Khilafah Islamiyah Sebagai Solusi Alternatif Bagi Kemelut Globalisasi

Ismail Yusanto mengutip pernayataan Prof. Hassan Nakata yang diharapkan dapat memberikan penilaian objektif terhadap Hizbut Tahrir karena ia seorang pemikir dan bukan anggota Hizbut Tahrir. Prof. Hassan Ko Nakata menyatakan sistem pemerintahan Islam yang hakiki tidak mungkin tegak kecuali dengan khilafah yang satu untuk seluruh umat manusia. “Sistem nation state justru membelenggu dan menghalangi umat Islam untuk berpindah dan berkomunikasi. Nation state telah memenjara umat Islam,’’ tegas Presiden Asosiasi Muslim Jepang ini dalam Diskusi Kupas Tuntas Pemikiran Politik Syaikh Taqiyuddin An Nabhani di Jakarta, Jumat 17 Maret 2006. Ia menjelaskan: “tidak mungkin menegakkan Islam dalam lingkup nation state . Karena pada hakikatnya substansi sistem pemerintahan Islam adalah tauhid, yakni penyatuan tauhid bumi dan penyatuan umat manusia di atas landasan tauhid rububiyah. Tauhid itu hanya mungkin ada jika umat Islam menghapuskan sekat-sekat yang selama ini membelenggunya. Ide khilafah sangat realistis pada era globalisasi ini.”

2. Khilafah Islamiyah Sebagai Solusi Alternatif Bagi Kemelut Globalisasi

Menurut Ismail Yusanto, secara ringkas dapat dikatakan bahwa globalisasi adalah agenda negara kapitalis yang telah terbukti tidak membawa kebaikan kepada dunia. Kegagalan ini wajar, karena semua agenda itu memang bukan bertujuan untuk memberikan kebaikan bagi dunia, melainkan bertujuan untuk menindas sesama manusia demi kepentingan bisnis pemilik modal. Maka, kapitalisme sesungguhnya telah gagal. Tapi, meski sisa-sisa kekuatannya mulai ’keropos’, ia masih cukup kuat untuk menindas dan menekan Dunia Islam, seperti nampak dalam tindakan Amerika Serikat pada apa yang mereka sebut perang melawan terorisme. Tapi dari hari ke hari dunia tidak semakin cinta kepada semua penindasan itu, sebaliknya semakin membenci dan muak. 78 Sementara itu, lanjut Ismail, sosialisme yang sudah sejak tahun 1990-an masuk museum sejarah, meski sisa-sisanya masih ada di sebagian negara, seperti Kuba dan Korea Utara, tapi semuanya sebenarnya telah bermetamorfosis menuju pada kapitalisme baik secara terang-terangan maupun tidak. Maka sesungguhnya harapan umat manusia hanya tinggal satu, yakni Islam. Bagi Hizb, penderitaan dan kesengasaraan dunia yang dihasilkan dari negara-negara kapitalis, khususnya Amerika tidak akan lenyap kecuali dengan tegaknya negara khilafah yang akan menerapkan ideologi yang hak, yaitu Islam yang agung yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW sebagai rahmatan lil alamin. Lebih lanjut menurut juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia, hanya melalui kekuatan global, penjajahan global bisa dihadapi secara spadan. 79 Justru globalisasi dengan perspektif perkembangan sains dan teknologinya, serta sifatnya yang universal dan transnasional harus dilihat sebagai sarana untuk membangkitkan kembali sistem Khilafah Islamiyah. Setali tiga uang, Hizb justru telah memanfaatkan globalisasi sebagai sarana untuk memperluas jaringannya kesegala penjuru dunia. Dalam hal ini dapat dikatakan ada hubungan simbiosis mutualisme antara globalisasi dengan gerakan dakwah atau politik Hizbut Tahrir untuk menyebarkan konsep pemikiran tentang khilafah Islamiyah. Sebab politik luar negeri khilafah adalah mengemban Islam ke seluruh dunia dengan dakwah dan jihad. Karena itu menurut al-Khaththath, gerak dakwah Islam dan politik 78 Wawancara Pribadi dengan Muhammad Ismail Yusanto. 79 Wawancara Pribadi dengan Muhammad Ismail Yusanto. khilafah Islamiyah pasti bersifat transnasional. 80 Hal ini bagi Hizbut Tahrir sangatlah relevan dengan sifat globalisasi yang transnasional. Sistem ideologi kapitalisme yang dibawa oleh globalisasi pun memiliki sifat dan watak transnasional, hanya saja menurut Hizbut Tahrir ideologi ini cenderung menyengsarakan umat. Menurut partai politik internasional ini, berbeda dengan sistem globalisasi ’ala’ Barat yang telah banyak menimbulkan krisis global, dalam sejarahnya yang sangat panjang, khilafah sesuangguhnya tidak pernah terbukti menyengsarakan manusia. Menurut Hizbut Tahrir, khilafah Islamiyah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslim di dunia untuk menegakkan hukum-hukum syariat Islam dan mengemban dakwah dan jihad ke segenap penjuru dunia. Kata lain dari khilafah adalah imamah. Khilafah adalah kepemimpinan yang sempurna dan mencakup umum, yang berkait dengan perkara khusus maupun umum yang ada hubungannya dengan agama maupun dunia, didalamnya tercakup penjagaan negeri-negeri muslim, memelihara urusan masyarakat, menegakkan dakwah melalui hujjah dan pedang. Mengatasi kezhaliman dan kesewenang-wenangan sekaligus mengganjar pelakunya yang zhalim, serta memberikan hak-hak kepada orang-orang yang terhalang hak-haknya. 81 Sementara Khalifah atau dengan sebutan lainnya yaitu Sultan A’zham adalah kepala negara dalam sistem khilafah, seperti Khalifah Abu Bakar Shiddiq, Khalifah Umar bin Khattab, Khalifah Utsman bin Affan, Khalifah Ali bin Abi Thalib dan lain sebagainya. Hanya saja, Umar bin Khattab lebih 80 KH. M. al-Khaththath, “Khilafah dan Gerakan Transnasional,” al-Wa’ie VII, No. 84 Agustus 2007: h. 12. 81 Saefuddin Zuhri, ed., Menjemput Kembalinya Sang Khalifah Jakarta: Nizham Press, 2007, h. 15. suka dipanggil Amirul Mukminin , dan Ali bin Abi Thalib lebih suka disebut Imam. Semuanya, Amirul Mukminin dan Imam memiliki makna yang sama dengan Khalifah. Sistem pemerintahan Rasul yang kemudian diikuti oleh para Khalifah yang empat yang pertama kemudian dilanjutkan dengan para khalifah selanjutnya, jelas memiliki metode yang jelas dalam hal suksesi, yakni Bai’ah. Sedangkan caranya dapat dipilih apakah pemilihan langsung ataukan lewat perwakilan atau melalui ahlul halli wal aqdi. 82 Khilafah didasarkan pada hukum yang berasal dari al-Quran dan Hadits dan suksesinya berdasarkan pada Bai’at dari rakyat kepada pemimpin yang dipilihnya. Selanjutnya Hizb menggunakan kajian historis berupa romantisme kejayaan Islam di masa lalu, mengenangnya dan mengharapkannya kembali tegak berdiri. Sejarah kekhilafahan dimulai sejak Nabi Muhammad Saw wafat. Setelah Rasulullah wafat dan lama setelahnya istilah-istilah yang dimunculkan untuk sebutan kepada pemimpin Umat Islam adalah: Khalifah, Imam, Amirul mukminin, Hakkimul mukminin penguasa orang-orang mukmin, Raisul mukminin pemimpin kaum muslimin, Sultanul Muslimin penguasa kaum muslimin, dan ada juga yang menggunakan sebutan Amir, sementara yang lain menggunakan kata Syah sebagaimana yang terjadi di Iran. 83 Praktek kekhalifahan selama enam abad pertama Islam dapat di bagi ke dalam tiga periode utama: 1 Khulafa ar-Rasyidun di Madinah 632-661 M; 2kekhalifahan Bani Umayyah 661-750M di Damaskus; dan 3 82 Ibid., h. 26. 83 an-Nabhani, Konsepsi Politik Hizbut Tahrir, h. 106. kekhalifahan Bani Abbasiyyah 750-1258 M di Baghdad. 84 Sedangkan sisanya adalah zaman Utsmaniyyah Turki di Istambul 1299-1924M. Dalam sejarah Islam tercatat yang pertama mengguanakan kata khalifah secara resmi adalah Abu Bakar as-Shiddiq 632-634 M, tugas yang diembannya adalah penguasa temporal dunia dan penguasa religius akhirat tugas yang sama juga dilakukan kepada Umar bin Khattab 634-644 M, Usman bin Affan 644-656 M, dan Ali bin Abi Thalib 656-661 M yang selanjutnya dikenal sebagai al-Khulafa al-Rasyiddin. Dimana pemilihan khalifah bisa dikatakan sangat demokratis untuk ukuran saat itu. Sepanjang sejarah peradaban Islam, masa kekhalifahan adalah masa kemajuan Islam. Pada masa itu tidak ada sistem politik Islam yang baku. Kekhilafahan di jalankan sesuai dengan konteks situasi kondisi politik pada zaman kekhilafahan masing-masing. Hal itu dapat digambarkan dari perjalanan politik masing-masing khalifah. Selama 2 tahun kekuasaan yang dijalankan khalifah Abu Bakar, sebagaimana masa Rasulullah, bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Meskipun demikian, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah. Sedangkan Umar Ibn Khathab yang memperkenalkan istilah Amir al-Mu’minin komandan orang-orang beriman menjalankan roda pemerintahan dengan memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga ekselutif. Untuk itu ia membentuk lembaga peradilan. Selama 10 tahun Umar melakukan ekspansi kekuasaan di sekitar jazirah Arab, Palestina, Syiria, dan sebagian besar wilayah Persia dan 84 John L.Esposito, Ancaman Islam: Mitos atau Realitas?. Penerjemah Alwiyyah Abdurrahman Bandung: Mizan, 1996, h. 41. Mesir. Banyak kebijakan baru yang di jalankan seperti pengaturan administrasi yang mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian di bentuk, demikian pula jawatan pekerjaan umum. Umar juga mendirikan Bait al-Mal , menempa mata uang dan menciptakan tahun Hijrah. 85 Pada masa Usman yang terkenal lemah lembut, jasanya tampak dalam membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dengan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas mesjid Nabi di Madinah. Namun selama 12 tahun berkuasa, banyak rakyat kecewa terutama pada kebijakan sang Khalifah yang mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi dalam pemerintahan. Pada masa Ali ibn Abi Thalib, situasi politik sedang tidak stabil. Namun beliau tetap menjalankan roda pemerintahan secara demokratis. Selama 6 tahun masa pemerintahannya Ali menghadapi banyak pergolakan poltik. Setelah menduduki jabatan khalifah Ali memecat para gubernur yang diangkat oleh Usman. Beliau juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan Usman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara dan memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan di antara orang- orang Islam sebagaimana pernah diterapkan Umar. Kekhilafahan selanjutnya mengalami pergeseran makna pada masa dinasti Umayyah 651-750 M. Pergeseran tersebut paling tidak bisa dilihat dari dua hal. Pertama pemilihan khalifah tidak lagi melalui cara yang 85 Dr. Badri Yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Rajawali Press, 2004, h. 38. ”demokratis” dalam arti melibatkan suara rakyat, tetapi melalui wilayatul ahdi , pengangkatan putra mahkota yang ditentukan sebelumnya oleh khalifah yang berkuasa. Kedua, khalifah lebih terfokus pada masalah politik, sementara masalah agama diserahkan kepada ulama yang menguasai masalah-masalah agama. Berbeda dengan khalifah sebelumnya yang merupakan ahli agama yang menetapkan hukum keagamanan berdasarkan ijtihad mereka baik sendiri maupun bersama-sama. Namun demikian khilafah bani Umayyah mampu melakukan ekspansi besar-besaran baik di Timur maupun Barat, wilayah kekuasaan Islam meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, jazitah Arabia, Irak, sebagian Asia kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Purkmenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah. 86 Sistem monarki dalam pemerintahan Islam dimulai pada khalifah Muawiyah yang mengangkat putranya Yazid bin Muawiyah dengan jalan kekerasan sebagai waliyul’ahdi putra mahkota. Pada masa dinasti Abbasiyah, kebijakan-kebijakan yang diterapkan lebih menekankan pada pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada perluasan wilayah yang pada masa khilafah Bani Umayyah gencar dilakukan. Namun dalam memaknai khalifah, Dinasti Abbasiyah tidak jauh berbeda dengan dinasti sebelumnya, peranan khalifah semakin mengalami penurunan disamping meneruskan ciri monarki absolut dan diperparah dengan penambahan kata yang dimaksud untuk ”meninggikan” derajat seorang khilafah. Pada masa khalifah al-Mansur 754-775 M kata ”khalifah” sudah 86 Ibid., h. 44. mengalami perubahan makna yang cukup mendasar, khalifah sudah berkonotasi Khalifatullah yang berarti pengganti atau wakil Allah di muka bumi, dan menamakan dirinya sebagai Sultanullah fi al-Ardh penguasa Tuhan di muka bumi.. Pada konteks ini kita bisa melihat makna khalifah menjadi simbol atau legitimasi religius dalam aktivitas perpolitikan. Dengan demikian karisma khalifah semakin bertambah dimasyarakat, karena dirinya sebagai wakil atau pengejawantahan Tuhan di bumi yang harus ditaati sepenuhnya oleh masyarakat dan pejabat-pejabat dibawahnya, dalam hal ini jelas bahwa dinasti Abbasiyyah di pengaruhi oleh kebudayaan Persia yang menganggap raja sebagai titisan suci dari Tuhan Devide right of King. Namun di tengah kemunduran makna khalifah tersebut, pada masa Al-Mahdi perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan disektor pertanian, dan pertambangan. Popularitas daulat Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun al-Rasyid 786-809 M dan ptranya Al-Ma’mun 813-833 M yang membawa umat Islam pada tingkat kemakmuran yang tertinggi. Peranan khalifah lebih menurun drastis lagi pada masa sultan Buwaihi 945-1055 M, Saljuk 1063-1194 M, Khawarizme 1199-1258 M atas Dinasti Abbasiyah. Pada masa itu, peranan khalifah lebih bersifat boneka atau simbol saja karena kekuatan dan kekuasaan sultan dapat memaksakan segala kehendaknya kepada khalifah. Setelah Abbasiyah hancur, muncullah kerajaan Usmani yang kemudian di kenal dengan Khilafah Usmaniyyah. Pendiri dinasti ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghuz, ketika kerajaan Usmani sudah mencapai puncak kemajuannya, kerajaan Syafawi baru berdiri di Persia, yang dalam perkembagannya sering mengalami bentrok dengan kerajaan Turki Usmani dan salah satunya dilatarbelakangi oleh kerajaan Syafawi yang menyatakan Syiah sebagai mazhab negara. Setelah seperempat abad berdirinya kerajaan Syafawi berdiri pula kerajaan Mughal di India. Jadi setelah runtuhnya dinasti Abbasiyah, kekhilafahan Islam semakin ”terkoyak” meninggalkan bentuk aslinya sebagaimana dilakukan Nabi dan pengganti setelahnya yang dikenal dengan sebutan al-Kulafa al-Rasyidun. Dinasti Usmaniyah yang pernah berkuasa kurang lebih enam abad dan pernah di segani Eropa akhirnya mendapatkan pukulan yang mematikan dari Kemal Attaturk dengan mendirikan Republik Turki pada tahun 1923 M dan menghapus jabatan khalifah pada tanggal 3 Maret 1924 M dengan demikian gelar kekhalifahan dalam arti politik hilang dari percaturan internasional. Demikianlah masa-masa kejayaan Islam di bawah pemerintahan Islam yang berbentuk Khilafah Islamiyah telah runtuh oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Namun Hizbut Tharir tetap mengenang romantisme kejayaan Islam di masa lalu itu, dan berusaha untuk mewujudkannya kembali dengan berbagai cara. Perwujudan keinginan yang sebatas pada tataran konseptual, kemudian terimplementasikan oleh Hizbut Tahrir dalam bentuk berbagai pergerakan-pergerakan yang bersifat politik. Selanjutnya dalam konteks kegagalan globalisasi untuk memakmurkan masyarakat dunia, maka Hizbut Tahrir memiliki solusi dan pandangannya sendiri. Menurut Hizbut Tahrir Islam berbeda dengan kapitalisme, Islam tidak mengetahui keberadaan sektor non real berbasis bunga, karena Islam telah mengharamkan ria, termasuk bunga, hal itu jelas termaktub dalam Quran Surat Al-Baqarah ayat 275. Dengan kata lain dalam Islam uang bukanlah komoditi yang karenanya mempunyai harga. Harga uang ini lah yang dalam teori-teori kapitalisme di sebut bunga. Uang dalam Islam hanyalah sebagai alat tukar saja, bukan sebagai komoditi sebagaimana dalam kapitalisme. Dengan kata lain, ekonomi Islam adalah real based economy ekonomi berbasis sektor real Ini merupakan kebalikan total dari ekonomi kapitalisme yang dibangun dengan monetery based economy. Keuntungan hanya diperoleh melalui jerih payah nyata rael dalam produksi barang atau jasa. 87 Mata uang Islam dinar dan dirham berbeda dengan mata uang dalam kapitalisme Dinar dan dirham terbukti dalam sejarah sangat kecil sekali inflasinya. Pada masa Rasululah saw dengan uang 1 dinar 4,25 gram emas orang dapat membeli seekor kambing, dan dengan uang 1 dirham 2.975 gram perak dapat dibeli seekor ayam. Pada masa sekarang ini, tahun 2007, dengan uang senilai 1 dinar orang masih dapat membeli seekor kambing dan dengan uang 1 dirham dapat dibeli seekor ayam. Berbeda dengan uang kertas, pada dinar dan dirham nilai intristik dan nominalnya menyatu tidak bakal ada perbedaan. Sebab nilai nominal dinar dan dirham ditentukan semata oleh berat logamnya itu sendiri yang sekaligus menjadi nilai intristiknya, bukan ditentukan oleh dekrit atau pengumuman Bank Sentral. Keunggulan dinar dan dirham itu tidak dimiliki oleh dollar AS yang dominan sekarang. Jika dinar dirham memperkokoh ekonomi karena tahan inflasi, dollar AS justru akan merapuhkan ekonomi lantaran rentan inflasi. Menurut Hizbut Tahrir, Islam dengan tegas mengharamkan utang luar 87 KH. M. Shiddiq al-Jawi, “Pangkal Kerapuhan Kapitalisme,”al Wa’ie VII, No.83 Juli 2007: h. 14. negeri dengan dua alasan utama. Pertama: karena utang itu pasti disertai syarat bunga padahal Islam mengharamkan bunga. Kedua karena utang itu telah menghancurkan kedaulatan negeri penerima utang dan hanya menjadi jalan hegemoni penjajah. Padahal hegemoni kafir atas umat Islam juga diharamkan. Islam memberikan ketentuan syariah yang jelas mengenai investasi asing. Dalam investasi asing untuk Sumber Daya Alam SDA misalnya Islam telah menetapkan bahwa SDA seperti emas, minyak, dan gas adalah milik umum, bukan milik individu atau milik negara. Jadi tambang tidak boleh diserahkan kepada investor untuk dieksplorasi dengan sistem bagi hasil. Yang benar, 100 hasil tambang adalah milik umum yang dikelola negara. Jika ada pihak swasta yang dilibatkan, itu sebatas kontrak tenaga kerja atau kontrak sewa peralatan yang dibayar sesuai dengan jasa mereka. Untuk memenuhi kebutuhan primer masyarakat, Hizbut Tahrir menyarankan diberlakukannya kebijakan wajib zakat oleh pemerintah kepada masyarakat. Islam mewajibkan orang kaya membayar zakat. Harta itu kemudian disalurkan kepada 8 golongan yang sebagian besarnya adalah orang-orang miskin dan membutuhkan pertolongan. Sebagai sebuah kewajiban, pembayaran zakat tidak harus menanti kesadaran orang per orang. Negara juga harus proaktif mengambilnya dari kaum muslim ini sesuai dengan Quran Surat At-Taubah 9: 103, sebagaimana yang dilakukan khalifah Abu Bakar. Orang yang menolak membayar zakat, akan diperagi. Kemudian ada infak dan sedekah yang juga dapat menjamin kebutuhan primer setiap warga masyarakat. 88 88 al-Jawi, “Pangkal Kerapuhan Kapitalisme,” h. 15. Demikian solusi mekanisme ekonomi yang ditawarkan Hizbut Tahrir. Menurutnya, sistem ekonomi tersebut merupakan bagian integral dalam sebuah sistem pemerintahan khilafah Islamiyah. Menurut Hizbut Tahrir, tegaknya kembali Khilafah Islamiyah bukanlah mimpi. Tegaknya kembali khilafah dan hadirnya kembali khalifah adalah keniscayaan. Pasca runtuhnya ideologi Sosialisme-komunisme dan kini mulai berkuasa ideologi kapitalisme- sekulerisme, sebenarnya tidak ada alternatif lain bagi umat manusia kecuali ideologi Islam. Menurut Hizbut Tahrir, bangkitnya khilafah Islamiyah adalah ramalan yang nyata. Pada Desember 2004, mereka mengutip laporan dari NIC National Intellegence Council’s yang berjudul Mapping the Global Future, semacam ramalan sekenario Dunia Tahun 2020. Dalam laporan itu diprediksi 4 skenario dunia tahun 2020. 89 Pertama, Devod World; di gambarkan bahwa 15 tahun ke depan Cina dan India akan menjadi pemain penting ekonomi dan politik dunia. Kedua, Pax Americana; dunia masih dipimpin oleh AmerikaSerikat dengan Pax-Amerikanya. Ketiga A New Chaliphate, berdirinya kembali khilafah Islam, sebuah pemerintahan Islam global yang mampu memberikan tantangan pada norma-norma dan nilai-nilai global Barat. Keempat Cycle of Fear munculnya lingkaran ketakutan, disekenario ini, respon agresif pada ancaman terorisme mengarah kepada pelanggaran atas aturan dan sistem keamanan yang berlaku. Akibatnya, akan lahir dunia ”Orwellian” dimana pada masa depan manusia menjadi budak bagi satu dari tiga negara otoriter. Menurut Hizbut Tahrir, terlepas dari maksud dan tujuan diturunkannya 89 Zuhri, Menjemput Kembalinya Sang Khalifah, h. 31. laporan tersebut, namun paling tidak kemungkinan munculnya kembali Khilafah Islamiyah dikalangan analis dan intelegen Barat merupakan suatu hal yang diperhitungkan. Khilafah adalah tuntutan aqidah dan syariat Islam. Kaum muslimin wajib menerapkan semua aturan Allah SWT, sebagai konsekwensi dari keIslaman mereka. Keniscayaan datangnya Sang Khilafah selain dapat dipahami oleh analisis di atas, analisis historis dan analisis kekinian- juga diyakini karena didukung oleh nash-nash yang jelas. Diantara nash-nash itu atara lain Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang artinya: 90 ”Masa kenabian akan berlangsung ditengah-tengah kalian sesuai dengan kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya jika menghendakinya. Lalu datang masa Kekhilafahan yang mengikuti manhaj kenabian selama masa yang dikehendaki Allah. Kemudian Allah mengangkatnya jika menghendakinya. Lalu datang masa kekuasaan yang zhalim selama masa yang dikehendaki Allah. Kemudain Allah akan mengangkatnya jika menghendakinya. Lalu datang masa kekuasaan diktator bengis selama masa yang dikehendaki Allah. Kemuadian Allah mengangkatnya jika menghendakinya. Setelah itu akan datang kembali masa kekhilafahan yang mengikuti manhaj kenabian. Kemudian Rasulullah terdiam. ” HR. Ahmad Demikianlah, bagi Hizbut Tahrir Hadits Riwayat Ahmad tersebut, layaknya sebuah mantra yang dapat membangkitkan semangat pergerakan politik mereka untuk kembali menegakkan khilafah Islamiyah di muka bumi. 90 Ibid., h. 33-34.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab ini penulis memberikan kesimpulan menyangkut pembahasan seputar globalisasi dan kebangkitan khilafah Islamiyah dalam perspektif pemikiran Hizbut Tahrir. 1. Hizbut Tahrir HT memahami globalisasi secara dikotomis. Artinya di satu sisi HT menerima globalisasi sebagai sebuah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang akan datang seiring dengan kemajuan, maka dari itu globalisasi adalah sebuah keniscayaan yang natural. Namun disisi lain HT menolak secara ekstrim terhadap ide globalisasi yang berasal dari Barat, atau bisa disebut “globalisasi ala Barat”. Globalisasi ”ala Barat” adalah globalisasi sebagai suatu proses perubahan sosial yang berusaha mengubah masyarakat tradisonal menjadi masyarakat modern dengan mengambil model masyarakat Barat yang sekular. Padahal menurut Douglas Kellner globalisasi tidak terbatas pada satu penekanan saja, meskipun ekonomi kapitalis penting untuk memahami globalisasi, namun tekno-sains lah yang memberikan infrastrukturnya. Namun pemahaman HT tentang globalisasi itu terkesan terpisah dan tidak dalam satu kerangka definisi globalisasi yang homogen. Jika globalisasi ditinjau sebagai sebuah perspektif perkembangan, dan kemajuan sains dan teknologi, maka HT mengaku pro terhadapnya. Segala macam sains