10 tersebut
wewenang penyelenggaraan
jalan wajib
dilaksanakan dengan
mengutamakan sebesar-besar kepentingan umum.
II.4 Sistem Jaringan Jalan
Berdasarkan UU No. 38 Tahun 2004 tentang jalan pasal 1 ayat 18, sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan
mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis. Konsep sistem jaringan jalan dalam
pasal 7: 1 Sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan sistem
jaringan jalan sekunder. 2 Sistem jaringan jalan primer sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan
sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan
menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.
3 Sistem jaringan jalan sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi
barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan. Berdasarkan PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan pasal 6 ayat 2, sistem
jaringan jalan disusun dengan mengacu pada rencana tata ruang wilayah dan dengan memperhatikan keterhubungan antarkawasan danatau dalam kawasan perkotaan,
dan kawasan perdesaan.
Universitas Sumatera Utara
11 Sistem jaringan jalan merupakan abstraksi dari fasilitas transportasi yang
memiliki kedudukan penting, terutama jika dihubungkan dengan penggunaan lahan akan dapat membentuk suatu pola tata guna lahan yang pada gilirannya dapat
mempengaruhi rencana fisik ruang kota, serta peranannya sebagai suatu sistem transportasi yaitu untuk menampung pergerakan manusia dan kendaraan dalam
Mujihartono, 1996: I-7.
II.5 Klasifikasi Jalan
II.5.1 Klasifikasi Jalan Menurut Fungsinya
Pengelompokan fungsi jalan dilakukan dalam konteks efisiensi operasi dimana fungsi akses dan fungsi mobilitas dipisahkan dalam hierarki jalan yang akan
bersinergi dalam sistem jaringan jalan. Secara skematis fungsi dasar transportasi dari prasarana jalan disampaikan pada Gambar II.2 berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
12
Gambar II. 2 Pembagian Fungsi Jalan
Sumber: Adisasmita 2011:131
Berdasarkan UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan pasal 8, jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal,
dan jalan lingkungan. Fungsi jalan tersebut dilengkapi dengan persyaratan teknisnya yang meliputi: lebar, kapasitas, kecepatan rencana, dan persyaratan teknis lainnya.
Berdasarkan PP No. 34 Tahun 2006 tentang jalan pasal 12 ayat 1, persyaratan teknis jalan meliputi kecepatan rencana, lebar badan jalan, kapasitas, jalan masuk,
persimpangan sebidang, bangunan pelengkap, perlengkapan jalan, penggunaan jalan sesuai dengan fungsinya, dan tidak terputus.
Persyaratan teknis setiap fungsi jalan dalam PP No.34 Tahun 2006 tentang Jalan belum menyertakan kondisi fisik jalan tingkat kerusakan: baik, sedang, rusak,
Universitas Sumatera Utara
13 rusak ringan, dan rusak berat. Sebagaimana diketahui jika jalan rusak, maka fungsi
jalan untuk aksesibilitas maupun mobilitas tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Gambar II. 3 Konsep Klasifikasi Fungsi Jalan Dalam Hubungannya Dengan
Tingkat Akses
Sumber: Direktorat Jendral Bina Marga 1990:13
Universitas Sumatera Utara
14
Keterangan : Kawasan Primer
Kawasan Sekunder Perumahan
Batas Kota Sistem Primer
Jalan Arteri Sekunder Jalan Kolektor Sekunder
Jalan Lokal Sekunder
Gambar II. 4 Sketsa Hipotetis Hirarki Jalan Kota
Sumber: Direktorat Jendral Bina Marga 1990:10
Universitas Sumatera Utara
15
II.5.1.1 Sistem Jaringan Jalan Primer
Berdasarkan PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan dalam pasal 7, sistem jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan
distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat
kegiatan sebagai berikut: -
Menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah, pusat kegiatan lokal sampai ke pusat kegiatan lingkungan; dan
- Menghubungkan antarpusat kegiatan nasional
Menurut Pedoman Konstruksi dan Bangunan Pd T-18-2004-B, jaringan jalan primer yaitu jaringan jalan yang menghubungkan secara menerus pusat kegiatan
nasional, pusat kegiatan wilayah, pusat kegiatan lokal, dan pusat kegiatan di bawahnya sampai ke persildalam satu satuan wilayah pengembangan dalam
Shafir:2 Menurut Adisasmita 2011: 135-138, Sistem Jaringan Jalan Primer adalah:
a. Jalan Arteri Primer yaitu ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu
dengan kota jenjang kesatu yang berdampingan atau ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua yang berada
dibawah pengaruhnya. Untuk jalan arteri primer wilayah perkotaan, mengikuti kriteria sebagai berikut:
1. Jalan arteri primer dalam kota merupakan terusan arteri primer luar kota.
2. Jalan kota arteri primer melalui atau menuju kawasan primer.
3. Jalan arteri primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling
rendah 60 kmjam.
Universitas Sumatera Utara
16 4.
Lebar badan jalan tidak kurang dari 8 meter. 5.
Lalu lintas jarak jauh pada jalan arteri primer adalah lalu lintas regional. Untuk itu, lalu lintas tersebut tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang-
alik dan lalu lintas lokal, dan kegiatan lokal. 6.
Kendaraan angkutan berat dan kendaraan umum bus dapat diijinkan menggunakan jalan ini.
7. Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien, jarak antara jalan masukakses
langsung tidak boleh lebih pendek dari 500 m. 8.
Persimpangan diatur dengan pengaturan tertentu, sesuai dengan volume lalu lintas.
9. Mempunyai kapasitas harian rata-rata pada umumnya lebih besar dari
fungsi jalan lain. 10.
Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih besar dari fungsi jalan yang lain.
11. Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan ini seharusnya tidak
diijinkan. 12.
Harus disediakan jalur khusus untuk bersepeda dan kendaraan lambat lainnya, serta dilengkapi dengan median jalan.
b. Jalan Kolektor Primer yaitu ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang
kedua dengan kota jenjang kedua yang lain atau ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga yang ada
dibawah pengaruhnya. Untuk jalan kolektor wilayah perkotaan kriterianya adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
17 1.
Jalan kolektor primer kota merupakan terusan jalan kolektor primer luar kota.
2. Melalui atau menuju kawasan primer atau jalan arteri primer.
3. Dirancang untuk kecepatan rencana 40 kmjam.
4. Lebar badan jalan tidak kurang dari 7 m.
5. Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien dan jarak antaranya lebih dari
400 m. 6.
Kendaraan angkutan berat dan bus dapat diijinkan melalui jalan ini. 7.
Persimpangan diatur dengan pengaturan tertentu sesuai dengan volume lalu lintasnya.
8. Kapasitasnya sama atau lebih besar dari volume lalu lintas harian rata-
rata. 9.
Lokasi parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak diijinkan pada jam sibuk.
10. Dilengkapi dengan perlengkapan jalan yang cukup.
11. Besarnya LHR pada umumnya lebih rendah dari pada jalan arteri primer.
12. Dianjurkan tersedianya jalur khusus untuk sepeda dan kendaraan lambat
lainnya.
c. Jalan Lokal Primer yaitu ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang ketiga
dengan kota jenjang ketiga lainnya, kota jenjang sesuai parsil, kota dengan kedua dengan serta ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang ketiga
dengan kota jenjang yang ada dibawah pengaruhnya sampai persil. Kriteria untuk jalan lokal primer adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
18 1.
Merupakan terusan jalan lokal primer luar kota. 2.
Melalui atau menuju kawasan primer atau jalan primer lainnya. 3.
Dirancang untuk kecepatan rencana 20 kmjam. 4.
Kendaraan angkutan barang dan bus diijinkan melalui jalan ini. 5.
Lebar jalan tidak kurang dari 6 m. 6.
Besarnya LHR pada umumnya paling rendah pada sistem primer.
II.5.1.2 Sistem Jaringan Jalan Sekunder
Berdasarkan PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan pasal 8, sistem jaringan jalan sekunder disusun berdasarkan rencana tata ruang wilayah kabupatenkota dan
pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan yang menghubungkan secara menerus kawasan yang mempunyai fungsi primer,
fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga, dan seterusnya sampai ke persil.
Menurut Adisasmita 2011:138-139, Sistem Jaringan Jalan Sekunder adalah: a.
Jalan Arteri Sekunder ruas jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu, menghubungkan kawasan sekunder kesatu
dengan kawasan sekunder kesatu, menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. Untuk jalan sekunder wilayah perkotaan
kriterianya: 1.
Dirancang untuk kecepatan rencana paling rendah 30 kmjam. 2.
Lebar badan jalan tidak kurang dari 8 m.
Universitas Sumatera Utara
19 3.
Lalu lintas cepat pada jalan arteri sekunder tidak boleh tergantung oleh lalu lintas lambat.
4. Akses langsung dibatasi tidak boleh lebih pendek dari 250 m.
5. Angkutan barang ringan dan bus untuk pelayanan kota diijinkan melalui
jalan ini. 6.
Persimpangan diatur dengan pengaturan tertentu sesuai dengan volume lalu lintasnya. Kapasitasnya sama atau lebih besar dari volume lalu
lintasnya. 7.
Lokasi berhenti dan parkir sangat dibatasi dan tidak diijinkan pada jam sibuk.
8. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup.
9. Besarnya LHR umumnya paling besar dari sistem sekunder yang lain.
10. Dianjurkan adanya jalur khusus yang akan digunakan oleh sepeda dan
kendaraan lambat lainnya. 11.
Jarak selang dengan kelas jalan yang sejenis lebih besar dari jarak selang dengan kelas jalan yang lebih rendah.
b. Jalan Kolektor Sekunder ruas jalan yang menghubungkan kawasan-kawasan
sekunder kedua, yang satu dengan yang lainnya, atau menghubungkan kawasan sekunder kedua kedua dengan kawasan sekunder ketiga. Kriteria
untuk jalan kolektor sekunder perkotaan:
1. Dirancang berdasarkan kecepatan rencana 20 kmjam.
2. Lebar badan jalan tidak kurang dari 7 m.
Universitas Sumatera Utara
20 3.
Kendaraan angkutan barang berat tidak diijinkan melalui fungsi jalan ini di daerah pemukiman.
4. Lokasi parkir pada badan jalan dibatasi.
5. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup.
6. Besarnya LHR pada umumnya lebih rendah dari sistem primer dan arteri
sekunder.
c. Jalan Lokal Sekunder ruas jalan yang menghubungkan kawasan-kawasan
sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan
sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan. Kriteria untuk jalan lokal sekunder adalah:
1. Dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 kmjam.
2. Lebar badan jalan tidak kurang dari 5 m.
3. Kendaraan angkutan barang berat dan bus tidak diijinkan melalui jalan ini
di daerah pemukiman. 4.
Besarnya LHR umumnya paling rendah dibanding fungsi jalan yang lain tentang keterkaitan antara fungsi jalan dengan fungsi kota.
II.5.2 Klasifikasi Jalan Menurut Statusnya
Klasifikasi jalan menurut statusnya dibagi dalam pengelompokan jalan, diantaranya jalan nasional, jalan propinsi, jalan kabupaten, jalan kota, jalan desa.
Berdasarkan UU No.38 Tahun 2004 tentang Jalan pasal 9, jalan umum menurut
Universitas Sumatera Utara
21 statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten,
jalan kota, dan jalan desa. Pengelompokkan status jalan tersebut bertujuan agar semua ruas jalan yang
ada di Indonesia akan habis terbagi ke setiap status kewenangan pembinaan jalan. Dengan kata lain, tidak ada jalan yang tidak jelas penanggungjawabannya untuk
membangun, memelihara, dan mengoperasikannya. Pelaksanaan dari fungsi setiap ruas jalan dalam kewenangan status jalan
tertentu, maka diperlukan adanya sinkronisasi antara fungsi dan status jalan, sehingga setiap level pemerintahan Pusat, Propinsi, dan KabupatenKota akan
mengurus jalan dalam statusnya sesuai dengan fungsi yang memang benar–benar dibutuhkan.
II.5.3 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Kewenangan Pembinaan
Klasifikasi jalan berdasarkan kewenangan pembinaan ini berhubungan dengan penyelenggara jalan. Berdasarkan UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan pasal
1 ayat 9, penyelenggaraan jalan adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pembanguan, dan pengawasan jalan.
Berdasarkan UU No. 38 Tahun 2004 tentang jalan pasal 13 ayat 1, penguasaan atas jalan ada pada negara. Negara selanjutnya memberikan wewenang
kepada pemerintah dan pemerintah daerah untuk melaksanakan penyelenggaraan jalan yang lebih rinci dijelaskan dalam pasal 14, 15, dan 16 UU No.38 Tahun 2004
tentang Jalan wewenang Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah KabupatenKota.
Universitas Sumatera Utara
22 Berdasarkan UU No.38 Tahun 2004 tentang Jalan pasal 16 ayat 2,
wewenang pemerintah Kota dalam penyelenggaraan jalan meliputi penyelenggaraan jalan kota. Untuk pengaturan jalan umum, lebih rinci lagi dijelaskan dalam UU No.
38 Tahun 2004 tentang jalan pasal 17, 18, 19, 20, 21, 22. Penjelasan mengenai kewenangan pembinaan jalan umum khususnya daerah
perkotaan dapat dilihat dalam UU No. 38 Tahun 2004 tentang jalan pasal 21, 27, 34, 40 yang meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan.
Menurut Adisasmita 2011:140-141, klasifikasi berdasarkan kewenangan pembinaan:
1. Jalan nasional yaitu ruas jalan yang karena tingkat kepentingannya,
kewenangan peembinaannya berada pada pemerintah pusat. Ruas jalan yang termasuk kedalam klasifikasi ini adalah:
a. Jalan Arteri Primer
b. Jalan Kolektor Primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi
c. Jalan lainnya yang mempunya nilai strategis terhadap kepentingan
nasional. 2.
Jalan propinsi yaitu ruas jalan yang berdasarkan tingkat kepentingannya, kewenangan pembinaannya diserahkan kepada pemerintah daerah tingkat.
Adapun yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah: a.
Jalan Kolektor Primer yang menghubungkan antaribukota kabupaten, propinsi dengan ibukota kabupatenkotamadya.
b. Jalan Kolektor Primer yang menghubungkan ibukota.
c. Jalan lainnya yang mempunyai nilai strategis ditinjau dari segi
kepentingan propinsi.
Universitas Sumatera Utara
23 d.
Jalan yang ada di dalam daerah khusus ibukota Jakarta, kecuali yang ditetapkan sebagai jalan nasional.
3. Jalan kotamadyakabupaten yaitu ruas jalan yang berdasarkan tiingkat
kepentingan, kewenangan pembinaanya diserahkan kepada pemerintah daerah tingkat II. Adapun yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah:
a. Jalan Kolektor Primer yang tidak masuk ke dalam baik jalan nasional
maupun jalan propinsi. b.
Jalan Lokal Primer. c.
Jalan Sekunder yang tidak masuk ke dalam baik jalan nasional maupun jalan propinsi.
d. Jalan lainnya yang mempunyai nilai strategis ditinjau dari segi
kepentingan kabupaten atau kotamadya. e.
Jalan khusus yaitu jalan yang berdasarkan tingkat kepentingannya bersifat khusus
maka kewenangan
pembinaannya diserahkan
kepada instansibadan hukum atau perseorangan yang membangun dan
mengelola jalan tersebut.
II.6 Pengertian Efektifitas Program Prasarana Jalan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efektifitas adalah ukuran kemampuan suatu objeksistem untuk memenuhi tujuan tertentu. Efektifitas program
prasarana jalan merupakan suatu indikasi tingkat keberhasilan pelaksanaan program prasarrana jalan dalam mencapai tujuan penyelenggaraan jalan. PT. Reka Desindo
Mandiri, 2004. Tingkat keberhasilan dapat diukur dengan berbagai indikator diantaranya perbedaan antara hasil dengan harapan, dan jika dikaitkan dengan
Universitas Sumatera Utara
24 konsumsi sumber daya maka efektifitas dapat juga diterjemahkan pemenuhan tujuan
secara efisien yakni dengan penggunaan sumber daya seminimum mungkin. Definisi tujuan penyelenggaraan jalan banyak disinggung dalam pasal-pasal
UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan yang secara umum dapat disarikan sebagai berikut PT. Reka Desindo Mandiri, 2004:
- Operasi jaringan jalan harus efisienbiaya transportasi serendah mungkin,
- Mampu mendorong pengembangan ekonomi
- Membentuk struktur ruang dalam rangka mencapai sasaran pembangunan
nasional -
Menyediakan akses yang merata diseluruh wilayah -
Terpadu dengan moda transportasi lainnya -
Jaringan jalan diharapkan juga dapat memberikan fungsi sosial, fungsi hankam, dan fungsi-fungsi turunan lainnya.
Pada tugas akhir ini, penelitian yang dilakukan dengan penilaian keberhasilan penyelenggaraan jalan agar tercapai tujuan penyelenggaraan jalan seperti di atas.
Pada kajian makro, evaluasi dilakukan di setiap tahap penyelenggaraan sistem jaringan jalan sesuai dengan urutan siklus penyelenggaraan jalan: input,
output, outcome, benefitimpact.
Pada Tabel II.1 berikut disampaikan daftar indikator yang dikaitkan dengan penggunaan dan dampak pembangunan jalan yang akan digunakan dalam penelitian
ini.
Universitas Sumatera Utara
25
Tabel II.1 Indikator Kinerja Manfaat dan Dampak Pembangunan Jalan
Indikator Satuan
Input Pengeluaran pemerintah untuk sub sektor jalan
Rp
Output Panjang jalan kota
Km Panjang jalan dalam kondisi baik
Km Panjang jalan dalam kondisi sedang
Km Panjang jalan dalam kondisi rusak
Km Panjang jalan dalam kondisi rusak berat
Km
Outcome Volume lalu lintas
Kend-KmThn Kecepatan rata-rata
KmJam Benefit dan
Impact Kerugian material akibat kecelakaan di jalan
Orang Ekonomi
PDRB
Sumber : PT. Reka Desindo Mandiri, 2004
II.7 Kinerja Jaringan Jalan