Penganiayaan Orang Lanjut Usia

C. Penganiayaan Orang Lanjut Usia

Penganiayaan berlangsung sepanjang siklus kehidupan; namun demikian, masalah penganiayaan lanjut usia baru-baru ini saja disadari.

1. Jenis-jenis penganiayaan orang lanjut usia

Berbagai definisi tentang penganiayaan orang lanjut usia ditemukan di dalam peraturan perundang-undangan, seperti Amandemen Undang-undang Lanjut Usia Amerika Serikat tahun 1987, Undang-undang Negara Bagian, dan Pusat Nasional bagi Penganiayaan Orang Lanjut Usia (National Center for Elder Abuse, NCEA). “Penganiayaan orang lanjut usia (elder abuse) ialah suatu istilah yang mencakup semua aspek yang merupakan semua jenis salah perlakuan atau perilaku penganiayaan terhadap orang lanjut usia,” seperti penganiayaan, penerlantaran, atau perilaku yang mengeksploitasikan (Wolf, 2000, dalam DuBois & Miley, 2005: 424). Jenis-jenis penganiayaan orang lanjut usia antara lain ialah sebagai berikut:

a. Penerlantaran (neglect) ialah penolakan atau kegagalan memenuhi kewajiban atau tanggung jawab seseorang atas seorang dewasa tanggungan atau orang lanjut usia

b. Penganiayaan psikologis (psychological abuse) mengakibatkan gangguan, penderitaan emosional, atau pebderitaan melalui tindakan-tindakan verbal dan/atau nonverbal

c. Penganiayaan fisik (physical abuse) meliputi kekerasan atau kekuatan fisik yang mengakibatkan luka fisik, pnderitaan, atau kecacatan

d. Penganiayaan seksual (sexual abuse) terjadi apabila orang lanjut usia atau orang tanggungan dipaksa melakukan hubungan seksual dalam bentuk apa pun

e. Eksploitasi keuangan (financial exploitation) meliputi derma atau pemberian-pemberian yang tidak sah dan tidak patut yang bersumber dari aset, investasi, atau harta kekayaan seorang lanjut usia atau seorang dewasa tanggungan

f. Pengabaian (abandonment) terjadi apabila orang yang mengemban tanggung jawab pengasuhan terhadap seorang lanjut usia meninggalkan orang lanjut usia itu

g. Penerlantaran sendiri (self-neglect) terjadi apabila tindakan-tindakan seorang lanjut usia mengancam keselamatan dan kesejahteraannya.

(NCEA, 2003b, dalam DuBois & Miley, 2005: 425).

2. Dinamika penganiayaan lanjut usia

Orang-orang lanjut usia dianiaya oleh pengasuh keluarga, pengasuh bergaji, anggota keluarga, dan pasangan hidup mereka. Studi-studi tentang laporan- laporan penganiayaan orang lanjut usia yang dilaksanakan pada tahun 1996 oleh Pusat Nasional bagi Penganiayaan Orang Lanjut Usia (National Center for Elder Abuse (2003, dalam DuBois & Miley, 2005: 425) menemukan bahwa anak-anak yang sudah dewasalah yang cenderung menjadi pelaku penganiayaan (47,3 persen), diikuti oleh pasangan (19,3 persen), dan anggota-anggota keluarga lainnya (8,8 persen). Penelitian lain menantang citra dominan yang sudah ada sebelumnya tentang penganiayaan orang lanjut usia, bahwa anak-anak yang sudah dewasalah yang menganiaya orangtua mereka. Temuan-temuan atas studi berskala besar yang dilakukan oleh Pillemer dan Finkelhor (1988)—suatu survei yang berbasiskan masyarakat terhadap orang-orang yang berusia lebih dari

65 tahun—menunjukkan bahwa para pelaku penganiayaan utamanya adalah pasangan (58 persen), bandingkan dengan anak-anak yang sudah dewasa (24 persen). Suatu survei yang lebih baru di 50 negara bagian tentang pelayanan-pelayanan perlindungan anak menemukan bahwa mayoritas pelaku penganiayaan adalah anggota-anggota keluarga—baik pasangan intim (30 persen) maupun anak-anak yang sudah dewasa (18 persen) (Teaster, 2001, dalam DuBois & Miley, 2005: 425). Hasil ini menganjurkan bahwa penganiayaan orang lanjut usia juga merupakan perluasan dari penganiayaan pasangan.

Anggota-anggota keluarga yang merupakan pengasuh utama dapat menimbulkan gangguan pada diri orang lanjut usia sebagai akibat dari stres dan frustrasi. Mereka dapat merasa terbebani oleh tanggung jawab pengasuhan baik yang mereka inginkan maupun yang mereka tidak harapkan. Walaupun stres pengasuh dapat memainkan peran di dalam penganiayaan orang lanjut Anggota-anggota keluarga yang merupakan pengasuh utama dapat menimbulkan gangguan pada diri orang lanjut usia sebagai akibat dari stres dan frustrasi. Mereka dapat merasa terbebani oleh tanggung jawab pengasuhan baik yang mereka inginkan maupun yang mereka tidak harapkan. Walaupun stres pengasuh dapat memainkan peran di dalam penganiayaan orang lanjut

Orang lanjut usia yang ringkih dan menjadi tanggungan rentan terhadap penganiayaan oleh anggota-anggota keluarga dan bukan keluarga yang mengalami masalah perilaku atau gangguan kejiwaan. Sebagai contoh, orang yang mengalami kecanduan alkohol dan obat-obat terlarang atau ketidakseimbangan jiwa dapat memperlihatkan berbagai macam penganiayaan orang lanjut usia (Kosberg, 1990, dalam DuBois & Miley, 2005: 425).

Penganiayaan orang lanjut usia terjadi di dalam panti- panti pengasuhan jangka panjang seperti panti-panti asuhan. Faktor-faktor yang menyumbang bagi penganiayaan orang lanjut usia di panti-panti asuhan orang lanjut usia antara lain ialah petugas yang tidak terlatih, kekurangan petugas, dan karena kesalahpahaman akan kebutuhan-kebutuhan dan perilaku-perilaku lanjut usia.

3. Pengidentifikasian penganiayaan lanjut usia

Beberapa faktor dapat menambah kerumitan dalam mengidentifikasikan penganiayaan orang lanjut usia. Orang-orang lanjut usia yang lemah cenderung diasuh di rumah daripada diasuh di luar rumah di dalam masyarakat di bawah perhatian publik. Lagi pula, orang- orang lanjut usia yang menjadi tanggungan sering enggan mengadukan para pengasuhnya. Mereka dapat menerima penganiayaan untuk menghindari apa yang mereka anggap sebagai suatu alternatif yang tidak dapat dipertahankan, seperti suatu penempatan di panti asuhan, atau bahkan menganggap bahwa mereka sendiri akan disalahkan atas perilaku penganiayaan itu.

Pekerja sosial yang lebih waspada akan indikator- indikator penganiayaan dan penerlantaran orang lanjut Pekerja sosial yang lebih waspada akan indikator- indikator penganiayaan dan penerlantaran orang lanjut

• Pengasuh tidak memberikan suatu kesempatan kepada orang lanjut usia untuk berbicara kepada atau untuk tinggal sendirian sebentar saja dengan pekerja sosial.

• Pengasuh acuh tak acuh kepada atau marah kepada orang lanjut usia. • Pengasuh tidak memberikan bantuan yang memadai atau alat-alat yang disesuaikan dengan kondisi orang lanjut usia yang lemah.

• Penjelasan-penjelasan tentang terjadinya luka-luka baru tidak konsisten. • Pengasuh tidak menjelaskan luka-luka yang nampak pada pemeriksaan fisik.

• Pengasuh atau klien sering berganti-ganti dokter atau petugas kesehatan. • Masa antara munculnya penyakit dan meminta bantuan kesehatan cukup lama.

• Pengasuh memperlihatkan emosi yang dingin terhadap atau mengancam orang lanjut usia. • Laporan atau cerita tentang luka tidak masuk akal. • Interaksi-interaksi yang genit antara orang lanjut usia

dengan pengasuh dapat menandakan suatu hubungan seksual. (Quinn & Tomita, 1986, dalam DuBois & Miley, 2005: 426).