Kajian Sistem Jaringan Jalan di Wilayah Kota Pekanbaru

(1)

KAJIAN SISTEM JARINGAN JALAN DI WILAYAH

KOTA PEKANBARU

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh Colloqium Doqtum/

Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh :

ARIF MANOTAR PANJAITAN

09 0424 028

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSION

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2012


(2)

ABSTRAK

Jalan merupakan prasarana transportasi yang penting buat pendukung kehidupan ekonomi, sosial budaya, politik dan pertahanan keamanan. Evaluasi sistem jaringan jalan dilakukan guna menyelaraskan pertumbuhan penduduk dengan prasarana yang ada sehingga tidak menimbulkan konflik lalulintas dan bisa membentuk jaringan jalan yang berstandar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja jaringan jalan di Kota Pekanbaru.

Penelitian ini dilakukan dengan 2 cara yaitu menggunakan Indeks Prasarana Jalan (IPJ) dan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Indeks prasarana jalan menggunakan empat variabel yang juga merupakan indikator dalam penilaian yaitu Ketersediaan Prasarana Jalan (Ktj), Kinerja Jaringan Jalan (Knj), Beban Lalulintas (Bln) dan Pelayanan Prasarana Jalan (Pyp). Sedangkan SPM ditinjau dari Indeks Aksesibilitas dan Indeks Mobilitas. Hasil nilai (skor) IPJ dan SPM akan dibandingkan dengan beberapa wilayah.

Hasil penelitian menunjukkan skor IPJ Kota Pekanbaru tahun 2010 (6,63) dikatakan baik berdasarkan nilai minimum nasional (6,00) dan nilai rata-rata nasional (5,68). Sistem jaringan jalan Kota Pekanbaru lebih baik dibandingkan Kota Padangsidimpuan, Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang. Berdasarkan SPM Kota Pekanbaru, indeks mobilitas masih dibawah syarat yang ada.

Kata Kunci : Sistem Jaringan Jalan, Indeks Prasarana Jalan (IPJ), Standar Pelayanan Minimum (SPM).


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Tugas Akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Sipil Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dengan judul

“Kajian Sistem Jaringan Jalan di Wilayah Kota Pekanbaru”.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian Tugas Akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting dalam penyelesaian Tugas Akhir ini hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, terutama kepada:

1. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis M.Eng.Sc selaku Dosen Pembimbing dan juga Ketua Program Pendidikan Sarjana Ekstensi, yang telah banyak memberikan bimbingan yang sangat bernilai, masukan, dukungan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu penulis menyelesaikan Tugas Akhir ini. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME selaku Dekan Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.


(4)

5. Bapak Ir. Indra Jaya Pandia, MT, Bapak Yusandi Aswad, ST, MT, dan Bapak Medis S. Surbakti, ST, MT selaku Dosen Pembanding, yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis terhadap Tugas Akhir ini.

6. Ibunda Roslenny Hutabarat tercinta yang telah banyak berkorban, memberikan motivasi hidup, semangat dan juga nasehat.

7. Kakak-kakak tersayang Tonun Irawaty Panjaitan dan Ani Maria Panjaitan dan juga adinda Christiandi Natanael Panjaitan yang selalu menjadi motivator. 8. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada penulis..

10. Kawan-kawan seperjuangan angkatan 2009 Teknik Sipil Ekstensi yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

11. Abang/kakak senior yang tidak dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.

12. Adek-adek Teknik Sipil Ekstensi angkatan 2010, 2011, 2012 yang tidak bisa disebut satu persatu.

13. Teman-teman Teknik Sipil Reguler dari berbagai angkatan yang tidak bisa disebut satu persatu.

14.

Dan segenap pihak yang belum penulis sebut di sini atas jasa-jasanya dalam

mendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik

.


(5)

Mengingat adanya keterbatasan-keterbatasan yang penulis miliki, maka penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca diharapkan untuk penyempurnaan laporan Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Oktober 2012 Penulis,

Arif Manotar Panjaitan 09 0424 028


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR NOTASI ... xi

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

I.1 Umum ... 1

I.2 Latar Belakang ... 2

I.3 Perumusan Masalah Penelitian ... 4

I.4 Tujuan Penelitian ... 4

I.5 Manfaat Penelitian ... 4

I.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

I.7 Sistematika Penulisan ... 5

BAB II ... 7

TINJAUAN PUSTAKA ... 7


(7)

II.2 Definisi Jalan ... 8

II.3 Peran Jalan ... 9

II.4 Sistem Jaringan Jalan ... 10

II.5 Klasifikasi Jalan ... 11

II.5.1 Klasifikasi Jalan Menurut Fungsinya ... 11

II.5.1.1 Sistem Jaringan Jalan Primer ... 15

II.5.1.2 Sistem Jaringan Jalan Sekunder ... 18

II.5.2 Klasifikasi Jalan Menurut Statusnya ... 20

II.5.3 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Kewenangan Pembinaan ... 21

II.6 Pengertian Efektifitas Program Prasarana Jalan ... 23

II.7 Kinerja Jaringan Jalan ... 25

II.7.1 Indeks Prasarana Jalan (IPJ)... 26

II.7.1.1 Estimasi Skor IPJ (Scoring anad Weighting) ... 28

II.7.1.2 Kualifikasi Variabel Indeks Prasarana Jalan ... 29

II.7.1.3 Bobot Kepentingan Antar Variabel IPJ ... 30

II.7.1.4 Interpretasi Skor IPJ ... 31

II.8 Standar Pelayanan Minimal (SPM) Prasarana Jalan ... 32

II.9 Studi Terdahulu ... 35

BAB III ... 37

METODOLOGI PENELITIAN ... 37


(8)

III.2 Obyek Penelitian ... 38

III.3 Metode Penelitian ... 38

III.4 Metode Pengumpulan Data ... 38

III.5 Indeks Prasarana Jalan (IPJ) ... 40

III.5.1 Kualifikasi Variabel IPJ ... 40

III.5.2 Bobot Kepentingan Antar Variabel IPJ... 43

III.5.3 Estimasi Skor IPJ (Scoring and Weighting) ... 44

III.5.4 Interpretasi Skor IPJ ... 45

III.6 Metode Pengolahan dan Analisa Data ... 45

III.6.1 Analisis Indeks Prasarana Jalan (IPJ) ... 45

III.6.2 Analisis Standar Pelayanan Minimal (SPM) Jalan ... 46

III.6.3 Nilai Minimal Pelayanan Prasarana Jalan ... 47

BAB IV ... 48

GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI ... 48

IV.1 Wilayah Administrasi Kota Pekanbaru... 48

IV.2 Sosial – Ekonomi ... 50

IV.3 Prasarana dan Sarana Transportasi Kota Pekanbaru... 53

IV.4 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pekanbaru ... 55

BAB V ... 60

PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA ... 60


(9)

V.1.1 Kualifikasi dan Pembobotan Variabel Indeks Prasarana Jalan ... 60

V.1.1.1 Kualifikasi Variabel Ketersediaan Prasarana Jalan (Ktj) ... 65

V.1.1.2 Kualifikasi Variabel Kinerja Jaringan Jalan (Knj) ... 67

V.1.1.3 Kualifikasi Variabel Beban Lalulintas (Bln) ... 69

V.1.1.4 Kualifikasi Variabel Pelayanan Prasarana Jalan (Pyp) ... 71

V.1.1.5 Bobot Kepentingan antar Variabel IPJ ... 73

V.1.1.6 Model Estimasi Indikator IPJ ... 77

V.1.1.7 Manual Perhitungan IPJ ... 78

V.2 Analisa Standar Pelayanan Minimum ... 80

V.2.1 Indeks Aksesbilitas ... 80

V.2.2 Indeks Mobilitas ... 81

V.3 Perbandingan Hasil Penelitian dengan Studi Terdahulu ... 82

V.3.1 Kabupaten Serang ... 83

V.3.2 Kabupaten Pandeglang ... 84

V.3.3 Propinsi Jawa Barat ... 85

V.3.4 Kota Padangsidimpuan ... 85

V.3.5 Diskusi ... 86

BAB VI ... 93

KESIMPULAN DAN SARAN ... 93

VI.1 Kesimpulan ... 93


(10)

DAFTAR PUSTAKA ... 96 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel II.1 Indikator Kinerja Manfaat dan Dampak Pembangunan Jalan... 25

Tabel II.2 Rentang Skor dan Kualifikasi Variabel IPJ ... 29

Tabel II.3 Kaidah Penelitian Bobot Tingkat Kepentingan Variabel ... 30

Tabel II.4 Proses Penentuan Bobot Variabel IPJ ... 31

Tabel II.5 Nilai-nilai minimum dari SPM... 34

Tabel III.1 Rentang Skor dan Kualifikasi Variabel IPJ ... 41

Tabel III.2 Kaidah Penilaian Bobot Tingkat Kepentingan Variabel ... 42

Tabel III.3 Kaidah Penilaian Bobot Tingkat Kepentingan Variabel ... 43

Tabel III.4 Proses Penentuan Bobot Variabel IPJ ... 44

Tabel IV.1 Luas Daerah dan Pembagian Daerah Administrasi di Kota Pekanbaru 49 Tabel IV.2 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Pekanbaru Tahun 2010 ... 51

Tabel IV.3 PDRB Kota Pekanbaru ... 52

Tabel IV.4 Panjang Jalan Menurut Tingkat Pemerintah yang Berwenang, Jenis Permukaan, Kondisi dan Kelas Jalan (2010) ... 54

Tabel IV.5 Jumlah Kenderaan Bermotor Yang Terdaftar Periode 2010 ... 55

Tabel IV.6 Gambaran Umum Wilayah Pengembangan ... 56

Tabel V.1 Data Responden ... 61

Tabel V.2 Rata – rata skor Kualifikasi Responden terhadap Variabel Ktj ... 66

Tabel V.3 Rata – rata Skor Kualifikasi Responden Terhadap Variabel Knj ... 68

Tabel V.4 Rata – rata Skor Kualifikasi Responden terhadap Variabel Bln ... 70


(12)

Tabel V.6 Distribusi Urutan Tingkat Kepentingan Variabel IPJ ... 75

Tabel V.7 Bobot Kepentingan Variabel IPJ ... 76

Tabel V.8 Analisa Pencapaian SPM Jariangan jalan Kota Pekanbaru untuk Indeks Aksesbilitas ... 81

Tabel V.9 Analisa Pencapaian SPM Jariangan untuk Indeks Mobilitas ... 82

Tabel V.10 Perbandingan Penelitian Jaringan jalan dibeberapa Wilayah ... 87

Tabel V.11 Perbandingan Nilai Indikator Pencapaian IPJ dan SPM dibeberapa Wilayah ... 88


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Hubungan Kebutuhan Perjalanan...8

Gambar II.2 Pembagian Fungsi Jalan...12

Gambar II.3 Konsep Klasifikasi Jalan Dalam Hubungannya Dengan Tingkat Akses...13

Gambar II.4 Sketsa Hipotetis Hirarki Jalan Kota...14

Gambar III.1 Diagram Alir Program Kerja ... ... 37

Gambar III.2 Kualifikasi Untuk Variabel Ktj... ... ...42

Gambar IV.1 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pekanbaru ... 58

Gambar IV.2 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pekanbaru ... 59

Gambar V.1 Model Kualifikasi Variabel Ktj ... 67

Gambar V.2 Model Kualifikasi Variabel Knj ... 69

Gambar V.3 Model Kualifikasi Variabel Bln ... 71


(14)

DAFTAR NOTASI

Skor : Sebuah fungsi dari model kualifikasi variabel / indikator Ktj : Variabel / indikator ketersediaan prasarana jalan

Knj : Variabel / indikator kinerja jaringan jalan Bln : Variabel / indikator beban lalulintas jalan Pyp : Variabel / indikator pelayanan prasarana jalan a : Bobot tingkat kepentingan dari variabel Ktj

b : Bobot tingkat kepentingan dari variabel Knj

c : Bobot tingkat kepentingan dari variabel Bln


(15)

ABSTRAK

Jalan merupakan prasarana transportasi yang penting buat pendukung kehidupan ekonomi, sosial budaya, politik dan pertahanan keamanan. Evaluasi sistem jaringan jalan dilakukan guna menyelaraskan pertumbuhan penduduk dengan prasarana yang ada sehingga tidak menimbulkan konflik lalulintas dan bisa membentuk jaringan jalan yang berstandar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja jaringan jalan di Kota Pekanbaru.

Penelitian ini dilakukan dengan 2 cara yaitu menggunakan Indeks Prasarana Jalan (IPJ) dan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Indeks prasarana jalan menggunakan empat variabel yang juga merupakan indikator dalam penilaian yaitu Ketersediaan Prasarana Jalan (Ktj), Kinerja Jaringan Jalan (Knj), Beban Lalulintas (Bln) dan Pelayanan Prasarana Jalan (Pyp). Sedangkan SPM ditinjau dari Indeks Aksesibilitas dan Indeks Mobilitas. Hasil nilai (skor) IPJ dan SPM akan dibandingkan dengan beberapa wilayah.

Hasil penelitian menunjukkan skor IPJ Kota Pekanbaru tahun 2010 (6,63) dikatakan baik berdasarkan nilai minimum nasional (6,00) dan nilai rata-rata nasional (5,68). Sistem jaringan jalan Kota Pekanbaru lebih baik dibandingkan Kota Padangsidimpuan, Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang. Berdasarkan SPM Kota Pekanbaru, indeks mobilitas masih dibawah syarat yang ada.

Kata Kunci : Sistem Jaringan Jalan, Indeks Prasarana Jalan (IPJ), Standar Pelayanan Minimum (SPM).


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Umum

Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. Berdasarkan fungsinya, jalan dibagi lagi menjadi jalan arteri primer yang menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua, jalan arteri sekunder yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu, jalan kolektor primer yang menghubungkan kota antar jenjang kedua, jalan lokal primer yang menghubungkan kota antar jenjang ketiga, jalan lokal sekunder yang menghubungkan pemukiman dengan semua kawasan sekunder dibawahnya. Sistem jaringan jalan harus memenuhi standar pelayanan minimal yang meliputi aspek aksesbilitas, mobilitas, kondisi jalan, keselamatan dan kecepatan.

Jalan merupakan salah satu prasarana transportasi. Untuk mencapai sebuah sistem transportasi yang baik dalam suatu wilayah, harus ada jalan yang memadai. Kumpulan dari jalan-jalan di suatu wilayah akan menjadi sebuah jaringan jalan. Jaringan jalan yang baik akan membantu kelancaran transportasi yang akan berpengaruh terhadap kemajuan di suatu wilayah.

Peranan penting dari sebuah jalan dalam sistem transportasi adalah sebagai pendukung kehidupan ekonomi, sosial budaya, politik dan pertahanan keamanan. Dari segi ekonomi, jalan merupakan prasarana yang memungkinkan berpindahnya barang-barang dari satu tempat ke tempat lainnya. Dari segi sosial budaya, keberadaan jalan dapat membuka cakrawala dengan terbentuknya pemukiman di


(17)

sekitar jalan dan memungkinkan masyarakat dapat melakukan perjalanan jauh. Dari segi politik, jalan akan berfungsi sebagai penghubung suatu daerah terhadap daerah lain. Dari segi pertahanan keamanan, jalan merupakan akses dalam penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan.

Dalam era otonomi daerah yang ada pada saat ini, setiap daerah diberikan wewenang untuk mengembangkan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat, termasuk pemeliharaan jalan. Dengan adanya wewenang tersebut, daerah juga belum tentu mampu menyelesaikan permasalahan di daerah tersebut secara penuh. Hal ini disebabkan oleh pendanaan yang kurang dan juga tingkat ekonomi daerah tersebut yang kurang mencukupi untuk pendanaan.

I.2 Latar Belakang

Pertambahan penduduk mempengaruhi perkembangan suatu kota. Hal ini mempengaruhi terjadinya perubahan fisik dari kota tersebut dan penggunaan lahan. Pertambahan penduduk juga berakibat terhadap bertambahnya jumlah pergerakan. Salah satu faktor penting untuk mencukupi kebutuhan penduduk dalam suatu kota adalah adanya sistem transportasi yang baik. Untuk menunjang sistem transportasi yang baik terutama transportasi darat, diperlukan sebuah jaringan jalan yang baik. Menurut UU No.38 Tahun 2004 jalan sebagai prasarana transportasi mempunyai peranan penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Setiap daerah diharapkan mampu mengembangkan sistem pelayanan yang baik kepada masyarakat sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.


(18)

Sebagaimana yang diatur dalam UU No. 22 Tahun 1999, penyelenggara jalan dalam melaksanakan preservasi jalan dan/atau peningkatan kapasitas jalan wajib menjaga keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan.

Kota Pekanbaru memiliki luas daerah 632,26 km2 dan jumlah penduduk 897.767 jiwa dengan jumlah kepadatan penduduk 1.419,9 jiwa/km². Pekanbaru memiliki 12 kecamatan dan 58 kelurahan. Pekanbaru memiliki jaringan jalan yang menghubungkan satu tempat ketempat lain. Jaringan jalan yang ada pada saat ini tidak lagi mencukupi kalau dilihat secara langsung terutama pada saat jam-jam sibuk. Hal ini dikarenakan bertambahnya populasi yang ada di Kota Pekanbaru. Berbagai hal telah dilakukan oleh instansi pemerintahan. Diantaranya dengan adanya angkutan transportasi massal yang diberi nama trans metro. Angkutan ini melayani beberapa rute yang menghubungkan satu tempat atau kecamatan ke tempat atau kecamatan yang lain. Penyediaan trans metro ini bertujuan untuk menghindari kemacetan dibeberapa ruas jalan ataupun persimpangan yang sudah sering mengalami kemacetan. Peningkatan jumlah kendaraan juga meningkat di Kota Pekanbaru seiring bertambahnya jumlah penduduk dan tingginya taraf ekonomi masyarakat di Kota Pekanbaru. Hal ini tidak seiring dengan bertambahnya ruas jalan atau meningkatnya ruas jalan di Kota Pekanbaru. Karena tidak adanya keseimbangan ini, maka terjadilah masalah lalu lintas.

Dengan bentuk permasalahan yang ada pada sistem jaringan jalan di Kota Pekanbaru, maka perlu sekali dilakukan evaluasi jaringan jalan guna menyelaraskan pertumbuhan penduduk dengan prasarana yang ada sehingga tidak menimbulkan konflik lalu lintas dan bisa membentuk jaringan jalan yang berstandar. Maka dari itu,


(19)

penulis berusaha mengangkat permasalahan ini dalam sebuah penelitian kajian sistem jaringan jalan di wilayah Kota Pekanbaru.

I.3 Perumusan Masalah Penelitian

Penelitian ini akan membahas tentang kinerja jaringan jalan di wilayah Kota Pekanbaru. Evaluasi kinerja jaringan jalan dilakukan untuk mengetahui efesiensi kinerja jaringan jalan yang ada dan efektifitasnya. Evaluasi kinerja jaringan jalan di Kota Pekanbaru berdasarkan Indeks Prasarana Jalan (IPJ) dan Standar Pelayanan Minimal (SPM).

I.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja jaringan jalan di Kota Pekanbaru sesuai dengan indikator-indikator berdasarkan Indeks Prasarana Jalan (IPJ) dan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam mengidentifikasi efisiensi dan efektifitas jaringan jalan di Kota Pekanbaru.

I.5 Manfaat Penelitian

Dengan pengkajian jaringan jalan ini diharapkan dapat berguna bagi pemerintah Kota Pekanbaru terutama dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Pekanbaru dan dapat memberikan masukan kepada pemerintah kota untuk mengevaluasi ketersediaan jalan dan manfaat penanganan jalan sehingga kawasan Kota Pekanbaru bisa terbebas dari kemacetan dan


(20)

permasalahan-permasalahan transportasi lainnya sehingga bisa menciptakan sistem transportasi yang baik.

I.6 Ruang Lingkup Penelitian

Batasan studi dalam penelitian ini meliputi:

1. Wilayah studi pada penelitian ini terbatas pada sistem jaringan jalan di Kota Pekanbaru

2. Kajian ini hanya pada analisis efisiensi dan efektifitas kinerja jaringan jalan sebagai media pelayanan bagi masyarakat berupa nilai (skor) Indeks Prasarana Jalan (IPJ) dan Standar Pelayanan Minimal (SPM)

3. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perhubungan, dan Bapeda Kota Pekanbaru.

I.7 Sistematika Penulisan

Untuk memperjelas tahapan yang dilakukan dalam studi ini, penulisan tugas akhir ini dikelompokkan ke dalam 6 (enam) bab dengan sistematika pembahasan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Merupakan bingkai studi atau rancangan yang akan dilakukan meliputi tinjauan umum, latar belakang, perumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika penulisan.


(21)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Merupakan kajian sebagai literatur serta hasil studi yang relevan dengan pembahasan ini. Dalam hal ini diuraikan hal-hal mengenai kinerja jaringan jalan di Kota Pekanbaru yang sesuai dengan indikator-indikator dalam IPJ dan SPM.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang metode yang dipakai dalam penelitian ini, termasuk pengambilan data, langkah penelitian, analisa data, serta pemilihan wilayah penelitian.

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

Berisikan pembahasan tentang gambaran umum wilayah studi, meliputi tentang batas wilayah, sosial – ekonomi, sarana dan prasarana serta rencana tata ruang wilayah studi.

BAB V PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA

Berisikan pembahasan mengenai data-data yang dikumpulkan, lalu dianalisa, dan didiskusikan sehingga dapat diperoleh kesimpulan.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Merupakan penutup yang berisikan tentang kesimpulan yang telah diperoleh dari pembahasan pada bab sebelumnya, dan saran mengenai hasil penelitian yang dapat dijadikan masukan.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Umum

Transportasi merupakan kegiatan memindahkan atau mengangkut muatan (barang dan manusia) dari suatu tempat ke tempat lain. Kegiatan transportasi dibutuhkan manusia sejak zaman dahulu sampai sekarang untuk memenuhi kebutuhan manusia. Kegiatan transportasi tidak dapat dielakkan atau tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia, selalu melekat dengan kegiatan perekonomian dan pembangunan. Kegiatan transportasi barang dan manusia diangkut dengan menggunakan sarana (moda) transportasi (kendaraan) yang dilakukan di atas prasarana transportasi (jalan) yang bermula dari suatu terminal menuju ke terminal lainnya.

Unsur dasar yang pertama adalah jalan yang merupakan prasarana untuk melayani kegiatan transportasi yang dilakukan oleh sarana transportasi (kendaraan) yang disediakan menghubungkan suatu tempat (simpul) asal perjalanan menuju ke tempat-tempat (simpul-simpul) tujuan. Kegiatan transportasi yang diselenggarakan melalui/menggunakan jaringan transportasi harus dikelola secara efektif dan efisien agar kegiatan transportasi tersebut dapat memberikan pelayanan transportasi secara berkapasitas cukup, lancar, aman (selamat) dan nyaman, oleh karena itu harus dilakukan perencanaan secara optimal.

Menurut Warpani (1990), di dalam merencanakan sistem transportasi kota, penduduk merupakan pelaku yang melakukan gerak dan membangkitkan lalu lintas.


(23)

Pergerakan tersebut sesuai dengan kebutuhan masing-masing penduduk, dengan kata lain bahwa kualitas penduduk akan turut menentukan kebutuhan gerak yang pada gilirannya akan tercermin dalam volume lalu lintas, dan volume lalu lintas tersebut dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang melakukan gerak/perjalanan. Kemudahan dalam melakukan perjalanan tersebut tergantung dari kualitas pelayanan sistem transportasi yang tersedia pada suatu kota (dalam Wibowo, 2008:171).

Gambar II. 1 Hubungan Kebutuhan Perjalanan Sumber: Wibowo (2008:172)

II.2 Definisi Jalan

Berdasarkan UU No. 38 Tahun 2004 tentang jalan yang dimuat dalam pasal 1 ayat (4), jalan sebagai bagian prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.


(24)

Jalan sangat dibutuhkan dalam segala aspek kehidupan. Kegiatan masyarakat sangat dipengaruhi oleh keberadaan jalan untuk menunjang kelancaran aktifitas baik itu barang, jasa, ataupun kegiatan pemerintah sampai kepada sistem pertahanan dan keamanan negara. Khususnya untuk daerah perkotaan, jalan dapat menentukan sifat dan karakteristik struktur kota, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Berdasarkan PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan pasal 3 ayat (3), penyelenggaraan jalan umum diarahkan untuk mewujudkan perikehidupan rakyat yang serasi dengan tingkat kemajuan yang sama, merata, seimbang dan daya guna dan hasil guna upaya pertahanan keamanan negara.

II.3 Peran Jalan

Peran jalan disampaikan dalam UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan. Berdasarkan UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan pasal 5 bagian pertama peran jalan:

(1) Jalan sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peranan penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untukn sebesar-besar kemakmuran rakyat. (2) Jalan sebagai prasarana distribusi barang dan jasa merupakan urat nadi

kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.

(3) Jalan yang merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan menghubungkan dan mengikat seluruh wilayah Republik Indonesia.

Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi yang menyangkut hajat hidup orang banyak, mempunyai fungsi sosial yang sangat penting. Dengan pengertian


(25)

tersebut wewenang penyelenggaraan jalan wajib dilaksanakan dengan mengutamakan sebesar-besar kepentingan umum.

II.4 Sistem Jaringan Jalan

Berdasarkan UU No. 38 Tahun 2004 tentang jalan pasal 1 ayat (18), sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis. Konsep sistem jaringan jalan dalam pasal 7:

(1) Sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder.

(2) Sistem jaringan jalan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.

(3) Sistem jaringan jalan sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.

Berdasarkan PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan pasal 6 ayat (2), sistem jaringan jalan disusun dengan mengacu pada rencana tata ruang wilayah dan dengan memperhatikan keterhubungan antarkawasan dan/atau dalam kawasan perkotaan, dan kawasan perdesaan.


(26)

Sistem jaringan jalan merupakan abstraksi dari fasilitas transportasi yang memiliki kedudukan penting, terutama jika dihubungkan dengan penggunaan lahan akan dapat membentuk suatu pola tata guna lahan yang pada gilirannya dapat mempengaruhi rencana fisik ruang kota, serta peranannya sebagai suatu sistem transportasi yaitu untuk menampung pergerakan manusia dan kendaraan (dalam Mujihartono, 1996: I-7).

II.5 Klasifikasi Jalan

II.5.1 Klasifikasi Jalan Menurut Fungsinya

Pengelompokan fungsi jalan dilakukan dalam konteks efisiensi operasi dimana fungsi akses dan fungsi mobilitas dipisahkan dalam hierarki jalan yang akan bersinergi dalam sistem jaringan jalan. Secara skematis fungsi dasar transportasi dari prasarana jalan disampaikan pada Gambar II.2 berikut ini.


(27)

Gambar II. 2 Pembagian Fungsi Jalan Sumber: Adisasmita (2011:131)

Berdasarkan UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan pasal 8, jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan. Fungsi jalan tersebut dilengkapi dengan persyaratan teknisnya yang meliputi: lebar, kapasitas, kecepatan rencana, dan persyaratan teknis lainnya. Berdasarkan PP No. 34 Tahun 2006 tentang jalan pasal 12 ayat (1), persyaratan teknis jalan meliputi kecepatan rencana, lebar badan jalan, kapasitas, jalan masuk, persimpangan sebidang, bangunan pelengkap, perlengkapan jalan, penggunaan jalan sesuai dengan fungsinya, dan tidak terputus.

Persyaratan teknis setiap fungsi jalan dalam PP No.34 Tahun 2006 tentang Jalan belum menyertakan kondisi fisik jalan (tingkat kerusakan): baik, sedang, rusak,


(28)

rusak ringan, dan rusak berat. Sebagaimana diketahui jika jalan rusak, maka fungsi jalan untuk aksesibilitas maupun mobilitas tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Gambar II. 3 Konsep Klasifikasi Fungsi Jalan Dalam Hubungannya Dengan Tingkat Akses


(29)

Keterangan :

Kawasan Primer Kawasan Sekunder Perumahan Batas Kota

Sistem Primer Jalan Arteri Sekunder Jalan Kolektor Sekunder Jalan Lokal Sekunder

Gambar II. 4 Sketsa Hipotetis Hirarki Jalan Kota Sumber: Direktorat Jendral Bina Marga (1990:10)


(30)

II.5.1.1 Sistem Jaringan Jalan Primer

Berdasarkan PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan dalam pasal 7, sistem jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan sebagai berikut:

- Menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah, pusat kegiatan lokal sampai ke pusat kegiatan lingkungan; dan - Menghubungkan antarpusat kegiatan nasional

Menurut Pedoman Konstruksi dan Bangunan Pd T-18-2004-B, jaringan jalan primer yaitu jaringan jalan yang menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah, pusat kegiatan lokal, dan pusat kegiatan di bawahnya sampai ke persildalam satu satuan wilayah pengembangan (dalam Shafir:2)

Menurut Adisasmita (2011: 135-138), Sistem Jaringan Jalan Primer adalah: a. Jalan Arteri Primer yaitu ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu

dengan kota jenjang kesatu yang berdampingan atau ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua yang berada dibawah pengaruhnya. Untuk jalan arteri primer wilayah perkotaan, mengikuti kriteria sebagai berikut:

1. Jalan arteri primer dalam kota merupakan terusan arteri primer luar kota. 2. Jalan kota arteri primer melalui atau menuju kawasan primer.

3. Jalan arteri primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam.


(31)

4. Lebar badan jalan tidak kurang dari 8 meter.

5. Lalu lintas jarak jauh pada jalan arteri primer adalah lalu lintas regional. Untuk itu, lalu lintas tersebut tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang-alik dan lalu lintas lokal, dan kegiatan lokal.

6. Kendaraan angkutan berat dan kendaraan umum bus dapat diijinkan menggunakan jalan ini.

7. Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien, jarak antara jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 500 m.

8. Persimpangan diatur dengan pengaturan tertentu, sesuai dengan volume lalu lintas.

9. Mempunyai kapasitas harian rata-rata pada umumnya lebih besar dari fungsi jalan lain.

10. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih besar dari fungsi jalan yang lain.

11. Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan ini seharusnya tidak diijinkan.

12. Harus disediakan jalur khusus untuk bersepeda dan kendaraan lambat lainnya, serta dilengkapi dengan median jalan.

b. Jalan Kolektor Primer yaitu ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua yang lain atau ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga yang ada dibawah pengaruhnya. Untuk jalan kolektor wilayah perkotaan kriterianya adalah sebagai berikut:


(32)

1. Jalan kolektor primer kota merupakan terusan jalan kolektor primer luar kota.

2. Melalui atau menuju kawasan primer atau jalan arteri primer. 3. Dirancang untuk kecepatan rencana 40 km/jam.

4. Lebar badan jalan tidak kurang dari 7 m.

5. Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien dan jarak antaranya lebih dari 400 m.

6. Kendaraan angkutan berat dan bus dapat diijinkan melalui jalan ini. 7. Persimpangan diatur dengan pengaturan tertentu sesuai dengan volume

lalu lintasnya.

8. Kapasitasnya sama atau lebih besar dari volume lalu lintas harian rata-rata.

9. Lokasi parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak diijinkan pada jam sibuk.

10. Dilengkapi dengan perlengkapan jalan yang cukup.

11. Besarnya LHR pada umumnya lebih rendah dari pada jalan arteri primer. 12. Dianjurkan tersedianya jalur khusus untuk sepeda dan kendaraan lambat

lainnya.

c. Jalan Lokal Primer yaitu ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga lainnya, kota jenjang sesuai parsil, kota dengan kedua dengan serta ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang yang ada dibawah pengaruhnya sampai persil. Kriteria untuk jalan lokal primer adalah sebagai berikut:


(33)

1. Merupakan terusan jalan lokal primer luar kota.

2. Melalui atau menuju kawasan primer atau jalan primer lainnya. 3. Dirancang untuk kecepatan rencana 20 km/jam.

4. Kendaraan angkutan barang dan bus diijinkan melalui jalan ini. 5. Lebar jalan tidak kurang dari 6 m.

6. Besarnya LHR pada umumnya paling rendah pada sistem primer.

II.5.1.2 Sistem Jaringan Jalan Sekunder

Berdasarkan PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan pasal 8, sistem jaringan jalan sekunder disusun berdasarkan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan yang menghubungkan secara menerus kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga, dan seterusnya sampai ke persil.

Menurut Adisasmita (2011:138-139), Sistem Jaringan Jalan Sekunder adalah: a. Jalan Arteri Sekunder ruas jalan yang menghubungkan kawasan primer

dengan kawasan sekunder kesatu, menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu, menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. Untuk jalan sekunder wilayah perkotaan kriterianya:

1. Dirancang untuk kecepatan rencana paling rendah 30 km/jam. 2. Lebar badan jalan tidak kurang dari 8 m.


(34)

3. Lalu lintas cepat pada jalan arteri sekunder tidak boleh tergantung oleh lalu lintas lambat.

4. Akses langsung dibatasi tidak boleh lebih pendek dari 250 m.

5. Angkutan barang ringan dan bus untuk pelayanan kota diijinkan melalui jalan ini.

6. Persimpangan diatur dengan pengaturan tertentu sesuai dengan volume lalu lintasnya. Kapasitasnya sama atau lebih besar dari volume lalu lintasnya.

7. Lokasi berhenti dan parkir sangat dibatasi dan tidak diijinkan pada jam sibuk.

8. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup.

9. Besarnya LHR umumnya paling besar dari sistem sekunder yang lain. 10. Dianjurkan adanya jalur khusus yang akan digunakan oleh sepeda dan

kendaraan lambat lainnya.

11. Jarak selang dengan kelas jalan yang sejenis lebih besar dari jarak selang dengan kelas jalan yang lebih rendah.

b. Jalan Kolektor Sekunder ruas jalan yang menghubungkan kawasan-kawasan sekunder kedua, yang satu dengan yang lainnya, atau menghubungkan kawasan sekunder kedua kedua dengan kawasan sekunder ketiga. Kriteria untuk jalan kolektor sekunder perkotaan:

1. Dirancang berdasarkan kecepatan rencana 20 km/jam. 2. Lebar badan jalan tidak kurang dari 7 m.


(35)

3. Kendaraan angkutan barang berat tidak diijinkan melalui fungsi jalan ini di daerah pemukiman.

4. Lokasi parkir pada badan jalan dibatasi.

5. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup.

6. Besarnya LHR pada umumnya lebih rendah dari sistem primer dan arteri sekunder.

c. Jalan Lokal Sekunder ruas jalan yang menghubungkan kawasan-kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan. Kriteria untuk jalan lokal sekunder adalah:

1. Dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 km/jam. 2. Lebar badan jalan tidak kurang dari 5 m.

3. Kendaraan angkutan barang berat dan bus tidak diijinkan melalui jalan ini di daerah pemukiman.

4. Besarnya LHR umumnya paling rendah dibanding fungsi jalan yang lain tentang keterkaitan antara fungsi jalan dengan fungsi kota.

II.5.2 Klasifikasi Jalan Menurut Statusnya

Klasifikasi jalan menurut statusnya dibagi dalam pengelompokan jalan, diantaranya jalan nasional, jalan propinsi, jalan kabupaten, jalan kota, jalan desa. Berdasarkan UU No.38 Tahun 2004 tentang Jalan pasal 9, jalan umum menurut


(36)

statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa.

Pengelompokkan status jalan tersebut bertujuan agar semua ruas jalan yang ada di Indonesia akan habis terbagi ke setiap status kewenangan pembinaan jalan. Dengan kata lain, tidak ada jalan yang tidak jelas penanggungjawabannya untuk membangun, memelihara, dan mengoperasikannya.

Pelaksanaan dari fungsi setiap ruas jalan dalam kewenangan status jalan tertentu, maka diperlukan adanya sinkronisasi antara fungsi dan status jalan, sehingga setiap level pemerintahan (Pusat, Propinsi, dan Kabupaten/Kota) akan mengurus jalan dalam statusnya sesuai dengan fungsi yang memang benar–benar dibutuhkan.

II.5.3 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Kewenangan Pembinaan

Klasifikasi jalan berdasarkan kewenangan pembinaan ini berhubungan dengan penyelenggara jalan. Berdasarkan UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan pasal 1 ayat (9), penyelenggaraan jalan adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pembanguan, dan pengawasan jalan.

Berdasarkan UU No. 38 Tahun 2004 tentang jalan pasal 13 ayat (1), penguasaan atas jalan ada pada negara. Negara selanjutnya memberikan wewenang kepada pemerintah dan pemerintah daerah untuk melaksanakan penyelenggaraan jalan yang lebih rinci dijelaskan dalam pasal 14, 15, dan 16 UU No.38 Tahun 2004 tentang Jalan (wewenang Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota).


(37)

Berdasarkan UU No.38 Tahun 2004 tentang Jalan pasal 16 ayat (2), wewenang pemerintah Kota dalam penyelenggaraan jalan meliputi penyelenggaraan jalan kota. Untuk pengaturan jalan umum, lebih rinci lagi dijelaskan dalam UU No. 38 Tahun 2004 tentang jalan pasal 17, 18, 19, 20, 21, 22.

Penjelasan mengenai kewenangan pembinaan jalan umum khususnya daerah perkotaan dapat dilihat dalam UU No. 38 Tahun 2004 tentang jalan pasal 21, 27, 34, 40 yang meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan.

Menurut Adisasmita (2011:140-141), klasifikasi berdasarkan kewenangan pembinaan:

1. Jalan nasional yaitu ruas jalan yang karena tingkat kepentingannya, kewenangan peembinaannya berada pada pemerintah pusat. Ruas jalan yang termasuk kedalam klasifikasi ini adalah:

a. Jalan Arteri Primer

b. Jalan Kolektor Primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi c. Jalan lainnya yang mempunya nilai strategis terhadap kepentingan

nasional.

2. Jalan propinsi yaitu ruas jalan yang berdasarkan tingkat kepentingannya, kewenangan pembinaannya diserahkan kepada pemerintah daerah tingkat. Adapun yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah:

a. Jalan Kolektor Primer yang menghubungkan antaribukota kabupaten, propinsi dengan ibukota kabupaten/kotamadya.

b. Jalan Kolektor Primer yang menghubungkan ibukota.

c. Jalan lainnya yang mempunyai nilai strategis ditinjau dari segi kepentingan propinsi.


(38)

d. Jalan yang ada di dalam daerah khusus ibukota Jakarta, kecuali yang ditetapkan sebagai jalan nasional.

3. Jalan kotamadya/kabupaten yaitu ruas jalan yang berdasarkan tiingkat kepentingan, kewenangan pembinaanya diserahkan kepada pemerintah daerah tingkat II. Adapun yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah:

a. Jalan Kolektor Primer yang tidak masuk ke dalam baik jalan nasional maupun jalan propinsi.

b. Jalan Lokal Primer.

c. Jalan Sekunder yang tidak masuk ke dalam baik jalan nasional maupun jalan propinsi.

d. Jalan lainnya yang mempunyai nilai strategis ditinjau dari segi kepentingan kabupaten atau kotamadya.

e. Jalan khusus yaitu jalan yang berdasarkan tingkat kepentingannya bersifat khusus maka kewenangan pembinaannya diserahkan kepada instansi/badan hukum atau perseorangan yang membangun dan mengelola jalan tersebut.

II.6 Pengertian Efektifitas Program Prasarana Jalan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efektifitas adalah ukuran kemampuan suatu objek/sistem untuk memenuhi tujuan tertentu. Efektifitas program prasarana jalan merupakan suatu indikasi tingkat keberhasilan pelaksanaan program prasarrana jalan dalam mencapai tujuan penyelenggaraan jalan. (PT. Reka Desindo Mandiri, 2004). Tingkat keberhasilan dapat diukur dengan berbagai indikator diantaranya perbedaan antara hasil dengan harapan, dan jika dikaitkan dengan


(39)

konsumsi sumber daya maka efektifitas dapat juga diterjemahkan pemenuhan tujuan secara efisien yakni dengan penggunaan sumber daya seminimum mungkin.

Definisi tujuan penyelenggaraan jalan banyak disinggung dalam pasal-pasal UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan yang secara umum dapat disarikan sebagai berikut (PT. Reka Desindo Mandiri, 2004):

- Operasi jaringan jalan harus efisien/biaya transportasi serendah mungkin, - Mampu mendorong pengembangan ekonomi

- Membentuk struktur ruang dalam rangka mencapai sasaran pembangunan nasional

- Menyediakan akses yang merata diseluruh wilayah - Terpadu dengan moda transportasi lainnya

- Jaringan jalan diharapkan juga dapat memberikan fungsi sosial, fungsi hankam, dan fungsi-fungsi turunan lainnya.

Pada tugas akhir ini, penelitian yang dilakukan dengan penilaian keberhasilan penyelenggaraan jalan agar tercapai tujuan penyelenggaraan jalan seperti di atas.

Pada kajian makro, evaluasi dilakukan di setiap tahap penyelenggaraan sistem jaringan jalan sesuai dengan urutan siklus penyelenggaraan jalan: input, output, outcome, benefit/impact.

Pada Tabel II.1 berikut disampaikan daftar indikator yang dikaitkan dengan penggunaan dan dampak pembangunan jalan yang akan digunakan dalam penelitian ini.


(40)

Tabel II.1 Indikator Kinerja Manfaat dan Dampak Pembangunan Jalan

Indikator Satuan

Input Pengeluaran pemerintah untuk sub sektor jalan Rp

Output

Panjang jalan kota Km

Panjang jalan dalam kondisi baik Km Panjang jalan dalam kondisi sedang Km Panjang jalan dalam kondisi rusak Km Panjang jalan dalam kondisi rusak berat Km

Outcome

Volume lalu lintas Kend-Km/Thn

Kecepatan rata-rata Km/Jam

Benefit dan Impact

Kerugian material akibat kecelakaan di jalan Orang

Ekonomi PDRB

Sumber : PT. Reka Desindo Mandiri, 2004

II.7 Kinerja Jaringan Jalan

Dalam usaha untuk pelayanan perkembangan kebutuhan ekonomi masyarakat perlu diakomodasi oleh sistem infrastruktur yang tepat bagi masing–masing tingkat perkembangan maupun potensi yang dimiliki disetiap satuan wilayah. Pemahaman mengenai kebutuhan dan efektivitas pelaksanaan program pembangunan infrastrukutur bidang Kimpraswil tersebut mutlak diperlukan agar lebih menghasilkan manfaat bukan sebaliknya. Terutama prasarana jalan yang memainkan peran penting sebagai prasarana distribusi lalulintas barang dan manusia maupun sebagai salah satu prasarana pembentuk struktur ruang wilayah (Maulina, 2007).


(41)

Evaluasi kinerja jalan membutuhkan pengukuran yang mewakili kondisi jalan. Indeks ini adalah representatif tentang kinerja jaringan jalan sesuai dengan kinerja lain. Indikator jalan tersebut adalah (Santosa dan Joewono, 2005):

1. Ketersediaan jalan (Ktj)

Merupakan rasio antara total panjang jalan dengan luas area. Ketersediaan jalan memiliki satuan km/km².

2. Kinerja jalan (knj)

Merupakan rasio antara panjang jalan dalam kondisi stabil dengan total panjang jalan. Kinerja jalan tidak memiliki satuan km/km.

3. Beban lalu lintas (Bln)

Merupakan rasio antara total panjang jalan dengan jumlah kendaraan (smp). Indikator ini memiliki satuan km/smp.

4. Pelayanan jalan (Pyp)

Merupakan rasio antara total panjang jalan dengan jumlah penduduk di wilayah itu. Satuan indeks ini km/orang.

5. Indeks jalan (IPJ)

Merupakan kombinasi empat rasio, yang dapat dihitung dalam beberapa kondisi sesuai dengan bobot rasio masing-masing.

II.7.1 Indeks Prasarana Jalan (IPJ)

IPJ merupakan alat/instrumen dalam kebijakan penanganan jalan dalam studi ini. Hasil dari IPJ tersebut adalah kebijakan penanganan jalan (identifikasi kebutuhan penanganan dan input bagi kebijakan alokasi dana) dimana sasarannya adalah ketersediaan prasarana jalan dan kemantapan prasarana jalan. Evaluasi kinerja


(42)

jaringan jalan dihitung dengan suatu perhitungan yang mewakili kondisi suatu jalan. Evaluasi ini memunculkan suatu nilai kinerja yang disebut Indeks Prasarana Jalan (IPJ) yang merupakan hasil pembobotan nilai setiap variabel indikator berikut ini (PT. Reka Desindo Mandiri, 2004):

1. Ketersediaan jalan : panjang total jaringan jalan perluas wilayah (km/km2) dengan notasi Ktj.

2. Kinerja jaringan jalan : panjang jalan mantap pertotal panjang jaringan jalan (%) dengan notasi Knj.

3. Beban lalulintas : panjang total jaringan jalan per jumlah kendaraan (km/smp) dengan notasi Bln.

4. Pelayanan prasarana jalan : panjang total jaringan jalan per jumlah penduduk (km/orang) dengan notasi Pyp.

Dalam studi ini terdapat beberapa metode/teknik yang ditelaah, yakni : 1. Metoda kualifikasi variabel / indikator

2. Metoda pembobotan variabel / indikator

Rumusan indikator Indeks Prasarana Jalan (PT. Reka Desindo Mandiri, 2004) yang digunakan dalam studi ini adalah sebagai berikut :

IPJ = a*skor (Ktj) + b*skor (Knj) + c*skor (Bln) +d*skor (Pyp) ...(2.1)

Dimana :

Skor : sebuah fungsi dari model kualifikasi variabel / indikator Ktj : variabel / indikator ketersediaan prasarana jalan


(43)

Knj : variabel / indikator kinerja jaringan jalan Bln : variabel / indikator beban lalulintas jalan Pyp : variabel / indikator pelayanan prasarana jalan a : bobot tingkat kepentingan dari variabel Ktj

b : bobot tingkat kepentingan dari variabel Knj

c : bobot tingkat kepentingan dari variabel Bln

d : bobot tingkat kepentingan dari variabel Pyp

Dimensi dari setiap variabel Indeks Prasarana Jalan (IPJ) berbeda–beda, sehingga untuk menghitung IPJ dengan memakai rumusan di atas dilakukan kualifikasi terlebih dahulu terhadap nilai variabel tersebut (scoring). Dari hasil scoring diperoleh plaform penilaian yang sama diantara setiap variabel Indeks Prasarana Jalan (IPJ), sehingga akan dapat dilakukan proses pembobotan (weighting) terhadap variabel IPJ tersebut. Konteks indikator dalam studi ini merupakan rumusan susunan variabel yang dapat digunakan untuk mengindikasi kondisi dan kinerja penyelenggaraan prasarana jalan sehingga dapat dijadikan sebagai arahan dalam penyusunan kebijakan dan program penyelenggaraan jalan dimasa datang.

II.7.1.1 Estimasi Skor IPJ (Scoring anad Weighting)

Proses estimasi skor IPJ untuk suatu wilayah dilakukan dengan dua tahapan berikut (PT. Reka Desindo Mandiri, 2004) :


(44)

1. Scoring : dengan menggunakan hasil kualifikasi setiap variabel IPJ, nilai variabel IPJ di setiap Kabupaten/Kota dapat dikonversi menjadi skor 0 s.d 10. 2. Weighting : dengan menggunakan bobot setiap variabel IPJ, maka hasil skor setiap variabel IPJ (pada tahap 1) dapat dibobotkan dan dijumlahkan menjadi variabel IPJ (dengan rentang nilai IPJ antara 0 s.d 10).

II.7.1.2 Kualifikasi Variabel Indeks Prasarana Jalan

Untuk membuat suatu indeks penilaian, maka setiap variabel (dimensional) dikualifikasikan dengan suatu kaidah non-dimensi, sehingga hasilnya dapat mengidentifikasikan tingkat kondisi relatif suatu obyek yang digambarkan melalui satu nilai indeks hasil kualifikasi dari variabel terssebut. Sehingga antar obyek dapat diperbandingkan kondisinya (dengan single maupun mulitiple variable). Kaidah kualifikasi yang digunakan dalam studi ini adalah skoring dengan rentang penilaian antara 1–10 (sangat kurang menjadi sangat tinggi) (PT. Reka Desindo Mandiri, 2004) .

Tabel II.2 Rentang Skor dan Kualifikasi Variabel IPJ

Rentang Skor Kualifikasi

1-2 Sangat kurang

3-4 Kurang

5-6 Sedang

7-8 Tinggi

9-10 Sangat tinggi


(45)

II.7.1.3 Bobot Kepentingan Antar Variabel IPJ

Penetapan bobot antar variabel IPJ merupakan representasi dari perspektif kebijakan, sehingga sebaiknya bobot diperoleh dari persepsi pengambil keputusan mengenai tingkat kepentingan dari masing-masing variabel IPJ. Sebagaimana disampaikan dalam rumusan umum IPJ, IPJ merupakan hasil penjumlahan dari skor setiap variabel yang terbobotkan. Bobot variabel IPJ (a untuk Ktj, b untuk Knj, c

untuk Bln dan d untuk Pyp) merupakan representasi tingkat kepentingan dari setiap variabel IPJ (relatif terhadap variabel IPJ lainnya) menurut perspektif stakeholders/responden. Secara umum suatu variabel IPJ akan dinilai bobot tingkat kepentingannya dengan kaidah pembobotan 1–10 (sangat tidak penting sampai sangat penting) (PT. Reka Desindo Mandiri, 2004) .

Tabel II.3 Kaidah Penilaian Bobot Tingkat Kepentingan Variabel

Rentang Skor Kualifikasi

1-2 Sangat kurang

3-4 Kurang

5-6 Sedang

7-8 Tinggi

9-10 Sangat tinggi

Sumber: PT. Reka Desindo Mandiri, 2004

Setiap responden akan memberikan bobot a, b, c, dan d untuk setiap variabel IPJ, sehingga secara rata-rata akan dapat disimpulkan bobot setiap variabel dengan metoda berikut ini:


(46)

Tabel II.4 Proses Penentuan Bobot Variabel IPJ

Variabel Responden 1 Responden 2 ... Responden n Total

Ktj a1 a2 ... a3 Σa

Knj b1 b2 ... b3 Σb

Bln c1 c2 ... c3 Σc

Pyp d1 d2 ... d3 Σd

Total Σa+ Σb+ Σc+ Σd a (rata-rata) = Σa/( Σa+ Σb+ Σc+ Σd)

b (rata-rata) = Σb/( Σa+ Σb+ Σc+ Σd) c (rata-rata) = Σc/( Σa+ Σb+ Σc+ Σd) d (rata-rata) = Σd/( Σa+ Σb+ Σc+ Σd) Sumber: PT. Reka Desindo Mandiri, 2004

II.7.1.4 Interpretasi Skor IPJ

Setelah diperoleh skor IPJ, maka nilai tersebut dapat diinterpretasikan untuk membandingkan kondisi prasarana jalan di suatu wilayah. Kaidah umum dalam menginterpretasikan hasil estimasi skor IPJ adalah sebagai berikut (PT. Reka Desindo Mandiri, 2004):

a) Skor IPJ mempresentasikan kondisi umum penyediaan prasarana jalan di suatu wilayah, terkait dengan kuantitas relatif terhadap luas wilayah, jumlah kenderaan, dan jumlah penduduk, serta kondisi fisik jalan.

b) Semakin tinggi skor IPJ disuatu wilayah maka kondisi umum penyediaan prasarana jalan di wilayah tersebut semakin baik


(47)

c) Skor IPJ merupakan hasil pembobotan dari beberapa skor variabel (Ktj, Knj, Bln, Pyp) sehinggga untuk mengidentifikasi permasalahan dari skor IPJ tertentu harus dilihat/di-breakdown ke level variabel untuk dapat mengetahui akar permasalahannya.

II.7.1.5 Analisis Kebijakan

Rata-rata skor IPJ Nasional=5,68 masih berada di bawah ambang nilai cukup secara psikologis, yakni rata-rata IPJ=6,00. Hasil interpretasi skor IPJ diaplikasikan dalam analisis kebijakan penanganan jalan (PT. Reka Desindo Mandiri, 2004):

a. Indikasi kebutuhan program penanganan jalan dari skor IPJ yang ditunjukkan suatu wilayah dilakukan dengan kaidah:

- Jika skor IPJ rendah (dibawah rata-rata pulau atau nasional), maka secara umum wilayah tersebut membutuhkan program penanganan jalan yang lebih ekstensif.

- Jenis kebutuhan penangan jalan untuk suatu wilayah ditentukan oleh skor dari setiap variabel: skor Knj (% mantap) digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan pemeliharaan/peningkatan jalan, sedangkan skor Ktj, Bln, Pyp

untuk mengidentifikasi kebutuhan pembangunan jalan.

II.8 Standar Pelayanan Minimal (SPM) Prasarana Jalan

SPM jalan didefinisikan sebagai ukuran teknis fisik jalan yang sesuai dengan kriteria teknis yang ditetapkan, yang harus dicapai oleh setiap jaringan jalan dan ruas-ruas jalan yang ada didalamnya, dalam kurun waktu yang ditentukan, melalui


(48)

penyediaan prasarana jalan (Iskandar, 2011). Ada 3 (tiga) indikator sebagai kriteria SPM jaringan jalan:

1. Aksesbilitas

Aksesbilitas adalah suatu ukuran kemudahan bagi pengguna jalan untuk mencapai suatu pusat kegiatan (PK) atau simpul-simpul kegiatan di dalam wilayah yang dilayani jalan. Dievaluasi dari keterhubungan antar pusat kegiatan oleh jalan dalam wilayah yang dilayani jalan dan diperhitungkan nilainya terhadap luas wilayah yang dilayani.

2. Mobilitas

Mobilitas adalah ukuran kualitas pelayanan jalan yang diukur oleh kemudahan per individu masyarakat melakukan perjalanan melalui jalan untuk mencapai tujuannya. Ukuran mobilitas adalah panjang jalan dibagi oleh jumlah orang yang dilayaninya.

3. Keselamatan

Keselamatan dalam konteks pelayanan adalah keselamatan pengguna jalan melakukan perjalanan melalui jalan dengan segala unsur pembentuknya, yaitu pengguna jalan, kendaraan (sarana), dan jalan dengan kelengkapannya (bangunan pelengkap dan perlengkapan jalan), serta lingkungan jalan.

Peranan jalan yang sangat strategis untuk melayani pergerakan arus orang dan barang, sehingga agar prasarana jalan dapat berfungsi dengan baik dalam melayani lalulintas, diperlukan penyelenggaran terhadap jaringan jalan yang ada dengan baik dan benar. Maka dari itu, diperlukan suatu standar pelayanan yang dalam hal ini dikeluarkan oleh Depkimpraswil melalui Kepmenkimpraswil No. 534/KPTS/M/2001 mengeluarkan Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal bidang penataan


(49)

ruang, perumahan dan permukiman, dan pekerjaan umum. Dengan memperhatikan nilai minimal pelayanan prasarana jalan dalam SPM dan variabel IPJ terdapat beberapa nilai minimal yang dapat ditetapkan untuk setiap indikator seperti dalam tabel II.5.

Tabel II.5 Nilai-nilai minimum dari SPM Variabel IPJ Nilai Minimal dari SPM

Ketersediaan prasarana jalan (Ktj)

Indeks aksesbilitas (km/km²)

Kepadatan penduduk Minimal Indeks Aksesbilitas (jiwa/km²) (km/km²)

a. Sangat tinggi>5000 a. > 5,00 b. Tinggi>1000 b. >1,50 c. Sedang>500 c. >0,50 d. Rendah>100 d. >0,15 e. Sangat rendah<100 e. >0,05 Kinerja

Jaringan jalan (Knj)

Kemantapan fisik jalan

Kondisi fisik jalan minimal sedang dengan syarat:

Lebar jalan minimum Volume lalulintas Nilai IRI, RCI (m) (LHR=smp/hari) (m/km, N/A)

a. 2*7 m 20000 IRI<6,00/RCI>6,50 b. 7 m 8000-20000 IRI<6,00/RCI>6,50 c. 6 m 3000-8000 IRI<8,00/RCI>5,50 d. 4,50 m <3000 IRI<8,00/RCI>5,50


(50)

Beban Lalulintas (Bln)

Kemantapan layanan jalan

Nilai VCR ruas jalan maksimal 0,85 dengan syarat:

Fungsi jalan Kecepatan minimal (A,K,L) (km/jam)

a. Jalan arteri (primer dan sekunder) 25 b. Jalan Kolektor (primer dan sekunder) 20 c. Jalan lokal (primer dan sekunder) 20 Pelayanan Jalan

(Pyp)

Indeks mobilitas (km/1000 penduduk)

PDRB perkapita Minimal indeks mobilitas (jutaRp/kap/th) (km/1000 penduduk)

a. Sangat tinggi >10 a. >5,00 b. Tinggi >5 b. >2,00 c. Sedang >2 c. >1,00 d. Rendah >1 d. >0,50 e. Sangat rendah <1 e. >0,20 Sumber : PT. Reka Desindo Mandiri, 2004

II.9 Studi Terdahulu

Penelitian kinerja jaringan jalan dengan Indeks Prasarana Jalan (IPJ) dan Standar Pelayanan Minimal (SPM) sudah pernah dilakukan dibeberapa daerah, diantaranya:

1. Maulida (2007), mengevaluasi kinerja jaringan jalan di wilayah Kabupaten Serang, Hasil analisis menunjukkan skor IPJ tahun 2006 untuk Kabupaten


(51)

Serang adalah 3,57, sebagai pembanding adalah Kabupaten Pandeglang dengan skor IPJ 4,23. Indeks aksesibilitas dan mobilitas Kabupaten Serang lebih rendah dari SPM. Sedangkan untuk Kabupaten Pandeglang masih sesuai dengan SPM. Kesimpulan dari penelitian tersebut, untuk Kabupaten Serang diperlukan penambahan jaringan jalan sepanjang 3.323,49 km dan diperlukan penanganan pelebaran sepanjang 182,38 km dengan kebutuhan biaya sebesar Rp. 279.858.600.000,- dan penanganan perkerasan untuk kondisi rusak ringan dan rusak berat dengan kebutuhan biaya sebesar Rp. 292.976.581.900,-, sehinggga total biaya yang dibutuhkan untuk mencapai pemenuhan SPM di Kabupaten Serang sebesar Rp. 572.835.181.900,-.

2. Putri (2012), mengevaluasi kinerja jaringan jalan di wilayah Kota Padangsidimpuan, Hasil analisis menunjukkan skor IPJ tahun 2009 untuk Kota Padangsidimpuan adalah 3,57. Indeks aksesibilitas dan mobilitas Kota Padangsidimpuan lebih rendah dari SPM.

3. Ebby (2005), mengkaji penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang jalan di Jawa Barat. Hasil kajiannya menunjukkan nilai SPM untuk indeks aksesbilitas Propinsi Jawa Barat tahun 2003 adalah 0,77 lebih rendah dari syarat dan indeks mobilitas Propinsi Jawa Barat tahun 2003 adalah 0,58 lebih rendah dari syarat.


(52)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Tahapan Penelitian

Metode penelitian untuk studi ini diperlihatkan melalui bagan alir pada Gambar III.I.


(53)

III.2 Obyek Penelitian

Obyek penelitian ini adalah kondisi kinerja jaringan jalan kota yang terdapat di wilayah Kota Pekanbaru. Pihak yang menjadi sumber utama dalam penelitian ini adalah Kepala Bidang dan Kepala Seksi dari tiga instansi pemerintah Kota Pekanbaru yaitu Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perhubungan dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Pekanbaru.

III.3 Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian terapan, yaitu mengimplementasikan indikator-indikator penilaian terhadap kinerja jaringan jalan, seperti IPJ dan SPM. Untuk mengkaji gambaran kinerja maka metode yang digunakan adalah metode pengumpulan data dari data primer dan data sekunder yang kemudian dilakukan analisis.

III.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan suatu cara atau proses yang sistematis dalam pengumpulan, pencatatan, dan penyajian fakta untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh faktor-faktor untuk melakukan evaluasi kinerja jaringan jalan.


(54)

Data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa : • Data Primer

Data yang dikumpulkan langsung dari obyek yang diteliti dan berasal dari pengamatan langsung dimana peristiwa terjadi. Pelaksanaan pengumpulan data primer (kunjungan, wawancara, pengisian kuisioner) penelitian ini diperoleh dari stakeholders terkait, khususnya mengenai persepsi tentang kualifikasi variabel IPJ dan bobot kepentingan antar variabel IPJ yang akan digunakan dalam estimasi IPJ di wilayah Kota Pekanbaru (Lampiran 1). Data primer selengkapnya terdapat pada subbab V.1.1.

• Data Sekunder

Data yang dikumpulkan dari pihak ketiga atau dari sumber lain yang telah tersedia sebelum penelitian ini dilakukan. Data dalam penelitian ini berupa data instansional dari sejumlah instansi terkait di wilayah Kota Pekanbaru. Data yang diperlukan antara lain:

1. Data Sosial Ekonomi:

a. Data luas wilayah dan penggunaan lahan b. Data populasi penduduk dan strukturnya c. Data populasi kendaraan menurut jenis d. Data PDRB wilayah

2. Data Prasarana dan Operasi Jalan

a. Panjang jalan menurut fungsi, status, kondisi 3. Data Peta


(55)

b. Peta dasar prasarana jalan 4. Data Alokasi Dana

a. Alokasi dana prasarana jalan

III.5 Indeks Prasarana Jalan (IPJ)

Pada Tabel III.1 terlihat bahwa dimensi dari setiap variabel IPJ berbeda-beda, sehingga untuk menghitung IPJ dengan rumus maka sebaiknya dilakukan kualifikasi terlebih dahulu terhadap nilai variabel tersebut (scoring) sehingga diperoleh platform penilaian yang sama diantara setiap variabel IPJ. Dengan cara ini akan dapat dilakukan proses pembobotan (weighting) terhadap variabel IPJ tersebut.

III.5.1 Kualifikasi Variabel IPJ

Untuk membuat suatu indeks penilaian maka umumnya nilai setiap variabel (dimensional) akan dikualifikasi dengan suatu kaidah penilaian yang dimension-less sehingga hasilnya dapat mengindikasikan tingkat kondisi relatif suatu obyek yang digambarkan melalui suatu nilai indeks hasil kualifikasi dari variabel tersebut. Sehingga antar obyek dapat diperbandingkan kondisinya (dengan single maupun multiple variable).

Kaidah kualifikasi yang digunakan dalam studi ini adalah skoring dengan rentang penilaian antara 1-10, dengan kualifikasi sebagaimana disampaikan pada Tabel III.1.


(56)

Tabel III.1 Rentang Skor dan Kualifikasi Variabel IPJ

Rentang Skor Kualifikasi

1 – 2 Sangat Kurang

3 – 4 Kurang

5 – 6 Sedang

7 – 8 Tinggi

9 – 10 Sangat Tinggi

Sumber : PT. Reka Desindo Mandiri, 2004

Adapun kualifikasi suatu variabel IPJ ditentukan dari hasil survey lapangan (pengisian kuisioner) yang dilakukan responden di daerah studi. Prinsip dari kualifikasi ini adalah menyodorkan suatu nilai variabel IPJ (Misalnya: Ktj= ... km/km2, Knj = ... %, Bln = ... km/1000 smp, Pyp = ... km/1000 penduduk) kepada para responden untuk kualifikasi apakah nilai variabel tersebut masuk dalam kualifikasi sangat kurang, kurang, sedang, tinggi, ataupun sangat tinggi dengan skor sesuai dengan rentang yang disampaikan pada Tabel III.2. Secara skematis contoh kualifikasi untuk variabel penyediaan prasarana jalan (Ktj) disampaikan pada Gambar III.2. Dalam gambar tersebut disampaikan contoh kualifikasi yang diberikan oleh 3 orang responden kepada sejumlah besaran variabel Ktj antara 0,5 s.d 3,5 km/km2. Regresi yang dilakukan terhadap kualifikasi ketiga responden tersebut menghasilkan fungsi skor f(Ktj) yang dapat digunakan untuk mengkualifikasi nilai


(57)

variabel Ktj lainnya. Fungsi yang dikalibrasi dari hasil survey ini yang akan digunakan sebagai dasar/model dalam melakukan kualifikasi variabel.

Tabel III.2 Kaidah Penilaian Bobot Tingkat Kepentingan Variabel

Rentang Skor Tingkat Kepentingan

1 – 2 Sangat Tidak Penting

3 – 4 Kurang Penting

5 – 6 Cukup Penting

7 – 8 Penting

9 – 10 Sangat Pentig

Sumber : PT. Reka Desindo Mandiri, 2004

Gambar III.2 Kualifikasi untuk variabel Ktj Sumber: PT. Reka Desindo Mandiri, 2004 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0 2 4 6

S k o r K u al if ik as i

Nilai Variabel Ktj

kualifikasi responden 1

kualifikasi responden 2

kualifikasi responden 3


(58)

III.5.2 Bobot Kepentingan Antar Variabel IPJ

Sebagaimana disampaikan dalam rumusan umum IPJ yang disampaikan sebelumnya bahwa IPJ merupakan hasil penjumlahan dari skor setiap variabel yang terbobotkan. Bobot variabel IPJ (a untuk Ktj, b untuk Knj, c untuk Bln, dan d untuk

Pyp) merupakan representasi tingkat kepentingan dari setiap variabel IPJ (relatif terhadap variabel IPJ lainnya) menurut perspektif stakeholders/responden. Secara umum suatu variabel IPJ akan dinilai bobot tingkat kepentingannya dengan kaidah pembobotan sebagaimana disampaikan pada Tabel III.3.

Tabel III.3 Kaidah Penilaian Bobot Tingkat Kepentingan Variabel

Rentang Skor Tingkat Kepentingan

1 – 2 Sangat Tidak Penting

3 – 4 Kurang Penting

5 – 6 Cukup Penting

7 – 8 Penting

9 – 10 Sangat Pentig

Sumber : PT. Reka Desindo Mandiri, 2004

Setiap responden akan memberikan bobot a, b, c, dan d untuk setiap variabel IPJ, sehingga secara rata-rata akan dapat disimpulkan bobot setiap variabel dengan metoda sebagaimana disampaikan pada Tabel III.4. Bobot yang diperoleh dapat menyatakan perpektif umum mengenai kepentingan setiap variabel IPJ dalam kebijakan penanganan/penyelenggaraan prasarana jalan.


(59)

Tabel III.4 Proses Penentuan Bobot Variabel IPJ

Variabel Responden 1 Responden 2 ... Responden n Total

Ktj a1 a2 ... an ∑ a

Knj b1 b2 ... bn ∑ b

Bln c1 c2 ... cn ∑ c

Pyp d1 d2 ... dn ∑ d

Total ∑a+∑ b+∑ c+∑ d

arata – rata =∑a/( ∑a+∑ b+∑ c+∑ d)

brata – rata =∑b/( ∑a+∑ b+∑ c+∑ d)

crata – rata =∑c/( ∑a+∑ b+∑ c+∑ d)

drata – rata =∑d/( ∑a+∑ b+∑ c+∑ d)

Sumber: PT. Reka Desindo Mandiri, 2004

III.5.3 Estimasi Skor IPJ (Scoring and Weighting)

Proses estimasi skor IPJ untuk suatu wilayah dilakukan dengan 2 tahapan berikut:

1. Scoring: Dengan menggunakan hasil kualifikasi setiap variabel IPJ, nilai setiap variabel IPJ dari setiap Kab dapat dikonversi menjadi skor 0 s.d 10,


(60)

2. Weighting: Dengan menggunakan bobot setiap variabel IPJ, maka hasil skor setiap variabel IPJ (pada tahap 1) dapat dibobotkan dan dijumlahkan menjadi variabel IPJ (dengan rentang nilai IPJ antara 0 s.d 10)

III.5.4 Interpretasi Skor IPJ

Setelah diperoleh skor IPJ, maka nilai tersebut dapat diinterpretasikan untuk membandingkan kondisi prasarana jalan di dua atau lebih wilayah. Kaidah umum dalam menginterpretasi hasil estimasi skor IPJ adalah sebagai berikut :

a. Skor IPJ merepresentasikan kondisi umum penyediaan prasarana jalan di suatu wilayah, terkait dengan kuantitas relatif terhadap luas wilayah, jumlah kendaraan, dan jumlah penduduk, serta kondisi fisik jalan,

b. Semakin tinggi skor IPJ di suatu wilayah maka kondisi umum penyediaan prasarana jalan di wilayah tersebut semakin baik,

c. Skor IPJ merupakan hasil pembobotan dari beberapa skor variabel (Ktj, Knj,

Bln, dan Pyp), sehingga untuk mengidentifikasi permasalahan dari skor IPJ tertentu harus dilihat/di-breakdown ke level variabel untuk dapat mengetahui akar permasalahannya.

III.6 Metode Pengolahan dan Analisa Data

III.6.1 Analisis Indeks Prasarana Jalan (IPJ)

Data yang diperlukan untuk melakukan analisis ini adalah: 1. Luas wilayah secara keseluruhan


(61)

3. Jumlah penduduk

4. Panjang jalan dengan kondisi mantap (baik sampai sedang) 5. Jumlah kendaraan yang ada di wilayah tersebut

Indeks Prasarana Jalan (IPJ) merupakan salah satu cara untuk menilai jaringan jalan yang ada.

III.6.2 Analisis Standar Pelayanan Minimal (SPM) Jalan

Data yang diperlukan untuk melakukan analisis ini adalah: 1. Luas wilayah secara keseluruhan

2. Total panjang jalan yang ada di wilayah tersebut 3. Jumlah penduduk

4. PDRB/kapita

Data 1 – 4 merupakan data minimum yang harus dimiliki untuk melakukan analisis jaringan jalan terhadap Standar Pelayanan Minimal (SPM). Jika hasil yang diperoleh dari perhitungan data saat ini telah berada di atas nilai minimum yang disyaratkan, berarti jaringan jalan yang ada telah memenuhi kebutuhan aksesibilitas dan mobilitas secara umum. Jika hasil perhitungan menunjukan angka di bawah syarat minimum, berarti jaringan jalan yang ada belum dapat memenuhi kebutuhan aksesibilitas dan mobilitas yang berarti panjang jalan yang ada belum mencukupi.


(62)

III.6.3 Nilai Minimal Pelayanan Prasarana Jalan

Nilai minimal dari tingkat pelayanan prasarana jalan sepertinya lebih relevan untuk digunakan di Indonesia karena di sebagian wilayah masih terlihat bahwa penyediaan jalan belum memenuhi kebutuhan minimal terhadap prasarana jalan sebagai basic-infrastructure bagi kegiatan ekonomi dan sosial setempat. Namun perlu dicatat bahwa nilai minimal kebutuhan prasarana jalan di suatu wilayah akan berubah seiring dengan perkembangan dan dinamika sosial ekonomi yang terjadi.

Konsep pelayanan minimal ini di Indonesia dikenal sebagai SPM (Standar Pelayanan Minimal) Prasarana Jalan yang dimuat dalam Kepmenkimpraswil No. 534/KPTS/M/2001 tentang Pedoman Penetuan Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang, Perumahan dan Permukiman, dan Pekerjaan Umum. Dengan memperhatikan definisi variabel IPJ dan nilai minimal pelayanan prasarana jalan dalam SPM terdapat beberapa nilai minimal yang dapat ditetapkan untuk setiap indikator (Tabel II.5).


(63)

BAB IV

GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

IV.1 Wilayah Administrasi Kota Pekanbaru

Kota Pekanbaru terletak pada garis 101°14’00” - 101°34’ 00” Bujur Timur dan garis 0°25’00” - 0°45’00” Lintang Utara. Batas wilayah Kota Pekanbaru :

• Sebelah Utara : Kabupaten Siak dan Kabupaten Kampar • Sebelah Selatan : Kabupaten Kampar dan Kabupaten Pelalawan • Sebelah Barat : Kabupaten Kampar

• Sebelah Timur : Kabupaten Siak dan Kabupaten Pelalawan

Luas wilayah Kota Pekanbaru mencapai 632,26 km2. Berdasarkan luas daerah menurut kecamatan, luas wilayah terbesar adalah Kecamatan Tenayan Raya dengan luas 171,27 km2 atau sekitar 27,09 % dari luas total Kota Pekanbaru, diikuti oleh Kecamatan Rumbai Pesisir dengan luas 157,33 km2 atau sekitar 24,88 % , Kecamatan Rumbai dengan luas 128,85 km2 atau sekitar 20,38 % dan Kecamatan Tampan dengan luas 59,81 km2 atau sekitar 9,46 %. Berdasarkan luas daerah dan pembagian daerah administrasi di pemerintahan Kota Pekanbaru memiliki 12 kecamatan sebagaimana dilihat pada Tabel IV.1.


(64)

Tabel IV.1 Luas Daerah dan Pembagian Daerah Administrasi di Kota Pekanbaru

No Kecamatan

Luas Area Banyaknya

(Km2) (%) Desa/Kelurahan

1. Tenayan Raya 171,27 27,09 4

2. Rumbai Pesisir 157,33 24,88 6

3. Rumbai 128,85 20,38 5

4. Tampan 59,81 9,46 4

5. Payung Sekaki 43,24 6,84 4

6. Marpoyan Damai 29,74 4,70 5

7. Bukit Raya 22,05 3,49 4

8. Senapelan 6,65 1,05 6

9. Lima Puluh 4,04 0,64 4

10. Sukajadi 3,76 0,59 7

11. Sail 3,26 0,52 3

12. Pekanbaru Kota 2,26 0,36 6


(65)

IV.2 Sosial – Ekonomi

Jumlah penduduk Kota Pekanbaru hasil survei tahun 2010 berjumlah 897.768 jiwa, dengan luas wilayah 632,26 km2 maka kepadatan penduduknya mencapai 1.420 jiwa/km2. Kecamatan Sukajadi merupakan kecamatan yang paling tinggi kepadatan penduduknya yang mencapai 12.546 jiwa/km2 disusul oleh Kecamatan Pekanbaru Kota yang mencapai 11.089 jiwa/km2.

Jumlah rumah tangga Kota Pekanbaru sebanyak 213.795 rumah tangga dengan rata–rata banyaknya anggota rumah tangga sebanyak 4,20 orang. Jumlah rumah tangga paling banyak berada di Kecamatan Tampan dengan jumlah rumah tangga 41.936 rumah tangga sedangkan jumlah rumah tangga paling sedikit di Kecamatan Sail. Jumlah dan kepadatan penduduk menurut daerah administrasi di Kota Pekanbaru dapat dilihat pada Tabel IV.2


(66)

Tabel IV.2 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Pekanbaru Tahun 2010

No Kecamatan Jumlah (jiwa) Kepadatan (jiwa/km2)

1. Tenayan Raya 123.155 719

2. Rumbai Pesisir 64.698 411

3. Rumbai 64.624 502

4. Tampan 169.655 2.837

5. Payung Sekaki 86.584 2.002

6. Marpoyan Damai 125.697 4.227

7. Bukit Raya 91.914 4.168

8. Senapelan 36.434 5.479

9. Lima Puluh 41.333 10.231

10. Sukajadi 47.174 12.546

11. Sail 21.438 6.576

12. Pekanbaru Kota 25.062 11.089

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Pekanbaru

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan ukuran kinerja makro kegiatan ekonomi di suatu wilayah. PDRB suatu wilayah menggambarkan struktur ekonomi daerah, peranan sektor–sektor ekonomi dan pergeserannya yang didasarkan


(67)

pada PDRB atas dasar harga berlaku. Disamping itu PDRB menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi baik secara total maupun per sektor dengan membandingkan PDRB tahun berjalan terhadap PDRB tahun sebelumnya menggunakan atas dasar harga konstan tahun 2000.

PDRB Kota Pekanbaru atas dasar harga berlaku tahun 2010 sebesar 38,03 juta rupiah, meningkat 7,80 % dibandingkan tahun 2009 sebesar 35,28 juta rupiah. Berdasarkan atas dasar harga konstan 2000 PDRB Kota Pekanbaru tahun 2010 sebesar 9,26 juta rupiah atau mengalami penurunan ekonomi sebesar 2,55 % dibandingkan tahun 2009 sebesar 9,61 juta rupiah.

Apabila PDRB dikaitkan dengan jumlah penduduk akan menggambarkan tingkat pendapatan per kapita satu wilayah. PDRB per kapita Kota Pekanbaru atas dasar harga berlaku tahun 2010 sebesar 39,02 juta rupiah lebih rendah bila dibanding tahun 2009 sebesar 43,95 juta rupiah.PDRB dan pendapatan pada masing–masing tahun di Kota Pekanbaru periode 2008–2010 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel IV.3.

Tabel IV.3 PDRB Kota Pekanbaru

PDRB Nilai Konstan 2000 (Juta Rupiah)

PDRB Nilai Berlaku (Juta Rupiah)

2008 2009 2010 2008 2009 2010

9,03 9,61 9,36 29,47 35,28 38,03


(1)

BAGIAN II

KUALIFIKASI VARIABEL II.1 Variabel Ketersediaan Prasarana Jalan (Ktj)

Dalam studi ini variabel ketersediaan prasarana jalan (Ktj) didefinisikan sebagai “panjang total jaringan jalan per luas wilayah (km/km²)”

Variabel ketersediaan prasarana jalan (Ktj) dihitung dengan mengasumsikan bahwa total panjang jalan adalah jumlah panjang jalan kota dan luas wilayah adalah total luas wilayah administrasi. Pada tabel berikut ini disampaikan contoh data kondisi ketersediaan prasarana jalan (Ktj) dengan asumsi seperti diatas, sebagai referensi anda:

Bagaimana persepsi anda mmengenai beberapa nilai ketersediaan prasarana jalan (Ktj) berikut:

Petunjuk: Berikan tanda √ pada kotak disebelah kiri pernyataan

NO Wilayah Ketersedian Prasarana Jalan di seluruh wilayah administrasi Nilai variabel Ktj Penjelasan

1. Kota Medan, Sumatera Utara 13,23 km/km² 1 km jalan melayani 0,08 km² luas wilayah 2. Kota Batam, Kep. Riau 1,18 km/km² 1 km jalan melayani 0,85 km² luas wilayah 3. Kota Bandung, Jawa Barat 0,44 km/km² 1 km jalan melayani 2,27 km² luas wilayah

Nilai Ktj Penjelasan Kualifikasi dan skor

0,05 km/km²

1 km jalan melayani 20 km² wilayah

□ sangat kurang □ kurang □sedang □tinggi □sangat tinggi

□1 □2 □3 □4 □5 □6 □7 □8 □9 □10 0,25

km/km²

1 km jalan melayani 4 km² wilayah

□ sangat kurang □ kurang □sedang □tinggi □sangat tinggi

□1 □2 □3 □4 □5 □6 □7 □8 □9 □10 1,25

km/km²

1 km jalan melayani 0,8 km² wilayah

□ sangat kurang □ kurang □sedang □tinggi □sangat tinggi

□1 □2 □3 □4 □5 □6 □7 □8 □9 □10 2,00

km/km²

1 km jalan melayani 0,5 km² wilayah

□ sangat kurang □ kurang □sedang □tinggi □sangat tinggi

□1 □2 □3 □4 □5 □6 □7 □8 □9 □10 5,00

km/km²

1 km jalan melayani 0,2 km² wilayah

□ sangat kurang □ kurang □sedang □tinggi □sangat tinggi


(2)

II.2 Variabel Kinerja Jaringan Jalan (Knj)

Dalam studi ini variabel kinerja jaringan jalan (Knj) didefinisikan sebagai “panjang jalan mantap per total panjang jaringan jalan (%)”.

Pada tabel berikut ini disampaikan data kinerja jaringan jalan dibeberapa wilayah sebagai referensi bagi anda:

Bagaimana persepsi anda mengenai beberapa nilai kinerja jaringan jalan (Knj) berikut ini?

Petunjuk: Berikan tanda √ pada kotak disebelah kiri pernyataan

NO Wilayah Kinerja Jaringan jalan =% jalan mantap Nilai variabel Knj Penjelasan 1. Kota Bandung, Jawa

Barat

95,5 % 891,5 km dari total 932,7 km jalan berada dalam kondisi mantap

2. Kab. Tasikmalaya, Jawa Barat

45% 683,7 km dari total 1234,5 km jalan berada dalam kondisi mantap

3. Kab. Kuantan Singingi, Riau

75,2% 1182,4 km dari total 1573,4 km jalan berada dalam kondisi mantap

Nilai

Knj Penjelsan Kualifikasi dan skor

25% 25 % jalan mantap 75% jalan tidak mantap

□ sangat kurang □ kurang □sedang □tinggi □sangat tinggi

□1 □2 □3 □4 □5 □6 □7 □8 □9 □10 40% 40 % jalan mantap 60%

jalan tidak mantap

□ sangat kurang □ kurang □sedang □tinggi □sangat tinggi

□1 □2 □3 □4 □5 □6 □7 □8 □9 □10 60% 60 % jalan mantap 40%

jalan tidak mantap

□ sangat kurang □ kurang □sedang □tinggi □sangat tinggi

□1 □2 □3 □4 □5 □6 □7 □8 □9 □10 75% 75 % jalan mantap 25%

jalan tidak mantap

□ sangat kurang □ kurang □sedang □tinggi □sangat tinggi

□1 □2 □3 □4 □5 □6 □7 □8 □9 □10 95% 95 % jalan mantap 5%

jalan tidak mantap

□ sangat kurang □ kurang □sedang □tinggi □sangat tinggi


(3)

II.3 Variabel Beban Lalu Lintas (Bln)

Dalam studi ini variabel beban lalu lintas didefinisikan sebagai “panjang total jaringan jalan per jumlah kendaraan (km/1000smp)”

Pada tabel berikutdisampaikan contoh data beban lalu lintas dibeberapa wilayah sebagai referensi bagi anda:

Bagaimana persepsi anda mengenai beberapa nilai beban lalu lintas:

Petunjuk: Berikan tanda √ pada kotak disebelah kiri pernyataan

NO Wilayah

Beban Lalulintas Nilai variabel

Bln Penjelasan

1. Kota Bandung, Jawa Barat

1,37 km/1000 smp

1 km jalan melayani 730 kendaraan (dalam smp = satuan mobil penumpang) 2. Kab. Tasikmalaya,

Jawa Barat

28,52 km/1000 smp

1 km jalan melayani 35 kendaraan (dalam smp = satuan mobil penumpang)

3. Kab. Kuantan

Singingi, Riau

56,30 km/1000 smp

1 km jalan melayani 18 kendaraan (dalam smp = satuan mobil penumpang)

Nilai Bln Penjelasan Kualifikasi dan skor

10 km/1000 smp

1 km jalan melayani 100 kendaraan (smp)

□ sangat kurang □ kurang □sedang □tinggi □sangat tinggi

□1 □2 □3 □4 □5 □6 □7 □8 □9 □10 20 km/1000

smp

1 km jalan melayani 50 kendaraan (smp)

□ sangat kurang □ kurang □sedang □tinggi □sangat tinggi

□1 □2 □3 □4 □5 □6 □7 □8 □9 □10 35 km/1000

smp

1 km jalan melayani 29 kendaraan (smp)

□ sangat kurang □ kurang □sedang □tinggi □sangat tinggi

□1 □2 □3 □4 □5 □6 □7 □8 □9 □10 50 km/1000

smp

1 km jalan melayani 20 kendaraan (smp)

□ sangat kurang □ kurang □sedang □tinggi □sangat tinggi

□1 □2 □3 □4 □5 □6 □7 □8 □9 □10 65 km/1000

smp

1 km jalan melayani 16 kendaraan (smp)

□ sangat kurang □ kurang □sedang □tinggi □sangat tinggi


(4)

II. 4 Variabel Pelayanan Prasarana Jalan (Pyp)

Dalam studi ini variabel pelayanan prasarana jalan didefinisikan sebagai “panjang total jaringan jalan per jumlah penduduk (km/1000 orang)”.

Pada tabel berikut ini disampaikan contoh data pelayanan prasarana jalan beberapa wilayah sebagai referensi anda:

Bagaimana persepsi anda mengenai beberapa nilai pelayanan prasarana jalan berikut?

Petunjuk: Berikan tanda √ pada kotak disebelah kiri pernyataan

NO Wilayah Pelayanan Prasarana Jalan

Nilai variabel Pyp Penjelasan 1. Kota Bandung, Jawa Barat 0,44 km/1000 orang 1 km jalan melayani 2273 orang 2. Kab. Tasikmalaya, Jawa Barat 0,79 km/1000 orang 1 km jalan melayani 1265 orang

3. Kab. Kuantan Singingi, Riau 7,10 km/1000 orang 1 km jalan melayani 141 orang

Nilai Pyp Penjelasan Kualifikasi dan skor

0,2 km/1000 orang

1 km jalan melayani 5000 orang

□ sangat kurang □ kurang □sedang □tinggi □sangat tinggi

□1 □2 □3 □4 □5 □6 □7 □8 □9 □10 0,5 km/1000

orang

1 km jalan melayani 2000 orang

□ sangat kurang □ kurang □sedang □tinggi □sangat tinggi

□1 □2 □3 □4 □5 □6 □7 □8 □9 □10 1,0 km/1000

orang

1 km jalan melayani 1000 orang

□ sangat kurang □ kurang □sedang □tinggi □sangat tinggi

□1 □2 □3 □4 □5 □6 □7 □8 □9 □10 2,0 km/1000

orang

1 km jalan melayani 500 orang

□ sangat kurang □ kurang □sedang □tinggi □sangat tinggi

□1 □2 □3 □4 □5 □6 □7 □8 □9 □10 5,0 km/1000

orang

1 km jalan melayani 200 orang

□ sangat kurang □ kurang □sedang □tinggi □sangat tinggi


(5)

BAGIAN III BOBOT VARIABEL IPJ

Dalam studi ini Indeks Prasarana Jalan (IPJ) dihitung dengan rumusan berikut ini: IPJ = a*skor (Ktj) + b*skor (Knj) + c*skor (Bln) + d*skor (Pyp)

Dimana: a,b,c dan d adalah bobot tingkat kepentingan variabel Ktj, Knj, Bln dan Pyp a. Menurut anda bagaimana urutan tingkat kepentingan dari setiap variabel IPJ?

Petunjuk: Jika salah satu variabel anda anggap paling penting maka berikan tanda √ pada kotak disebelah angka 1, dan seterusnya sampai dengan pemberian tanda √ pada kotak disebelah angka 4 jika variabel IPJ tersebut anda anggap paling tidak penting.

b. Bagaimana jika penilaian tingkat kepentingan dari setiap variabel IPJ tersebut anda lakukan dengan bobot?

Petunjuk: Berikan tanda √ pada kotak disebelah kiri pernyataan

Variabel IPJ Urutan Tingkat Kepentingan Ketersediaan Prasarana Jalan (Ktj) □1 □2 □3 □4 Kinerja Jaringan Jalan (Knj) □1 □2 □3 □4

Beban Lalu lintas (Bln) □1 □2 □3 □4

Pelayanan Prasarana Jalan (Pyp) □1 □2 □3 □4

Variabel IPJ Kualifikasi dan bobot

Ketersediaan Prasarana Jalan (Ktj) □ sangat kurang □ kurang □sedang □tinggi □sangat tinggi

□1 □2 □3 □4 □5 □6 □7 □8 □9 □10 Kinerja Jaringan Jalan (Knj) □ sangat kurang □ kurang □sedang □tinggi □sangat tinggi

□1 □2 □3 □4 □5 □6 □7 □8 □9 □10 Beban Lalu Lintas (Bln) □ sangat kurang □ kurang □sedang □tinggi □sangat tinggi

□1 □2 □3 □4 □5 □6 □7 □8 □9 □10 Pelayanan Prasarana Jalan (Pyp) □ sangat kurang □ kurang □sedang □tinggi □sangat tinggi


(6)

IDENTITAS RESPONDEN

Nama : ... Instansi : ... Jabatan : ... Alamat : ... No. Telepon : ...