19
2.7.2 Gejala Umum a. Panas Badan
Panas badan sedikit meningkat pada siang maupun sore hari. Panas badan meningkat ataupun lebih tinggi bila proses berkembang menjadi progresif
sehingga penderita merasakan badannya hangat atau muka terasa panas.
b. Berat badan turun
Berat badan menurun merupakan manifestasi toksemia yang timbul belakangan pada orang yang menderita tuberkulosis paru.
c. Menggigil
Dapat terjadi bila panas badan naik dengan cepat, tetapi tidak diikuti pengeluaran panas dengan kecepatan yang sama atau dapat terjadi sebagai suatu reaksi umum
yang lebih cepat.
d. Keringat malam
Keringat malam bukanlah gejala yang patognomonis untuk penyakit tuberculosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut, kecuali pada
orang-orang dengan vasomotor labil, keringat malam dapat timbul lebih dini Alsagaff,H. 2006., Departemen Kesehatan RI, 2006.
Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain tb, sepertibronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat
prevalensi TB diIndonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke unit pelayanan kesehatan dengan gejalatersebut diatas, dianggap sebagai seorang
tersangka suspek pasien TB, dan perlu dilakukanpemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung Departemen Kesehatan RI, 2006..
Universitas Sumatera Utara
20
2.8 Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis Paru a.
Berdasarkan Orang
Penyakit TB paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis.
Penyakit ini sebenarnya menyerang semua golongan umur dan jenis kelamin serta menginfeksi tidak hanya pada golongan ekonomi
rendah saja. Sekitar 75 pasien TB paru adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis 15-50 tahun. Pada tahun 2013 ditemukan jumlah
kasus baru BTA positif BTA+ sebanyak 196.310 kasus, menurun bila dibandingkan kasus baru BTA+ yang ditemukan tahun 2012 yang sebesar 202.301
kasus. Menurut jenis kelamin, kasus BTA+ pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan yaitu hampir 1,5 kali dibandingkan kasus BTA+ pada perempuan.
Pada masing-masing provinsi di seluruh Indonesia kasus BTA+ lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Disparitas paling tinggi antara
laki-laki dan perempuan terjadi di Sumatera Utara, kasus pada laki-laki dua kali lipat dari kasus pada perempuan. Menurut kelompok umur, kasus baru yang
ditemukan paling banyak pada kelompok umur 25-34 tahun yaitu sebesar 21,40 diikuti kelompok umur 35-44 tahun sebesar 19,41 dan pada kelompok umur 45-
54 tahun sebesar 19,39 Kemenkes RI, 2014.
b. Berdasarkan Tempat