan orang lain. 35 Bahasa mencerminkan realita kebudayaan dan kalau kebudayaan berubah, bahasa pun akan berubah. 36 Orang Cina yang ada di Indonesia, sebenarnya merupakan bukan suatu kelompok yang berasal dari satu daerah di negara Cina, tetapi terdiri dari beberapa suku bangsa yang berasal dari dua propinsi, yaitu: Fukien dan Kwangtung, yang saling berjauhan daerahnya. Setiap imigran datang ke Indonesia membawa ekbudayaan suku bangsanya sendiri bersama dengan perbedaan bahasnya. Ada empat bahasa Cina di Indonesia ialah bahasa Hokkien, Teo-Chiu, Hakka dan Kanton yang perbedaannya begitu besar, sehingga pembicara dari bahasa yang satu tidak dapat mengerti dengan pembicara yang lain. 37 Bentuk-bentuk bahasa yang berbeda tetapi cukup besar persamaannya sehingga dapat saling dipahami, dikenal dengan nama dialek. Secara teknis, semua dialek adalah bahasa –tidak ada sesuatu yang bersifat parsial atau sub-linguistik pada dialek- dan batas di mana dua dialek yang berbeda itu menjadi dua bahasa yang terpisah, pada garis besarnya adalah batas di mana orang-orang yang berbicara dalam dialek yang satu hampir sama sekali tidak dapat berkomunikasi dengan orang-orang yang berbicara dalam dialek yang lain. Batas-batas itu dapat bersifat psikologis, sosiologis atau ekonomis, dan tidak begitu jelas. 38 Telah disebutkan di atas, bahwa tidak seperti Cina Totok yang sampai sekarang masih memegang teguh adat dan bahasa Cina. Masyarakat Cina Peranakan sebagian besar sudah tidak dapat lagi menggunakan bahasa Cina, khususnya komunitas Cina Benteng. Keunikan dari komunitas Cina Benteng adalah bahwa mereka sudah 35 Antropologi edisi keempat, jilid ke-1, hlm. 360. 36 Antropologi edisi keempat, jilid ke-1, hlm. 377. 37 Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, hlm. 353. 38 Antropologi edisi keempat, jilid ke-1, hlm. 382. berakulturasi dan beradaptasi dengan lingkungan dan kebudayaan lokal. Dalam percakapan sehari-hari, mereka sudah tidak dapat lagi berbahasa Cina. Logat mereka bahkan sudah sangat kental dengan Sunda pinggiran bercampur dengan bahasa Betawi. Hal ini sangat berbeda dengan masyarakat Cina Singkawang, Kalimantan Barat, yang berbahasa Ina. Logat Cina Benteng memang khas. Misalnya, ketika mengucapkan kalimat, “mau ke mana”, kata “na” diucapkan lebih panjang, sehingga terdengar “mau kemanaaa”. 39 Hal ini dikarenakan komunitas Cina Benteng sangat membuka peluang masuknya kebiasaan dan tata bahasa masyarakat lokal, yang sebagian besar menggunakan logat Betawi. 39 Ziarah Budaya Kota Tangerang, hlm. 33.

BAB III PROSES AKULTURASI DALAM MASYARAKAT CINA BENTENG