BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
5.1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang diambil yaitu data sekunder. Data sekunder yang diperoleh dari bagian dokumentasi perusahaan berupa jumlah produksi dan data
jumlah produk crumb rubber yang di rework.
5.1.1. Data Produksi
Data produksi crumb rubber yang dikumpulkan dari hasil dokumentasi perusahaan selama bulan Juni 2015 sampai Mei 2016 dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Data Produksi Produk Crumb rubber
Bulan Total Produksi Kg
Juni 2015 413.261
Juli 2015 382.595
Agustus2015 498.073
September 2015 489.695
Oktober 2015 539.192
November 2015 494.931
Desember 2015 495.204
Januari 2016 412.714
Februari 2016 202.170
Maret 2016 97.294
April 2016 192.985
Mei 2016 397.037
Universitas Sumatera Utara
5.1.2. Data Kecacatan
Data kecacatan produk crumb rubber yang dikumpulkan dari hasil dokumentasi kecacatan perusahaan selama bulan Juni 2015 sampai Mei 2016 dapat
dilihat pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Data Kecacatan Produk yang di Rework
Periode Jenis Kecacatan yang di
Rework Kg Total Kg
Keras Lembek
Mata Ikan
Juni 2015 34301
23969 29755
88025 Juli 2015
24486 29460
22573 76519
Agustus2015 60267
29884 40842
130993 September 2015
37217 54846
27913 119975
Oktober 2015 67399
33969 49606
150974 November 2015
50483 28211
37615 116309
Desember 2015 76261
15847 33179
125287 Januari 2016
23937 34255
21048 79241
Februari 2016 13141
9704 9300
32145 Maret 2016
3405 3113
4767 11286
April 2016 4246
10807 4632
19684 Mei 2016
53600 8338
17073 79010
5.2. Pengolahan Data
Pengolahan data yang dilakukan pada laporan ini adalah menggunakan metode seven tools dan metode Fuzzy FMEA. Tahapan dalam melakukan metode
seven tools adalah sebagai berikut: 1. Check Sheet
2. Stratifikasi 3. Histogram
4. Pareto Diagram 5. Scatter Diagram
6. Control Chart 7. Cause Effect Diagram
Universitas Sumatera Utara
5.2.1. Check Sheet
Check sheet adalah lembaran pemeriksaan yang berisi untuk menjamin bahwa data dikumpulkan secara hati-hati dan akurat oleh personel operasi untuk mengontrol
proses. Data mengenai jumlah dan jenis kecacatan crumb rubber dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3. Jumlah Total Kecacatan Crumb rubber
Periode Produk
si Kg Jenis Kecacatan yang di
Rework Kg Total
Kg Keras
Lemb ek
Mata Ikan
Juni 413.261
34301 8,30
23969 5,80
29755 7,20
88025 Juli
382.595 24486
6,40 29460
7,70 22573
5,90 76519
Agustus 498.073
60267 12,10 29884
6,00 40842
8,20 130993 September 489.695
37217 7,60
54846 11,20 27913 5,70 119975
Oktober 539.192
67399 12,50 33969
6,30 49606
9,20 150974 November 494.931
50483 10,20 28211
5,70 37615
7,60 116309 Desember
495.204 76261
15,40 15847 3,20
33179 6,70 125287
Januari 412.714
23937 5,80
34255 8,30
21048 5,10
79241 Februari
202.170 13141
6,50 9704
4,80 9300
4,60 32145
Maret 97.294
3405 3,50
3113 3,20
4767 4,90
11286 April
192.985 4246
2,20 10807
5,60 4632
2,40 19684
Mei 397.037
53600 13,50
8338 2,10
17073 4,30
79010
5.2.2. Stratifikasi
Stratifikasi adalah usaha pengelompokkan data ke dalam kelompok- kelompok yang mempunyai karakteristik yang sama. Berdasarkan data yang
didapatkan dari pengumpulan data maka dalam stratifikasi ini kriteria yang ditetapkan adalah kecacatan pada produk crumb rubber dengan tiga jenis kecacatan
yaitu keras, lembek dan mata ikan.
Universitas Sumatera Utara
5.2.3. Histogram
Histogram jenis kecacatan produk crumb rubber dapat dilihat pada Gambar 5.1.
Gambar 5.1. Histogram Jenis Kecacatan Crumb rubber
5.2.4. Pareto Diagram
Pareto diagram digunakan untuk mengetahui jenis-jenis kecacatan yang memberikan kontribusi terhadap kecacatan dalam suatu perusahaan. Langkah awal
yang dilakukan adalah mengurutkan setiap jenis kecacatan dari jumlah kecacatan terbesar hingga yang terkecil. Kemudian dilakukan perhitungan persentase kecacatan
dan persentase kumulatif dari setiap jenis kecacatan. Pengurutan jenis kecacatan crumb rubber dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Pengurutan Jenis Kecacatan Crumb rubber
No Jenis Kecacatan
Jumlah Persentase
Persentase Kumulatif
Keras 448743
43,6 43,6
Mata Ikan 298301
29 72,6
Lembek 282404
27,4 100
Jumlah 1029448
100
Universitas Sumatera Utara
Dari tabel diatas, maka dapat dibuat pareto diagram untuk kecacatan Produk crumb rubber yang dapat dilihat pada Gambar 5.2.
Sumber: Program Minitab
Gambar 5.2. Pareto Diagram Jenis Kecacatan
Pareto diagram bermanfaat dalam melakukan prioritas terhadap masalah- masalah yang harus ditangani dengan aturan pengelompokan 80-20, artinya 80
masalah yang timbul dari produk yang dihasilkan berasal dari 20 penyebab kecacatan. Hasil diagram pareto menunjukkan bahwa jenis kecacatan yang harus
dianalisis lebih lanjut penyebab terjadinya permasalahan adalah crumb rubber yang keras dan terdapat mata ikan.
5.2.5. Scatter Diagram
Scatter Diagram dibuat untuk mengidentifikasi korelasi yang mungkin ada karakteristik kualitas dan faktor yang mungkin mempengaruhinya. Berdasarkan
pareto diagram dapat dilihat bahwa karakteristik kualitas yang paling banyak cacat adalah keras dan mata ikan. Gambar scatter diagram dapat dilihat pada Gambar 5.3.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.3. Scatter Diagram Keras vs Jumlah Produksi
Perhitungan korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kecacatan keras dengan jumlah cacat. Adapun perhitungan korelasi dapat ditunjukkan pada
Tabel 5.5.
Tabel 5.5. Perhitungan Korelasi Antara Keras dan Jumlah Cacat No.
Keras X
Jumlah Cacat Y
X
2
Y
2
XY
1 34301
88025 1176558601
7748400625 3019345525
2 24486
76519 599564196
5855157361 1873644234
3 60267
130993 3632111289
1,7159E+10 7894555131
4 37217
119975 1385105089
1,4394E+10 4465109575
5 67399
150974 4542625201
2,2793E+10 10175496626
6 50483
116309 2548533289
1,3528E+10 5871627247
7 76261
125287 5815740121
1,5697E+10 9554511907
8 23937
79241 572979969
6279136081 1896791817
9 13141
32145 172685881
1033301025 422417445
10 3405
11286 11594025
127373796 38428830
11 4246
19684 18028516
387459856 83578264
12 53600
79010 2872960000
6242580100 4234936000
Total 448743
1029448 23348486177
1,1124E+11 49530442601
Universitas Sumatera Utara
Perhitungan korelasi pada Tabel 5.5.dapat ditunjukkan sebagai berikut
Nilai korelasi yang diperoleh adalah positif kuat yang berarti terdapat hubungan antara keras dengan jumlah cacat pada produk.
Gambar scatter diagram antara kecacatan mata ikan dan jumlah kecacatan
dapat dilihat pada Gambar 5.4.
Gambar 5.4. Scatter Diagram Mata Ikan vs Jumlah Produksi
Perhitungan korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kecacatan keras dengan jumlah cacat. Perhitungan korelasi dapat ditunjukkan pada Tabel 5.6.
[ ]
[ ]
[ ]
8991 ,
1029448 11
1124 .
1 12
448743 7
2334848617 12
1029448 448743
1 4953044260
12
2 2
2 2
2 2
=
−
+ −
− =
− −
− =
∑ ∑
∑ ∑
∑ ∑ ∑
r E
r y
y n
x x
n y
x xy
n r
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.6. Perhitungan Korelasi Antara Mata Ikan dan Jumlah Cacat No.
Mata IkanX
Jumlah Cacat Y
X
2
Y
2
XY
1 29755
88025 885360025
7748400625 2619183875
2 22573
76519 509540329
5855157361 1727263387
3 40842
130993 1668068964
1,7159E+10 5350016106
4 27913
119975 779135569
1,4394E+10 3348862175
5 49606
150974 2460755236
2,2793E+10 7489216244
6 37615
116309 1414888225
1,3528E+10 4374963035
7 33179
125287 1100846041
1,5697E+10 4156897373
8 21048
79241 443018304
6279136081 1667864568
9 9300
32145 86490000
1033301025 298948500
10 4767
11286 22724289
127373796 53800362
11 4632
19684 21455424
387459856 91176288
12 17073
79010 291487329
6242580100 1348937730
Total 298303
1029448 9683769735
1,1124E+11 32527129643
Perhitungan korelasi pada Tabel 5.5.dapat ditunjukkan sebagai berikut
Nilai korelasi yang diperoleh adalah positif kuat yang berarti terdapat hubungan antara mata ikan dengan jumlah cacat pada produk.
5.2.6. Peta Kontrol Atribut
Peta kontrol dibuat untuk mengetahui apakah proses dalam kendali dan untuk memonitor variasi proses secara terus-menerus. Peta p menggambarkan bagian yang
ditolak karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Perhitungan untuk 12
[ ]
[ ]
[ ]
9618 ,
1029448 11
1124 .
1 12
1029448 9683769735
12 1029448
298303 3
3252712964 12
2 2
2 2
2 2
=
−
+ −
− =
− −
− =
∑ ∑
∑ ∑
∑ ∑ ∑
r E
r y
y n
x x
n y
x xy
n r
Universitas Sumatera Utara
bulan jenis kecacatan crumb rubber keras dapat dilihat pada tabel 5.7. Berdasarkan data jenis kecacatan crumb rubber keras , didapat nilai mean p CL sebagai
berikut:
Tabel 5.7. Perhitungan Nilai Mean P Jumlah Kecacatan No Jumlah Produksi Kg Jumlah Kecacatan Kg
P
1 413.261
88025 0,2130
2 382.595
76519 0,2000
3 498.073
130993 0,2630
4 489.695
119975 0,2450
5 539.192
150974 0,2800
6 494.931
116309 0,2350
7 495.204
125287 0,2530
8 412.714
79241 0,1920
9 202.170
32145 0,1590
10 97.294
11286 0,1160
11 192.985
19684 0,1020
12 397.037
79010 0,1990
∑
4615151 1029448
2,4569
2047 ,
12 4569
, 2
= =
=
∑ ∑
n np
p
Batas kelas Atas UCL dan Batas Kelas Bawah LCL dapat dihitung seperti dibawah ini :
n p
1 p
3 p
UCL −
+ =
n p
1 p
3 p
LCL −
− =
Universitas Sumatera Utara
Perhitungan UCL adalah sebagai berikut :
5541 ,
12 2047
, 1
2047 ,
3 2047
, 1
3
1 1
1
= −
+ =
− +
=
UCL UCL
n p
p p
UCL
Perhitungan LCL adalah sebagai berikut:
1447 ,
12 2047
, 1
2047 ,
3 2047
, 1
3
1 1
1
− =
− −
= −
− =
UCL UCL
n p
p p
UCL
≈ Nilai pada LCL yang minus dibuat menjadi 0 karena tidak ada kecacatan per
produk unit yang minus jumlahnya. Minimal jumlah kecacatan per unit adalah 0 sehingga angka minus diganti dengan 0.
Tabel 5.8. Perhitungan Peta p No Jumlah Produksi Kg Jumlah Kecacatan Kg
P CL
UCL LCL
1 413.261
88025 0,2130
0,5541 0,2047
2 382.595
76519 0,2000
0,5541 0,2047
3 498.073
130993 0,2630
0,5541 0,2047
4 489.695
119975 0,2450
0,5541 0,2047
5 539.192
150974 0,2800
0,5541 0,2047
6 494.931
116309 0,2350
0,5541 0,2047
7 495.204
125287 0,2530
0,5541 0,2047
8 412.714
79241 0,1920
0,5541 0,2047
9 202.170
32145 0,1590
0,5541 0,2047
10 97.294
11286 0,1160
0,5541 0,2047
11 192.985
19684 0,1020
0,5541 0,2047
12 397.037
79010 0,1990
0,5541 0,2047
Universitas Sumatera Utara
Peta kontrol untuk produk crumb rubber dapat dilihat pada gambar 5.5.
Gambar 5.5. Peta Kontrol
5.2.7. Cause and Effect Diagram
Cause and Effect Diagram berguna untuk menganalisis dan menemukan faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan didalam menentukan karakteristik
kualitas output kerja. Sebelum dilakukan langkah-langkah perbaikan, maka terlebih dahulu harus dianalisa penyebab kecacatan produk crumb rubber dengan
menggunakan diagram sebab akibat. Diagram sebab akibat untuk produk crumb rubber yang cacat dapat dilihat pada Gambar 5.6. dan Gambar 5.7. berikut:
Universitas Sumatera Utara
V-83
KERAS MATERIAL
MANUSIA
MESIN Operator tidak memeriksa
mesin secara berkala Pencampuran bahan baku
tidak sesuai aturan Operator kurang teliti
Operator kurang teliti Kualitas bahan baku
kurang baik
Umur mesin sudah tua Suhu mesin terlalu tinggi
Gambar 5.6. Diagram Sebab-akibat Kecacatan Produk Crumb Rubber Keras
MATA IKAN MATERIAL
MANUSIA
MESIN Operator tidak tanggap dalam
mengoperasikan mesin Operator menekan
pecahan latex Operator mengalami kelelahan
Terdapat air pada bahan baku
Suhu mesin tidak stabil
Mesin tidak bekerja secara optimal Umur mesin sudah tua
Operator kurang teliti
Gambar 5.7. Diagram Sebab-akibat Kecacatan Produk Crumb Rubber Mata Ikan
Universitas Sumatera Utara
5.2.8. Failure Mode and Effect Analysis FMEA
FMEA merupakan suatu metode yang sistematik dalam mengidentifikasi dan mencegah masalah yang terjadi pada produk dan proses.
Tujuan dari penerapan FMEA adalah mencegah masalah terjadi pada proses dan produk. Tahapan pembuatan FMEA yaitu sebagai berikut:
5.2.8.1. Penentuan Jenis Kegagalan yang Potensial Pada Setiap Proses
Dari diagram pareto pada gambar 5.2. diperoleh dua jenis kecacatan yang berpotensial besar terjadi selama proses produksi di lantai produksi yaitu
keras dan mata ikan. Dilakukan analisis penyebab kecacatan dengan menggunakan diagram sebab-akibat yang dapat dilihat pada gambar 5.6. dan
gambar 5.7.
5.2.8.2. Penentuan DampakEfek yang Ditimbulkan oleh Kegagalan
Berdasarkan dua jenis kecacatan yang ada, maka dapat ditentukan efek yang dapat ditimbulkan jika kecacatan ini ditemukan, yaitu sebagai berikut :
1. Produk keras, sehingga produk tidak dapat diolah menjadi produk jadi dan produk tidak diterima oleh konsumen. Produk keras dapat diproduksi ulang
rework untuk jenis kecacatan “keras”.
Universitas Sumatera Utara
2. Tampilan produk tidak menarik, produk pasti dikembalikan oleh konsumen dan produk yang terdapat mata ikan 100 dapat diproduksi ulang rework
untuk jenis kecacatan “mata ikan”.
5.2.8.3. Penentuan Nilai Efek Kegagalan Severity, S
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak perusahaan, dapat ditentukan nilai efek kegagalan severity dari kedua jenis kecacatan tersebut.
Kriteria pemberian rating dapat dilihat pada lampiran. Alasan pemberian rating berdasarkan pada lampiran adalah sebagai berikut :
1. Keras, memiliki efek yang ditimbulkan yaitu : Produk tidak dapat diolah, sehingga mengganggu fungsi produk secara
keseluruhan, produk tidak diterima oleh konsumen dan produk keras dapat diproduksi ulang rework. Maka, diberikan nilai 5.
2. Mata ikan, memiliki efek yang ditimbulkan yaitu : Tampilan produk tidak menarik, produk pasti dikembalikan oleh konsumen
dan produk terdapat mata ikan 100 dapat diproduksi ulang rework. Maka, diberikan nilai 5.
5.2.8.4. Identifikasi Penyebab Kecacatan dari Kegagalan
Berdasarkan diagram sebab-akibat pada gambar 5.6. dan 5.7. diperoleh penyebab utama terjadinya kegagalan yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Produk tidak dapat diolah, sehingga mengganggu fungsi produk secara keseluruhan, produk tidak diterima oleh konsumen dan produk keras dapat
diproduksi ulang rework. Disebabkan oleh : a.
Suhu mesin dryer tinggi b.
Operator tidak memeriksa mesin dryer secara berkala 2. Untuk efek “Tampilan produk tidak menarik, produk pasti dikembalikan oleh
konsumen dan produk terdapat mata ikan 100 dapat diproduksi ulang rework”. Disebabkan oleh :
a. Operator menekan pecahan latex saat dimasukkan kedalam box
b. Mesin tidak bekerja optimal
5.2.8.5. Penentuan Nilai Peluang Kegagalan Occurance, O
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak perusahaan, dapat ditentukan nilai peluang kegagalan Occurance dari jenis kegagalan tersebut.
Pedoman pemberian nilai dapat dilihat di lampiran. Adapun alasan pemberian nilai peluang kegagalan occurance adalah sebagai berikut :
1. Suhu mesin dryer tinggi diberikan nilai 7, dikarenakan penyebab ini dapat ditemukan terjadi sekali dalam kurang lebih 20 pengamatan. Berdasarkan
tabel pada lampiran, termasuk dalam kategori sedang dengan nilai 7. 2. Operator tidak memeriksa mesin dryer secara berkala diberikan nilai 5,
dikarenakan penyebab ini dapat ditemukan terjadi sekali dalam kurang lebih
Universitas Sumatera Utara
400 pengamatan. Berdasarkan tabel pada lampiran, termasuk dalam kategori sedang dengan nilai 5.
3. Operator menekan pecahan latex saat dimasukkan kedalam box diberikan nilai 7, dikarenakan penyebab ini dapat ditemukan terjadi sekali dalam kurang lebih
20 pengamatan. Berdasarkan tabel pada lampiran, termasuk dalam kategori sedang dengan nilai 7.
4. Mesin tidak bekerja optimal diberikan nilai 6, dikarenakan penyebab ini dapat ditemukan terjadi sekali dalam kurang lebih 80 pengamatan. Berdasarkan
tabel pada lampiran, termasuk dalam kategori sedang dengan nilai 6.
5.2.8.6. Identifikasi Metode Pengendalian Kegagalan
Dengan memperhatikan penyebab kegagalan dari diagram sebab-akibat pada gambar 5.6. dan gambar 5.7, maka dapat dilakukan pengendalian kontrol
penyebab terjadinya kegagalan yang dapat dilakukan oleh operator ataupun pihak perusahaan yang bertujuan untuk meminimumkan resiko kegagalan tersebut yang
dapat dilihat pada tabel 5.9.berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.9. Identifikasi Metode Deteksi Kegagalan Mode
Kegagalan Efek Kegagalan
Penyebab Kegagalan
Metode Deteksi
Keras Produk tidak dapat diolah, sehingga
mengganggu fungsi produk secara keseluruhan, produk tidak diterima oleh
konsumen dan produk keras dapat diproduksi ulang rework
Suhu mesin dryer tinggi
Memeriksa mesin saat dilakukannya proses
produksi Operator
tidak memeriksa
mesin dryer secara
berkala Operator
memperhatikan suhu mesin
Mata ikan Tampilan produk tidak menarik, produk pasti
dikembalikan oleh konsumen dan produk terdapat mata ikan 100 dapat diproduksi
ulang rework Operator
menekan pecahan
latex saat dimasukkan
kedalam box Memperhatikan
pecahan latex saat dimasukkan kedalam
box Mesin tidak
bekerja optimal
Periksa apakah mesin dalam kondisi yang
baik atau tidak
Universitas Sumatera Utara
5.2.8.7. Penentuan Nilai Deteksi Kegagalan Detection, D
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak perusahaan, dapat ditentukan nilai deteksi kegagalan Detection dari kedua jenis kegagalan tersebut.
Kriteria pemberian rating dapat dilihat pada lampiran, pemberian nilai rating dapat dilihat pada tabel 5.10. berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.10. Penilaian Deteksi Kegagalan Detection, D
Mode Kegagalan
Efek Kegagalan Penyebab
Kegagalan Metode Deteksi
D
Keras Produk tidak dapat diolah, sehingga
mengganggu fungsi produk secara keseluruhan, produk tidak diterima oleh
konsumen dan produk keras dapat diproduksi ulang rework
Suhu mesin dryer tinggi
Memeriksa mesin saat dilakukannya proses
produksi 4
Operator tidak
memeriksa mesin dryer
secara berkala
Operator memperhatikan suhu
mesin 3
Mata ikan Tampilan produk tidak menarik, produk pasti
dikembalikan oleh konsumen dan produk terdapat mata ikan 100 dapat diproduksi
ulang rework Operator
menekan pecahan
latex saat dimasukkan
kedalam box Memperhatikan
pecahan latex saat dimasukkan kedalam
box 7
Mesin tidak bekerja
optimal Periksa apakah mesin
dalam kondisi yang baik atau tidak
3
Universitas Sumatera Utara
Alasan penilaian yang diberikan untuk 4 kendali deteksi seperti diatas yaitu sebagai berikut :
1. Memeriksa mesin saat dilakukannya proses produksi diberikan nilai 4. Dikarenakan kendali yang dilakukan memerlukan inspeksi yang sangat hati-
hati dengan indra manusia. 2. Operator memperhatikan suhu mesin diberikan nilai 3. Dikarenakan kendali
yang yang dilakukan dapat dengan mudah dilakukan dengan pengamatan langsung.
3. Memperhatikan pecahan latex saat dimasukkan kedalam box diberikan nilai 7. Dikarenakan kendali yang dilakukan memerlukan inspeksi dan atau
pembongkaran. 4. Periksa apakah mesin dalam kondisi yang baik atau tidak diberikan nilai 3.
Dikarenakan kendali yang dilakukan dapat dengan mudah dilakukan dengan pengamatan langsung.
5.2.8.8. Menghitung Nilai RPN Risk Priority Number
Dihitung nilai RPN risk priority number melalu hasil perkalian antara rating severity S, occurance O dan detection D untuk menentukan prioritas
dalam rekomendasi tindakan perbaikan. Contoh perhitungan nilai RPN Risk Priority Number untuk mode kegagalan keras yaitu :
Universitas Sumatera Utara
RPN = S x O x D
= 5 x 7 x 4 = 140
Perhitungan RPN Risk Priority Number selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.11.berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.11. FMEA Produk Crumb Rubber
Mode Kegagalan
Efek Kegagalan S
Penyebab Kegagalan
O Metode Deteksi
D RPN
Keras Produk tidak dapat diolah, sehingga
mengganggu fungsi produk secara keseluruhan, produk tidak diterima
oleh konsumen dan produk keras dapat diproduksi ulang rework
5 Suhu mesin
dryer tinggi 7
Memeriksa mesin saat dilakukannya
proses produksi 4
140 Operator tidak
memeriksa mesin dryer
secara berkala 5
Operator memperhatikan
suhu mesin 3
75
Mata ikan Tampilan produk tidak menarik,
produk pasti dikembalikan oleh konsumen dan produk terdapat
mata ikan 100 dapat diproduksi ulang rework
5 Operator
menekan pecahan latex
saat dimasukkan
kedalam box 7
Memperhatikan pecahan latex saat
dimasukkan kedalam box
7 245
Mesin tidak bekerja optimal
6 Periksa apakah
mesin dalam kondisi yang baik
atau tidak 3
90 Keterangan :
S Severity : Tingkat keseriusan kegagalan
Universitas Sumatera Utara
O Occurance: Frekuensi terjadinya kegagalan D Detection : Tingkat kegagalan dapat dideteksi
Universitas Sumatera Utara
5.2.8.9. Fuzzy Failure Mode and Effect Analysis Fuzzy FMEA
Logika fuzzy pada FMEA merupakan suatu cara yang tepat untuk menentukan suatu ruang input ke dalam suatu ruang output. Input dalam
pendekatan logika fuzzy ini diperoleh atas nilai efek kegagalan severity, peluang
kegagalan occurance dan deteksi kegagalan detection dari tahap FMEA.
5.2.8.9.1. Proses Fuzzifikasi
Proses Fuzzifikasi yang dilakukan menggunakan metode Mamdani sering dikenal sebagai metode Maximum-Minimum. Dikarenakan variabel
inputnya dibagi atas 3 himpunan fuzzy, yaitu untuk variabel S severity, O occurance dan D detection dimana varibel outputnya memiliki satu himpunan
fuzzy, yaitu Fuzzy Risk Priority Number FRPN. Pada metode ini digunakan fungsi implikasi minimum.
5.2.8.9.2. Pembuatan Himpunan Input Fuzzy
Terdapat tiga variabel fuzzy yang akan dimodelkan, yaitu S severity, O occurance dan D detection. Ketiga variabel ini merupakan variabel input
dengan nilai masing-masing antara 1 sampai dengan 10. Nilai tersebut akan dibagi atas lima kategori, yaitu :
1. Very Low VL atau Sangat Rendah
2. Low L atau Rendah
3. Moderate M atau Menengah
4. High H atau Tinggi
Universitas Sumatera Utara
5. Vey High VH atau Sangat Tinggi
Penilaian untuk setiap kategori indeks bilangan crisp S severity, O occurance dan D detection dapat dilihat pada tabel 5.12. dibawah ini. Sebagai
contoh untuk rangking S severity adalah 1, rangking O occurance adalah 1 dan rangking D detection adalah 1 diperoleh kategorinya adalah Very Low VL atau
Sangat Rendah.
Tabel 5.12. Kategori Variabel Input
Rangking Kategori
Severity S Occurance O
Detection D
1 1
1 VL
2,3 2,3
2,3 L
4,5,6 4,5,6
4,5,6 M
7,8 7,8
7,8 H
9,10 9,10
9,10 VH
Parameter untuk fungsi keanggotaan variabel input dapat dilihat pada tabel 5.13.
Tabel 5.13. Parameter Fungsi Keanggotaan Variabel Input
Kategori Tipe Kurva
Parameter
VL BahuTrapesium
[0; 0; 1; 2,5] L
Segitiga [1; 2,5; 4,5]
M Trapesium
[2,5; 4,5; 5,5; 7,5] H
Segitiga [5,5; 7,5; 9]
VH BahuTrapesium
[7,5; 9; 10; 10]
5.2.8.9.3. Perhitungan Fungsi Keanggotaan Input
Universitas Sumatera Utara
Perhitungan fungsi keanggotaan input dibuat berdasarkan tipe kurva yang ditunjukkan pada tabel 5.14. untuk setiap kategori sebagai berikut :
a. Very Low VL