Peranan Tradisi Ritual dalam Masyarakat Lokal

kebudayaan. Lebih lanjut seorang Antropolog lain, Bee William A. Haviland:1985 memberikan beberapa parameter mengenai pengertian akulturasi, diantaranya: 1. Akulturasi menunjukan kepada suatu jenis perubahan budaya yang terjadi apabila dua sistem budaya bertemu; 2. Akulturasi menunjukan kepada suatu proses perubahan yang dibedakan dari proses-proses difusi 41 , inovasi, 42 invensi, 43 maupun penemuan; dan 3. Akulturasi dipahami sebagai suatu konsep yang dapat digunakan sebagai kata sifat untuk menunjukan suatu kondisi, misalnya kondisi kelompok budaya yang satu lebih terakulturasi dari budaya yang lain. Oleh karena itu, beberapa studi akulturasi yang saling terkait dapat dibedakan antara lain: beberapa sistem kultural; sifat dari situasi hubungan; keserasian atau keakraban antara hubungan berbagai macam budaya; dan kehidupan proses budaya karena adanya hubungan sistem. 44

A. Peranan Tradisi Ritual dalam Masyarakat Lokal

Masyarakat Cina Benteng sudah berakulturasi dan berintegrasi dengan lingkungan dan kebudayaan masyarakat lokal Betawi. Seperti, yang terlihat jelas pada warna kulitnya yang kecoklatan, tidak putih meletak pada umumnya komunitas Cina. Mendengar mereka berbicara pun sudah sangat mirip dengan masyarakat lokal. Meski demikian, masyarakat Cina Benteng masih mempertahankan dan melestarikan adat 41 Difusi, proses penyebaran sesuatu dari satu pihak ke pihak lain tentang kebudayaan, teknologi, dan sebagainya; pengaruh pengalihan pranata budaya melewati batas-batas bahasa. Lihat, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia , Jakarta: Media Centre, hlm. 185. 42 Inovasi, pembaharuan, pengenalan terhadap hal-hal yang masih baru. Lihat, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, hlm. 269. 43 Invensi, penciptaan sesuatu yang sebelumnya belum pernah ada. Lihat, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, hlm. 272. 44 Y. Sumandiyo Hadi, Seni dalam Ritual Agama, Yogyakarta: Pustaka. 2006, hlm. istiadat nenek moyang mereka yang sudah ratusan tahun. Salah satunya adalah tampak pada keberadaan Meja Abu di setiap rumah orang Cina Benteng. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Cina Benteng selain mereka berakulturasi dan beradaptasi dengan budaya masyarakat lokal Betawi namun mereka masih tetap mempertahankan tradisi dan adat istiadat kepercayaan leluhur mereka yang sudah ratusan tahun. Akulturasi budaya masyarakat Cina Benteng dengan kebudayaan masyarakat lokal Betawi terlihat pada busana pakaian pengantin yang merupakan campuran atau akulturasi budaya Cina dengan Betawi, akulturasi bahasa, akulturasi kesenian dan sebagainya. Melihat fenomena Cina Benteng Tangerang membuktikan bahwa betapa harmonis dan toleransinya kebudayaan Cina dengan kebudayaan masyarakat lokal Betawi. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Cina Benteng Tangerang hampir tidak pernah mengalami friksi permusuhan atau perpecahan dengan etnis lainya. Dalam proses akulturasi budaya, tentu keduanya saling mempengaruhi antara budaya lokal dan budaya Cina, artinya bahwa ada aspek-aspek yang berperan, katakanlah peranan tradisi ritual dalam masyarakat lokal, atau ada unsur-usnur mitos dalam tradisi masyarakat lokal. Tradisi budaya pengkeramatan dalam pemandian perahu pn ini dikatakan tidak lain adalah pengaruh dari tradisi budaya masyarakat lokal Tangerang. Koentjaranigrat membagi konsep kebudayaan kedalam tiga golongan, diantaranya: 1 Gagasan 2 Kelakuan 3 Hasil-hasil kelakuan. Gagasan sebagai ide atau pengetahuan tidaklah sama hakekatnya dengan kelakuan dan hasil kelakuan. Pengetahuan tidak dapat diamati sedangkan kelakuan atau hasil kelakuan dapat diamati dan atau dapat diraba. Kelakuan dan hasil kelakuan adalah produk atau hasil pemikiran yang berasal dari pengetahuan manusia. Jadi hubungan antara gagasan atau pengetahuan dengan kelakuan dan hasil kelakuan adalah hubungan sebab akibat; dan karena itu, gagasan atau pengetahuan tidaklah dapat digolongkan sebagai sebuah golongan yang sama namanya kebudayaan. 45 Dalam tataran peranan tradisi ritual dalam masyarakat lokal, Ritual keagamaan merupakan sarana yang menghubungkan manusia dengan yang keramat; inilah agama dalam praktek in action. Ritual bukan hanya sarana yang memperkuat ikatan sosial kelompok dan mengurangi ketegangan, tetapi juga suatu cara untuk merayakan peristiwa- peristiwa penting, dan yang menyebabkan krisis, seperti kematian, tidak begitu mengganggu masyarakat, dan bagi orang-orang yang bersangkutan lebih ringan untuk diderita. Para ahli antropologi telah mengklasifikasikan beberapa tipe ritual yang berbeda- beda diantaranya a. Upacara inisiasi peralihan rites of passage 46 yang mengenai tahapan-tahapan dalam siklus kehidupan manusia. b. Upacara peralihan rites of passage merupakan upacara keagamaan yang berhubungan dengan tahapan-tahapan yang penting dalam kehidupan manusia, seperti upacara kelahiran, perkawinan, dan kematian; dan 45 Seni dalam Ritual Agama, hlm. 46 Antropologi edisi keempat Jilid 2, hlm. 207 c. Upacara Intensifikasi rites of intensifikasi, yang diadakan pada waktu kehidupan kelompok mengalami krisis, dan penting untuk mengikat orang-orang menjadi satu 47 . Sedangkna upacara intensifikasi adalah upacara keagamaan yang diadakan pada waktu kelompok menghadapi krisis real atau potensial. Upacara intensifikasi dapat dikatakan upacara yang menyertai keadaan krisis dalam kehidupan individu. Ritual merupakan suatu bentuk upacara atau perayaan celebration yang berhubungan dengan beberapa kepercayaan atau agama dengan ditandai oleh sifat khusus, yang menimbulkan rasa hormat yang luhur dalam arti merupakan suatu pengalaman yang suci. 48 Pengalaman itu mencakup segala sesuatu yang dibuat atau dipergunakan oleh manusia untuk menyatakan hubungannya dengan yang Tertinggi, dan hubungan atau perjumpaan itu bukan sesuatu yang sifatnya biasa atau umum, tetapi sesuatu yang bersifat khusus atau istimewa, sehingga manusia membuat suatu cara yang pantas guna melaksanakan pertemuan itu, maka muncullah beberapa bentuk ritual agama ibadah atau liturgi. Dalam ritual agama dipandang dari bentuknya secara lahiriah merupakan hiasan atau semacam alat saja, tetapi pada intinya yang lebih hakiki adalah pengungkapan iman. Oleh karena itu, upacara ritual agama diselenggarakan pada beberapa tempat, dan waktu yang khusus, perbuatan yang luar biasa, dan berbagai peralatan ritus lain yang bersifat sakral. Berbagai macam bentuk ritual seperti itu merupakan transformasi simbolis dari beberapa pengalaman kebutuhan primer manusia, maka ia merupakan kegiatan yang spontan, tanpa rancangan, dan kadang kala tanpa disadari, namun polanya benar-benar 47 Antropologi edisi keempat Jilid 2, hlm. 207 48 Seni dalam Ritual Agama, hlm. 31 alamiah. Kegiatan semacam ini dapat dilihat dalam pola-pola kepercayaan mitos dengan jenis-jenis ritus magi, yang didalamnya mengandung kekuatan yang menghubungkan kehendak manusia dengan penguasanya, roh-roh nenek moyangnya, dan mempengaruhi kekuatan lainnya. Dalam masyarakat primitive kuno menirukan gerakan binatang tertentu sebelum berburu merupakan ritus magi imitative atau simpatetis, dengan maksud agar binatang yang diinginkan dapat ditangkap. Segala pengalaman manusia dari sejak masyarakat primitive sampai sekarang, ternyata pengalaman religi dan pengalaman estetis tidak dapat dipisahkan. Ritual ataupun ibadah merupakan transformasi simbolis dari pengalaman- pengalaman yang tidak dapat diungkapkan dengan tepat oleh media lain. Karena berasal dari kebutuhan primer manusia, maka ia merupakan kegiatan yang spontan dalam arti betapapun peliknya ia lahir tanpa niat, tanpa disesuaikan dengan tujuan yang disadari, pertumbuhannya tanpa rancangan, polanya benar-benar alamiah. 49 Manusia ataupun masyarakat menjalankan ajaran yang ada di dalam agamanya hanya terbatas pada ritual yang dilaksanakan tanpa memahami kandungan dan isi dari ritual-ritual yang dijalankannya, terkadanag banyak juga yang sama sekali tidak memahami tetapi menjalankan ritual tersebut. Agama merupakan sistem keyakinan yang dipunyai secara individual yang melibatkan emosi-emosi dan pemikiran-pemikiran yang sifatnya pribadi, dan diwujudkan dalam tindakan-tindakan keagamaan upacara, ibadat, dan amal ibadat yang sifatnya individual ataupun kelompok dan sosial yang melibatkan sebagian atau seluruh masyarakat. 50 49 Thomas F. O’dea, Sosiologi Agama Suatu Pengantar Awal, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1985, hlm. 76. 50 Roland Robertson, ed., Agama dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologi, hlm. viii.

B. Unsur Mitos dalam Tradisi Masyarakat Lokal