Mekanisme Survival Pedagang Pasar Tradisional Ditengah Maraknya Pasar Modern (Studi Kasus: Pedagang Pasar Dwikora Pematangsiantar)
86
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi,dkk. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Kencana. Damsar. 1997. Sosiologi Ekonomi. Bielefeld: PT Raja Grafindo Persada. Damsar, MA, 2002. Sosiologi Ekonomi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Damsar, 2009. Pengantar sosiologi ekonomi. Jakarta: Kencana.
Johnson, Doyle Paul. 1981. Teori Sosiologi Klasik dan Modern (Di Indonesia
Oleh: Robert. M.Z. Lawang. Jilid 2). Jakarta: PT. Gramedia.
Kotler, Philip. 1987. Manajemen Pemasaran, Perencanaan dan Pengendalian (Marketing Management). Terjemahan Jaka Wasana. Erlangga, Jakarta. Rosdakarya.
Manan, Imran. 1989. Dasar-dasar Sosial Budaya Indonesia Pendidikan. Jakarta:
DEPDIKBUD.
Miles, R.H. dan Snow C.C (1978), organizational strategy, structure, and Process. New York, NY: McGraw-Hill Publishing Co. P. 110-128.
Poloma, margaret M.2003. sosiologi Kontemporer. Jakarta:Rajawali Grafindo Persada.
Ritzer, George dan Goodman, Douglas J. 2009. Teori sosiologi. Diterjemahkan oleh Nurhadi. Yogyakarta : kreasi wacana.
(2)
87
Ritzer, George J dan Goodman, Douglas. 2004. Teori sosiologi modern. Jakarta Prenadamedia.
Scoot, james C.1983. Moral Ekonomi Petani Scoot. Jakarta : LP3ES.
Siahaan, hotman M. 1983. Pengantar ke arah sejarah dan teori sosiologi. Jakarta : Erlangga.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kunatitatif Kualitatif dan R&D. Bandung Alfabeta.
Suharto, Edi. 2003. Corping Strategis dan keberfungsian sosial. (artikel no 8 november 2003: Aloysius Gunadi Brata, Hal 1).
Sukanto, Soerjono. 2000. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Grafindo Persada.
Suyanto, Bagong, dkk. 2005. Metode Penelitian Sosial; Berbagai Alternatif Pendekatan. Edisi 1. Jakarta: Pernada Media.
UU Republik Indonesia No.7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan
Sumber Lain:
(3)
27 BAB III
METODE PENELITIAN 3.1.Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif bertujuan untuk dapat mengungkap atau
memperoleh informasi dari data penelitian secara menyeluruh, luas, dan
mendalam (sugiyono, 2008:35). Dalam penelitian ini, menggunakan metode
penelitian kualitatif , yaitu suatu penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau pelaku yang dapat
diamati dan dalam situasi lapangan yang bersifat wajar sebagaimana adanya tanpa
adanya manipulasi. Dengan menggunakan metode kualitatif ini penelitian
bermaksud untuk bisa memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek
penelitian misalnya perilaku persepsi, motivasi, tindakan, dll. Dalam penelitian
ini, peneliti berusaha memberikan gambaran bagaimana kiat dan usaha para
pedagang tradisional yang ada di Pasar Dwikora ditengah maraknya pasar modern
saat ini.
3.2. Lokasi penelitian
Lokasi dalam penelitian ini berada di kelurahan Suka Dame parluasan, Kota
Pematangsiantar. Alasan pemilihan lokasi tersebut sebagai objek penelitian karena
lokasi yang mudah dijangkau, efisiensi waktu dan mudahnya melakukan
pengamatan langsung.Selain itu, lokasi pasar swalayan dan pasar modern yang
jaraknya tidak jauh dari pasar tradisional ini, sehingga sangat jelas terlihat adanya
(4)
28 3.3. Unit analisis dan informan
3.3.1.Unit analisis
Unit analisis pada umumnya dilakukan untuk memperoleh gambaran yang
umum dan menyeluruh tentang situasi sosial yang diteliti objek penelitian. Unit
analisis dalam penelitian ini meliputi tiga komponen menurut Spradly
(Sugiono,2007 : 68) yaitu:
1. Tempat (place), tempat penelitian ini di pasar Tradisional Dwikora di kelurahan Suka Dame parluasan, Pematangsiantar.
2. Pelaku (actor), pelaku atau orang yang sesuai dengan objek penelitian ini adalah para pedagang yang berjualan di Pasar Tradisional Dwikora.
3. Kegiatan (activity), kegiatan yang dilakukan pelaku berkaitan dengan objek penelitian, yaitu bekerja sebagai pedagang dalam proses jual-beli
kepada pembeli.
3.3.2. Informan
Informan merupakan subjek yang memahami informasi objek penelitian
sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian (Bungin,
2007 : 76). Informan penelitian diperoleh melalui informasi tentang objek
penelitian maupun informasi penelitian, sehingga hanya membutuhkan melakukan
wawancara atau observasi. Kriteria-kriteria informan yang diambil adalah:
1. pedagang kosmetik
2. pedagang sayur-mayur
3. pedagang sembako
4. pedagang retail pakaian baru dan bekas 5. pengunjung/pembeli
(5)
29
6. toke/ distributor
7. pedagang bumbu masakan
8. informan Pendukung
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui beberapa tahap penyusunan oleh
peneliti yang digolongkan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder.
1. Observasi Langsung (Data Primer)
Observasi langsung adalah pengamatan yang dilakukan secara langsung
pada objek yang diobservasi, dalam arti bahwa pengamatan tidak
menggunakan”media-media transparan” (Bungin, Burhan, 2001:143).
Yang dimaksud dalam hal ini bahwa peneliti secara langsung melihat atau
mengamati.
2. Wawancara Mendalam
Yang sering disebut dengan wawancara atau kuisioner lisan adalah sebuah
dialog yang dilakukan oleh pewawancara (Arikunto, 2004:132). Wawancara
mendalam yaitu dengan menggunakan daftar pertanyaan kepada informan yang
telah ditentukan.
3. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber data kedua atau
sumber-sumber dari data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, dan untuk tahap
selanjutnya, data sekunder dengan cara studi kepustakaan, peneliti mendapat suatu
lamdasan teori yang kuat untuk mendukung penulisan ini dari berbagai literatur
(6)
30 3.5. Interpretasi Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif.
Teknik analisis ini dimulai dari menelaah data yang diperoleh dari beberapa
sumber yang telah terkumpul. Peneliti memperoleh data awal dari informan
merupakan data mentah yang susunannya belum sistematis dan tidak terstruktur
dengan jelas. Dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari beberapa
sumber, yaitu wawancara, dan pengamatan yang sudah ditentukan dalam
catatan-catatan kecil.
Pada tahap selanjutnya adalah penyusunan data dalam satuan-satuan yang
kemudian dikategorikan. Kategori tersebut berkaitan satu sama lain dan
diinterpretasikan secara kualitatif. Interpretasi data merujuk pada perkembangan
ide-ide hasil penemuan untuk kemudian direalisasikan dengan kajian teoritik
untuk menghasilkan konsep-konsep baru.
3.6. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini mencakup kemampuan dan pengalaman
yang dimiliki peneliti. Selain itu terkait dengan kelemahan instrumen wawancara
yang mendalam. Kendala lain adalah keterbatasan waktu saat wawancara dengan
informan, hal ini disebabkan karena kegiatan informan yang sibuk.Selain
keterbatasan yang berasal dari dalam diri peneliti, peneliti juga menemukan
keterbatasan yang berasal dari luar diri peneliti seperti keterbatasan waktu dan
dana. Peneliti harus membagi waktu dengan aktifitas-aktifitas lain peneliti diluar
skripsi seperti mata kuliah maupun organisasi membuat alokasi waktu peneliti
untuk pengerjaan skripsi menjadi terbatas. Keterbatasan waktu juga mencakup
(7)
31
Keterbatasan waktu juga menyebabkan kurang banyaknya peneliti berhubungan
dengan objek penelitian karena lokasi penelitian yang jauh dari kota medan. Hal
tersebut menyebabkan masih kurang mendalamnya data yang diperoleh peneliti
untuk diinterpretasikan. Selain keterbatasan waktu, keterbatasan dana merupakan
aspek penting yang sangat mengganggu pikiran peneliti dalam pengerjaan skripsi
ini.
Disamping keterbatasan waktu dan dana keterbatasan lain yang berasal
dari luar diri peneliti adalah minimnya data skunder khususnya yang berkaitan
dengan data deskripsi lokasi penelitian. Dalam mensiasati hal tersebut, peneliti
lebih banyak melakukan metode observasi maupun wawancara untuk menjelaskan
kehidupan pedagang
3.7. Jadwal Kegiatan
No Kegiatan Bulan Ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Pra Observasi √
2 Acc Judul Penelitian √ 3 Penyusunan Proposal
Penelitian
√ √
4 Seminar Proposal √
5 Revisi Proposal Penelitan √ √ √ √ √
6 Penelitian Lapangan dan Penulisan Laporan
(8)
32 BAB IV
DESKRIPSI DAN INTERPRESTASI DATA PENELITIAN 4.1.Deskripsi Daerah Penelitian
4.1.1.Letak dan Keadaan Geografis
Kota Pematangsiantar terletak pada garis 20 53’ 20”- 30 01’00” Lintang utara dan 990 1’ 00”- 990 6’ 35” Bujur Timur , berada di tengah-tengah wilayah kabupaten Simalungun. Luas daratan Kota Pematangsiantar adalah79, 971 Km2 terletak 400-500 meter di atas permukaan laut. Kerena terletak dekat garis
khatulistiwa, Kota Pematangsiantar tergolong ke dalam daerah tropis dan daerah
datar, beriklim sedang dengan suhu maksimum rata-rata 30,40C dan suhu minimum rata-rata 21,10C pada tahun.
Kota ini berpenduduk 240.787 jiwa. Kota Pematangsiantar yang hanya
berjarak 128 km dari Medan dan 52 km dari parapat sering menjadi kota
perlintasan bagi wisatawan yang hendak ke Danau Toba. Do kota ini masih
banyak terdapat sepeda motor BSA model lama sebagai becak bermesin yang
menimbulkan bunyi yang keras. Kota ini terdiri dari 8 (delapan) kecamatan.
Kedelapan kecamatan tersebut dapat dilihat dalam tabel, sebagai berikut:
NO Kecamatan Luas Wilayah
(Km2)
Rasio Terhadap Total (%)
Jumlah Desa/Kelurahan 1 Siantar Barat 3,205 4,01 8
2 Siantar Marihat 7,825 9,78 7
3 Siantar Marimbun 18,006 22,52 6
4 Siantar Martoba 18,022 22,54 7
5 Siantar Selatan 2,020 2,53 46
(9)
33
7 Siantar Timur 4,520 5,65 7
8 Siantar Utara 3,650 4,56 7
4.1.2.PD Pasar Horas Jaya
Perusahaan Daerah (PD) pasar Horas Jaya merupakan badan usaha milik
daerah yang bertugas mengelola pasar tradisional di kota Pematangsiantar.
Pemda kota Pematangsiantar menuangkan kebijakannya dalam visi dan misi
yang tertera di dalam Perda nomor 8 tahun 2011 tentang Rencana Jangka
Menengah Daerah tahun 2010-2015 adalah terwujudnya Kota Pematangsiantar
Mantap, Maju, dan Jaya.
Mantap berarti semua potensi daerah baik sumber daya alam maupun
sumber daya manusia dalam keadaan stabil sehingga mampu memberikan andil
dalam pembangunan. Maju dalam arti kinerja pembangunan daerah ditandai oleh
adanya laju pertumbuhan dan peningkatan grafik di sektor-sektor prioritas yang
secara langsung berdampak positif bagi peningkatan kualitas kehidupan serta
penguatan posisi daya saing ekonomi, sosial dan budaya masyarakat secara
berkelanjutan. Selanjutnya, jaya dalam arti hasil pembangunan yang telah
dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat berhasil sesuai dengan target yang
ditetapkan. Mewujudkan rencana itu, program kerja dituangkan dalam misi antara
lain mewujudkan pemerintah yang bersih, meningkatkan pelayanan kesehatan,
meningkatkan kualitas pendidikan, memperkuat sistem ekonomi, usaha kecil dan
menengah, meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur, menata sistem
pelayanan publik yang lebih baik dan profesional serta menata sistem alokasi dana
(10)
34
Selanjutnya, untuk membangun usaha pasar yang sehat dan mandiri,
PemkoSiantar melalui persetujuan DPRD telah membentuk PD Pasar Horas Jaya
ditetapkan melalui Perda Nomor 5 Tahun 2014. Pembentukan Pasar Horas Jaya
dimaksudkan dalam menciptakan lapangan pekerjaan serta meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Tujuannya adalah mendorong perkembangan pembangunan
dan perekonomian daerah serta menunjang peningkatan PAD (Pendapatan Asli
Daerah) baik yang bersumber dari pengembangan usaha ke luar daerah. Ruang
lingkup usaha antara lain, melakukan pembinaan terhadap pedagang pasar,
membantu menciptakan stabilitas harga dan kelancaran distribusi barang dan jasa
, melakukan kerja sama dengan pihak ketiga yang bersifat membangun,
melaksanakan upaya pemberdayaan pedagang pasar tradisional.
4.1.3Unit Usaha Pasar Dwikora
Aset ini meliputi tanah seluas ±26.000 m2, luas tanah sama besar dengan luas bangunannya yaitu seluas ±26.000 m2. Bangunan pasar terdiri dari ruko, kios, los, dan bangunan hanya memiliki 1 (satu) tingkat lantai bangunan. Bangunan ini
juga terdapat bangunan untuk rumah makan beserta sarana perlengkapan yang
terdiri dari lapangan parkir. Lokasi obyek terletak di sisi Jalan Gotong Royong
Kota Pematangsiantar.
Lokasi pasar ini sangat strategis untuk peruntukannya karena terletak
dekat dengan pusat kota dan berbagai fasilitas kebutuhan masyarakat dapat
ditemukan di pasar ini. Masyarakat Pematangsiantar dan penduduk Kota
Pematangsiantar merupakan pengguna utama (konsumen) dari fasilitas pasar
(11)
35
Batas-batas wilayah sebagai berikut;
1. Sebelah Timur berbatasan dengan Jalan Patuan Nagari
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Jalan Patuan Anggi
3. Sebelah barat berbatasan dengan Jalan TB Simatupang
4. Sebelah utara berbatasan dengan Jalan Mufakat
4.1.4.Pedagang Dalam Pasar Tradisional Dwikora
Jumlah pedagang dalam pasar tradisional dwikora sebanyak 2099
pedagang. Adapun rinciannya sebagai berikut:
No Tempat berdagang Jumlah
1 Kios 637
2 Los 856
3 Balerong 606
Jumlah 2.099
Pedagang yang terdapat dalam pasar tradisional Dwikora dalam melakukan
aktivitas berdagang menjual dengan berbagai jenis dagangan.
4.1.4.1 Pembagian Lokasi dan Kelas Pasar Dwikora Kios
Lokasi kios Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV Jumlah
Kios I 37 - - - 37
Kios II 14 - - - 14
Kios III 32 - - - 32
Kios IV 14 - - - 14
Kios V 43 - - - 43
Kios VI 16 - - - 16
(12)
36
Kios VIII 12 - - 3 15
Kios IX 50 - - - 50
Kios X 54 - - - 54
Kios XI 12 - - - 12
Kios XII 51 - - - 51
Kios XIII 52 9 - - 61
Kios XIV 20 - - - 20
Kios XV 20 - -- - 20
Kios XVI 24 - - - 24
Kios XVII 26 - - - 26
Kios XVIII 12 - - - 12
Kios XIX 34 - - - 34
Kios XX 19 - - - 19
Kios XXI 13 - - - 13
Kios 78/79 21 - - - 21
Kios 76/77 36 - - - 36
Jumlah 629 9 - 3 641
Balerong
Lokasi Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV Jumlah
Balerong 1 - 138 - - 138
Balerong 2 - 138 - - 138
Balerong 3 - 14 - - 14
Balerong 4 - 13 - - 13
Balerong 5 - 12 - - 12
Balerong 76/77 Vak I Vak II Vak III Vak IV -- 25 40 40 26 - - 25 40 40 26
Balerong 78/79 - 160 - - 160
(13)
37 los
Lokasi Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV Jumlah
Pasar ikan 129 - - 129
GES 6 - - 6
Ex. Parkir 7 - - 7
Los A 68 - - 68
Los B 62 - - 62
Los C 69 - - 69
Los D 79 - - 79
Los E 54 - - 54
Los F 42 - - 42
Los G 53 - - 53
Los H 59 - - 59
Los I 43 - - 43
Los J 42 - - 42
Los K 5 - - 5
Los L 28 - - 28
Los M 32 - - 32
Los N 30 - - 30
Los O 31 - - 31
Los P 22 - - 22
Jumlah 861 - - 861
(14)
38 4.1.5 Komposisi Pedagang
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh pihak PD pasar pedagang
pasar tradisional dwikora bukan hanya berasal dari Suku Batak saja, yang
merupakan suku asli di daerah tersebut, namun ada juga pedagang yang berasal
dari suku Tionghoa, Jawa/padang, dan Nias. Perbandingan pedagang berdasarkan
suku dapat dilihat pada diagram 4.1.5.1.
4.1.5.1Perbandingan Pedagang Berdasarkan Suku
Sumber: hasil wawancara dengan bapak sinaga (Pimpinan Pasar Dwikora)
Berdasarkan diagram 4.1.4.2 terlihat bahwa suku batak, terkhususnya
batak toba merupakan suku pedagang mayoritas di pasar tradisional dwikora yaitu
sebesar 50%, dan diikuti oleh suku tionghoa dan jawa. Beragamnya suku
pedagang yang terdapat du Pasar Tradisional Dwikora menunjukkan bahwa Pasar
Tradisional Dwikora merupakan pasar yang membuka kesempatan bagi suku-suku
lain untuk mengadu nasib bersaing melalui perdagangan. 10%
20%
20% 50%
nias
tionghoa
jawa/padang
batak
(15)
39
Selain dari pada suku yang beragam, pasar tradisional dwikora juga
menyediakan komoditas yang diperjual-belikan kepada konsumen. Diagram
4.1.4.2 menunjukkan perbandingan komoditas yang diperdagangkan di pasar
tradisional dwikora.
Sumber: Pak sinaga (Pimpinan Pasar Dwikora)
Berdasarkan diagram 4.1.4.2 terlihat bahwa 30% komoditas yang
diperdagangkan di Pasar Tradisional Dwikora adalah berupa hasil pertanian 30%
(sayur-mayur, rempah-rempah, dan buah-buahan), 20% berupa sembako, ikan dan
daging, pakaian baru dan pakaian bekas 10%, dan 5% untuk pedagang kosmetik,
tk. Jahit, tk. Emas, alat rumah tangga. Hal ini menunjukkan bahwa umumnya
tujuan penduduk datang ke pasar tradisional dwikora adalah untuk memenuhi
kebutuhan pokok dan kebutuhan sehari-hari.
30%
10% 10%
10% 5%
5% 5% 5%
20%
Komoditas Barang
Hasil Pertanian (sayur-mayur, buah, rempah-rempah)
Pakaian Baru dan Bekas
ikan dan daging
Kosmetik
alat rumah tangga
Tk. Emas
tk. Jahit pakaian
(16)
40 4.1.5.2Struktur Organisasi
(17)
41 4.1.6.Sarana dan Prasarana Pasar Dwikora
Pasar dwikora kota Pematangsiantar memiliki beberapa prasarana yang
dapat membantu para pedagang dan pembeli yang datang untuk melengkapi
fasilitas yang dibutuhkan oleh keduanya untuk menunjang aktifitas sehari-hari.
Dengan sebagai berikut;
4.1.6.1Sarana Pemasaran
Sarana berdagang adalah salah satu fasilitas yang disediakan oleh PD
pasar untuk memfasilitasi para pedagang untuk mejajakan barang dagangan. Baik
berupa kios,lost, belerong. Ada juga pengeras suara sebagai alat untuk
menyampaikan informasi/pengumuman bagi para pedagang atau pun pembeli.
Dan yang paling khusus adalah pajak ikan yang disediakan untuk tempat
berjualan atau pusat penjualan ikan laut yang berasal dari luar daerah.
4.1.6.2.Sarana Ruang Kantor
Sarana ruang kantor adalah sarana yang tersedia bagi para
karyawan/karyawati untuk bekerja dan melaksanakan tugasnya sebagaimana
mestinya. Serta sebagai fasilitator bagi para pedagang maupun pembeli untuk
mengetahui informasi yang dibutuhkan. Serta sebagai sarana untuk tempat
pembayaran retribusi pedagang bagi yang memiliki kios,lost, maupun balerong.
4.1.6.3.Sarana Kebersihan
Sarana kebersihan adalah sarana yang disediakan oleh PD pasar berupa
toilet untuk pembeli maupun pedagang. Ada juga truk pengangkut sampah, serta
keranjang sampah sebagai pembuangan sementara yang disedikan di sekitar
tempat berdagang para pedagang sebelum akhirnya dikumpulkan secara
(18)
42 4.1.6.4. Sarana Ibadah
Para pedagang di pasar dwikora terdiri dari berbagai macam agama. Akan
tetapi PD pasar hanya menyediakan musholla di daerah pasar. Ini disediakan
sebagai sarana ibadah terkhusus bagi para pedagang maupun pembeli yang
beragama islam. Dimana dalam waktu sehari harus mengadakan sholat.
4.1.7. Kondisi Fisik Pasar
Wilayah kajian Pasar Tradisional Horas dan Dwikora merupakan wilayah
yang terletak di pusat Kota Pematangsiantar dan berada salah satu jalan padat di
Kota Pematangsiantar yaitu Jalan Merdeka dan Jalan Sutomo. Karakteristik
toptografi wilayah merupakan daratan yang berada pada ketinggian 0-5 meter
diatas permukaan laut. Jika ditinjau dari kondisi fisik pasar, kawasan yang akan
dikembangkan mempunyai kesesuaian untuk pengembangan pasar tradisional
yang modern sebagai berikut:
• Di bagian Barat (pinggir jalan sekunder) merupakan kawasan yang memiliki akses transportasi yang mudah dicapai. Dalam hal ini sesuai
kondisi fisiknya yang relatif datar, pada dasarnya tidak ada kendala yang
berarti untuk pengembangan pasar tradisional
• Di bagian Utara dan Selatan, merupakan kawasan manfaat untuk pengembangan kawasan terbangun. Hal ini sehubungan dengan kondisi
fisiknya yang berupa dataran dan telah dipenuhi oleh pertokoan yang dapat
mendukung optimasi pengembangan pasar Tradisional. Namun kawasan
pasar tradisional yang telah dikelilingi oleh kawasan terbangun memiliki
tantangan dalam pemanfaatan ruang terbuka hijau. Berkaitan dengan
(19)
43
mempertimbangkan tetap dominannya ruang terbuka hijau sehingga
koefisien dasar bangunan (KDB) kawasan tetap rendah.
• Penggunaan lahan eksisting di pasar tradisional dan Dwikora adalah revitalisasi pasar tradisional yang berupa peningkatan kualitas sarana dan
prasarana pasar tradisional yang menciptakan kondisi yang lebih bersih,
nyaman dan aman.
4.1.8. Jam Operasional
Hari Jam buka-tutup
Senin 03.00 – 19.00
Selasa 03.00 – 19.00
Rabu 03.00 – 19.00
Kamis 03.00 – 19.00
Jumat 03.00 – 19.00
Sabtu 03.00 – 19.00
(20)
44
4.1.9.Visi dan Misi PD. Pasar Horas Jaya Kota Pematangsiantar 1.Visi
Terwujudnya peningkatan pelayanan Jasa pasar untuk meningkatkan
perekonomian rakyat dan percepatan pembangunan serta mengembangkan Kota
Pematangsiantar pusat perdagangan dan distribusi regional.
2. Misi
1. Meningkatkan Propesionalisme dan SDM Personil PD. Pasar
2. Meningkatkan Sistem Manajemen Kepegawaian, Manajemen Keungan, dan
Manajemen Pengawasan.
3. optimalisasi pemanfaatan sarana dan prasarana pasar yang tersedia dalam
rangka peningkatan pelayanan jasa perpasaran kepada masyarakat (pedagang
dan pengunjung).
4. Menciptakan kondisi dan lingkungan pasar yang bersih , tertib, aman,
nyaman, dan indah.
5. Optimalisasi potensi pendapatan (sumber kontribusi bagi perusahaan untuk
mendukung pembangunan di kota Pematangsiantar.
6. Mengadakan analisis/ penelitian dalam rangka pengembangan pasar untuk
mengantisipasi jumlah pertumbuhan pedagang setiap tahunnya.
7. Mengadakan pendidikan dan pelatihan bagi pedagang tentang manajemen
usaha.
4.2. Geologi Lingkungan
Sebaran tanah dan batuan berdasarkan pengamatan terlihat mengikuti
morfologi. Dari hasil pengamatan terhadap aspek geologi lingkungan, maka
(21)
45
1. Jika ditinjau dari aspek geologis, maka pengembangan pasar tradisional
modern di Pasar Horas dan Pasar Dwikora dapat dilakukan.
2. Fondasi bangunan di pasar tradisional sebaiknya mengikuti standart SNI
untuk konstruksi bangunan bertingkat.
3. Perlunya dibuat sistem drainase karena pasar merupakan fasilitas perkotaan
yang memiliki tingkat aktifitas yang tinggi dan lebih memiliki ruang terbuka
(22)
46 4.3. Profil Informan
Informan dalam penelitian ini sangatlah penting untuk memperdalam hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. Dalam hal ini peneliti telah
mendapatkan berbagai karakteristik yang sesuai dalam penelitian yang telah
diteliti, diantaranya adalah sebagai berikut:
Profil informan
1. Nama : Aan amrika
Umur : 36 Tahun
Jenis kelamin : perempuan
Agama : islam
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Pedagang Monza/ baju bekas
Jumlah tanggungan : Dua orang anak
Aan adalah seorang pedagang pakaian bekas atau biasa disebut sebagai
pedagang monza. Aan telah berdagang selama 10 tahun dipasar dwikora. Selama
10 tahun juga perempuan ini tidak pernah berganti profesi. Aan bertahan dengan
profesi sebagai pedagang kain bekas. Ia menikah dengan seorang laki-laki yang
bekerja sebagai buruh pabrik yang berumur 38 tahun, dan mereka telah
dikaruniakan dua anak. Mereka tinggal tidak jauh dari lokasi pasar dwikora,
sehingga sangat mudah bagi aan untuk pulang dan pergi jika ada keperluan
mendadak di rumah. Biasanya begitu aan menitipkan kiosnya kepada pedang yang
berada di dekatnya jika hendak pulang kerumah dulu. Dari lamanya waktu aan
(23)
47
dilewati aan. Aan merasakan masa-masa dimana kondisi pasar selalu berubah
setiap tahunnya. Mulai dari suasana hingga kondisi fisik pasar. Dari jumlah anak
yang ditanggung, belum begitu banyak pengeluaran yang terjadi. Dimana anak
mereka masih kecil dan belum bersekolah, tetapi keluhan yang dialami para
pedagang dapat juga ia rasakan. Terkhususnya bagi para pedagang monza sudah
sangat sepi di datangi pembeli. Sehingga perekonomian sesama pedagang
cenderung mengalami penurunan.
2. Nama : aisyah br. Nasution
Umur : 56 Tahun
Jenis kelamin : perempuan
Agama : islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Pedagang sembako
Jumlah tanggungan : Tiga orang anak
Aisyah adalah seorang penjual sembako di pasar dwikora. Informan sudah
berumur 56 tahun. Dan telah berumah tangga bersama seorang laki-laki yang
bekerja sebagai buruh bangunan. Bersama membangun rumah tangga, informan
telah dikarunia tiga anak. Ketiga anak ini sudah pada dewasa semua dan sudah
bekerja, sehingga tidak ada yang menjadi tanggungan. Aisyah adalah seorang
yang hanya mengecam pendidikan sampai jenjang SMP. Aisyah sudah 16 tahun
menjadi seorang pedagang sembako di pasar dwikora ini. Perempuan yang
berjilbab ini hanya melakoni pekerjaan ini saja. Tidak pernah berubah atau
(24)
48
berdagang memang menjadi sumber pendapatan dalam keluarga. Aisyah bisa
membiayai sekolah anak-anaknya dengan berdagang seperti ini. Justru ketiga
anaknya bisa sampai ke lulusan sarjana.
3. Nama : Ria Sinaga
Umur : 47 Tahun
Jenis kelamin : perempuan
Agama : kristen
Pendidikan : SMU
Pekerjaan : Pedagang pakaian baru
Jumlah tanggungan : Lima orang anak
Perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga ini, merupakan wanita
yang sudah berusia 47 tahun. Ria sudah berdagang mulai tahun 1991 yang lalu.
Sudah sekitar dua puluh lima tahun ria menjajaki sebagai pedagang kain yang
baru. Sudah banyak lika-liku yang dia hadapi selama berdagang di pasar dwikora.
Tetapi meskipun begitu, ria sanggup membiayai segala kebutuhan rumah maupun
sekolah anak sendiri. Sungguh disayangkan karena sang suami tidak memiliki
pekerjaan. Sehingga wanita ini harus berjuang sendiri. Dari hasil pernikahan
mereka dikaruniai lima orang anak. Kelima anak ini masih dalam tanggungan dan
semua masih bersekolah. Anak pertama dan kedua sedang menjalani kuliah. Dan
dua lagi sedang ada di bangku SMA. Sejauh ini ria masih sanggup mengidupi
keluarganya.
4. Nama : Dona Simanjuntak
Umur : 58 Tahun
(25)
49
Agama : Kristen
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Pedagang sayur mayur
Jumlah tanggungan : lima anggota
Dona adalah salah seorang pedagang sayur mayur di pasar dwikora,
perempuan yang setiap harinya memakai jaket dan sepatu boot ini sudah
berdagang selama 10 tahun. Dona yang berusia 58 tahun ini telah menikah dan
memiliki lima orang anak. Tapi sangat disayangkan karena dia harus berjuang
untuk memenuhi segala kebutuhan yang harus di lengkapi. Karena sang suami
tidak memiliki pekerjaan. Bahkan tidak ada pekerjaan sampingan yang dilakukan.
Sejauh ini dona mengaku bahwa dari hasil penjualanan sayur mampu memenuhi
kebutuhan keluarga. Perempuan yang hanya menamatkan sekolah sampai jenjang
ini sangat bersyukur karena telah berhasil menyelesaikan tanggung jawab sebagai
orangtua. Dan kelima anaknya sudah dapat berdiri sendiri. Sampai sekarang dona
berdagang hanya untuk memenuhi kebutuhan dia dan suami.
5. Nama : Sahat simanjuntak
Umur : 50 Tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : katolik
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pembeli
Jumlah tanggungan : empat orang anak
Sahat adalah seorang lelaki yang termasuk langganan bagi beberapa
(26)
50
kebutuhan sehari-hari. Laki-laki yang bekerja sebagai pedagang ini sudah
berumur 50 tahun. Dia sudah memiliki istri yang berboru sinaga dan memiliki
empat orang anak. Sahat setiap harinya berbelanja ikan dan sayur dan kebutuhan
lainnya ke pedagang yang sudah menjadilangganan tetap. Laki-laki yang lulusan
SMA ini mengaku lebih nyaman berbelanja kepada langganan. Karena tempat
langganan sudah mengetahui apa yang mau dicari dan apa yang biasa
dibelanjakan. Dan langganan tidak akan mau menipu timbangan kilo dan tidak
perlu nego harga lagi. Bapak yang memiliki empat anak ini merasakan banyak
keuntungan. Selain mendapat harga yang sudah pasti tanpa negoisasi, hubungan
yang terjalin diantara pedagang dan sahat juga menjadi lebih dekat. Hal ini juga
yang sering terbangun diantara pedagang dan pembeli. Keduanya juga saling
mendapat keuntungan.
6. Nama : Erna sianturi
Umur : 46 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : kristen
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pedagang (toke kain bekas/monza)
Jumlah tanggungan : Tiga orang anak
Erna adalah seorang perempuan yang menamatkan sekolah sampai jenjang
SMA. Erna sudah menikah dengan seorang lelaki yang memiliki profesi sama
dengan dia. Dari hasil pernikahan mereka, telah dikaruniakan tiga orang anak.
Ketiga anak mereka sudah beranjak dewasa. Erna sudah 25 tahun menjadi
(27)
51
barang kepada para pedagang yang meminta barang. Erna mengaku sudah
memiliki banyak relasi kepada pedagang. Hubungan yang dibangun kepada
pedagang dibangun sangat baik. Perempuan yang sering disapa kakak ini
tergolong sangat ramah. Penampilannya yang terlihat glamour menandakan
sebutan toke itu memang pantas disandingkan kepadanya. Dari salah satu
pedagang, termasuk juga informan peneliti mengakui bahwa kak erna ini jarang
memiliki konflik dengan pedagang pengecer. Kalau pun itu ada, hanya beberapa
saja.
7. Nama : Salim
Umur : 38 Tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pedagang kosmetik
Jumlah tanggungan : dua orang anak
Salim adalah salah seorang pedagang di pasar dwikora. Salim sudah
sepuluh tahun berdagang dipasar ini. Banyak lika-liku kehidupan menjadi
pedagang sudah dialami salim. Salim sudah menikah dengan yani dan mereka
dikaruniai dua orang anak. Anak pertama adalah perempuan dan yang kedua
adalah laki-laki. Yani istri salim juga memiliki pekerjaan yang sama. Mereka
memiliki dua kios untuk berdagang alat-alat kosmetik. Walaupun begitu, kedua
pasangan ini memiliki jarak lokasi kios yang terbilang sangat jauh. Mereka berdua
(28)
52
menamatkan pendidikan SMA ini mengaku belajar dari isteri untuk berdagang
alat-alat kosmetik. Setelah dijalani salim, ternyata memang salim menyadari
bahwa keuntungan yang didapatkan sangat lumayan. Dari pendapatan kedua
pasangan yang memiliki pekerjaan yang sama ini mengaku sanggup memenuhi
kebutuhan keluarga serta sekolah anak pertama mereka dan susu untuk ada kedua
mereka yang masih balita.
8. Nama : Vero
Umur : 48 Tahun
Jenis kelamin : perempuan
Agama : kristen
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pedagang bumbu siap pakai
Jumlah tanggungan : dua orang anak
Vero adalah wanita yang bekerja sebagai tukang bumbu siap pakai di pasar
dwikora. Vero sudah menjadi pedagang selama delaan belas tahun. Usaha yang
digelutinya ini tergolong memiliki keuntungan yang lumayan. Wanita yang
menikah dengan seorang pedagang ayam potong ini memiliki pelanggan yang
banyak. Setiap hari vero membungkus bumbu untuk dibagikan kepada pelanggan
tetapnya. Ibu dari dua anak ini mengaku harus menguras waktu dan tenaga dalam
berdagang jenis ini. Tapi jelas, dengan keuntungan yang di dapat sangat
sebanding dengan apa yang telah dikorbankan. Dua anak laki-laki vero sudah
beranjak remaja, sehingga tidak terlalu harus diawasi. Vero mengajarkan anaknya
(29)
53
nafkah juga. vero terlebih dahulu harus menyiapkan segala sesuatu yang
dibutuhkan anakknya sebelum berangkat ke sekolah. Dia harus bangun pagi-pagi
sekali untuk menyiapkan sarapan anaknya sebelum berangkat ke sekolah. Barulah
sehabis itu vero pergi pajak.
Matriks 4.3 Data Informan Berdasarkan Jenis kelamin, Usia, status, Agama, Pekerjaan dan Pendidikan Perakhir
Sumber : data olahan peneliti, 2016
No Nama Jenis Kelamin
Usia /Tahun
Status Agama Pedagang Pend. Terakhir
1 Aan Perempuan 36 Menikah Islam Monza SMK
2 Aisyah Perempuan 56 Menikah Islam Sembako SMP
3 Dona Perempuan 58 Menikah Kristen Sayur SMP
4 Ria Perempuan 47 Menikah Kristen Baju baru SMU
5 Sahat Laki-laki 50 Menikah katolik Pembeli SMA
6 Erna Perempuan 46 Menikah Kristen distributor SMA
7 Salim Laki-laki 38 Menikah Islam kosmetik SMA
8 Vero Perempuan 48 Menikah Kristen Bumbu
masak siap saji
(30)
54
4.4. Mekanisme Survival Pedagang Tradisional
Berdasarkan dari teori Scoot, hal yang sama juga dilakukan oleh pedagang
pasar tradisional dwikora. Ketika buruh melakukan strategi survive dengan cara
mengurangi pengeluaran untuk pangan dengan jalan makan hanya sekali sehari
dan beralih ke makanan yang mutunya lebih rendah. Pedagang memilih survive
dengan cara menjalankan pola hidup hemat. Pedagang tidak mengurangi jatah
makan, namun pedagang berupaya mengatur pola makan mereka sehingga jatah
pengeluaran tidak membengkak dan beralih dari pemenuhan kebutuhan dengan
menggunakan barang kebutuhan pokok yang relatif murah tetapi dengan
kebutuhan yang sama, misalnya dengan mengubah pemakaian merek suatu
kebutuhan, seperti beras, minyak goreng, dan lainnya.
Hal ini dibenarkan oleh pernyataan informan peneliti, dengan penghasilan
yang sekarang mulai menurun, yang tidak lagi seperti duluharus memaksa
pedagang untuk merubah pola hidup juga. Sebagaimana disampaikan oleh
informan pedagang berikut:
“...iyalah dek, sekarang kondisi pajak sudah semakin sepi kegini. Jualan menurun, mau gak mau ya harus berubah juga lah. Kalo dulu beras yang bagus kualitasnya dan harganya pun agak mahal sikit gak apa-apa lah. Sekarang mana beras paling murah itu lah dimakan. Karena ekonomi kan menurun, biaya tambah banyak untuk anak..” (wawancara dengan Ibu Ria Sinaga).
“...jelas lah nampak kali perbedaan yang dulu sama yang sekarang. Dulu masih bisa kami pedagang ini belanja berlebihan untuk kebutuhan rumah, bisa lagi kami bawa makanan untuk anak-anak. Sekarang ya di kurangi lah. Cemana biar hemat, beli ikan sama sayur untuk makan dirumah bisa cukup. Pokoknya semua yang biasanya agak bagus kualitasnya sekarang uda beda. Dulu masih bisa lagi makek minyak goreng yang bermerk itu. Sekarang pakek yang kiloan ajalah dek...” (Wawancara dengan Kak Aan).
(31)
55
Dengan kesamaan hal yang dirasakan pedagang, maka mereka berupaya
melakukan hidup hemat dengan cara mengurangi beban pengeluarannya. Keempat
pedagang berupaya memaksimalkan penghasilannya dengan cara membagi
pengeluaran setiap bulannya, sehingga untuk keempat informan tersebut
menjawab tidak neko-neko atau makan seadanya meskipun mungkin sesekali
mereka menginginkan makanan yang jauh lebih baik dan enak.
4.5.Faktor Menjadi Pedagang di Pasar Tradisional 4.5.1. faktor ekonomi
Pedagang memilih menjadi pedagang di pasar tradisional karena tidak
butuh modal besar. Modal tergantung dari apa yang ingin dijual. Modal secara
umum dapat diartikan uang, artinya bahwa kunci untuk memulai usaha adanya
sejumlah uang yang kita miliki. Oleh sebab itu memulai usaha baik berupa usaha
pakaian, barang kebutuhan sehari-hari, dan lain-lain, kita membutuhkan uang
untuk modal awal dalam membuka usaha. Sebagaimana yang disampaikan oleh
pedagang berikut:
“... kalo dipajak ininya, tak perlu lah modal besar-besar kali. Ada modal sikit aja, uda langsung bisa jualan. Tapi dimulai dari kecil lah dulu. Nanti kalo misalnya uda berkembang kan bisa kita buat jadi besar, barang pun terus bertambah, lama-lama jadi lumayan juganya. Dulu aku pun kegitu. Dari kios kecilnya dulu makanya bisa lumayan kek sekaranag...” (wawancara dengan ibu Aan).
Dengan demikian, para pedagang juga hendak menyampaikan kepada
banyak orang terutama bagi yang tidak memiliki pekerjaan bahwa tidak susah
untuk menjadi seorang pedagang. Modal seadanya saja sudah bisa membuat suatu
pekerjaan. Bisa menambah penghasilan. Misalnya saja Dona yang bekerja sebagai
(32)
56
menyewa kios, hanya memerlukan sedikit lapak dari badan jalan untuk
menjajakan sayur mayurnya.
4.5.2. Faktor Sosial dan Budaya
Keterlibatan untuk melanjutkan usaha dari keluarga. Setiap orang
berloma-lomba untuk mencari pekerjaan demi kebutuhan sehari-hari. Seperti menjadi
seorang guru, pengusaha, pemerintah dan profesi lainnya. Namun, ditengah
kesibukan masyarakat dalam mencari pekerjaan, ada satu pekerjaan yang masih
banyak digeluti oleh masyarakat. Salah satunya adalah menjadi pedagang.
Bukannya mereka tidak mau atau berkeinginan untuk mendapatkan pekerjaan
yang lebih baik, namun pendidikan terakhir yang mereka dapatkan membuat
mereka juga susah mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Apalagi ini
merupakan salah satu pekerjaan yang diketahui mereka dari pengalaman
membantu orang tua atau keluarga yang pernah berdagang seperti itu juga. Seperti
yang diungkapkan informan berikut:
“... kalau seperti kalian yang calon sarjana ini ya pasti sudah banyak lowongan. Gelar kalian sudah ada. Kalau sama kami dulu tamat SMA itu uda bagus kali. Uda termasuk berhasil orangtua menyekolahkan. Lagian dulu di pajak ini banyak uangnya. Lebih banyak dari gaji guru atau PNS. Sekarang ajanya sudah beda. Sekarang kami pun uda tua, manalah ada lagi pekerjaan bagus yang membutuhkan kami. Sekarang giliran anak kami lah yang harus kami usahakan sekolah tinggi-tinggi. Biar jangan kek kami lagi dek...” (Wawancara dengan Ibu Dona).
Menurut L. White (Manan, 1989:17) menyakan bahwa “pendidikan
merupakan suatu alat yang digunakan masyarakat untuk melaksanakan kegiatan
(33)
57
dalam kehidupan ini, tambah lagi peraturan dari pemerintah yang mewajibkan
pendidikan 9 tahun.
Mereka juga sudah menekuni dan memiliki pengalaman. relasi yang berarti
hubungan, dalam artian bagaimana cara hubungan seseorang dengan orang lain.
Hubungan yang baik akan menghasilkan kerjasama yang kuat dalam menjalankan
hidup ini. Banyaknya relasi dengan orang lain dapat mempermudah kerja dan
menambah rezeki. Hal tersebut, sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh
Suharno, Edi (2003:31), untuk mengatasi tekanan ekonomi, salah satu strategi
yang digunakan, adalah jaringan sosial yaitu membuat hubungan dengan orang
lain. Misalnya menjalin relasi, baik formal maupun informal dengan lingkungan
sosial seperti yang dikatakan salah satu pedagang yang sudah lama berdagang di
pasar dwikora ini:
“... kalo hubungan ya sudah pasti ada dek, itu juganya yang jadi salah satu jualan kita ini laku. Pintar-pintar kita lah menarik perhatian orang supaya betah berbelanja sama kita. Apalagi uda banyak sekarang orang buka warung di rumahnya, kadang pembeli pun malas kepajak ini. Makanya mesti banyak berkawan juga dipajak ini, paling tidak ada pelanggan tetap kita. Yang kalo dia berbelanja itu langsung ngambil banyak...” (wawancara dengan Ibu Aisyah).
4.5.2.1 Melibatkan Anggota Keluarga dalam Memenuhi Ekonomi
Menurut Parsons (dalam johnson : 1981) bahwa dalam masyarakat susatu
sistem berfungsi dengan baik, jika adanya sifat solidaritas dan kerelaaan untuk
saling bekerja sama dalam kehidupan sosial. Tujuan solidaritas tersebut untuk
membina dan membangun kebersamaan dalam menghadapi masalah-masalah
(34)
58
oleh pedagang pasar tradisional dwikora. Dimana seluruh anggota keluarga ikut
serta membantu dan kerja sama mencari nafkah dalam keluarga.
Berikut jawaban dari informan peneliti mengenai pernyataan diatas:
“...Aku sebagai tukang jualan ya pribadi menyuruh keluarga ku kalau mau beli baju samaku lah. Misalnya entah anaknya baru masuk sekolah, pesannya dari kios ku. Namanya keluarga, biar dapat murah juga dia. Kalau dibilang harga keluarga lah. Kalau beli baju sekolah di toko-toko kan mahal. Mereka pun pasti mau nyari yang murah, belum lagi untuk kebutuhan yang lain.” (wawancara dengan Ria).
Senada dengan yang diungkapkan oleh Mosser (Suharno, Edi, 2003:13),
salah satu pengembangan strategi dalam mempertahankan kelangsungan hidup
yaitu aset tenaga kerja. Hal tersebut, keikutsertaan atau keterlibatan sanak saudara
untuk membantu dalam membangun hubungan yang lebih dekat lagi dengan
keluarga yang lain. Salah satu contoh yang telah disebutkan diatas bahwa keluarga
akan membeli barang kepada pedagang yang menjadi saudaranya. Bukan hanya
untuk menjaga hubungan baik dengan keluarga, tetapi juga untuk mendapatkan
potongan harga.
4.6.Trust Sebagai Bentuk Keterlekatan
Hubungan sosial merupakan hubungan yang terjadi di antara aktor pasar
baik itu distributor/pemasok, pedagang perantara, pedagang pengecer, pembeli
serta pemerintah/pengelola pasar, yang dimana hubungan tersebut bukan hanya
sebatas untuk mencari keuntungan melainkan lebih dari pada itu hubungan ini
dapat berlanjut seperti menyangkut keluarga, kegemaran maupun pengalaman
yang pada akhirnya akan mempererat hubungan antar aktor yang satu dengan
yang lain, dengan kata lain dapat dikatakan pula bahwa hubungan sosial
mengambil peran penting dalam mendukung keberlangsungan perdagangan di
(35)
59
Hubungan sosial yang merupakan hubungan yang tidak hanya dibatasi
oleh pencarian keuntungan pada akhirnya membawa aktor pasar baik itu
distributor, pedagang perantara maupun pedagang pengecer ke dalam suatu
hubungan yang disebut keterlekatan. Keterlekatan yang terjadi salah satunya
ditandai dengan adanya saling percaya atau trust di kalangan pedagang. Trust di antara pedagang bukanlah terbentuk dalam waktu yang singkat dan terjadi dengan
sendirinya melainkan trustterjadi akibat adanya interaksi yang terus menerus di kalangan pedagang dan interaksi tersebut berlangsung cukup lama. Adanya
hubungan saling percaya-mempercayai di kalangan pedagang bukan hanya
menjadikan transaksi ekonomi menjadi efektif dan efisien melainkan transaksi
ekonomi juga berjalan secara fleksibel. Hal ini dapat digambarkan melalui sistem
pembayaran baik oleh pedagang perantara maupun pedagang pengecer kepada
distributor barang dan juga pembeli yang diberikan hutang oleh para pedagang
sebagaimana yang disampaikan oleh para pedagang dan pembeli berikut:
“... kalau barang jualanan ini dapatnya dari Toke. Sistemnya nanti toke ngasih baranglah sama kami. Kami bayarnya perhari. Biasa kalo kami bilang setoran lah. Tapi itu mesti bayar dua hari sekali. Harus tepat waktunya, biar toke pun percaya sama kita ngasih barang untuk lain waktu. Kadang kita yang ngambil barangnya kesana, tapi kadang ada anggota toke yang ngantarkan. Pokoknya saling percaya ajalah. Kita enak sama toke, toke pun enak sama kita. Karena kita uda dikasih ngutang itu, dijagalah kepercayaannya ..” (Wawancara dengan Ibu Ria). “... kalau wak ngambil barang campur-campur kadang. Mau dari distirbutor, kadang dari sales yang lewat nawari produknya. Kalo sistem pembayarannya gak langsung lunas. Bayar setengah dulu dari jumlah bayaran belanja kita. Setengah lagi kadang tiga sampe seminggu lagi datang minta pelunasan. Lumayan membantu juga lah kegitu. Jadi barang kita pun tetap ada, tapi tidak terlalu ditekan untuk membayar. Jadi uang sama barang itu pun bisa kita putar-putarkan. Gitunya kalo yang jualan ini...” (Wawancara dengan Ibu Aisyah)
(36)
60
“... aku sering belanja kepajak ini. Setiap belanja kadang beda tempatnya. Beli sayur disana, beli ikan disana, beli tomat, cabe, bawang juga beda. Enak aja rasanya punya langganan. Nyaman aja rasanya. Kita gak mungkin lah ditipu lagi dari masalah harga sama kilo. Kalo belanja pun kan tiga kali seminggu. Termasuk sering juga kepajak. Kalo ngutang gak pernah, karena belanjaan ku kan gak sampe mahal-mahal kali...” (Wawancara dengan Bapak Sahat).
Dengan bermodal kepercayaan seorang pedagang dapat dengan mudah
memperoleh barang dagangan dari distributor tanpa membayar terlebih dahulu,
sebab jika tidak ada kepercayaan antar mereka maka tidak akan mungkin
distributor memasukkan barang-barang mereka tanpa pembayaran utang terlebih
dahulu. Bukan hanya itu saja, kepercayaan di antara pedagang memunculkan sifat
toleransi di kalangan pedagang terhadap kesepakatan yang telah dijanjikan,
sebagai contoh kak Aanyang menurut kesepakatan pembayaran barang kepada
toke biasa dilakukan pada sore hari, atau sekali dua hari, namun karena kondisi
pembeli yang sepi kak Aan dapat membayar dagangannya kepada toke di hari
selanjutnya. Selain adanya toleransi, kepercayaan atau trustdi kalangan pedagang juga menghilangkan rasa curiga terhadap toke/distributor dalam penyediaan
barang dan kualitas barang yang dipasok kepada pedagang perantara maupun
pedagang pengecer. Hal ini di dukung pernyataan distributor/toke:
“.. Mereka (para pedagang) biasanya kalau mesan barang lewat telpon atau sms. Mereka nanya dulu ada atau tidak barang baru yang masuk. Kadang mereka juga yang datang sendiri ke kios saya sekalian melihat-lihat ball apa saja yang ada, karena saya kan jual bermacam-macam. Saya jual baju, clana, tas juga. Kadang kalau lewat telpon atau sms mereka Cuma ngasitau kode barang, dan saya langsung ngerti. Kalau uda fix yang mau dipesan baru saya suruh anggota saya mengantar pesanannya ke kiosnya. Mereka ya percaya aja sama yang saya sediakan. Ya pembayaran barangnya pun seperti itu, ada kesepakatan waktu..” (wawancara dengan erna)
(37)
61
Hubungan kepercayaan ini timbul karena seringnya seorang pedagang
berkomunikasi dengan baik dan lama-kelamaan menjadi salah seorang pelanggan
tetap. Memberikan perlakuan istimewa terhadap pelanggan akan menimbulkan
kesan tersendiri dan akan membuat pelanggan akan merasa dihargai sehingga
akan memutuskan menjadi pelanggan tetap karena pelayanan dari pedagang
tersebut. Hubungan kepercayaan akan terjaga apabila pedagang memberikan
kesempatan kepada pelanggan untuk membayar biaya dagangan dengan tempo
waktu yang sudah disepakati sehingga dapat dilihat dari pihak mana yang
berusaha untuk menjaga kepercayaan dengan tidak memanfaatkan kepercayaan
yang diberikan.
4.6.1 Konflik
Konflik adalah
Setiap usaha pasti memiliki konflik. Konflik yang terjadi diantara pedagang
biasanya terjadi karena hal-hal yang sepele. Ada beberapa jenis konflik yang
terdapat diantara pedagang ketika peneliti sedang melakukan penelitian di
lapangan.
A. Konflik kecil
Konflik kecil ini misalnya terjadi adu mulut antara sesama pedagang, itu
terjadi karena biasanya ada pedagang yang mengamil pelanggan dri
pedagang lainnya. Seperti penuturan ibu Dona berikut:
“... kadang itu lah sesama pedagang ini, mau menarik pembeli ku. Dibilang dialah nanti sayurnya lebih baik dari sayurku. Kita kan sama-sama jualan, gak perlu lah seperti, mau nanti jadi adu mulut kami yang jualan ini...”
(38)
62
B. Konflik besar
Konflik besar ini terjadi apabila ada pedagang yang tidak membayar
hutang melebihi batas waktu yang telah ditetapkan kedua belah pihak
sesuai perjanjian sebelumnya. Biasanya seperti ini akan merusak
kepercayaan sesama kedua belah pihak.
Berikut pernyataan dari kak Aan seorang pedagang Monza:
“... ada memang hal kek gitu terjadi di antara kami ini, biasa berkelahi sama toke lah itu. Diambil barang, tapi melanggar perjanjian sama toke. Bertumpuk-tumpuk utangnya, toke pun uda malas lah percaya sama dia lagi. Terakhir dia gak dikasih barang lagi sama toke. Waktu berantam, kedengaran lah sama lorong pajak ini. Berantam hebat. Pokoknya bisa dibilang sudah hilang malu lah..”
Ada juga konflik yang terjadi di antara pembeli dengan pedagang, seperti
yang di katakan informan pembeli berikut:
“..Iya aku juga pernah berantam hebat sama pedagang langganan ku, karena sudah langganan ku pikir uda gk mau lagi menipu. Beberapa kali ku tes timbangan ke timbangan yang lain rupanya gak pas sama yang ku minta. Dari situ pernah ku senggak lah dia depan umum. Sempat adu mulut, tapi karena saya laki-laki dan kebetulan pedagangnya perempuan ya aku mengalah aja. Dari mulai besoknya aku tak mau belanja sama dia lagi. Ku cari tempat yang lain. Bahkan aku gak mau lewat dari depannya lagi. Ku ambil aja terus jalan lain setiap belanja ke pajak ini..”
Ternyata konflik bukan hanya terjadi di dunia luar yang kita lihat, bahkan di
dalam pasar tradisional pun konflik bisa terjadi. Banyak hal yang dapat merusak
segala sesuatu yang sudah kita bangun lama hanya karena konflik. Konflik bisa
terjadi kepada siapapun, dimanapun. Begitu juga dengan pedagang, sebaiknya
kepercayaan memang harus dijaga, karena apabila kita sempat merusaknya maka
kesalahan tersebut akan merugikan diri pedagang itu sendiri. Dia akan kehilangan
salah satu pelanggan. Dan di lain sisi, pedagang tersebut sudah kehilangan wajah
(39)
63
4.6.2 Kriteria pemilihan antara pedagang dengan pembeli
Sebagai masyarakat yang memiliki kebebasan untuk memilih, berarti
masyarakat juga berhak memilih dengan siapa, bagaimana, dan yang seperti apa
yang dia inginkan. Hal serupa juga terjadi di pasar tradisional dwikora
Pematangsiantar. Kehidupan dan aktivitas pedagang tidak terlepas dengan adanya
beberapa kriteria, begitu juga dengan pembeli. Tidak hanya sesama pedagang bisa
memiliki kriteria, pembeli juga memiliki kriteria tertentu untuk mencari
langganan.
A. Berdasarkan Suku
Berikut beberapa ungkapan informan peneliti:
“.. nah kebetulan memang kakak orang jawa, kurang paham kakak bahasa batak. Kalau pedagang yang lain ini ngomong udah pakek bahasa batak, uda diam ajalah kakak. Kakak gak ngerti. Kalau sudah terjadi kegitu, kakak pun mau pergi cari kawan cerita yang dia kalo ngomong kakak ngertilah. Ntah kami sama-sama menggunakan bahasa jawa. Kadang kurang nyaman juga bekawan sama-sama mereka, kita kan gatau apa yang mereka ceritai, siapa tau dia ceritai kakak, mana kakak ngerti..” (wawancara dengan Aan).
Berikut jawaban berbeda dari informan pembeli
“...aku lebih nyaman belanja sama orang batak dek, kalau dibilang kasar pun orang itu, keras suaranya, tapi kalau uda masalah kejujuran mereka masih menang. Pas lagi belanja pun mau gitu ngomong pakek bahasa batak. Kan kbetulan aku batak juga, jadi di sela-sela aku belanja itu nanti ada aja yang kami omongi. Kadang masalah ekonomi, masalah di rumah. Beda memang kalo uda ada langganan, kek macam saudara.
B. Berdasarkan Jenis Kelamin
Inilah jawaban dari salah seorang informan yang merupakan pedagang sayur:
“..Laki-laki jarangnya beli sayur samaku dek, kan jelasnya kita tau kalau laki-laki ini besar kali gengsinya. Misalnya ada pun laki-laki yang beli sayur, mana pernah diperhatikannya sayur itu. Karena mana tau dia memilih mana yang bagusnya. Kadang karena kasihan aku, ku pilih kan sama dia sayur yang masih segar. Biar sekalian menari pelanggan juga, siapatau besok-besok mau belanja sayur lagi, biar tau dia kesini..”
(40)
64
Berikut jawaban berbeda pula dari informan pembeli:
“...kebetulan karena aku laki-laki memang agak segan kalau uda penjualnya perempuan. Apalagi kalau umurnya masih beda jauh. Kadang yang jualan uda tua, kadang yang masih muda. Misalnya pas lagi mau beli celana monza yakan, mau itu yang jualan perempuan. Kalau beli celana monza ini kan mesti dicoba. Tak ada pulak ruang gantinya. Jadi segan-segan lah aku kalo mau mencoba. Kurang nyaman kalau lawan jenis yang jual..”
Dari pernyataan mengenai kriteria yang dimiliki setiap pedagang dan
pembeli memang berbeda. Tetapi kepada pedagang biasanya hal ini tidak terlalu
menjadi masalah. Pedagang pasar dwikora terutama yang sudah bertahun-tahun
menjadi pedagang, segala macam jenis pembeli sudah mereka rasakan, jadi hal ini
bukan menjadi sesuatu yang merepotkan. Mau itu perempuan ataupun laki-laki
sama saja kriterianya. Justru malah sebaliknya, pembeli lah yang memiliki kriteria
yang paling banyak dalam hal berbelanja. Seperti yang dijelaskan diatas bahwa
lelaki kurang nyaman apabila pedagangnya adalah lawan jenis. Ada juga jawaban
mengenai suku, pembeli merasa nyaman apabila dia menemukan pedagang yang
se suku dengannya. Jadi memang pada umumnya setiap masyarakat memiliki
kriteria tertentu dalam menentukan pilihan yang dia rasa cocok buatnya.
Begitupun dengan yang terjadi di pasar dwikora antara pedagang dan pembeli.
4.6.3. Persepsi Keinginan Pedagang dan Pembeli Berbelanja
Setiap masyarakat memiliki hak tesendiri dan keinginan untuk memilih
kemana pun hendak berbelanja guna memenuhi kebutuhan akan sandang, pakaian,
dan papan. Demi mencapai kepuasan tersendiri, masyarakat akan mencari tempat
yang dirasakan cukup nyaman untuk berbelanja. Kenyamanan ini beragam
cirinya. Kenyamanan menurut suasana berbelanja, kenyamanan karena merasa
(41)
65
Berikut beberapan jawaban para informan mengenai pilihan mereka untuk
berbelanja ke tempat yang mereka merasakan nyaman.
“... kalau aku maunya sekali-sekali ke supermarket itu beli baju, entah pas hari besar, entah pas lagi ada uang. Perlu juganya aku pedagang monza ini punya baju baru. Jadi karena aku pedagang monza gak selamanya barang yang ku punya pundari pajak ini. Namanya pun kita manusia, mana puas kalo hanya barang dari pajak ini...”(wawancara dengan kak Aan).
Pernyataan berikut juga dilontarkan oleh pembeli yang memiliki peran
penting dalam memilih tempat berbelanja.
“...Aku berbelanja memang lebih senang dipajak, mungkin karena aku laki-laki. Kalau belanja di supermarket beli baju kurang nyaman. Sekali-sekali sajanya. Karena kualitasnya gak bagus. Mahal-mahal pun lagi harganya. Ratusan ribu harganya tapi barangnya gak sesuai kurasa. Tapi kalo orang rumah (keluarga) lebih senang kesana. Ntah apa yang mereka suka dari situ...”
Menurut Weber (dalam Damsar, 2009) tindakan sosial di pasar bermula dari
persaingan dan berakhir dengan pertukaran. Weber juga melihat elemen perebutan
atau konflik dalam pasar. Dia menggunakan istilah perebutan pasar (market struggle) ketika ia menjelaskan pertempuran antara seorang dengan yang lainnya di pasar. Konsep persaingan digunakannya ketika menjelaskan konflik yang
damai, sejauh ia merupakan suatu usaha formal yang damai untuk memperoleh
pengontrolan terhadap kesempatan dan keuntungan yang diharapkan oleh yang
lainnya.
Dari pernyaataan kedua informan peneliti, keinginan pedagang dan pembeli
untuk memilih tempat berbelanja memang tergantung kenyamanan dan kebutuhan
masing-masing. Persaingan antara pasar modern dan pasar tradisional merupakan
persaingan yang sangat tampak di tengah-tengah masyarakat saat ini. Tidak dapat
(42)
66 4.7. Diversifikasi dalam keluarga Pedagang
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Scoott juga dilakukan oleh pedagang
dalam menggunakan alternatif subsistem yaitu swadaya yang mencakup kegiatan
berjualan kecil-kecilan, bekerja sebagai tukang, atau melakukan migrasi untuk
mencari pekerjaan. Cara ini dapat melibatkan seluruh sumber daya yang ada
dalam rumah tangga miskin, terutama istri sebagai pencari nafkah tambahan bagi
suami. Kedua dari lima informan mengaku untuk menambah pendapatan suami
untuk memenuhi segala kebutuhan yang ada. Bukan hanya sebagai ibu
rumahtangga.Hal demikian terangkum dalam potongan transkrip wawancara
peneliti dengan informan:
“... kalau mengharapkan gaji suami saja ya tak cukup lah. Memang anak masih ada yang belum sekolah. Tapi sekarang kan semua uda mahal. Beli susu apalagi. Jadi kalo mengharapkan itu saja memang masih kurang. Lagian saya juga tidak keberatan untuk bekerja. Saya berdagang seperti ini pun tidak mengganggu atau menelantarkan pekerjaan yang ada dirumah. Saya juga biar ada kegiatan, gak bosan...” (Wawancara dengan kak Aan).
Hal senada diungkapkan oleh informan Aisyah (56 tahun)
“...kalau gajinya suami cuma dikit. Ya hanya sebagai buruh bangunan saja. Saya mau kerja disini karena dekat sama rumah. Jadi masih bisa ngurusi rumah. Tapi saya justru mengurus rumah setelah pulang jualan. Karena kalo jualan kan harus mengejar pagi-pagi. Melihat kondisi dagangan saya adalah sembako. Pembeli kan ramainya pagi. kalo waktu sekarang ini gak sampe jam 12 siang aja uda sepi...”
Dari jawaban kedua informan ini membuktikan bahwa bukan paksaan jika
istri harus bekerja juga. Tidak hanya sebagai ibu rumahtangga. Tetapi mereka
dengan ikhlas membantu suami untuk mendapatkan nafkah yang lebih lagi.
Walaupun bukan sebagai sumber utama untuk memenuhi kebutuhan pokok rumah
(43)
67
lagi kedepannya. Pembagian kerja terhadap pasangan ini merupakan salah satu
strategi untuk saling menutupi kesulitan masing-masing.
4.8. Jaringan Sosial Antara Distributor – Pedagang – Pembeli dan PD Pasar
Terbentuknya jaringan sosial dalam suatu masyarakat di dorong oleh adanya
kepentingan dan tujuan yang sama. Sebagaimana kegiatan berdagang pada
umumnya, jalinan hubungan antara pedagang baik itu perantara maupun pedagang
pengecer dengan distributor merupakan hubungan yang cukup menentukan
kelancaran perolehan penghasilan. Jaringan sosial yang dibangun dengan baik
menyebabkan pedagang dengan mudah memperoleh akses terhadap hal-hal
tertentu tanpa menghabiskan waktu dan biaya. Misalnya pedagang akan mudah
memperoleh sumber daya dalam bentuk pertukaran informasi dan kemampuan
untuk memobilisasi dukungan finansial mereka. Kemudahan dalam hal ini tentu
memperlancar kegiatan perdagangan mereka. Sebagaimana disampaikan oleh
seorang pedagang berikut:
“..Kalau saya mau pesan barang, biasanya telepon aja ke distributor. Kalau ada harga barang yang naik pun kita langsung tau dari dia. Jadi pas barang diantar, kita tau menyipkan pembayaran. Kan lebih irit seperti itu, gausah lagi kita jumpa distributor langsung..” (wawancara dengan ibu aisyah).
Jaringan yang dibangun bukan hanya bisa terjadi di dalam pasar, tetapi bisa
juga terjadi antara pedagang dengan keluarga. Ini merupakan salah satu dari cara
pedagang untuk mempertahankan modal. Ini diperjelas dengan ungkapan salah
satu informan peneliti:
“.. Saya kalau kekurangan modal biasanya saya minjem sama keluarga, atau kawan dekat. Karena kan lebih enak minjemnya, gak pakek urus ini itu seperti di bank. Makanya bangun jaringan yang baik lah sama mereka. Jadi kalo kita butuh bantuan, lebih gampang kan menghubunginya. Kadang membangun jaringan
(44)
68
sama keluarga ini kan lebih bagus, keluarga kan orang yang paling dekat dengan kita.. (wawancara dengan Ibu Ria).
Dengan demikian jaringan sosial yang dibentuk oleh pedagang Pasar
Tradisional Dwikora memberikan pengaruh positif bagi keberlangsungan
perdagangan. Jaringan sosial bukan hanya terjadi antara distributor dengan
pedagang, namun berdasarkan hasil wawancara, seorang distributor juga
memanfaatkan jaringan sosial dalam menjelaskan dan mendukung kinerjanya
sebagai distributor.
Jaringan sosial perdagangan umumnya dilakukan atas dasar kepercayaan
yang dibentuk oleh aktor pasar. Sebagaimana diungkapkan oleh Damsar (2005:
167) bahwa dengan adanya jaringan sosial aktor-aktor dalam suatu rangkaian
jaringan dihubungkan, direkat, atau diikat oleh unsur kepercayaan antara satu
dengan yang lainnya. Sehingga individu-individu ikut serta dalam tindakan
resiprositas dan melalui hubungan itu pula diperoleh kesepakatan bagian”,
informasi dan sumber daya.
4.8.1. Strategi bertahan dengan membayar pajak retribusi
Retribusi adalah pungutan yang dikenakan kepada masyarakat yang
menggunakan fasilitas yang disediakan oleh negara. Di sini terlihat bahwa bagi
mereka yang membayar retribusi akan menerima balas jasanya secara langsung
berupa fasilitas negara yang digunakannya. biaya retribusi ini termasuk dikenakan
kepada para pedagang pasar dwikora pematangsiantar. Salah satu strategi yang
dilakukan oleh seorang pedagang agar tetap bertahan untuk berdagang di pasar
dwikora adalah dengan menaati peraturan yang ada di pasar seperti membayar
pajak retribusi pasar yang telah ditentukan oleh PD pasar. Dengan manaati
(45)
69
aktivitasnya di pasar tanpa adanya gangguan. Misalnya, apabila seorang pedagang
tidak melakukan pembayaran retribusi pajak selama tiga bulan biasanya akan
mendapatkan surat peringatan penyegelan kios yang digunakan pedagang untuk
berdagang. Bukan hanya yang pemakai kios, los, dan balerong saja yang
dikenakan biaya retribusi, tetapi pedagang yang memakai badan jalan pun akan
dikutip retribusi. Berikut beberapa jawaban dari informan:
“...Pengutipan retribusi itu ya wajar lah, kami jualan disini kan karena izin juga. Itu memang sudah kewajiban kami. Nantikan biayanya juga dipakek mereka untuk melengkapi atau memperbaiki kondisi pasar ini juga. Kami gk keberatan kok. Karena setiap kali uda mau jatuh tempo pembayaran, mereka selalu memberikan pengumuman dari kantor...” (wawancara dengan Bg salim).
Hal ini juga di dukung oleh Dona, seorang pedagang sayur
“...Kalau aku bayarannya beda. Jadi setiap kios, los, balerong beda jumlah pembayarannya. Aku kan Cuma makek badan jalan ini aja, pembayarannya pun tidak sampai Rp. 10.000 per bulan. Kalau nunggak gak pernah lah. Aku pun uda bersyukur dikasih memakai badan jalan itu sikit. Kan surat izin ku pun gak ada. Jadi ku anggap ajalah itu uang terima kasih ku. Itu kan uda sekalian uang kebersihan juga. Memang uda kewajiban kita kok..”(wawancara dengan Aisyah)
Berikut adalah pernyataan dari salah satu pegawai pasar dwikora yang sering mengutip biaya retribusi pasar dwikora:
Kami kalau mengutip ya tepat waktu, kadang tiga hari sebelum tanggal pembayaran kami sudah jalan mengingatkan kepada para pedagang supaya tidak lupa membayar. Karena kalau sudah membeludak, pedagang sendiri nanti yang kewalahan untuk membayar sampai beberapa bulan. Kami pun diperintah dari atasannya. Ya mesti kami jalankan aja.
Berdasarkan pernyataan salah satu pegawai PD pasar tersebut bahwa perlunya ada
pengawasan dan pemeriksaan terhadap biaya retribusi pajak. Agar sama-sama
menciptakan kenyamanan bagi pihak pasar maupun pedagang. Karena biaya
(46)
70
meningkatkan fasilitas untuk kenyamanan bersama baik pedagang, maupun
pembeli. Sehingga harus ditutuntut kesadaran dari pihak pedagang agar
melakukan kewajibannya sebagai pedagang yang taat aturan.
a. Defender strategy
Menurut Miles dan Snow strategi ini adalah cara untuk menghindari
perubahan, mengutamakan stabilitas, dan mempertimbangkan pengurangan
ukuran bisnis. Strategi ini cocok untuk lingkungan bisnis yang stabil dan idustri
yang sedang mengalami penurunan. Bagi sebagian pedagang di pasar dwikora
Pematangsiantar ini, banyak yang masih bertahan walau telah merasakan ada
perubahan dalam beberapa tahun ini. Melihat kondisi pasar dwikora yang sudah
cukup lama. Akan tetapi, sekarang dirasa sepi pengunjung. Itu mengindekasikan
bahwa sedang mengalami penurunan di lingkungan bisnis. Salah satu strategi
ysng digunakan untuk menyiasati. Selain itu, jika harga terpaksa naik, dengan
menaikkan harga akan beresiko mengurangi jumlah pembeli, mereka tidak harus
menaikkan harga namun cukup mengurangi keuntungan yang didapat dari
pembeli, meskipun keuntungan berkurang dan pendapatan berkurang, yang
penting bisa tetap laku banyak. Berikut penuturan dari salah satu informan:
“..Kalau sekarang uda dapat untung sikit aja udah syukur lah. Melihat kondisi yang sekarang, kadang balik modal aja pun dikasih ajalah. Yang penting laku dan barang dagangan pun ganti. Sekarang ngambil barang pun gak perlu banyak-banyak, yang penting habis aja dulu. (wawancara dengan vero)..”
Hal seperti ini dirasakan cukup efektif karena dalam membeli barang yang dijual
di pasar tradisional harganya tetap, jika dibandingkan dengan tempat lain.
Sehingga pembeli akan merasa lebih baik berbelanja ke pasar tradisional. Salah
(47)
71
pelanggannya dengan cara menjaga kualitas barang dagangan, lebih ramah lagi
dengan pelanggan merasa nyaman dalam berbelanja, serta menstabilkan harga.
Sehingga pelanggan merasa nyaman dalam berbelanja, tidak merasa dirugikan
oleh harga yang ditawarkan di pasar modern.
b. Analyzer strategy
Strategi ini juga salah satu strategi dari Miles dan Snow yaitu
mempertahankan stabilitas sambil melakukan inovasi yang bersifat terbatas.
Contohnya pedagang tersebut melakukan beberapa inovasi dengan semi agen di pasar dwikora. Maksud dari semi agen disini yaitu menjual barang ke warung-warung yang lebih kecil, jadi tidak menjual secara eceran lagi. Hal ini bermaksud
untuk bisa mendapatkan keuntungan yang lebih dari biasanya serta barang cepat
laku.
Informan yang berdagang dengan menjual barang-barang yang tidak bertahan
lama mengakui hal ini, berikut jawaban yang mereka berikan:
“..Pedagang monza kek kami ini memang mau juga memborongkan barang yang sudah lama gak laku sama tukang pengobral gitu. Kadang lumayan juga kan, jadi barang gak ada yang terbuang. Nanti uang yang di dapat dari hasil memborongkan barang itu bisa kami buat untuk menambahi modal beli barang baru. Lumayan membantu lah..” (wawancara dengan kak Aan).
Ditambah dengan penuturan dari Dona sebagai pedagang sayur
“.. jualan sayur ini lah yang paling sensitif dek, karena gak bisa sayur ini tahan lama. Hari itu juga harus laku. Karena pasti layu. Terkadang siang aja mau tak segar lagi, mesti sering-sering disiram pulak. Kalau gak habis sampe jam dua siang, udah langsung ku oper sama yang lain dek. Tapi terpaksa rugi lah kita dikit. Untung dari jualan sayur pun dikitnya..”
(48)
72
Keberadaan pasar modern dan tradisional memberikan masyarakat dua
pilihan tempat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Ditunjang
dengan infrastruktur yang lengkap dan semakin canggih membuat pasar modern
semakin menarik hati dan perlahan masyarakat meninggalkan pasar tradisional.
Pasar modern semakin menarik hati dan perlahan masyarakat meninggalkan pasar
tradisional. Pasar modern menciptakan citra diri yang bergengsi, bangunan yang
megah, pelayanan yang ramah. Dan memberikan kemudahan dan keterbukaan
pasar modern bagi setiap orang membuat pasar tradisional semakin terlupakan.
Orang tidak lagi hanya memikirkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi
juga mendapatkan prestis dan membentuk citra diri yang di idealkan dengan cara
mengunjungi pasar-pasar modern.
Masyarakat sekitar memang masih mengunjungi pasar tradisional, manun
menurut pedagang di pasar tersebut jumlahnya semakin menurun bila
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hanya segelintir orang yang
bertahan dan setia mengunjungi pasar tradisional, selebihnya memilih untuk
membelanjakan uangnya di pusat perbelanjaan modern. Pedagang di pasar
tradisional mempersepsi keberadaan pasar-pasar modern disekitar wilayah
usahanya. Keadaan ini merupakan sebuah proses yang mempengaruhi arus
informasi, selanjutnya melahirkan sesuatu bentuk yang holistik, yang lahir dari
empirisme dan rasionalisme. Proses selanjutnya diwujudkan dalam tindakan dan
perilaku, salah satunya yaitu proses penyesuaian diri.
4.8.2. Strategi Sosial Dalam Sistem Arisan
Hubungan sosial yang baik antara pedagang yang satu dengan yang
(49)
73
Semakin kuat kepercayaan yang dibangun di antara pedagang semakin
mempererat hubungan sosial mereka, sehingga terjalin kerjasama yang baik dalam
aktivitas berdagang.
Pada Pasar Tradisional Dwikora Pematangsiantar, para pedagang
umumnya memanfaatkan waktu luang untuk saling berkomunikasi satu dengan
yang lainnya sehingga melahirkan pola asimilatif yang berbentuk keakraban
terutama di antara pedagang tetap (Tri Kartono, 2004). Adapun topik-topik yang
sering mereka bicarakan bukan hanya mengenai seputar kegiatan perdagangan
melainkan dapat berupa masalah keluarga, permasalahan pribadi, dan kesulitan
ekonomi. Hubungan yang terjalin semakin menimbulkan solidaritas antar sesama
pedagang yang menyebabkan keduanya saling membantu.
Dari penelitian yang telah di lakukan, dan yang memang peneliti lihat
bahwa di lingkungan pedagang pasar Tradisional dwikora ada juga dibentuk
arisan yang dikenal dengan istilah “tarikan” umumnya arisan diikuti oleh pedagang perempuan, namun tidak menutup kemungkinan untuk pedagang
laki-laki bergabung di dalamnya. Pada dasarnya tarikan muncul karena ide-ide dari para pedagang untuk membentuknya. Dan biasanya tarikan ini memiliki patokan
jumlah yang harus dibayar perhari. Ada beberapa tingkat pembayaran. Ada yang
ikut dengan membayar Rp. 30.000/hari dan ada juga yang sampai ikut dengan
membayar Rp. 100.000/hari. Itu tergantung kesanggupan pedagang. Dan melihat
apakah memang jenis dagangannya cukup menjanjikan. Dan yang biasa mengikuti
pembayaran paling tinggi adalah pedagang yang dagangannya tiap hari rame,
(50)
74
potong, penjual rempah-rempah, dll.Sebagaimana penuturan dari informan
berikut:
“...setiap hari yang ikut jadi anggota dari tarikan itu ya wajib bayar, kalo nunggak sehari, besoknya ya harus bayar double. Karena kan menjaga supaya sama-sama enak lah. Karena kita pun kan pedagang juga, sama-sama punya tanggung jawab juga. Enak juganya yang main tarikan ini, bisa juga jadi perputaran uang untuk modal usaha. Kalo membayar memang agak terasa lah dek, Cuma kalau uda giliran kita yang narik, pasti senang aja bawaannya..” (wawancara dengan Ibu Dona).
Pernyataan ini juga didukung oleh Ibu ria (47 tahun)
“... enak kok main tarikan ini, tau kita kemana uang hasil penjualanan kita. Kadang kalo kita simpan, gak tau nanti abisnya kemana aja. Kadang suka pening mikirinya. Karena adanya main tarikan ini di pajak, lumayan juga manfaatnya. Bisa dibuat untuk menambah barang baru di dagangan kita. Terasa lah manfaatnya kalo dibilang..”
Jawaban informan juga dipertegas oleh pengutip arisan/tarikan (Berliana sinaga)
“...kalau mengutip tarikan dipajak ini aku datangnya sore dek seputaran jam 16.00-17.30. Memang sengaja sore supaya gak terganggu orang itu jualan. Lagian kalau uda sore kan sudah pasti mereka ada lakunya. Mau minta uang tarikan pun uda enak...”.
Dari uraian data di lapangan, melalui kegiatan tarikan ini secara tidak
langsung menimbulkan keakraban diantara pedagang, sebab sistem tarikan ini
menimbulkan rasa senasib sepenanggungan di antara mereka yang diperlihatkan
dalam bentuk rasa toleransi, serta tolong-menolong di dalam kesulitan. Dengan
adanya ikatan-ikatan tersebut maka mereka berusaha menjaga hubungan dan
mempertahankan hubungan di antara sesama anggota tarikan. Selain itu, fungsi
selanjutnya adalah merupakan sumber perolehan ekonomi sebagai penambah
(51)
75 4.8.3.Sistem Potongan Harga
Sistem tawar – menawar yang terjadi di Pasar Tradisional memang bukan
hal yang baru lagi, sebab tradisi yang seperti itu hanya dapat kita temukan di pasar
tradisional. Karena tawar-menawar merupakan bagian unik yang terjadi di pasar
tradisional. Tidak akan ditemukan proses seperti itu di pasar modern. Biasanya
proses ini terjadi antara pedagang dan pembeli dengan tujuan untuk mendapatkan
kesepakatan harga barang yang akan dibelanjakan. Potongan harga merupakan
pengurangan harga yang diberikan kepada pembeli untuk menarik perhatian
pembeli. Selain itu, pembelian sejumlah barang yang besar oleh pembeli akan
mendapatkan potongan harga. Biasanya jumlah barang belanjaan berkisar Rp.
100.000 akan dikenakan potongan harga Rp. 10.000.
Potongan harga juga diberikan apabila kualitas barang tidak sesuai dengan
apa yang didapatkan oleh pembeli dalam hal ini terjadi antara distributor dan
pedagang perantara. Berikut beberapa penuturan informan:
“...Kalo biasa ngambil barang dari toke kan tinggal telpon, kasih tau apa yang kita inginkan, seterusnya langsung diantar. Eh pas kita bukak barangnya rupanya gak sesuai sama harganya. Harganya mahal, sedangkan kualitas barangnya gak bagus. Banyakan yang jelek. Ya langsung nelpon toke, kita beritahu lah cemana isinya di dalam. Nanti setelah kita beritahu dan toke datang melihat kenyataannya baru lah dikasi potongan harga sama dia...” (wawancara dengan kak Aan).
Hal ini juga dirasakan dan dipertegas oleh ungkapan sahat sebagai pembeli
“... aku pun sering dikasih potongan harga sama langganan ku kalo lagi belanja. Namanya pun uda pelanggan tetap. Kalau tidak dapat potongan harga pun, kadang timbangan belanjaan kita dilebihkan sedikit. Mereka bagus kok cari hati pembeli.
(52)
76
Coloman dalam Ritzer (2004;480) menyatakan bahwa setiap tindakan
individu mengarah pada satu tujuan, dan tujuan tersebut adalah nilai dan prefensi,
setiap tindakan yang bertujuan, dan setiap hari tujuan tersebut diharapkan mampu
untuk menghasilkan keuntungan yang maksimal.
Dengan adanya potongan harga yang diberikan oleh distirbutor menjadikan
pedagang tidak khawatir akan kerugian yang cukup besar akibat adanya kualitas
barang yang kurang baik. Sedangkan bagi distributor/toke adanya potongan harga
merupakan bagian dari strategi untuk tidak membuat jadi kecewa.
4.8.4 Persepsi terhadap laju pertumbuhan pasar modern
Persepsi merupakan pengalaman seseorang tentang obyek, peristiwa, atau
hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan
pesan, persepsi merupakan proses merasa, menafsirkan pesan, mengorganisasi,
menginterpretasi dan mengevaluasi informasi yang masuk (Lumintang dan
Murni,1998). Melihat semakin maraknya persaingan antara pasar modern dan
pasar tradisional, pasti setiap masyarakat memiliki persepsinya tersendiri,
terutama para pedagang tradisional yang sekarang posisinya mulai tergeser.
Berikut persepsi yang diberikan seluruh informan peneliti mengenai kehadiran
pasar modern yang semakin marak:
“..Dibilang persaingan memang betul , tapi kan jelas barang dagangan yang kakak jual beda sama yang dijual di ramayana itu. Kakak kan jual baju monza, bukan buatan dari indonesia, kualitasnya juga kita pun tau mana yang lebih tahan lama. Dari segi harga pun jelas beda, kalo barang monza kegini paling mahal pun hanya berkisar harga Rp.60.000..” (wawancara dengan Aan).
“...saingan ya enggak lah, wak pun disini cari makan, disana pun kan kegitu. Uda ada rezeki masing-masing kok. Kalau dibilang bersaing ya gak sepenuhnya. Wak dari sini pun masih mencukupi untuk kebutuhan rumah kok. Anak-anak uda selesai
(1)
ABSTRAK
Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, masyarakat tidak bisa lepas dari ketergantungan akan pasar. Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya pembeli dan penjual untuk melakukan aktivitas jual beli dengan sistem tawar-menawar dengan menggunakan uang sebagai alat pembayaran. Pasar tradisional yang semakin kalah saing oleh pasar modern dari segi fasilitas pada akhirnya berdampak pada pengurangan pengunjung pasar tradisional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami bagaimana mekanisme survival atau strategi bertahan yang dilakukan pedagang pasar tradisional yang ada dipasar tradisional dwikora di tengah maraknya pasar modern.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Sementara teori yang digunakan adalah Teori mekanisme survival yang dipopulerkan oleh James C. Scoot dan Miles dan Snow yang didefenisikan sebagai strategi kemampuan seorang dalam mengatasi berbagai permasalahan yang melingkupi kehidupannya maupun untuk memperbaiki kondisi perekonomiannya. Adapun teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara mendalam dan data kepustakaan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa para pedagang tradisional telah melakukan beberapa strategi untuk dapat tetap bertahan dari maraknya pasar modern yang berdiri. Beberapa strategi yang dilakukan oleh para pedagang yaitu melakukan diversifikasi pekerjaan kepada pasangan, menggunakan trust sebagai hubungan mempertahankan pelanggan. Membangun jaringan sosial terutama kepada saudara, serta mengikuti arisan yang dilaksanakan oleh sesama pedagang untuk perputaran modal.
(2)
KATA PENGANTAR
SegalaPuji dan Syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan kuasa dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Mekanisme Surivival pedagang Pasar Tradisional di Tengah Maraknya Pasar Modern (studi Pada Pedagang Pasar Tradisional Dwikora Pematangsiantar).
Skripsi ini diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapat bantuan, dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Bapak Drs. Muba Simanihuruk, Msi selaku dosen pembimbing akademik sekaligus dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan waktunya untuk bimbingan, saran dan masukan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.
2. Ibu Drs. Lina Sudarwati, Msi selaku anggota penguji sekaligus ketua jurusan Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
3. Seluruh Dosen, staff dan pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Universitas Sumatera utara.
4. Ayahanda tersayang T. Simanjutak dan Alm. R. Sinaga serta Mami yang sekarang telah menjadi pengganti Mama bagi penulis.
5. Saudara-saudara lelaki ku, abang dan adekku yang penulis kasihi Robin Simanjuntak S.AB, Nicholas R Simanjuntak, Paramulia A Simanjuntak.
(3)
6. Kakak yang sudah menjadi pembimbing dan mengajari banyak hal selama merantau di Medan Reni Juita Manik S.Kom.
7. Buat sahabat-sahabat yang selalu mendukung dan memberi doanya dari kejauhan Claudia G Aruan S.Psi, Maria D Girsang Str.Gz, Tamara S C Purba S.Ip.
8. Keluarga besar penulis dari kedua belah pihak, yaitu keluarga Simanjuntak dan Sinaga.
9. Buat UKM KMK St. Yohannes Don Bosco selaku keluarga kecil saya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik, Charitas Christy Urget Nos! Dan Terimah Kasih kepada kak Hera Situmorang S.Sos, Anita Lumban raja S.Sos, Santa Situmorang, Angelita Purba, Hestina Aritonang yang menjadi teman penghibur selama masa skripsi. Dan anggota UKM KMK St. Yohannes Donbosco yaitu lilis, yonta, debora, josefa, alumni dan junior yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
10. Terima kasih juga kepada semua jajaran direktur, pegawai, staff PD Pasar Horas Jaya dan Dwikora yang banyak memberikan informasi kepada penulis
11. Dan terima kasih kepada seluruh pedagang pasar dwikora yang telah memberikan waktu untuk mau menjadi informan penulis.
12. Kepada anak kos gang sehati, Corry Hutagalung Amd, Lydia Sirait Amd, Yunike Simanjuntak SH, serta adek-adek yang lain seperti debora, elcia, kiki, sarah, dina dan lewi.
13. Teman –teman seperjuangan, ainy, april,dan semua teman sosiologi stambuk 2012 yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
(4)
14. Yang terkasih dan semua orang yang memotivasi dalam bentuk Doa dan semangat.
Akhir kata penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan dalam skripsi ini. Masukan, saran dan perbaikan dari semua pihaksangat dibutuhkan untuk perbaikan kedepan. Oleh karena itu, penulis akan menerima dengan rendah hati segala masukan dan saran yan diberikan. Semoga skripsi ini bermanfaat. Terimah kasih.
Medan, Oktober 2016 Penulis
(5)
Daftar Isi BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ... 1
1.2 Rumusan masalah ... 14
1.3 Tujuan penelitian ... 14
1.4 Manfaat penelitian ... 14
1.5 Defenisi konsep ... 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Mekanisme Survival ... 18
2.2 Pasar Tradisional dan Pasar Modern ... 20
2.3 Modal Sosial ... 22
2.4 Trust ... 23
2.5 Jaringan Sosial ... 24
2.6 Strategi Bertahan ... 25
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 27
3.2. Lokasi penelitian ... 27
3.3. Unit analisis dan informan ... 28
3.3.1. Unit analisis ... 28
3.3.2. Informan ... 28
3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 29
3.5. Interpretasi Data ... 30
3.6. Keterbatasan Penelitian ... 30
3.7. Jadwal Kegiatan ... 31
BAB IV DESKRIPSI DAN INTERPRESTASI DATA PENELITIAN 4.1. Deskripsi Daerah Penelitian ... 32
4.1.1. Letak dan Keadaan Geografis ... 32
4.1.2. PD Pasar Horas Jaya ... 33
4.1.3. Unit Usaha Pasar Dwikora ... 34
4.1.4. Pedagang Dalam Pasar Tradisional Dwikora ... 35
4.1.4.1.Pembagian Lokasi dan Kelas Pasar………35
4.1.5. Komposisi Pedagang ... 38
4.1.5.1. Perbandingan Pedagang Menurut Suku…38 4.1.5.2. Struktur Organisasi………40
4.1.6. Sarana dan Prasarana Pasar Dwikora ... 41
4.1.6.1 Sarana Pemasaran ... 41
4.1.6.2. Sarana Ruang Kantor ... 41
4.1.6.3. Sarana Kebersihan ... 41
4.1.6.4. Sarana Ibadah ... 42
4.1.7. Kondisi Fisik Pasar... 42
4.1.8. Jam Operasional ... 43
4.1.9. Visi dan Misi PD. Pasar Horas Jaya ... 44
1. Visi ... 44
2. Misi ... 44
(6)
4.3. Profil Informan ... 46
4.4. Mekanisme Survival Pedagang Tradisional ... 54
4.5. Faktor Menjadi Pedagang di Pasar Tradisional ... 55
4.5.1. faktor ekonomi ... 55
4.5.2. Faktor Sosial dan Budaya ... 56
4.5.2.1.Melibatkan Anggota Keluarga………...57
4.6. Trust Sebagai Bentuk Keterlekatan ... 58
4.6.1 Konflik ... 61
4.6.2 Kriteria pemilihan antara pedagang dengan pembeli ... 63
4.6.3 Persepsi Pedagang dan Pembeli Berbelanja ………64
4.7. Diversifikasi dalam keluarga Pedagang... 66
4.8. Jaringan Sosial Antara Distributor – Pedagang – Pembeli ... 67
4.8.1 Strategi bertahan dengan membayar pajak retribusi ... 68
a. Defender strategy ... 70
b. Analyzer strategy ... 71
4.8.2. Strategi Sosial Dalam Sistem Arisan ... 72
4.8.3. Sistem Potongan Harga ... 75
4.8.4. Persepsi terhadap laju pertumbuhan pasar modern ... 76
4.9. Waktu Operasional Sebagai Patokan Penghasilan Pedagang ... 77
4.10. Modal usaha pedagang ... 79
BAB VPENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 81
5.2 Saran ... 84
Lampiran