Persepsi terhadap laju pertumbuhan pasar modern

76 Coloman dalam Ritzer 2004;480 menyatakan bahwa setiap tindakan individu mengarah pada satu tujuan, dan tujuan tersebut adalah nilai dan prefensi, setiap tindakan yang bertujuan, dan setiap hari tujuan tersebut diharapkan mampu untuk menghasilkan keuntungan yang maksimal. Dengan adanya potongan harga yang diberikan oleh distirbutor menjadikan pedagang tidak khawatir akan kerugian yang cukup besar akibat adanya kualitas barang yang kurang baik. Sedangkan bagi distributortoke adanya potongan harga merupakan bagian dari strategi untuk tidak membuat jadi kecewa.

4.8.4 Persepsi terhadap laju pertumbuhan pasar modern

Persepsi merupakan pengalaman seseorang tentang obyek, peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan, persepsi merupakan proses merasa, menafsirkan pesan, mengorganisasi, menginterpretasi dan mengevaluasi informasi yang masuk Lumintang dan Murni,1998. Melihat semakin maraknya persaingan antara pasar modern dan pasar tradisional, pasti setiap masyarakat memiliki persepsinya tersendiri, terutama para pedagang tradisional yang sekarang posisinya mulai tergeser. Berikut persepsi yang diberikan seluruh informan peneliti mengenai kehadiran pasar modern yang semakin marak: “..Dibilang persaingan memang betul , tapi kan jelas barang dagangan yang kakak jual beda sama yang dijual di ramayana itu. Kakak kan jual baju monza, bukan buatan dari indonesia, kualitasnya juga kita pun tau mana yang lebih tahan lama. Dari segi harga pun jelas beda, kalo barang monza kegini paling mahal pun hanya berkisar harga Rp.60.000..” wawancara dengan Aan. “...saingan ya enggak lah, wak pun disini cari makan, disana pun kan kegitu. Uda ada rezeki masing-masing kok. Kalau dibilang bersaing ya gak sepenuhnya. Wak dari sini pun masih mencukupi untuk kebutuhan rumah kok. Anak-anak uda selesai 77 sekolah dari sini juga. Sekarang memang beda sama yang dulu, yang penting sekarang masih bertahan, bisa jualan, gak sampe tutup karena kehabisan modal..”wawancara dengan Aisyah. “... bersaing lah memang namanya ini. Apalagi kek aku kan dek jualan baju baru. Padahal di ramayana atau di suzuya sana pun cantik-cantik. Kalah saing dengan produk yang disini. Kalau kami buat barang kami kek yang disana, manalah cukup modal kami. Maunya pemerintah itu membatasi berdirinya pasar modern itu, kasihan juga kami disini..”wawancara dengan Ria. “... aku kan pedagang sayur dek, manalah merasa saingan aku sama mereka. Jarangnya orang mau beli sayur ke mall itu. Lagian biar ajalah disitu, kita disini ya disini. Sekarang tergantung pembeli itunya mau kemana..”wawancara dengan Dona. “..sah-sah ajanya berdiri pasar-pasar modern itu. Kita kan masyarakat ini perlu juga mengkonsumsi hal baru. Adanya pasar kegitu buat kita bisa melihat-lihat juga. Suasananya, barang-barangnya pun enak lah dirasakan dan dilihat. Berlama-lama disana membuat kita gak bosan juga..”wawancara dengan sahat. “.. kalau aku gak merasa bersaing. Jualan ku kan beda. Sekarang sama dulu memang berubah suasana pajak ini. Semakin sepi memang. Tapi jualan ku kan jarangnya ada di supermarket itu..” wawancara dengan vero. “... pembeli kosmetik selalu ada kok, malah banyak yang nyarin kepajak ini dek. Memang pajak mulai sepi, tapi kan sama ajanya kalau ku pikir. Semua itu tergantung maunya orang. Orang kalau mau cari yang murah tau harus kemana, ngapai dipaksa..”wawancara dengan salim. 4.9.Waktu Operasional Sebagai Patokan Penghasilan Pedagang Waktu merupakan hal yang paling berhubungan dekat dengan para pedagang. Waktu dapat mempengaruhi segala aktivitas yang mereka lakukan, dan waktu juga menjadi salah satu alat ukur untuk mendapat hasil penjualanan. Akibat banyaknya persaingan antara pasar tradisional dengan pasar-pasar modern yang sudah berdiri diluar sana menjadikan waktu sebagai alat bersaing bagi pasar. Hal 78 ini tampak dari ungkapan seorang informan yang mengatakan bahwa pasar sudah tidak seperti dulu lagi yang bisa menjadi tumpuan ekonomi kelas menengah kebawah. Berikut hasil wawancara dengan beberapa informan yang mengakui bahwa adanya pergeseran disaat sekarang ini yang terjadi di pasar dwikora. “...susah lah dek diwaktu sekarang ini. Dulu jam buka kios masih bisa enak. Mau pagi atau agak siangan gak masalah. Dulu baru bukak pintu kios saja sudah ada pembeli yang melihat. Bahkan pernah lah sampe kewalahan melayani pembeli karena banyaknya. Sering dulu saya membungkus barang, yang manandakan bahwa dagangannya terjual. Kalo sekarang apa boleh buat, yang dulunya bukak jam 10 wib sekarang bukak jam 12 ajalah. Bukak cepat sama agak siangan pun sama aja, sepi juga kok. Mending ngurus rumah dulu. wawancara dengan kak Aan. “...kalau dulu menjual sayur ini enak lah dek, gak capek kita. Uangnya pun lancar. Mau pagi-sore ada aja yang cari sayur. Gak pala habis tenaga kita. Kalo sekarang jual sayur agak payah lah. Paling hanya pagi aja bisa terjual cepat dan lumayan lah. Itu pun mesti agak pagi datang ke pajak ini. Kalau dulu jam lima pagi pun datang, sayur itu pasti habis. Sekarang ya jelas beda, jam empat harus uda kepajak. Karena kalau uda siang-sore uda payah laku. Yang ada sayur pun gak laku dan kadang mau rugi...” Tidak lepas dari masalah waktu, informan tersebut telah memperjelas bahwa ada pergeseran jam operasional pedagang tradisional yang mengatur segala sesuatunya dan telah merubah segala sesuatunya. Persaingan yang tampak terjadi antara kedua pasar ini membuat sebagian kehidupan pedagang juga berubah. Salah satu strategi bertahan ini memang pantas dipilih para pedagang. Tidak pernah ada satu pasar modern pun yang buka 24 jam. Bahkan pada kenyataannya, pasar modern yang berdiri sekarang ini mulai beroperasional pukul 11.00 wib. 79

4.10. Modal usaha pedagang