Pelayanan-pelayanan Orang Dewasa

A. Pelayanan-pelayanan Orang Dewasa

Kita sudah memahami banyak kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh orang-orang lanjut usia antara lain kemiskinan, diskriminasi, ketunawismaan, kekerasan dalam rumahtangga, tantangan-tantangan kesehatan dan rehabilitasi, penyakit jiwa, kecanduan, dan masalah-masalah keluarga serta pengasuhan. Subbab ini menjelajahi beberapa isu-isu tambahan seperti kemandulan, masalah keuangan, mengasuh orangtua yang lanjut usia, dan perkabungan. Karena pentingnya tempat kerja di dalam dunia orang dewasa, bab ini juga menyajikan pekerjaan sosial industri sebagai suatu bidang penting di dalam arena pelayanan-pelayanan bagi orang dewasa.

1. Konseling kemandulan

Masyarakat Amerika Serikat bagi Kesehatan Reproduktif (The American Society for Reproductive Medicine)

melaporkan bahwa 9 persen orang-orang yang berusia reproduktif di Amerika Serikat, atau sekitar 5,3 juta orang, adalah infertil atau mandul (National Women’s Health Information Center, 1998, dalam DuBois & Miley, 2005: 407). Karena orang-orang menganggap melaporkan bahwa 9 persen orang-orang yang berusia reproduktif di Amerika Serikat, atau sekitar 5,3 juta orang, adalah infertil atau mandul (National Women’s Health Information Center, 1998, dalam DuBois & Miley, 2005: 407). Karena orang-orang menganggap

• mengartikan kemandulan sebagai negatif atau menstigmatisasikan,

• memperlihatkan suatu komitmen pribadi yang kuat untuk menjadi ibu, • mengidentifikasikan rasa keibuan yang kuat sebagai

sesuatu yang penting dalam peran kaum perempuan di dalam masyarakat,

• memperlihatkan dukungan yang kuat bagi terus

tersedianya donor kehamilan buatan dan ibu wali (ibu bayi tabung)

• memperlihatkan kepuasan yang dalam atas pengangkatan anak tetapi terus menyesali kemandulan yang dialaminya dan kebutuhan untuk mengalami kehamilan dan melahirkan anak atau untuk menghasilkan anak biologis, dan

• mengalami ketidaknyamanan dalam kaitan dengan

pemahaman akan reuni kelahiran sambil tetap mendukung kebutuhan akan pendaftaran pengangkatan anak. (Miall, 1989: 49, dalam DuBois & Miley, 2005: 407).

Dewasa ini, teknologi reproduksi memberikan kepada banyak manusia harapan akan memiliki seorang anak biologis. Pembuahan secara in vitro (in vitro fertilization), suatu prosedur dimana sperma dan ovum dipersatukan di laboratorium dan embrionya kemudian ditanamkan di dalam kandungan ibu biologisnya, ialah suatu pilihan yang cukup kuat bagi banyak kalangan yang mandul yang menginginkan anak.

Pekerja sosial yang ingin berkecimpung dengan isu-isu kemandulan cenderung mencarikan pekerjaan di pusat- pusat kesehatan dengan program pembuahan in vitro. Peran-peran pekerja sosial meliputi berpartisipasi di dalam program-program orientasi; mempersiapkan evaluasi psikososial; memberikan konseling dukungan bagi pasangan di dalam program; menyajikan alternatif- alternatif, seperti pengangkatan anak, apabila prosedur pembuahan anak tidak berhasil; memfasilitasi kelompok- kelompok dukungan; dan membantu pasangan dalam isu-isu asuransi (Needleman, 1992, dalam DuBois & Miley, 2005: 408). Pekerjaan sosial kelompok secara khusus dan berhasil digunakan untuk meningkatkan pemahaman pasangan akan kemandulan, mengatasi depresi yang sering dikaitkan dengan kemandulan, dan mengurangi keterasingan (Goodman & Rothman, 1986, dalam DuBois & Miley, 2005: 407).

Suatu isu kunci ialah berkaitan dengan luka dan stigma yang dikaitkan dengan kemandulan dan teknologi reproduksi (Schaffer & Diamond, 1993, dalam DuBois & Miley, 2005: 407). Perspektif yang dianut oleh orangtua yang memandang rendah pengangkatan anak sebagai suatu pilihan kedua, ialah altenatif terakhir. Dalam kaitan dengan ini, pekerja sosial harus menghadapi isu-isu yang lebih luas yang berkaitan dengan kemandulan, pengangkatan anak, dan teknologi reproduksi baru, yang memungkinkan pasangan yang mandul memasuki kehidupan sosial yang didukung dan bermakna tanpa mempersoalkan pilihan-pilihan yang mereka lakukan” (Miall, 1989: 50, dalam DuBois & Miley, 2005: 407).

2. Masalah keuangan

Masalah keuangan merupakan salah satu isu dari isu-isu yang paling sering dihadapi oleh keluarga-keluarga yang berkonsultasi dengan pekerja sosial (Chatterjee & Farkas, 1992, dalam DuBois & Miley, 2005: 408). Beberapa badan sosial pada saat ini mempekerjakan konselor keuangan untuk memberikan konsultasi bagi klien-klien yang mengalami masalah-masalah keuangan Masalah keuangan merupakan salah satu isu dari isu-isu yang paling sering dihadapi oleh keluarga-keluarga yang berkonsultasi dengan pekerja sosial (Chatterjee & Farkas, 1992, dalam DuBois & Miley, 2005: 408). Beberapa badan sosial pada saat ini mempekerjakan konselor keuangan untuk memberikan konsultasi bagi klien-klien yang mengalami masalah-masalah keuangan

• Mengembangkan keterampilan-keterampilan penyusunan anggaran dan penggunaan kartu kredit secara bijaksana

• Memberikan informasi tentang sumberdaya- sumberdaya keuangan dan natura (makanan, pakaian, bahan bangunan, alat kerja, bibit tanaman, anak ternak, dan seterusnya)

• Menghubungkan klien dengan sumberdaya- sumberdaya yang sesuai

• Berbicara dengan klien untuk mengembangkan rencana pembayaran utang yang berlangsung terus • Membantu klien menemukan resolusi masalah- masalah yang berkaitan dengan majikan, perumahan, dan bank

Penelitian tentang pelayanan-pelayanan ini memiliki implikasi yang menarik untuk dipraktekkan oleh pekerja social (Wollan & Bauer, 1990, dalam DuBois & Miley, 2005: 408). Menghubungkan keluarga-keluarga dengan sumberdaya-sumberdaya luar lainnya dikaitkan dengan hasil-hasil konseling keuangan yang positif. Sumberdaya-sumberdaya ini meliputi program bantuan keuangan seperti bantuan publik; kompensasi pengangguran; bantuan natura seperti kupon santunan makanan, makanan, transportasi, dan menutupi kekurangan biaya enerji (listrik, gas, air); dan jenis-jenis hibah serta pinjaman lainnya. Temuan-temuan penelitian menunjukkan kebutuhan akan pengidentifikasian dan rujukan sejak dini bagi orang-orang yang mengalami kesulitan-kesulitan keuangan; Orang-orang yang mengalami masalah-masalah yang parah cenderung tidak dapat dibantu.

3. Mengasuh orangtua yang lanjut usia

Sehubungan dengan meningkatnya usia harapan hidup dan meningkatnya kemungkinan mengalami penyakit menahun seiring dengan meningkatnya usia, menjadi

jelaslah bahwa orang-orang dewasa muda akan menghadapi perubahan kebutuhan-kebutuhan orangtuanya yang lanjut usia. Walaupun beberapa kalangan orang dewasa muda tinggal berjauhan dari orangtuanya, nampaknya orangtuanya yang lanjut usia itu ditemani oleh sekurang-kurangnya seorang anak dewasa yang tinggalnya berdekatan. Suatu survei telefon berskala nasional yang diselenggarakan baru-baru ini terhadap sejumlah sampel acak rumahtangga di Amerika Serikat menemukan bahwa anggota-anggota dari satu dari empat rumahtangga memberikan pengasuhan kepada seorang kerabat atau teman yang berusia 50 tahun atau lebih pada suatu waktu selama 12 bulan terakhir (National Alliance for Caregiving, 1997, dalam DuBois & Miley, 2005: 409). Ini berarti bahwa lebih dari 22, 4 juta rumahtangga terlibat dalam tugas-tugas pengasuhan keluarga setiap tahun. Sekitar 5 juta rumahtangga memberikan penagsuhan kepada orang-orang yang mengalami masalah-masalah yang berkaitan dengan demensia. Perkiraan kasar menempatkan nilai pengasuhan informal sebesar $196 juta pada tahun 1997 (Arno, Levine, & Memmott, 1999, dalam DuBois & Miley, 2005: 409). Studi berskala nasional juga menemukan bahwa 64 persen pengasuh adalah karyawan, sekitarnya setengahnya adalah karyawan purna waktu. Tidak terhindarkan, para pengasuh harus pintar-pintar mengatur enerji dan waktu antara tuntutan memberikan pengasuhan dan kewajiban pekerjaan.

4. Konseling perkabungan

Karena tempatnya di dalam siklus kehidupan, orang dewasa sering berhadapan dengan kehilangan dan perkabungan. Sebagai contoh, orang dewasa muda sering mengalami kematian orangtuanya atau pada akhirnya kematian pasangan, teman-teman sepekerjaan, atau teman-teman sebayanya. Orang-orang sering menggunakan sumberdaya-sumberdaya dari jejaring dikungan-dukungan sosial yang ada atau melengkapi sumberdaya-sumberdaya ini dengan dukungan dari kelompok-kelompok swabantu seperti arisan keluarga, arisan ibu-ibu PKK, atau arisan masyarakat sekampung.

Orang-orang yang berkabung karena kehilangan orang yang dicintainya harus menerima kenyataan kehilangan itu. Mereka dapat merasa mati rasa akibat kehilangan itu, menghadapi kepedihan atas kehilangan itu, mengalami disorganisasi (kekacauan) dan keputusasaan, dan pada akhirnya mereorganisasikan dan mengarahkan kembali enerji emosionalnya kepada relasi-relasi lain (Parkes, 1998, dalam DuBois & Miley, 2005: 411). Pada dasarnya, orang-orang tentu saja mengalami efek-efek fisik dan psikologis dari kehilangan itu selama suatu periode tertentu. Konteks sosial budaya—termasuk dimensi-dimensi spiritual, keadaan-keadaan ekonomi dan sosial, pengaruh-pengaruh kebudayaan, serta dampak- dampak penindasan dan diskriminasi yang memarjinalisasikan—juga mempengaruhi proses-proses perkabungan (Berzoff, 2003, dalam DuBois & Miley, 2005: 411).

Kubler-Ross (1969, dalam DuBois & Miley, 2005: 411) mengidentifikasikan lima respons emosional yang sering dialami dalam proses-proses perkabungan yaitu penolakan (denial), tawar-menawar (bargaining), kemarahan (anger), depresi (depression), dan akhirnya, penerimaan (acceptance). Faktor-faktor seperti tingkat perkembangan, kondisi-kondsi kehilangan, dan makna pribadi dari kehilangan itu mempengaruhi bagaimana seseorang yang berkabung itu menjalani perkabungannya. Komplikasi tambahan dari perkabungan itu meliputi antara lain:

• Kematian mendadak yang terlalu cepat, seperti bunuh diri, pembunuhan, bencana besar, dan kematian yang menimbulkan kehebohan atau malu

• Kehilangan ganda yang mengakibatkan semakin beratnya perkabungan • Kurangnya dukungan sosial yang diterima (Berk,

2004, dalam DuBois & Miley, 2005: 411).

Studi-studi menunjukkan terdapat persamaan-persamaan yang menyolok pada cara orang-orang menghadapi perkabungan antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan lain yang berbeda; akan tetapi, ada juga Studi-studi menunjukkan terdapat persamaan-persamaan yang menyolok pada cara orang-orang menghadapi perkabungan antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan lain yang berbeda; akan tetapi, ada juga

5. Pekerjaan sosial industri

Banyak tantangan yang dialami oleh lanjut usia nampak di tempat kerja dan, pada akhirnya, isu-isu yang berkaitan dengan pekerjaan dapat menciptakan masalah- masalah atau ketegangan tambahan di dalam kehidupan mereka. Sebagai contoh, kecanduan, krisis keluarga, kekerasan dalam rumahtangga, dan isu-isu pengasuhan anak-anak yang masih dalam tanggungan semuanya cenderung mempengaruhi produktivitas dan stres yang berkaitan dengan pekerjaan, dan adanya atau tidak adanya kebijakan-kebijakan pekerjaan yang seperti keluarga-teman semuanya cenderung mempengaruhi kehidupan keluarga. Karena demikian pentingnya pekerjaan di adal kehidupan orang dewasa, bisnis dan industri sering merespons terhadap kebutuhan-kebutuhan karyawannya melalui program-program bantuan karyawan. Para majikan mengemban lebih banyak tanggung jawab bagi kesejahteraan karyawan melalui dukungan mereka terhadap program-program bantuan karyawan.

Pekerjaan sosial industri (occupational social work) memainkan suatu peran yang penting dalam program- program bantuan karyawan. Pekerjaan sosial industri merupakan “bidang praktek dimana pekerja sosial mengusahakan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan kemanusiaan dan sosial karyawan di dalam dunia kerja dengan cara merancang dan melaksanakan intervensi- intervensi yang sesuai untuk menjamin individu-individu dan lingkungan-lingkungan yang lebih sehat” (Googins

& Godfrey, 1985: 396, dalam DuBois & Miley, 2005: 412). Isu-isu pekerja sosial industri bergerak melampaui isu-isu perilaku-perilaku masalah individu hingga isu-isu “perubahan organisasi dan lingkungan untuk mendorong organisasi-organisasi dan masyarakat yang lebih sehat dan menyehatkan” (Smith & Gould, 1993: 9, dalam DuBois & Miley, 2005: 412). Untuk berfungsi secara efektif, pekerja sosial industri membtuhkan pengatahuan khusus tentang:

• Makna psikologis suatu pekerjaan • Stres dan kejenuhan yang berkaitan dengan pekerjaan • Dampak dari struktur dan program-program

organisasi terhadap keberfungsian sosial • Kecanduan di tempat kerja dan konseling penyalahgunaan obat-obat terlarang • Pensiun dan perencanaan pensiun • Implikasi psikologis dari pemutusan hubungan kerja

atau pengangguran • Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pekerjaan