Pekerjaan Sosial dan Kesehatan Jiwa

F. Pekerjaan Sosial dan Kesehatan Jiwa

Kita seharusnya tidak menolak keputusan bersalah (diagnosis/asesmen) tetapi menentang hukuman

(prognosis/dampak). Demikian kata Norman Cousins dalam bukunya yang terkenal Head First: The Biology of Hope.

Subbab ini meninjau prinsip-prinsip dan prosedur-prosedur penetapan tujuan dan perencanaan perlakuan bagi gangguan- gangguan Aksis I. Aksis I, Diagnostic and Statistical Manual— edisi DSM-IV-TR (American Psychiatric Association, 2000), ialah untuk melaporkan gangguan-gangguan klinis, termasuk gangguan-gangguan kepribadian dan keterbelakangan mental. Ini berarti Aksis I mencakup 44 diagnosis dalam 16 kategori, sejumlah kondisi-kondisi medis-psikologis dan kondisi-kondisi lain yang barangkali menjadi fokus perhatian klinis. Tanpa memandang keluasan dan perbedaan pada gangguan-gangguan, pengembangan tujuan-tujuan perlakuan dan pengembangan rencana perlakuan didasarkan atas suatu asesmen, diagnosis, dan pemahaman menyeluruh tentang masalah yang dialami oleh klien pada saat ini (the client’s presenting problem). Dalam kenyataan, prosesnya adalah berurutan, yang bermula dari asesmen biopsikososial-budaya dan diagnosis yang akurat yang, sebaliknya, memfasilitasi pengembangan tujuan-tujuan perlakuan dan menentukan rencana-rencana perlakuan.

1. Asesmen biopsikososial-budaya

Model biopsikososial-budaya didasarkan atas dua premis: (1) masalah-masalah klien adalah multikausal dan mencerminkan usaha mereka untuk menghadapi stresor sesuai dengan kerentanan-kerentanan, lingkungan, dan sumber-sumber yang ada; dan (2) pendekatan-pendekatan perlakuan sebaiknyalah multimodal (menggunakan banyak cara), fleksibel, dan disesuaikan dengan kebutuhan- kebutuhan dan harapan-harapan klien daripada dengan modalitas perlakuan tunggal.

Langkah pertama dalam pengembangan rencana-rencana perlakuan dan suatu rencana perlakuan yang efektif ialah melakukan suatu wawancara klinis yang menggunakan model asesmen biopsikososial-budaya. Secara umum, suatu wawancara kesehatan mental akan berkisar pada tiga bidang diskret: (1) pertautan yang dinamis antara biologi dan psikologi; (2) faktor-faktor sosial dan budaya dalam status kesehatan mental klien pada saat ini; dan (3) riwayat kesehatan mental klien pada masa lalu. Sistem biologis Langkah pertama dalam pengembangan rencana-rencana perlakuan dan suatu rencana perlakuan yang efektif ialah melakukan suatu wawancara klinis yang menggunakan model asesmen biopsikososial-budaya. Secara umum, suatu wawancara kesehatan mental akan berkisar pada tiga bidang diskret: (1) pertautan yang dinamis antara biologi dan psikologi; (2) faktor-faktor sosial dan budaya dalam status kesehatan mental klien pada saat ini; dan (3) riwayat kesehatan mental klien pada masa lalu. Sistem biologis

a. Diawali dengan aspek bio dari biopsikologis-budaya dalam wawancara, pekerja sosial mengumpulkan informasi tentang status kesehatan pada saat ini (misalnya, hipertensi) dan riwayat kesehatan masa lalu (misalnya, diabetes) atau kecelakaan (misalnya, cedera otak). Informasi tambahan meliputi penggunaan obat pada saat ini (misalnya, allophatic dan homeopathic), dan perilaku sehat serta gaya hidup (misalnya, olahraga, gizi, pola tidur, penggunaan obat bius). Riwayat kesehatan keluarga juga sebaiknya diperoleh. Alat-alat skrining sebaiknya meliputi bagan tidur dan ukuran sehat (bab 35, volume ini; McDowell & Newell, 1996). Sebagai tambahan, genogram adalah alat yang sangat berguna untuk menelusuri riwayat kesehatan keluarga (misalnya, kanker) dan gangguan genetik tertentu (skizofrenia, penyalahgunaan obat-obat terlarang, gangguan-gangguan suasana hati), dan untuk mengases pola-pola keluarga yang dapat mempertahankan masalah atau memfasilitasi pencapaian tujuan-tujuan perlakuan. Informasi tambahan tentang genogram dapat ditemukan dalam bab

42, volume ini. Genogram juga memfasilitasi pemahaman akan jejaring sosial sebagai bagian dari rencana perlakuan aktual dan mengilustrasikan bagaimana asesmen dan alat-alat pengidentifikasian masalah digunakan dalam seluruh proses perlakuan. Informasi tambahan tentang jejaring sosial ditemukan dalam bab 73, volume ini.

b. Sekali pekerja sosial telah memperoleh informasi kesehatan, ia sebaiknya menjelajahi status psikologis b. Sekali pekerja sosial telah memperoleh informasi kesehatan, ia sebaiknya menjelajahi status psikologis

c. Bagian akhir dari wawancara asesmen biopsikososial- budaya meliputi informasi tentang pengalaman- pengalaman sosial budaya klien. Secara umum, pekerja sosial mengumpulkan informasi tentang latar belakang budaya (misalnya, suku, bahasa, asimilasi, akulturasi, dan keyakinan spiritual); hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan (misalnya, ikatan-ikatan masyarakat, kondisi- kondisi kehidupan, tetangga, status ekonomi, dan ketersediaan makanan dan perumahan); dan relasi-relasi sosial (misalnya, hal-hal yang berkaitan keluarga, teman- teman, atasan di tempat kerja, orang-orang asing, dan pengalaman-pengalaman dengan rasisme atau diskriminasi). Alat-alat asesmen yang berguna ialah ekomap, yang mirip dengan genogram, yang memfasilitasi suatu pemahaman bagaimana lingkungan sosial mempertahankan masalah-masalah dan dapat membantu atau menghambat pencapaian tujuan.

2. Diagnosis yang akurat

Langkah kedua dalam mengembangkan tujuan-tujuan perlakuan dan rencana-rencana perlakuan ialah mendiagnosis secara akurat kondisi-kondisi kesehatan mental. Salah satu aspek dari asesmen biopsikososial- budaya yang paling berguna ialah ialah bahwa model itu mendorong pekerja sosial untuk mempertimbangkan berbagai perspektif yang membantu dalam merumuskan suatu gambaran diagnostic. Untuk mencapai tujuan ini, biasa menggunakan DSM-IV-TR (APA, 2000).

Pendekatan konvensional untuk merumuskan suatu diagnosis bermula dengan mengembangkan suatu profil klien dengan menggunakan Aksis I hingga V dari DSM. Secara singkat, Aksis I mengacu kepada gangguan- gangguan klinis atau kondisi-kondisi lain yang dapat merupakan fokus perhatian klinis—yaitu, kode V. Aksis II digunakan untuk mencatat gangguan-gangguan kepribadian dan keterbelakangan mental. Aksis III digunakan bagi kondisi-kondisi kesehatan umum. Aksis IV mengacu kepada masalah-masalah psikososial dan lingkungan yang memperparah gangguan. Dan Aksis V mengacu kepada asesmen keberfungsian global, yang ditetapkan bagi keadaan klien pada saat ini dan level keberfungsian tertinggi pada tahun sebelumnya.

Secara keseluruhan, Aksis I hingga V mencerminkan suatu perspektif holistik klien dan memungkinkan pekerja sosial untuk menggunakan manfaat sepenuhnya pengetahuan yang menjadi dasar model biopsikososial-budaya. Karena bab ini memfokuskan diri pada tujuan-tujuan dan perencanaan perlakuan bagi Aksis I, para pekerja sosial sebaiknya menggunakan semua kelima aksis ini. Sebagaimana tabel 53.1 mengilustrasikan, Aksis I memiliki tiga kategori diagnosis: gangguan-gangguan klinis, kondis- kondisi psikologis dan medis, serta kode V; dua kategori yang terakhir ini merupakan “kondisi-kondisi lain yang dapat merupakan fokus perhatian klinis.” Gangguan- gangguan klinis pada umumnya mengacu kepada kondisi- kondisi kesehatan mental yang mengakibatkan ketegangan atau kecacatan yang lebih besar daripada yang diharapkan dari lingkungan kehidupan. Aksis I gangguan-gangguan klinis mencakup 15 kategori diagnostik yang berbeda.

Selain diagnosis suatu gangguan klinis, pekerja sosial sebaiknya mempertimbangkan 30 opsi diagnostik yang berbeda di bawah kategori “kondisi-kondisi lain yang dapat merupakan fokus perhatian klinis.” Kadang-kadang kategori ini digunakan apabila kondisi medis dikacaukan dengan diagnosis psikiatris atau tidak ada gangguan mental dan klien sedang menghadapi multistresor.