Kegagalan Globalisasi Barat Hegemoni Politik Tunggal Amerika Serikat

sebuah keniscayaan dalam hal perkembangan sains dan teknologi. Namun Hizbut Tahrir menolak dan menentang globalisasi yang diusung oleh Barat yang menurutnya memiliki motivasi imperialisme dengan cara menyebarkan paham kapitalisme yang akan membuat sebuah kampung global global village bagi masyarakat dunia dengan fondasi sekularisme. Dalam pemahaman globalisasi yang terkesan dikotomis itu, yaitu antara menerima dan menolak globalisasi, maka berdasarkan beberapa penjelasan Hizbut Tahrir yang sporadis, penulis merangkum bahwa sebenarnya Hizbut Tahrir melihat globalisasi sebagai indikator kebangkitan khilafah Islamiyah. Itu juga yang kemudian penulis tanyakan kepada juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia, Ismail Yusanto, bahwa ”apakah globalisasi itu sendiri dapat dikatakan sebagai indikator kebangkitan khilafah islamiyah?”. Ismail menjawab: ”Ya. Paling tidak hal itu dapat dilihat dari dua hal. Pertama, kegagalan globalisasi itu sendiri sebagai sebuah sistem yang malah menyebabkan kemiskinan global. Kedua, pudarnya pesona nation state di era globaliasi yang kemudian malah membangkitkan organisasi-organisasi transnasional, dan bahkan negara transnasional”. 59

a. Kegagalan Globalisasi Barat

Kegagalan globalisasi dapat dilihat dan ditinjau secara komprehensif, namun yang paling umum adalah dengan melihatnya dari perspektif budaya, ekonomi, politik. Menurut Hizbut Tahrir, globalisasi kultural telah menimbulkan problem identitas yang parah pada komunitas manusia di berbagai negara. Bagi Hizbut Tahrir, problem identitas terbesar akibat 59 Wawancara Pribadi dengan Muhammad Ismail Yusanto. globalisasi adalah terjadinya sekularisasi. Kendati globalisasi merupakan bentuk imperialisme yang berupa dominasi politik, militer, dan ekonomi, namun yang paling nampak kemudian adalah adanya pemaksaan sekularisme yang membuat umat Islam harus terjauhkan dari nilai-nilai Islam dan syariatnya. Umat Islam yang tersekulerkan terpaksa harus hidup dalam tatanan ekonomi yang kapitalistik, politik oportunistik, pendidikan yang materialistik, budaya yang hedonistik dan westernistik yang berintikan amoralisme serta sikap beragama yang sinkretistik. 60 Semua itu menggenapkan ketundukan umat Islam secara ideologis kepada Barat. Maka, krisis terbesar yang diderita oleh umat Islam akibat globalisasi tidak lain adalah krisis identitas umat Islam sebagai sebuah umat dimana mereka semestinya hidup di bawah naungan nilai-nilai Islam tapi kenyataannya tidak. Sekularisme yang dibawa serta oleh imperialisme itu telah memisahkan Islam dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara di mana umat Islam hidup di dalamnya. Umat Islam tidak lagi bisa melihat identitas terpenting mereka, yakni aqidah Islam, terwujud dalam kehidupan secara nyata. Aqidah Islam hanya bersemanyam dalam dada dan hanya sekali-kali saja muncul di permukaan kehidupan, misalnya saat kelahiran, kematian, pernikahan, atau saat melaksanakan ibadah shalat, haji, zakat atau saat peringatan hari besar Islam seperti Isra Miraj, Maulid Nabi dan sebagainya. Semakin proses sekularisasi itu berhasil, umat Islam semakin kehilangan identitasnya sebagai umat Islam, dan selanjutnya akan berganti identitas 60 Lebih jelas lihat analisis dan kritik mendalam Hizbut Tahrir terhadap pemikiran sekularisme Barat tersebut dalam Persepsi-Persepsi Berbahaya Untuk Menghantam Islam dan Mengokohkan Peradaban Barat Mafahim Khathirah li Dharb Al-Islam wa Tarkiz Al-Hadharah Al-Gharbiyah . Perjemahan oleh M. Shiddiq Al-Jawi Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 1998. menjadi umat sekularis atau kapitalis. Seiring dengan itu, kemuliaan umat Islam sebagaimana disebut dalam al Quran pun hilang tak terwujud secara nyata. 61 Menurut Dr Imran Waheed, percampuran antara materialisme dan kebebasan individu tanpa batas, telah menyebabkan kekerasan yang mewabah, pengunaan obat bius, dan alkohol, mengabaikan orang lanjut usia, kemiskinan, kerusakan pada keluarga, kekosongan spiritual, rasisme, dan lain-lain. Pernyataan tersebut dapat didukung oleh sejumlah fakta yang diterbitkan UNDP terkait dengan laporan tentang globalisasi dan dampak-dampaknya. Misalnya, data tahun 2000 menunjukkan antara 85 juta dan 115 juta anak perempuan dan dewasa mengalami beberapa bentuk kerusakan pada alat kelaminnya hlm.36, atau diperkirakan satu dari tiga perempuan menjadi korban kekerasan dalam hubungan intim mereka hlm.4. 62 Kemudian dalam bidang ekonomi, menurut Hizbut Tahrir, globalisasi juga menunjukkan kegagalannya. Dunia melihat, pada tahun 1980-an, hampir setengah abad berlalu semenjak kemerdekaan dan proses globalisasi dilakukan yang diharap bisa menjadi pintu kemajuan bagi negara Dunia Ketiga, terbukti upaya itu tidak membuahkan hasil. Yang ada adalah kenyataan bahwa Dunia Ketiga tetaplah menjadi negara miskin, terbelakang dan terpinggirkan serta sekaligus tetap menjadi obyek eksploitasi negara maju. Hizbut Tahrir mengutip beberapa data bahwa pada tahun itu, negara-negara industri yang jumlah penduduknya hanya 26 dari penduduk dunia ternyata menguasai lebih dari 78 produksi, menguasai 81 perdagangan dunia, 70 pupuk, 61 Wawancara Pribadi dengan Muhamad Ismail Yusanto. 62 Pontoh, Akhir Globalisasi, h. 10-12. dan 87 persenjataan dunia. Sementara 74 penduduk di Asia, Afrika, dan Amerika Latin yang dimasukkan ke dalam Dunia Ketiga, hanya menikmati sisanya, yakni seperlima produksi dan kekayaan dunia. 63 Menurut Ismail Yusanto, globalisasi memang menciptakan kemakmuran, namun hanya untuk negara-negara Barat. Mereka memang menikmati kemakmuran yang luar biasa. Tapi, masyarakat di negara-negara Dunia Ketiga tetap hidup dalam kemiskinan dan keterbelakangan. Kemudian Ismail mengutip laporan UNDP tahun 1999, seperlima orang terkaya dari penduduk dunia mengkonsumsi 86 barang dan jasa dunia. Sebaliknya seperlima penduduk termiskin hanya mendapatkan 1 persen lebih sedikit barang dan jasa dunia. 64 Menurut Ismail, di Indonesia, globalisasi dan liberalisasi makin jauh masuk utamanya melalui LOI Letter of Intent tahun 1998 yang ditandatangani bersama oleh Soeharto, presiden Indonesia ketika itu, dan Camdessus, mewakili IMF menyusul krisis moneter yang melanda Indonesia. Di antara butir LOI adalah penghapusan subsidi, privatisasi dan liberalisasi. Beberapa butir penting itu kini sudah dilaksanakan. Subsidi pupuk dihapus, begitu juga BBM yang membuat kedua komoditas strategis itu melambung terus harganya. Tentu saja rakyat sangat menderita karenanya. Bersama dengan liberalisasi sektor migas yang dilakukan melalui Undang-Undang 63 Kegagalan Pembangunan Dunia Ketiga secara dramatis ditunjukkan oleh Rudolf H. Strahmn. Penerjemah Rudy Bagindo, dkk., Kemiskinan Dunia Ketiga: Menelaah Kegagalan Pembangunan di Negara Berkembang Jakarta: Pustaka Cidesindo, 1999. Lihat juga Arief Budiman, Pembangunan Dalam Krisis, Teori Pembangunan Dunia Ketiga Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1996, hal. 113-120. Lihat juga kritik terhadap pembangunan dan globalisasi dalam Mansour Fakih, Sesat Pikit Teori Pembangunan dan Globalisasi Yogyakarta : INSIST Press dan Pustaka Pelajar, 2001. 64 Muhammad Ismail Yusanto, “Kebangkitan Islam Menantang Modernisasi dan Globalisasi: Perjuangan Hizbut Tahrir di Indonesia,” h. 3. Migas tahun 2001 yang memuat pasal penghentian peran monopoli Pertamina mulai tahun 2005 ini, penghapusan subsidi itu ternyata berujung pada masuknya perusahaan asing di dalam bisnis migas di Indonesia. Artinya, melalui tangan IMF dan para kompradornya di dalam negeri Indonesia, kapitalis global bisa masuk dengan legal dan leluasa untuk menghisap kekayaan Indonesia. Contoh lain dari dari makin merasuknya paham neo liberal ke tubuh ekonomi Indonesia adalah Undang-Undang No.7 Tentang Sumber Daya Air SDA tahun 2004. Undang-Undang itu dalam banyak pasal membuka peluang terjadinya privatisasi sektor air, sekaligus memungkinkan pengalihan fungsi air secara fundamental dari fungsi publik yang bersifat sosial menjadi fungsi komoditas yang bersifat komersial. Menurut Ismail, perhatian Hizbut Tahrir Indonesia terhadap liberalisasi sektor sumber daya alam, yang menjadi sasaran empuk tindak eksploitasi kapitalis global, tidak pernah berhenti. Liberalisasi itu diantaranya terjadi pada kasus migas di blok Cepu. Menurut Hizbut Tahrir, kebijakan pemerintah Indonesia untuk tetap memperpanjang kontrak dengan Exxon Mobil di ladang migas di Blok Cepu yang dikabarkan mempunyai cadangan sebanyak 1,2 miliar barel, tidaklah masuk akal, karena semestinya kontrak itu berakhir pada 2010. Bukan hanya itu, Exxon Mobil bahkan mendapatkan persentase saham dan bagi hasil. Manurut Hizbut Tahrir tidak ada satu pun alasan baik secara historis, teknis maupun ekonomis yang membuat Indonesia harus melanjutkan kontrak dengan Exxon Mobil. Satu-satunya penjelasan yang rasional adalah bahwa kebijakan pemerintah itu lahir akibat tekanan politik pemerintahan Bush serta kepentingan bisnis para kompradornya di Indonesia. Inilah globalisasi yang tidak lain berwujud imperialisasi ekonomi demi kepentingan eksploitasi sumberdaya ekonomi. Selanjutnya Khilafah magazine, edisi Januari 2002, pernah menurunkan laporan mengenai sejumlah fakta yang terjadi di dunia sebagai akibat dari globalisasi. Laporan tersebut dikutip dari beberapa laporan dari sejumlah lembaga dunia. Berikut adalah data dan fakta dari laporan tersebut: 65 • Hampir setengah dari 6 milyar penduduk dunia hidup dengan 2 per hari, sedangkan 1,2 miliar orang hidup kurang dari kurang dari 1 per hari. • Kesenjangan antara orang kaya 20 dari penduduk dunia dan orang miskin 20 dari penduduk dunia telah berlipat denda selama 40 tahun terakhir ini. • Aset tiga milyarder terkaya dunia melampaui GNP dari 48 negara kurang berkembang dan 600 juta penduduknya. • Mayoritas investasi asing berada di tangan negara-negara kaya. • Dari 865 miliyar investasi asing dunia pada tahun 1999, 636 76 dikuasai negara-negara industri maju. • Setelah putaran Uruguay dalam perundingan GATT tahun 1994, para ekonom memperediksi bahwa perluasan perdagangan akan meningkatkan perdagangan dunia antara 200 miliar dan 500 miliar pada 2001. Akan tetapi pada saat itu juga PBB memperingatkan bahwa sebagian besar kekayaan dunia itu berada di tangan negara-negara kaya, sementara 65 Paul Masson, “Globalization Fact and Figures,” Khilafah Magazine, 10 Januari 2002, h. 27. negara-negara miskin tidak memperoleh apa-apa. Menurut kalkulasi PBB, sub-Sahara Afrika akan kehilangan 1,2 miliar pertahun akibat aturan baru perdagangan. • Meskipun Amerika Serikat dan Inggris sama-sama menganggap dirinya sebagai negera yang layak diteladani, dalam peringkat kemiskinan tahunan PBB Amerika Serikat justru berada di peringkat bawah di antara negara- negara industri, dengan 15,8 penduduk berada di bawah garis kemiskinan. Inggris tidak jauh beda 14,6. • Meskipun mengakui dampak buruk terhadap masyarakat yang diakibatkan privatisasi di Dunia Ketiga, Bank Dunia dan IMF tetap memaksakannya sebagai sebuah model ekonomi. Privatisasi air adalah salah satu contohnya. Bank Dunia mencatat bahwa harga air di ibu kota Haiti, Port- au-Prince, meningakat 10 kali lipat sejak diprivatisasi, sementara keluarga miskin di Mauritania harus membelanjakan seperlima dari pendapatan rumah tangga mereka untuk air saja. • Negara-negara seperti India, Brazil, dan Thailand telah membangun industri farmasi mereka selama bertahun-tahun lamanya, memproduksi obat-obatan generik sebagai alternatif dari obat-obatan produksi perusahaan-perusahaan multinasional yang tinggi harganya. Obat flukanazole , yang digunakan untuk mengobati meningitis terkait HIV, harganya sekitar 50 per 100 tablet di India, sementara obat yang sama dengan merek terkenal dijual di Indonesia dengan harga 700 dan di Filipina 800. Harga yang berbeda jauh di luar jangkauan kebanyakan rakyat kedua negara itu. Namun demikian WTO tetap tidak memberikan hak kepada negara-negara berkembang untuk memproduksi sendiri obat yang lebih murah bagi rakyatnya sendiri. WTO malah memaksa negara- negara untuk menerima kepemilikan swasta atas obat-obatan bermerek terkenal melalui paten berjangka panjang. Pada 1998 WTO menetapkan bahwa pemerintah India harus mengamandemen undang-undang negaranya agar sesuai dengan isi perjanjian TRIPs guna memberikan hak yang lebih besar kepada paten perusahaan-perusahaan farmasi. • Sejak 1983 hampir tidak ada pertumbuhan ekonomi bagi rata-rata keluarga di AS, kecuali peningkatan pendapatan dan kekayaan yang menumpuk pada 205 penduduk terkaya Edward Wolf dan Jerome Levy, Economics Institute, Bard Collage, 2000. • Tren kemiskinan semakin memburuk. Jumlah orang miskin yang hidup dengan kurang dari 1 dollar sehari meningkat dari 1,197 milyar jiwa pada tahun 1987 menjadi 1,214 milyar jiwa pada tahun 1997 20 dari penduduk dunia. Sementara 1,6 milyar jiwa 25 penduduk dunia lainnya hidup antara 1-2 dollar perhari The United Nations Human Development Report, 1999. • Kesenjangan pendapatan antara 15 penduduk dunia di negara-negara kaya dengan 15 penduduk di negara-negara termiskin meningkat 2 kali lipat pada tahun 1960-1990 dari 30:1 menjadi 60:1. Pada 1998 meningkat menjadi 78:1. The United Nation Human Developmen Report, 1999. • Perubahan teknologi dan liberalisasi keuangan mengakibatkan peningkatan jumlah rumah tangga tidak proporsional pada tingkatan yang teramat kaya, tanpa ditribusi bagi yang miskin. Pada rentang 1988-1993, pendapatan 10 penduduk termiskin dunia merosot lebih dari ¼-nya, sedangkan pendapatan 10 penduduk terkaya dunia meningkat 8 Robert Wade, The London School of Economics, The Economist, 2001. • Dua puluh tahun lalu perbandingan rata-rata pendapatan rata-rata di 49 negara terbelakang dengan pendapatan rata-rata negara-negara terkaya adalah 1:87, tapi sekarang menjadi 1:98 Kevin Watkins, International Herald Tribune , 2001. • Total kekayaan orang-orang yang mempunyai aset minimal satu juta dolar meningkat hampir 4 kali lipat pada kurun 1986-2000 dari 7,2 trilyun dollar menjadi 27 trilyun dollar. Meskipun terjadi kemerosotan keuangan global dan bisnis dotcom saat ini, Merril Lynch memprediksikan bahwa kekeyaan mereka meningkat 8 setiap tahunnya dan diperkirakan tahun 2005 mencapai 40 trilyun dollar Merril Lynch-Cap Gemini, 2001. • Sejak 1994 hingga 1998, nilai kekayaan bersih 200 orang terkaya di dunia bertambah dari 40 milyar dolar menjadi lebih dari 1 trilyun dollar. Aset 3 orang terkaya lebih besar dari gabungan GNP 48 negara terbelakang. Jumlah milyuner meningkat 25 dua tahun terakhir menjadi 475 orang dengan nilai kekayaan lebih besar dari 50 penduduk termiskin dunia Human develop report, 1999. • 15 orang terkaya di dunia mengonsumsi 86 semua barang dan jasa, sementara 15 orang termiskin di dunia hanya mengonsumsi kurang dari 1 saja Human develop report, 1999. • Di seluruh dinia kira-kira 50 ribu orang meninggal setiap hari akibat kurangnya kebutuhan tempat tinggal, air yang tercemar, dan sanitasi yang tidak memadai Shukor Rahman, Straits of Malaysia, 2001. • Peningkatan produksi pangan dalam 35 tahun terakhir telah melampaui laju pertumbuhan penduduk dunia sebesar 16 . Peningkatan tersebut belum pernah terjadi United Nationons Food and Agricultiure Organization , 1994. • Pada tahun 1997, 78 anak anak di bawah usia 5 tahun yang kekurangan gizi di negara-negara sedang berkembang sebenarnya hidup di negara- negara yang mengalami surplus pangan United Nationons Food and Agricultiure Organization , 1998. • Sementara 200 juta orang India kelaparan, pada tahun 1995 India mengekspor gandum dan tepung terigu dengan nilai 625 juta dolar, beras 5 juta ton dengan nilai 1,3 milyar dollar Institute for Food and Development Policy , Background , Spring 1998. • Dewasa ini 826 juta manusia menderita kekurangan pangan yang sangat kronios dan serius, kendati dunia sebenarnya mampu memberi makan 12 milyar manusia 2 kali lipat dari penduduk dunia tanpa masalah sedikit pun Shukor Rahman, New Straits of Malaysia Times, 2001. • Pada tahun 1997 hampir 10 juta orang AS yang terdiri atas 6,1 juta orang dewasa dan 3,3 juta anak-anak benar-benar di lilit kelaparan. Sementara itu pada tahun 1998, 10,5 juta rumah tangga di AS atau 31 juta orang tidak bisa memperoleh makanan dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka. US Depeartement of Agriculture, Food Insecurity Report , 1999. • Jumlah orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan gizinya diperkirakan bertambah besar hingga 3, dari 1,1 milyar pada tahun 1998 menjadi 1,3 milyar orang pada tahun 2008, 23 penduduk Afrika Sub- Sahara dan 40 penduduk Asia akan mengalami kekurangan pangan Pada tahun 2008 US Departemen of Agriculture, Food Security Asessment, 1999. • Setiap hari 11 ribu anak mati kelaparan di seluruh dunia, sedangkan 200 juta anak menderita kekurangan gizi dan protein serta kalori. Lebih dari 800 juta menderita kelaparan di seluruh dunia dan 70 di antara mereka adalah wanita dan anak-anak Shukor Rahman, World Food Program, new Straits of Malaysia Times, 2001. • 41 negara miskin yang paling banyak berhutang, hutang luar negerinya meningkat dari 55 milyar dollar pada tahun 1980 menjadi 215 milyar dollar pada tahun 1995 Saat ini pemerintahan negara-negara Afrika menanggung utang sebesar 350 milyar dollar sehingga mereka memotong 25 penghasilan mereka untuk bayar utang. Akibatnya pemerintah mengurangi pembiayaan atau jasapelayanan negara terhadap rakyatnya. Atas dasar itulah Jubille 2000 mengatakan bahwa di 40 negara paling miskin setiap 1 menit 13 anak mati The Ecologist Report, Globalizing Poverty , 2000. • Di Zimbabwe, ketika SAPs mulai dilaksanakan, pembiayaan pelayanan kesehatan per orang merosasot 13 nya sejak 1990. Sejak itulah kualitas pelayan kesehatan merosot 30. Sementara jumlah perempuan yang hampir saja meninggal di rumah sakit Harare meningkat 2 kali lipat dibandingkan pada tahun 1990. Sedangkan jumlah orang yang berobat yang di klinik dan rumah sakit semakin berkurang karena mereka tidak mampu menanggung biaya pengobatan. The Ecologist Report, Globalizing Poverty , 2000. • Di Kenya, munculnya peraturan baru mengenai biaya yang harus ditanggung para pasien di Klinik pengobatan khusus penyakit menular seksual di Nairobi, berakibat pada penurunan jumlah orang yang datang berobat hanya dalam jangka waktu 9 bulan The Ecologist Report, Globalizing Poverty , 2000. • Privatisasi air merupakan kegemaran Bank Dunia dan IMF. Sebuah pemeriksaan acak atas dana-dana IMF di 40 negara selama tahun 2000, menemukan fakta bahwa ada 12 negara peminjam yang persyaratan peminjamannya memuat klausal kebijakan kenaikan harga jasa air dan privatisasi air Globalization Chalengge Initiative, Ewater Privatization Fact Sheet, 2001. • Dampak kebijakan IMF dan Bank Dunia memprivatisasi air dapat dilihat pada KwaZulu –Natal, Afrika Selatan, di mana orang-orang miskin tidak mampu membayar air bersih terpaksa menggunakan air sungai yang tercemar sehingga menyebabkan wabah kolera Globalization Chalengge Initiative, Ewater Privatization Fact Sheet, 2001. • Ketika kota terbesar ke-3 di Bolivia dipaksa melakukan privatisasi air oleh IMF dan Bank Dunia, tingkat kenaikan harga air bagi pelanggan paling miskin mencapai 3 kali lipat. Negara dengan upah minimum kurang dari 60 dollar perbulan tersebut, banyak pemakai air dengan biaya rekening perbulannya mencapai 20 dollar. Warga di kota tersebut yang telah membangun sumur-sumur keluarga dan sistem irigasi selama berpuluh puluh tahun lalu, tiba-tiba harus membayar hak atas penggunaan air tersebut International Forum on Globalization, IF Bulletin, 2001. • Sebuah jejak pendapat yang dilakukan Wall Street Journal terhadap 500 eksekutif perusahaan AS mengungkapkan bahwa kemungkinan besar mereka akan menggunakan NAFTA untuk menekan gaji dan upah karyawan buruh Economic Policy Institute, NAFTA at Seven, 2001. • Pada akhir 1998, kira-kira 1 milyar pekerja 13 dari tenaga kerja dunia menjadi pengangguran atau setengah pengangguran. Angka tersebut merupakan yang terburuk sejak depresi Barat pada tahun 1930-an World Emploment Report 1998-1999, International Labour Organization . • Perluasan perdagangan tidak selalu berarti lebih banyak pekerjaan dan gaji yang lebh baik. Di negara-negara paling kaya, penciptaan lapangan kerja jauh tertinggal ke belakang, baik dari sisi pertumbuhan GDP maupun perluasan perdagangan dan investasi. Meski GDP tumbuh 2-3 tetapi tingkat pengangguran tidak turun tetap berkutat diangka 75 The United Nations Human Development Report, 1999. • Sebanyak 200 perusahaan terbesar dunia menguasai 30 perekonomian dunia kendati mereka hanya mempekerjakan 1 angkatan kerja dunia. Sementara keuntungan mereka membengkak 362,4 antara tahun 1983- 1999, mereka hanya menambah tenaga kerja sebesar 14,4 Institute for Policy Studies, Top 200, The Rise of Corporate Global Power, 2000. • Para pengusaha mengunakan fleksibilitas ekstra dalam undang-undang ketenagakerjaan yang diwajibkan IMF dan World Bank untuk lebih banyak mengurangi dan merampingkan pekerjaan ketimbang memperbesar kemampuan produktif maupun menciptakan lapangan kerja United Nations Trade and Development Report 1995, The Ecologist Report, Globalizing Poverty , 2000. Data yang dipublikasikan Khilafah Magazine mungkin dapat dijadikan indikator bahwa globalisasi belum dapat menciptakan stabilitas ekonomi bagi seluruh negara yang ada di dunia. Berdasarkan data tersebut kita dapat melihat adanya ketimpangan pendapatan antara negara maju dan negara berkembang atau negara miskin. Selama arus globalisasi berlangsung, negara maju lah yang paling banyak mendapatkan profit dalam hal materi. Sedangkan negara- negara Dunia Ketiga semakin terpuruk dalam kemiskinannya. Hal tersebut kemudian berdampak pada instabilitas politik bagi negara-negara yang tidak dapat bertahan dalam persaingan global yang semakin represif. Menurut Hizbut Tahrir, globalisasi yang dicanangkan guna mewudkan perdamaian dunia, mencegah Perang Dunia Ketiga di bawah prinsip serta nilai-nilai kebebasan dan demokrasi ternyata hanyalah ’kedok’ dari bentuk imperialisme Barat -khususnya Amerika Serikat- terhadap negara-negara Dunia Ketiga -khususnya dunia Islam-. Alih-alih menciptakan dan menjaga perdamaian dunia, globalisasi malah menciptakan instabilitas politik di mana- mana. Menurut Hizbut Tahrir, sistem demokrasi tidak lah menjamin kesejahteraan rakyat. Asumsi itu didasarkan pada kenyataan misalnya di Indonesia. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dibandingkan dengan masa Orde Lama maupun Orde Baru, sejauh ini dianggap paling demokratis. Jumlah partai politiknya lebih banyak dari pada masa Orde Baru. Presidennya di pilih langsung oleh rakyat. Tingkat kebebasan pers nya pun tinggi. Namun sebaliknya, kehidupan ekonomi rakyat tetap terpuruk. Jumlah kemiskinan dan pengangguran tetap tinggi. Penyakit sosial bertambah parah mulai dari tingginya kriminalitas, kekerasan, dalam rumah tangga, aborsi, hingga bunuh diri. Di Indonesia, alih-alih membawa kesejahteraan, demokrasi melahirkan banyak kebijakan liberal yang justru menambah beban masyarakat. Menurut Hizb, contohnya adalah kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM yang memberatkan rakyat dan menguntungkan investor asing, kebijakan privatisasi BUMN, yang juga mengorbankan rakyat dan menguntungkan asing. Ini lah kemudian yang disebut Hizb bahwa penguasa lebih memilih untuk memuaskan kepentingan pengusaha korporasi, bahkan pengusaha korporasi asing, dari pada rakyat. Menurut Hizb, dalam sebuah partisipasi demokrasi pasti membutuhkan dana besar. Dalam konteks inilah politisi kemudian membutuhkan dana segar dari kelompok bisnis. Penguasa dan pengusaha pun kemudian menjadi pilar penting dalam sistem demokrasi. Bantuan para pengusaha tentu punya maksud tertentu. Paling tidak untuk menjamin keberlangsungan bisnisnya, bisa juga demi mendapatkan proyek dari pemerintah. Akibatnya, penguasa didikte oleh pengusaha. Walhasil, sistem demokrasi kemudian melahirkan negara korporasi, yang ciri utamanya adalah lebih melayani kepentingan pengusaha bisnis dari pada rakyat. Dominasi korporasi terhadap negara semakin menggurita setelah korporasi multinasional turut bermain. Korporasi multinasional sangat menentukan siapa yang menjadi pemimpin sebuah negara dan apa kebijakan negara tersebut. Korporasi multinasional, lewat berbagai institusi, baik negara kapitalis maupun organ- organ internasional seperti PBB, IMF, dan Bank Dunia, mendikte dan sangat mempengaruhi kebijakan sebuah negara. Hizb mengutip The New York Times, pada 9 September 2003 yang memperlihatkan data bahwa Chiquita, TNC Amerika yang memproduksi dan menontrol 50 perdagangan pisang dunia, pada tahun 1997 ’menyogok’ lebih dari US 500.000 untuk kampanye partai Republik atau pun partai Demokrat di Amerika Serikat. Karena kuatnya lobi, koalisi TNC bisa menaikkan sumbangan politisnya ke partai Republik yang berkuasa, dari US 37 juta 1992 menjadi US 53 juta 2002. Kini 72 persen pundi partai ini dipasok TNC, terutama TNC agrobisnis. Sebagai imbalannya, presiden Bush pada 2002, antara lain menekan Farm Bill senilai US 180 miliar untuk 10 tahun ke depan. Contoh lain mengenai betapa berpengaruhnya peran TNCMNC dalam mengintervensi kebijakan politik lokal, Hizb mengutip Kompas, pada 23 Februari 2006 bahwa dalam kasus Exxon Mobil, seperti di tulis Kwik Kian Gie, pemerintah Amerika ikut campur tangan demikian jauh. Tujuannya agar perusahaan minyak asal negeri Paman Sam itu di tunjuk oleh pemerintah Indonesia sebagai pengelola Blok Cepu. Tidak tanggung-tanggung, campur tangan dilakukan oleh pemimpin tertinggi Exxon Mobil, Duta Besar Ralph Boyce, dan Presiden George W. Bush. Kedatangan Mentri Luar Negeri AS Condoleezza Rice, yang bersamaan dengan panasnya penentuan operator Blok Cepu, juga bukan sebuah kebetulan, meskipun Menko Perekonomian Boediono membantah ada intervensi atau tekanan. Sama halnya dengan invasi Amerika ke Irak, tidak bisa dilepaskan dari kepentingan perusahaan-perusahaan besar AS. Serangan ini merupakan upaya Amerika untuk menguasai minyak Irak yang kaya-raya itu. 66 Dalam pandangan Dr. Imran Waheed, secara global, peradaban Barat telah menciptkan tata dunia yang tidak adil yang dicirikan oleh imperialisme lewat mekanisme hutang, perdagangan yang tidak adil, dukungan bagi para diktator dan tiran, dan pendudukan yang illegal. Sementara pada saat yang sama mengurangi kebebasan sipil di negara mereka sendiri dengan cara menteror rakyatnya sendiri. Mereka berbicara soal penentuan nasib sendiri dan demokrasi, tapi mendukung diktator di seluruh dunia Islam seperti Mubarak dan Karimov dan mencegah keinginan masyarakat kepada Islam, syariah dan khilafah. Mereka berbicara soal supremasi hukum dan perdamaian di Timur Tengah, namun kenyataanya mereka menjajah dan menjarah; menduduki negeri orang lain. Seperti yang terjadi di Irak di mana mereka membunuh lebih dari 650,000 ribu jiwa. 67 Pernyataan Juru bicara Hizbut Tahrir Inggris itu mungkin dapat dipertimbangkan, mengingat pada tahun 2000, UNDP menerbitkan laporan data yang sama sekali tidak menunjukkan adanya kemajuan dalam distribusi kemakmuran, penciptaan tatanan dunia yang lebih adil dan damai. Seperti Perang dan konflik internal selama tahun 2000 telah memaksa 50 juta rakyat tercampak dari rumah mereka, sekitar 500 juta senjata kecil beredar di seluruh 66 Farid Wadjdi, “Demokrasi dan Negara Korporasi,” al-Wa’ie VII, No. 83. Juli 2007: h. 3-4. 67 Waheed, “Tanda-tanda Kehancuran Peradaban Barat.” dunia, kemudian pada dekade terakhir, perang saudara telah membunuh lima juta rakyat di seluruh dunia hlm. 36. Selanjutnya, di seluruh dunia perempuan yang duduk di parlemen hanya 14 persen hlm. 39. 68 Peran PBB dalam menjaga perdamaian dunia pasca Perang Dunia II pun dipertanyakan. Karena pada kenyataannya sempat terjadi beberapa krisis yang melibatkan dua superpower yang hampir melahirkan perang dunia baru. Pertama adalah Perang Korea 1950-1953 yang melibatkan Amerika Serikat berhadapan dengan Uni Soviet dan Cina. Krisis kedua adalah pemasangan rudal nuklir Soviet di Kuba tahun 1962, yang akhirnya dicabut setelah diancam Amerika. Krisis ketiga adalah Perang Vietnam 1964-1975 yang berakhir dengan penarikan diri Amerika dan jatuhnya Vietnam Selatan ke tangan komunias tahun 1975. Intervensi juga dilakukan Amerika seperti di Granada oleh presiden Reagen 1984 dan Panama oleh Presiden Bush Senior 1990. Setelah berakhirnya perang dingin tahun 1991 AS juga melakukan intervensi yang dikenalkan sebagai ”humanitarian intervention” intervensi kemanusiaan seperti menolong kaum Muslim Bosnia pada tahun 1995 dan kaum muslim Kosovo di tahun 1999 dari kekerasan pemerintahan Serbia oleh presiden Clionton 69 Sehubungan dengan perdamaian Internasional ini, program PBB juga mengijinkan kekuatan penggunaan kekuatan militer untuk self defense bela diri seperti disebutkan dalam pasal 51. Pasal ini memberikan justivikasi bagi lahirnya konsep pre-emtive strike serangan mendahului dari AS di bawah presiden Bush Junior, yang secara khusus dicantumkan dalam Strategic Defense Review SDR, Pentagon tahun 2002. 68 Pontoh, Akhir Globalisasi, h. 10-11. 69 Dr. Burhan D Magenda, “Globalisasi dan Tata Dunia Baru di Bidang Politik, Ideologi, Hankam, Ekonomi, dan Sosial Budaya,” Jurnal PASKAL, vol.1. no.6 April, 2003: h. 5. Konsep ini sekarang dilaksanakan dengan serangan terhadap rezim Saddam Hussein di Irak dengan tuduhan memiliki senjata pemusnah massal sehingga mengancam perdamaian dunia. Seperti halnya intervensi di Bosnia dan Kosovo, serangan militer di Irak juga tanpa dukungan resolusi PBB, walaupun kemudian PBB diberikan peran pokok untuk masa pasca intervensi. 70 Tetapi menurut Hizbut Tahrir lambat laun hegemoni ini menunjukkan kegagalannya juga, melihat kebijakan anti teroris ini menyulut reaksi kemarahan dikalangan Eropa dan pihak lainnya. Menurut Hizbut Tahrir, Prancis mempunyai strategi politik untuk memperkuat Uni Eropa dan menjadikannya ‘payung’ yang sepadan untuk menghadapi ‘payung’ Amerika. Prancis juga berupaya membentuk kekuatan militer Eropa yang lepas dari NATO. Prancis belakangan ini berasama dengan Inggris dan Jerman telah berhasil meletakkan dasar-dasar kekuatan militer Eropa. 71 Demikian pula Asia, dan Afrika telah menderita akibat prilaku Amerika yang melampaui batas, seperti perampokan atas kekayaan alam mereka, kezaliman yang terus menerus atas negara dan rakyat mereka, dan upaya mewujudkan hegemoni tunggal bagi AS di seluruh kawasan dunia. Kemudian yang menarik dan perlu dicermati dalam hal ini, Hizbut Tahrir, sepertinya juga menggantungkan harapannya kepada negara-negara Adidaya lain untuk mengalahkan Amerika Serikat: 72 “Bagaimana pun juga keadaannya, pemerintahan Bush Junior tidak mampu menjatuhkan negara-negara Adidaya seperti Inggris, Rusia, 70 Ibid., h. 5-6. 71 an-Nabhani, Konsepsi Politik Hizbut Tahrir, h. 105. 72 Ibid., h. 42. Prancis, dan Jerman, dari permainan peran dalam panggung politik internasional. Sebaliknya strategi yang dijalankan oleh pemerintahan Bush Junior justru menguatkan posisi negara-negara tersebut dan tidak malah melemahkannya. Sebab strategi Amerika itu mendorong negara- negara Adidaya tersebut untuk mernyatukan barisanya guna membela diri dihadapan serangan Amerika yang keras atas mereka. Terbentuklah poros Prancis, Jerman, dan Rusia. Poros ini bersama Inggris saling bantu membantu secara rahasia. Negara-negara ini akhirnya mampu –dengan melakukan perlawanan dan langkah persuasif- memantapkan posisinya sebagai negara adidaya yang efektif sampai batas tertentu dalam politik internasional.” Hizbut Tahrir berpandangan, strategi negara-negara Adidaya tersebut akan berhasil. Akan tetapi andaikata negara-negara Adidaya tersebut tidak memeluk kapitalisme yang menjadikan ”manfaat individu” sebagai prioritas nilai setiap negara, niscaya mereka akan dapat mewujudkan sebuah Uni Eropa yang kuat dihadapan Amerika. Meski demikian, keberhasilan Prancis dalam mengajukan khithah politiknya kepada dua negara kuat Eropa Jerman dan Inggris dapat dianggap tindakan berpengaruh di hadapan Amerika, yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Menurut Hizbut Tahrir, globalisasi ‘ala Barat’ itu banyak di tentang oleh masyarakat luas. Pernyataan Hizbut Tahrir itu dapat dipertimbangkan, sesuai dengan data yang dilaporkan Coen Husain Pontoh pada tahun 2003, tentang daftar aksi menentang globalisasi. Menurutnya sejak tahun 1999-2002 terdapat 83 gerakan aksi menentang globalisasi yang dilakukan oleh banyak masyarakat baik dari negara-negara maju maupun negara-negara Dunia Ketiga. 73 73 Dalam data tersebut dipaparkan secara periodik dari tahun ke tahun terdapat aksi menentang globalisasi di dalam setiap pertemuan event global seperti pertemuan IMF, reaksi yang paling besar ditunjukkan oleh aksi 7,2 juta demonstran di negara Argentina yang menentang Belum lagi baru-baru ini terdapat isu global warming. Pada tanggal 3 Desember sampai dengan tanggal 14 Desember 2007 diselenggarakan Konvensi perubahan Iklim UN Framework Convention on Climate Change, UNFCCC di Bali. Global Warming disebabkan karena peningkatan gas rumah kaca—seperti karbon dioksida—dalam skala masif di atmosfir sebagai akibat dari pembakaran bahan bakar fosil dan deforestasi. Akibatnya, temperatur global naik 0,6ºC dan permukaan air laut naik 20 cm. Kalau dibiarkan saja, tahun 2100 nanti temperatur global naik antara 1,4ºC hingga 5,8ºC dan permukaan laut bisa bertambah sampai 80 cm. Dalam hal ini, para ahli maupun aktivis lingkungan hidup sepakat bahwa tersangka global warming adalah industrialisasi yang dilakukan negara-negara maju, terutama Amerika Utara dan Eropa. Mereka menyumbang sekitar 22 milyar ton karbon per tahun—terutama dari konsumsi BBM, industri, dan penebangan hutan. Di antara negara maju, penyumbang emisi terbesar adalah Amerika 36,1 disusul Rusia 17,4, Jepang, dan negara Eropa lainnya dalam persentase kurang dari 10. Bandingkan dengan negara-negara berkembang seperti Asia, Amerika Selatan, dan Afrika yang “cuma” menyumbang sekitar 4 milyar karbon per tahun— itu pun bukan dari industri, melainkan perubahan penggunaan lahan. 74

b. Pudarnya pesona Nation State di Era Globalisasi