kakak laki-laki besar, cide atau cici gede kakak perempuan besar. Istilah ini aslinya lambang kekerabatan seorang adik terhadap kakak laki-laki atau perempuan sulung.
Kedudukan perempuan bagi orang Cina dahulu adalah sangat rendah. Pada waktu masih kecil, saudara laki-laki mereka memperlakukan mereka dengan baik, tetapi pada
waktu meningkat dewasa mereka dipingit di rumah. Setelah menikah, seorang perempuan harus tunduk kepada suaminya. Mereka tidak mendapat bagian dalam kehidupan di luar
rumah. Keadaan seperti itu sudah lama ditinggalkan. Seorang perempuan dapat mengikuti perkumpulan-perkumpulan, sekolah dan dalam kehidupan ekonomi peranan pembantu
suaminya dalam perdagangan memegang peranan penting. Pada masa sekarang ini, wanita berhak mendapat harta yang sama dengan laki-laki dalam hal warisan. Bahkan
kadang mendapat tugas untuk mengurus abu leluhurnya sehingga suaminya yang harus ikut tinggal di rumah orang tuanya. Dengan naiknya kedudukan wanita, tidak ada lagi
kecenderungan untuk memiliki anak laki-laki. Dalam sistem kekerabatan, komunitas Cina menganut sistem patrilinier. Karena itu hubungan dengan kerabat pihak ayah lebih
erat, tetapi perkembangan sekarang menunjukkan hubungan antara keluarga pihak ibu sama eratnya dengan pihak ayah.
31
D. Kawin Campur Integrasi
Pada tahun 1407, sebuah perahu terdampar di daerah Teluk Naga yang dipimpin oleh Tjen Tjie Lung Halung, menurut kitab Babad Sunda Tina Layang Parahyang,
beliau membawa 9 orang gadis dari negeri Cina, 9 gadis ini dinikahi oleh wakilnya adipati dan diberikan tanah, dan laki-lakinya mengalami integrasi, lalu berkembang dan
31
Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, cet. ke-22, Jakarta: Djambatan, 2007, hlm. 364.
pindah ke desa Pangkalan, makin lama semakin berkembang mereka pindah lagi ke daerah Pasar Lama, Pasar Baru, Serpong, dan Teluk Naga. Hal ini dapat terlihat dengan
adanya bangunan Kelenteng-kelenteng tua yang terdapat di daerah-daerah tersebut. Perkawinan merupakan masa penutupan dalam kehidupan sesorang, yaitu dari
masa lajang dan masa hidup tanpa beban keluarga. Orang Cina baru dianggap dewasa, bila ia telah menikah. Upacara perkawinan orang Cina di Indonesia adalah tergantung
pada agamanya yang dianut. Oleh karena itu, perkawinan orang Cina yang satu berbeda lain dengan Cina lainnya. Perkawinan orang Cina Totok berbeda pula dengan yang
dilakukan oleh orang Cina Peranakan. Sampai pada awal abad ke-20 perkawinan diatur oleh orang tua kedua pihak. Yang menjadi calon suami dan istri tidak mengetahui calon
kawan-hidupnya, mereka baru saling melihat pada hari pernikahan. Sekarang keadaan semacam itu sudah tidak banyak terjadi.
Orang Cina Peranakan dalam memilih jodoh mempunyai batasan-batasannya. Perkawinan yang dilarang yaitu antara orang-orang yang mempunyai nama keluarga,
nama she, yang sama. Kini perkawinan antara orang-orang yang mempunyai mana she yang sama tetapi bukan kerabat dekat misalnya, saudara sepupu, dibolehkan.
Perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang wanita yang masih ada hubungan kekerabatan, tetapi dari generasi yang lebih tua dilarang misalnya, seorang laki-laki
menikah dengan saudara sekandung atau saudara sepupu ibunya. Sebaliknya pernikahan seorang wanita dengan seorang anggota keluarga dari genarasi yang lebih tua, dapat
diterima. Alasan dari keadaan ini ialah seorang suami tidak boleh muda atau rendah tingkatannya dari istrinya.
Peraturan lain ialah seorang adik wanita tidak boleh mendahului kakak wanitanya menikah. Peraturan ini berlaku juga bagi saudara-saudara sekandung laki-laki. Tetapi
adik wanita boleh mendahului kakak laki-lakinya menikah, demikian juga adik laki-laki boleh mendahului kakak wanitanya menikah. Akan tetapi, sering kali terjadi pelanggaran
terhadap peraturan ini, tetapi dalam hal itu si adik harus memberikan hadiah tertentu pada kakaknya yang didahului menikah itu.
32
E. Mata Pencaharian