Analisa Pengendalian Kualitas Produk untuk Memperbaiki Rework dengan Metode Statistical Quality Control (SQC) dan Metode Fuzzy FMEA pada PT. Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih

(1)

LAMPIRAN

TABEL KRITERIA RATING FMEA

RATING SEVERITY

Efek Kriteria Rangking

Berbahaya tanpa ada peringatan

Dapat membahayakan konsumen

10 Tidak sesuai dengan peraturan pemerintah

Tidak ada peringatan Berbahaya dan ada

peringatan

Dapat membahayakan konsumen

9 Tidak sesuai dengan peraturan pemerintah

Ada peringatan


(2)

Sangat tinggi

Sebagian besar menjadi scrap, sisanya dapat disortir (apakah

sudah baik/bisa di rework) 8

Pelanggan tidak puas

Tinggi

Sedikit mengganggu kelancaran produksi

7 Sebagian besar menjadi scrap, sisanya dapat disortir (apakah

sudah baik/bisa di rework) Pelanggan tidak puas Sedang

Sebagian kecil menjadi scrap, sisanya dapat disortir (sudah

baik) 6

Rendah

100% produk dapat di-rework

5 Produk pasti dikembalikan oleh konsumen

Sangat Rendah

Sebagian dapat di-rework dan sisanya sudah baik

4 Kemungkinan produk dikembalikan oleh konsumen

Kecil

Hanya sebagian kecil yang dapat di-rework dan sisanya sudah

Baik 3

Rata-rata pelanggan complain

Sangat kecil Komplain hanya diberikan oleh pelanggan tertentu 2

Tidak ada Tidak ada efek buat konsumen 1

RATING OCCURANCE

Peluang Terjadinya Penyebab

Tingkat

Kemungkinan Rangking

Sangat Tinggi

1 dalam 2 10

1 dalam 3 9

Tinggi

1 dalam 8 8

1 dalam 20 7

Sedang

1 dalam 80 6

1 dalam 400 5

1 dalam 2.000 4

Rendah

1 dalam 15.000 3

1 dalam 150.000 2 Sangat Kecil 1 dalam 1.500.000 1


(3)

RATING DETECTION

Keterangan Rangking

Selalu jelas, sangat mudah untuk diketahui 1

Jelas bagi indera manusia 2

Memerlukan inspeksi 3

Inspeksi yang hati-hati dengan indera manusia 4 Inspeksi yang sangat hati-hati dengan indera manusia 5 Memerlukan bantuan dan/atau pembongkaran sederhana 6 Diperlukan inspeksi dan/atau pembongkaran 7 Diperlukan inspeksi dan/atau pembongkaran yang kompleks 8 Kemungkinan besar tidak dapat dideteksi 9


(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Devi, Kadek Putri Trisna, Dkk. 2016. Analisis Pengendalian Mutu pada Pengolahan Ikan Pelagis Beku di PT. Perikanan Nusantara (Persero) Cabang Benoa Bali

Emi, Rusmiati. 2014. Penerapan Fuzzy Failure Mode And Effect Analysis (Fuzzy Fmea) Dalam Mengidentifikasi Kegagalan Pada Proses Produksi Di PT. Daesol Indonesia

Ginting, Rosnani. 2007. Sistem Produksi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kusumadewi, Sri dan Hari Purnomo. 2002. Analisis & Desain Fuzzy Menggunakan Tool. Box Matlab. Yogyakarta: Graha Ilmu.

_______________. 2004. Aplikasi Logika Fuzzy untuk Pendukung Keputusan. Edisi 2.Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kokasih, Wilson. 2016. Fuzzy Assessment Simulation For Classifying Production Equipment In Practice Of Total Productive Maintenance.

McDermot, E. Robin E. 2009. The Basic of FMEA. Edisi 2. USA : CRC Press.

Montgomery, C. Douglas. 2009. Introduction to Statistical Quality Control, Sixth Edition. 2009. USA: John Wiley & Sons, Inc.

Puente, Javier, Dkk. 2001. A Decision Support System For Appliying Failure Mode And Effect Analysis.


(15)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Definisi Kualitas1

1

Douglas C. Montgomery. Introduction to Statistical Quality Control, Sixth Edition. 2009. USA: John Wiley & Sons, Inc. Hal. 4

Kualitas adalah didasari dengan penglihatan kasat mata para pelanggan. Pernyataan ini sama seperti penawaran yang sering dilakukan dalam menjawab pertanyaan dengan sembrono. Namun, mereka lebih sering membuat sebuah tawaran melalui pengertian arti dari kualitas yang sebenarnya daripada menanggapi pernyataan dari orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari, cara mengidentifikasi kualitas adalah murni dari kata-kata orang saja. Ini didasari oleh persepsi individu-individu atau sekelompok orang dalam membuat sebuah ketentuan.

Mutu adalah sesuatu yang diputuskan oleh pelanggan. Mutu didasarkan pada pengalaman aktual pelanggan terhadap produk atau jasa, diukur berdasarakan persyaratan pelanggan tersebut dan selalu mewakili sasaran yang bergerak dalam pasar yang penuh persaingan. Mutu produk atau jasa diartikan sebagaikeseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan dan pemeliharaan yang membuat produk atau jasa digunakan memenuhi harapan harapan pelanggan. Kualitas adalah ukuran seberapa mampu suatu barang atau jasa memenuhi kebutuhan konsumen sesuai dengan standar terntentu. Standar tersebut mungkin berkaitan dengan waktu, bahan, kinerja, keandalan, atau karakterisrik yang dapat dikuantitaskan.


(16)

Lima dimensi servqual (service quality) oleh Parasuraman (1998), yaitu sebagai berikut:

1. Tangible meliputi fasilitas fisik yang nampak pada penyediaan jasa, peralatan dan penampilan karyawan.

2. Reliability adalah kemampuan perusahaan jasa memberikan jasa yang dijanjikan secara terpercaya dan akurat.

3. Responsiveness, yaitu keinginan para karyawan untuk membantu Customer dan memberikan pelayanan yang diharapkan.

4. Assurance menunjukkan pada pengetahuan dan keterampilan karyawan

perusahaan serta kemampuan mereka untuk memberikan atau membangkitkan kepercayaan pelanggan.

5. Empathy adalah perhatian pribadi yang diberikan perusahaan jasa kepada setiap pelanggan.

3.2. Pengendalian Kualitas dengan Seven Tools2

1. Peningkatan kemampuan berkompetisi.

Fungsi tujuh alat adalah untuk meningkatkan kemampuan perbaikan proses, sehingga diperoleh:

2. Penurunan cost of quality dan peningkatan fleksibilitas harga. 3. Meningkatkan produktivitas sumber daya.

2


(17)

Maksud dan tujuan penggunaan seven tools adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui masalah.

2. Mempersempit ruang lingkup masalah.

3. Mencari faktor yang diperkirakan merupakan penyebab. 4. Memastikan faktor yang diperkirakan menjadi penyebab. 5. Mencegah kesalahan akibat kurang hati-hati.

6. Melibat akibat perbaikan.

7. Mengetahui hasil yang menyimpang atau terpisah dari hasil lainnya.

Untuk penyelesaian masalah dan perbaikan kualitas dengan menggunakan

seven tools dapat membuat proses penyelesaian masalah menjadi lebih cepat dan sistematis. Seven tools dapat digunakan dengan profesional untuk memudahkan proses perbaikan kualitas.

Konsep seven tools berasal dari Kaoru Ishikawa, ahli kualitas ternama dari Jepang. Menurut Ishikawa, 955 permasalahan kualitas dapat diselesaikan dengan

seven tools. Kunci sukses untuk memecahkan masalah ini adalah kemampuan untuk mengidentifikasi masalah, menggunakan pendekatan seven tools berdasarkan masalah dasar, mengkomunikasikan solusi secara tepat kepada yang lain. Untuk memecahkan masalah sebaiknya dimulai dengan menggunakan pareto diagram dan

cause-effect diagram sebelum mencoba menggunakan alat yang lain. Dua alat ini digunakan secara luas oleh team perbaikan kualitas.


(18)

Ketujuh alat pengendalian kualitas tersebut adalah: 1. Stratification (Stratifikasi atau Pengelompokan Data)

Stratification merupakan usaha pengelompokkan data ke dalam kelompok-kelompok yang mempunyai karakteristik yang sama. Kegunaan stratification

adalah:

a. Mencari faktor-faktor penyebab utama kualitas secara mudah. b. Membantu pembuatan scatter diagram.

c. Mempelajari secara menyeluruh masalah yang dihadapi.

Tabel 3.1. Stratifikasi Kode

Cacat Kondisi Jumlah

A B C D E F

Bagian belakang kotor Bagian belakang tidak rapih Bagian depan ada getaran Bagian depan sobek Busa tidak rapih

Jahitan jaring tidak rapih

3 4 3 2 1 2

JUMLAH 15

2. Check Sheet (Lembar Pemeriksaan)

Check Sheet merupakan alat praktis yang digunakan untuk mengumpulkan, mengelompokkan, dan menganalisis data secara sederhana dan mudah. Tujuan utama dari check sheet adalah untuk memastikan bahwa data dikumpulkan dengan hati-hati dan teliti dengan menggunakan mengoperasikan pegawai untuk pengendalian proses dan pemecahan masalah. Data seharusnya disajikan agar dapat digunakan dengan mudah dan cepat dan dianalisis. Format dari check


(19)

berdasarkan harian dan mingguan dan beberapa pemeriksaan seperti temperatur juga diukur.

Ada beberapa jenis check sheet yang dikenal dan umum dipergunakan untuk keperluan pengumpulan data, yaitu:

a. Production process distribution check sheet

Check sheet ini dipergunakan untuk mengumpulkan data yang berasal dari proses produksi atau proses kerja lainnya. Output kerja sesuai dengan klasifikasi yang telah ditetapkan dimasukkan dalam lembar kerja, sehingga akhirnya secara langsung akan dapat diperoleh pola distribusi yang terjadi. b. Defective check sheet

Untuk mengurangi jumlah kesalahan atau cacat yang ada dalam suatu proses kerja maka terlebih dahulu harus mampu diidentifikasikan jenis kesalahan yang ada dan persentasenya. Setiap kesalahan biasanya akan diperoleh dari faktor-faktor penyebab yang berbeda sehingga tindakan korektif yang tepat harus diambil sesuai dengan jenis kesalahan dan penyebabnya tersebut.

Tabel 3.2. Check Sheet

Kesalahan Jumlah Kesalahan dalam

Satu Semester Total

Cara mengajar

Pelayanan administrasi Pelayanan perpustakaan Tidak ada dukungan

IIIII IIIII III IIIII IIIII IIIII IIIII IIIII IIIII IIIII IIIII IIIII IIIII IIIII II

8 20 15 22


(20)

Histogram adalah salah satu metode statistik untuk mengatur data sehingga dapat dianalisis dan diketahui distribusinya. Histogram merupakan tipe grafik batang dimana sejumlah data dikelompokkan ke dalam beberapa kelas dengan interval tertentu. Setelah jumlah data dalam setiap kelas (frekuensi) diketahui, maka dapat dibuat histogram dari data tersebut. Dari histogram ini dapat terlihat gambaran penyebaran data apakah sesuai dengan yang diharapkan atau tidak.

Gambar 3.1. Diagram Histogram

4. Pareto Diagram

Pareto Diagram dibuat untuk menemukan atau mengetahui masalah atau

penyebab yang merupakan kunci dalam penyelesaian masalah dan perbandingan terhadap keseluruhan. Dengan mengetahui penyebab-penyebab yang dominan maka akan bisa ditetapkan prioritas perbaikan. Perbaikan pada faktor penyebab yang dominan ini akan membawa pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan penyelesaian penyebab yang tidak berarti.

Diagram Pareto merupakan metode untuk mencari sumber kesalahan, masalah-masalah, atau kerusakan produk, untuk membantu memfokuskan diri


(21)

pada usaha-usaha pemecahannya. Diagram Pareto didasarkan pada hasil kerja Alfredo Pareto, seorang ahli ekonomi pada abad ke-19. Joseph M Juran mempopulerkan akibat kerja Pareto ini saat mengemukakan bahwa 80% masalah-masalah yang dihadapi perusahaan merupakan akibat dari hanya 20% dari penyebabnya.

Dalam suatu kasus, diagram Pareto yang dibangun untuk frekuensi dan dolar. Mesin 35 memiliki jumlah terbesar ketidaksesuaian, tetapi mesin 51 memiliki nilai dollar terbesar. Diagram Pareto dapat dibedakan dari histogram oleh fakta bahwa skala horisontal diagram Pareto adalah kategoris, sedangkan skala vertikal adalah numerik. Diagram Pareto digunakan untuk mengidentifikasi masalah. Biasanya, 75% dari total hasil dari 25% dari item, fakta ini ditunjukkan dimana mesin 35 dan 51 menyumbang sekitar 75% dari total. Sebenarnya, hal yang paling penting dapat diidentifikasi dengan mendaftarkannya dalam urutan. Namun, grafik memiliki keuntungan dari memberikan dampak visual, menunjukkan beberapa karakteristik penting yang memerlukan perhatian. Sumber daya tersebut kemudian diarahkan untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan.


(22)

5. Scatter Diagram (Diagram Pencar)

Scatter Diagram digunakan untuk melihat korelasi (hubungan) dari suatu faktor penyebab yang berkesinambungan terhadap suatu karakteristik kualitas hasil. Pada umumnya apabila dibicarakan tentang hubungan antara dua jenis data, sesungguhnya dibicarakan tentang:

a. Hubungan sebab akibat.

b. Suatu hubungan antara satu dan lain sebab.

c. Hubungan antara satu sebab dengan dua sebab lainnya.

Gambar 3.3. Diagram Scatter 6. Control Chart (Peta Kontrol / Bagan Kendali)

Control Chart merupakan suatu grafik yang digunakan untuk menentukan apakah suatu proses maupun kualitas produk berada dalam keadaan stabil atau tidak. Apabila semua data berada dalam batas kontrol, maka proses dikatakan dalam batas kendali (stabil).

Control Chart yang paling lazim dikenal adalah: a. Control Chart untuk variabel


(23)

Bagan kendali mutu untuk karakteristik yang terukur, bila suatu catatan di buat berdasarkan karakteristik mutu yang di ukur secara sebenarnya/ dinyatakan dalam numerik atau satuan seperti : diameter, panjang, berat, volume dan sebagainya.

1) Peta X dan R

Untuk metode yang digunakan untuk pengendalian kualitasnya, metode yang digunakan berupa peta kendali X dan R. digunakannya jenis peta kendali ini karena data yang ada merupakan data variable kuantitatif dan sample yang diambil merupakan jenis sample kelompok.

Untuk membuat Peta kontrol x dapat digunakan rumus-rumus sebagai berikut: R A x LCL R A x UCL 2 2 − = + = 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 9,6 9,2 8,8 8,4 8,0

Sa m ple

S a m p le M e a

n __X= 9,117U C L= 9,242

LC L= 8,991

10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0,48 0,36 0,24 0,12 0,00

Sa m ple

S a m p le R a n g e _ R= 0,26 U C L= 0,5210

LC L= 0

1 1 1 1 1 1

Xbar-R Chart of OP1 -1 ; ...; OP3 -2


(24)

2) Peta X dan S

Peta kendali standar deviasi digunakan untuk mengukur tingkat keakurasian suatu proses. Adapun langkah-langkah pembuatan peta kendali X dan S adalah sebagai berikut :

a) Tentukan ukuran contoh/subgrup (n > 10),

b) Kumpulkan banyaknya subgrup (k) sedikitnya 20–25 sub-grup, c) Hitung nilai rata-rata dari setiap subgrup, yaitu x,

d) Hitung nilai rata-rata dari seluruh x, yaitu x yang merupakan garis tengah (center line) dari peta kendali x,

e) Hitung simpangan baku dari setiap subgrup yaitu S,

S =

) 1 (

)

( 2

− − −

n n

X Xi

f) Hitung nilai rata-rata dari seluruh s, yaitu S yang merupakan garis tengah dari peta kendali S,

Hitung batas kendali dari peta kendali x :

UCL = x +

LCL = x –

dimana = A3

Sehingga :

UCL = x + (A3.S) LCL = x – (A3.S)


(25)

h) Hitung batas kendali untuk peta kendali S :

UCL = S +

dimana 1 + = B4

LCL = S -

dimana 1 - = B3

Sehingga : UCL = B4 . S

LCL = B3 . S 3) Peta I-MR

Peta Kontrol I dan MR merupakan dua peta pengendali yang saling membantu dalam mengambil suatu keputusan mengenai kualitas proses. Peta control I merupakan peta pengendali untuk melihat apakah proses masih berada dalam batas pengendalian atau tidak. Kondisi tersebut dapat dilihat dari produk yang sedang dalam proses. Pengendali ini juga akan menunjukkan apakah rata-rata produk yang dihasilkan sesuai dengan standar pengendalian yang digunakan perusahaan.

4) Peta Moving Average

Pihak manajemen memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa proses yang dilakukan mampu memenuhi spesifikasi. Suatu proses dapat stabil dan


(26)

diramalkan seperti yang ditunjukkan control chart, tapi juga dapat menghasilkan scrap.

b. Control Chart untuk atribut

Yaitu Control Chart untuk karakteristik kualitas yang tidak mudah dinyatakan dalam bentuk numerik. Control Chart untuk atribut ini terdiri dari p chart, np chart, u chart,dan c chart.

1) Peta p

Peta ini menggambarkan bagian yang ditolak karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Untuk membuat peta p ini dapat digunakan rumus-rumus sebagai berikut:

= = = = k i i k i i n p n p CL 1 1 1 n p p p

UCL= +3 (1− )

n p p p


(27)

Gambar 3.5. Peta P 2) Peta np

Peta ini menggambarkan banyaknya unit yang ditolak dalam sampel yang berukuran konstan. Untuk membuat peta np ini dapat digunakan rumus-rumus sebagai berikut:

n k p p n CL k i o

= =

= 1 1

) 1 (

3 o o

o np p

p n

UCL= + −

) 1 (

3 o o

o np p

p n

LCL= − −

3) Peta c

Peta ini menggambarkan banyaknya ketidaksesuaian atau kecacatan dalam sampel berukuran konstan. Satu benda yang cacat memuat paling sedikit satu ketidaksesuaian, tetapi sangat mungkin satu unit sampel memiliki beberapa ketidaksesuaian, tergantung sifat dasar keandalannya. Untuk membuat peta c ini dapat digunakan rumus sebagai berikut:


(28)

k p c CL k i

= =

= 1 1

c c

UCL= +3

c c

LCL= −3

4) Peta u

Peta ini menggambarkan banyaknya ketidaksesuaian dalam satu unit sampel dan dapat dipergunakan untuk ukuran sampel tidak konstan. Untuk membuat peta u ini dapat dipergunakan rumus-rumus sebagai berikut:

= = = = k i i k i n p u CL 1 1 1 n u u

UCL= +3

n u u

LCL= −3


(29)

7. Cause and Effect Diagram (Diagram Sebab Akibat)

Diagram ini dikenal dengan istilah diagram tulang ikan (fish bone diagram) yang diperkenalkan pertama kalinya oleh Prof. Kaoru Ishikawa (Tokyo University) pada tahun 1943. Diagram ini berguna untuk menganalisis dan menemukan faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan di dalam menentukan karakteristik kualitas output kerja. Di samping itu juga diagram ini berguna untuk mencari penyebab-penyebab yang sesungguhnya dari suatu masalah. Dalam hal ini metode sumbang saran (brainstorming method) akan cukup efektif digunakan untuk mencari faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan kerja secara detail.

Untuk mencari faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan kualitas hasil kerja, maka orang akan selalu mendapatkan bahwa ada lima faktor penyebab utama yang signifikan yang perlu diperhatikan, yaitu:

a. Manusia (Man)

b. Metode kerja (Work method)

c. Mesin atau peralatan kerja lainnya (Machine/Equipment) d. Bahan-bahan baku (Raw material)

e. Lingkungan kerja (Work environment) Diagram ini berguna di dalam:

a. Menganalisis kondisi aktual untuk tujuan suatu produk atau peningkatan kualitas pelayanan, mengefisiensikan penggunaan sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM), dan pengurangan biaya-biaya yang tidak perlu.


(30)

b. Mengeliminasi kondisi-kondisi yang menyebabkan ketidakseragaman produk atau pelayanan, dan keluhan pelanggan.

c. Standarisasi dari keberadaan dan usul-usul terhadap operasi.

d. Pendidikan dan pelatihan personel-personel yang ada di dalam pengambilan keputusan.

MANUSIA METODE KERJA

LINGKUNGAN

KERJA BAHAN BAKU

MESIN / PERALATAN

KUALITAS

Gambar 3.7. Fish Bone Diagram

3.3. FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)3

1. Meningkatkan reliabilitas dan kualitas produk/proses.

FMEA merupakan suatu metode yang sistematik dalam mengidentifikasi dan mencegah masalah yang terjadi pada produk dan proses. Penggunaan efektif FMEA dapat menghasilkan pengurangan dalam hal berikut :

2. Meningkatkan kepuasan pelanggan.

3. Cepat dalam mengidentifikasi dan mengurangi kecacatan yang terjadi pada produk/proses.

4. Memprioritaskan pada kekurangan produk/proses.

3


(31)

5. Mendapatkan perekayasaan atau pembelajaran keorganisasian. 6. Menekankan pada pencegahan terjadinya masalah.

7. Mempunyai sistem pengulangan jenis kecacatan komponen yang sistematik untuk meyakinkan bahwa beberapa kegagalan minimal menghasilkan kerugian bagi produk dan proses.

8. Mengetahui efek-efek dari kegagalan pada produk atau proses yang diteliti dan fungsi-fungsinya.

9. Menetapkan komponen-komponen dari produk atau proses yang gagal akan memiliki efek kritis pada produk atau proses dan kecacatan-kecacatan tersebut akan menghasilkan efek merugikan.

Tujuan dari penerapan FMEA adalah mencegah masalah terjadi pada proses dan produk. Jika digunakan dalam desain dan proses manufaktur, FMEA dapat mengurangi atau menekan biaya dengan mengidentifikasi dan memperbaiki produk dan proses secara cepat pada saat proses pengembangan. Pembuatannya relatif mudah serta tidak membutuhkan biaya yang banyak. Hasilnya adalah proses menjadi lebih baik karena telah dilakukan tindakan koreksi dan mengurangi serta mengeliminasi kegagalan.

Dalam industri otomotif, kebanyakan perusahaan membagi FMEA ke dalam dua jenis yaitu sebagai berikut:

1. Design FMEA Berfokus pada pemeriksaan fungsi subsistem, komponen atau sistem utama. Fokus dari desain FMEA adalah pada desain produk yang akan dikirimkan ke konsumen akhir. Design FMEA membantu di dalam desain proses dengan mengidentifikasi tipetipe kegagalan yang diketahui dan dapat diduga.


(32)

Kemudian mengurutkan kegagalan tersebut berdasarkan dampak yang diakibatkan produk.

3. Process FMEA Berfokus pada penelitian proses yang digunakan untuk membuat komponen, subsistem, atau sistem utama. Process FMEA mengungkap masalah yang berkaitan dengan proses pembuatan produk. Process FMEA digunakan untuk mengidentifikasi jenis-jenis kegagalan proses dengan pengurutan tingkat kegagalan dan membantu untuk menetapkan prioritas berdasarkan dampak yang diakibatkan baik pada pelanggan eksternal maupun internal. Penerapan process

FMEA membantu untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab yang potensial pada manufaktur maupun perakitan dalam rangka menetapkan kendali untuk mengurangi dan mendeteksi kejadian.

3.3.1. Tahapan Pembuatan FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) Prosedur dalam pembuatan FMEA mengikuti sepuluh tahapan berikut ini 1. Melakukan peninjauan terhadap proses.

2. Mengidentifikasi potential failure mode (mode kegagalan potensial) padaproses. 3. Membuat daftar potential effect (akibat potensial) dari masing-masing mode

kegagalan.

4. Menentukan peringkat severity untuk masing-masing cacat yang terjadi. 5. Menentukan peringkat occurance untuk masing-masing mode kegagalan.

6. Menentukan peringkat detection untuk masing-masing mode kegagalan dan/atau akibat yang terjadi.


(33)

8. Membuat prioritas mode kegagalan berdasarkan nilai RPN untuk dilakukan tindakan perbaikan.

9. Melakukan tindakan untuk mengeliminasi atau mengurangi kegagalan yang paling banyak terjadi.

10.Mengkalkulasi hasil RPN sebagai mode kegagalan yang dikurangi atau dieliminasi.

Kesepuluh tahapan tersebut dituangkan ke dalam lembar kerja FMEA.

3.4. Logika Fuzzy4

1. Konsep logika fuzzy mudah dimengerti. Konsep matematis yang mendasari penalaran fuzzy sangat sederhana dan mudah dimengerti.

Logika fuzzy adalah suatu cara yang tepat untuk memetakan suatu ruang input

ke dalam suatu ruang output. Logika fuzzy merupakan salah satu metode untuk melakukan analisa system yang mengandung ketidakpastian. Penerapan logika fuzzy

dalam FMEA adalah untuk membantu menentukan nilai Risk Priority Number dari kegagalan yang terjadi. Dengan melakukan metode fuzzy FMEA ini, perusahaan dapat menentukan proses mana yang harus diprioritaskan untuk diberikan solusinya secara bertahap sehingga dapat meminimalkan terjadinya kegagalan dalam proses produksi. Terdapat beberapa alasan mengapa orang menggunakan logika fuzzy antara lain :

2. Logika fuzzy sangat fleksibel.

4

Sri Kusumadewi, Hari Purnomo. 2003. Analisis & Desain FuzzyMenggunakan Tool. Box Matlab.


(34)

3. Logika fuzzy memiliki toleransi terhadap data-data yang tidak tepat.

4. Logikafuzzy mampu memodelkan fungsi-fungsi non linier yang sangat kompleks. 5. Logika fuzzy dapat membangun dan mengaplikasikan pengalaman-pengalaman

para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses pelatihan.

6. Logikafuzzy dapat bekerjasama dengan teknik-teknik kendali secara konvensional.

7. Logika fuzzy didasarkan pada bahasa alami.

3.5. Fungsi Keanggotaan5

Ada dua keadaan himpunan fuzzy yang linier. Pertama, kenaikan derajat eanggotaan nol [0] bergerak ke kanan menuju ke nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan lebih tinggi.

Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaannya (sering juga disebut dengan derajat keanggotaan ) yang memiliki interval antara 0 dan 1. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai keanggotaan adalah dengan melalui pendekatan fungsi.

3.5.1. Representasi Linier

Pada representasi linier, pemetaan input ke derajat keanggotaannya digambarkan sebagai suatu garis lurus. Bentuk ini paling sederhana dan menjadi pilihan yang baik untuk mendekati suatu konsep yang kurang jelas.

5

Sri Kusumadewi, Purnomo Hari. 2004. Aplikasi Logika Fuzzy untuk Pendukung Keputusan.


(35)

Gambar 3.8. Representasi Linear Naik Fungsi keanggotaan :

µ[x] =

Kedua, merupakan kebalikan yang pertama. Garis lurus dimulai dari nilai domain dengan derajat keanggotaan tertinggi pada sisi kiri, kemudian bergerak menurun ke nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan lebih rendah.

Gambar 3.9. Representasi Linear Turun Fungsi keanggotaan :

µ[x] =

3.5.2. Representasi Kurva Segitiga


(36)

Gambar 3.10. Kurva Segitiga Fungsi keanggotaan :

µ[x] =

3.5.3. Representasi Kurva Trapesium

Kurva segitiga pada dasarnya seperti bentuk segitiga, hanya saja ada beberapa titik yang memiliki nilai keanggotaan 1.

Gambar 3.11. Kurva Trapesium

Fungsi keanggotaan :


(37)

3.6. Metode Mamdani

Metode mamdani sering dikenal sebagai metode Max-Min. Metode ini diperkenalkan oleh Ebrahim Mamdani pada tahun 1975. Untuk mendapatkan output, diperlukan 4 tahapan :

1. Pembentukan himpunan fuzzy

Pada metode mamdani, baik variabel input maupun variabel output dibagi menjadi satu atau lebih himpunan fuzzy.

2. Aplikasi fungsi implikasi (aturan)

Pada metode mamdani, fungsi implikasi yang digunakan adalah Min. 3. Komposisi aturan

Tidak seperti penalaran monoton, apabila sistem terdiri dari beberapa aturan, maka inferensi diperoleh dari kumpulan dan korelasi antar aturan. Ada 3 metode yang digunakan dalam melakukan inferensi sistem fuzzy, yaitu : max, additive, dan probabilistic OR (probor).

a. Metode Max (Maximum)

Pada metode ini, solusi himpunan fuzzy diperoleh dengan cara mengambil nilai maksimum aturan, kemudian menggunakannya untuk memodifikasi daerah fuzzy, dan mengaplikasikannya ke output dengan menggunakan operator OR (union). Secara umum dapat dituliskan :

µsf[Xi] = max(µsf[Xi],µkf[Xi]) dengan :

µsf[Xi] = nilai keanggotaan solusi fuzzy sampai aturan ke-i; µkf[Xi] = nilai keanggotaan konsekuen fuzzy aturan ke-i;


(38)

Misalkan ada tiga aturan (proposisi) sebagai berikut : [R1] IF Biaya Produksi RENDAH And Permintaan NAIK

THEN Produksi Barang BERTAMBAH ; [R2] IF Biaya Produksi STANDAR

THEN Produksi Barang NORMAL ;

[R3] IF Biaya Produksi TINGGI And Permintaan TURUN THEN Produksi Barang BERKURANG ;

Proses inferensi dengan menggunakan metode Max dalam melakukan komposisi aturan seperti terlihat pada gambar berikut ini.


(39)

1. Input fuzzy 2. Aplikasi 3. Aplikasi operasi fuzzy metode implikasi

NAIK

BERTAMBAH

Rendah

IF Biaya Produksi RENDAH AND Permintaan NAIK THEN Produksi Barang BERTAMBAH

STANDAR NORMAL

Tak ada

IF Biaya Produksi STANDAR THEN Produksi Barang NORMAL

TINGGI TURUN BERKURANG

IF Biaya Produksi TINGGI And Permintaan TURUN THEN Produksi Barang BERKURANG

4. Aplikasi metode komposisi (max)


(40)

4. Penegasan (defuzzy)

Input dari proses defuzzy adalah suatu himpunan fuzzy yang diperoleh dari komposisi aturan-aturan fuzzy, sedangkan output yang dihasilkan merupakan suatu bilangan pada domain himpunan fuzzy tersebut. Sehingga jika diberikan suatu himpunan fuzzy dalam range tertentu, maka harus dapat diambil suatu nilai

crisp tertentu sebagai output seperti terlihat pada gambar 3.13.

Daerah fuzzy ‘A’

Output :

Daerah fuzzy ‘D’ Daerah fuzzy ‘B’

Daerah fuzzy ‘C’

Nilai yang diharapkan

Gambar 3.13. Proses Defuzzy

Ada beberapa metode defuzzy yang bisa dipakai pada komposisi aturan Mamdani, antara lain:

a. Metode Centroid (Composite Moment)


(41)

daerah fuzzy. Secara umum dirumuskan :

Untuk variabel kontinu, atau

Untuk variabel diskret

b. Metode Bisektor

Pada metode ini, solusi crisp diperoleh dengan cara mengambil nilai keanggotaan setengah dari jumlah total nilai keanggotaan pada daerah fuzzy. Secara umum dituliskan :

z p sedemikian hingga∫Rp1µ( z ) dz =∫pRnµ( z )dz

c. Metode Mean of Maximum (MOM)

Pada metode ini, solusi crisp diperoleh dengan cara mengambil nilai rata-rata domain yang memiliki nilai keanggotaan maksimum.

d. Metode Largest of Maximum (LOM)

Pada metode ini, solusi crisp diperoleh dengan cara mengambil nilai terbesar dari domain yang memiliki nilai keanggotaan maksimum.

e. Metode Smallest of Maximum (SOM)

Pada metode ini, solusi crisp diperoleh dengan cara mengambil nilai terkecil dari domain yang memiliki nilai keanggotaan maksimum.


(42)

3.7. Fuzzy FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)

Fuzzy FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) merupakan metodologi yang memakai logika fuzzy dalam mengindentifikasi permasalahan atau penyebab kegagalan yang terjadi melalui pertimbangan kriteria Severity (S),

Occurance (O), dan Detectability (D). Logika fuzzy pada metode FMEA ini dapat dikombinasikan antara severity, occurance, dan detectability untuk struktur hasil yang lebih fleksibel.

Fuzzy FMEA memakai aturan-aturan fuzzy yang didapatkan dari formulasi linguistic kedalam bentuk “If – Then” rules melalui variable linguistic dari kriteria

Severity (S), Occurance (O), dan Detectability (D) sebagai input numeriknya dengan range rating antara 1 -10 untuk kemudian diterjemahkan kedalam bentuk linguistik Very Low (VL), Low (L), Moderate (M), High (H), dan Very High (VH). Untuk output FRPN (Fuzzy Risk Priority Number) yang memiliki range dari 1 – 1000 merupakan hasil perkalian matematis input-input numeric (S,O,dan D) kemudian diterjemahakan ke dalam bentuk linguistik yaitu Very Low (VL), Very Low-Low(VL-L), Low (L), Low-Moderate (L-M), Moderate (M), Moderate (M), Moderate – High (M – H), High (H), High – Very High (H-VH), Very High (VH).


(43)

Gambar 3.14. Matriks Fuzzy FMEA Rules ( Javier, 2001)


(44)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian6

6

Sukaria Sinullingga. Metode Penelitian. (Medan :USU press, 2013) h.34-35.

Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif, karena penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan secara sistematik, faktual dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat suatu objek atau populasi tertentu.

4.2. Objek Penelitian

Objek penelitian pada penelitian ini adalah jumlah produk crumb rubber yang di rework.

4.3. Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang memiliki nilai yang berbeda-beda atau bervariasi. Nilai dari variabel dapat bersifat kuantitatif atau kualitatif (Sinulinggga, 2015). Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel Independen a. Bahan baku karet b. Proses produksi

Variabel-variabel ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah rework hasil produksi.


(45)

2. Variabel Dependen

Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi. Variabel tersebut yaitu kualitas produk crumb rubber.

4.4. Kerangka Konseptual Penelitian

Kerangka berpikir menunjukan hubungan logis antara faktor / variabel yang telah diidentifikasi penting untuk menganalisis masalah penelitian (Sinulingga, 2015). Kerangka berpikir dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Bahan Baku Proses

Produksi

Crumb Rubber

Variabel independen Variabel dependen

Rework

Gambar 4.1. Kerangka Berpikir

4.5. Blok Diagram Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian adalah tahapan-tahapan dalam melaksanakan suatu penelitian. Blok diagram prosedur dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.2.


(46)

Identifikasi Masalah

Banyaknya terjadi rework yang disebabkan kecacatan atribut

Studi Pendahuluan

- Kondisi Perusahaan - Proses Produksi Crumb Rubber

- Informasi Pendukung

Pengumpulan Data

Pengumpulan Data Sekunder

- Sejarah Perusahaan - Struktur Organisasi

- Data jumlah produk yang di rework Juni 2015 – Mei 2016

- Data jumlah produksi Juni 2015 – Mei 2016

Pengolahan Data Pengolahan Data SQC

- Pembuatan Check Sheet - Pembuatan stratifikasi

- Pembuatan histogram

- Pembuatan pareto diagram

- Pembuatan scatter diagram

- Pembuatan control chart

- Pembuatan cause effect diagram

- Perhitungan FMEA

Pengolahan Data Fuzzy FMEA

-Peninjauan terhadap proses.

-Pengidentifikasi potential failure mode (mode kegagalan potensial) pada proses.

-Pembuatan daftar potential effect (akibat potensial) -Penentuan peringkat severity untuk masing-masing cacat yang terjadi.

-Penentuan peringkat occurance untuk masing-masing mode kegagalan.

-Penentuan peringkat detection untuk masing-masing mode kegagalan dan/atau akibat yang terjadi.

-Dihitung nilai Risk Priority Number (RPN) untuk masing-masing cacat.

-Dibuat prioritas mode kegagalan berdasarkan nilai RPN untuk dilakukan tindakan perbaikan.

-Dilakukan tindakan untuk mengeliminasi atau mengurangi kegagalan yang paling banyak terjadi.

-Dikalkulasi hasil RPN sebagai mode kegagalan yang dikurangi atau dieliminasi.

-Perhitungan Proses Fuzzifikasi

-Penentuan Kategori yang perlu menjadi perhatian untuk perbaikan dari nilai FRPN

Analisis Pemecahan Masalah

Kesimpulan dan Saran Mulai

Selesai

Studi Literatur

- Teori Pengendalian Kualitas - SQC

- Fuzzy FMEA


(47)

4.6. Pengumpulan Data

Berdasarkan cara pengumpulannya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data sekunder diperoleh berdasarkan data dokumentasi perusahaan. Data yang termasuk kategori ini adalah:

a. Sejarah perusahaan. b. Struktur organisasi.

c. Data jumlah produk rework.

d. Data jumlah produksi.

4.7. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan setelah keseluruhan data yang dibutuhkan baik data primer maupun data sekunder terkumpul, maka dilakukan pengolahan data.

Block Diagram untuk pengolahan data ditunjukkan pada dapat dilihat pada Gambar 4.3.


(48)

1. Lembar pemeriksaan (check sheet)

2. Stratifikasi

3. Diagram histogram

5. Cause and Effect Diagram

6. Peta kontrol (control chart) 4. Pareto Diagram

Data Pengamatan

8. Perhitungan FMEA

9. Fuzzy FMEA

- Menentukan potensial failure mode

- Mengideintifikasi failure mode

- Menentukan nilai severity

- Mengidentifikasi penyebab-penyebab dari kegagalan

- Menentukan nilai occurance

- Mengidentifikasi pengendalian proses - Menentukan nilai detection

- Menghitung nilai RPN - Melakukan Proses Fuzzifikasi - Menentukan peringkat dan Kategori

berdasarkan nilai FRPN

10. Usulan Perbaikan 7. Diagram sebab-akibat


(49)

4.8. Analisis Pemecahan Masalah

Analisis pemecahan masalah berawal dari perbaikan terhadap penyebab dari jenis kecacatan yang terbanyak yang terjadi di perusahaan tersebut. Metode yang digunakan untuk menganalisis pemecahan masalah penelitian ini dapat dilakukan dengan metode SQC dan metode fuzzy FMEA untuk mengetahui dan mencegah masalah yang terjadi pada proses secara cepat.

4.9. Kesimpulan Dan Saran

Kesimpulan dan saran dalam penelitian ini adalah butir-butir pernyataan tegas dan jelas terkait dengan tujuan dan analisis penelitian untuk menyelesaikan permasalahan.


(50)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang diambil yaitu data sekunder. Data sekunder yang diperoleh dari bagian dokumentasi perusahaan berupa jumlah produksi dan data jumlah produk crumb rubber yang di rework.

5.1.1. Data Produksi

Data produksi crumb rubber yang dikumpulkan dari hasil dokumentasi perusahaan selama bulan Juni 2015 sampai Mei 2016 dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Data Produksi Produk Crumb rubber Bulan Total Produksi (Kg) Juni 2015 413.261

Juli 2015 382.595 Agustus2015 498.073 September 2015 489.695 Oktober 2015 539.192 November 2015 494.931 Desember 2015 495.204 Januari 2016 412.714 Februari 2016 202.170 Maret 2016 97.294

April 2016 192.985


(51)

5.1.2. Data Kecacatan

Data kecacatan produk crumb rubber yang dikumpulkan dari hasil dokumentasi kecacatan perusahaan selama bulan Juni 2015 sampai Mei 2016 dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2. Data Kecacatan Produk yang di Rework

Periode Jenis Kecacatan yang di Rework (Kg) Total (Kg) Keras Lembek Mata Ikan

Juni 2015 34301 23969 29755 88025

Juli 2015 24486 29460 22573 76519

Agustus2015 60267 29884 40842 130993

September 2015 37217 54846 27913 119975

Oktober 2015 67399 33969 49606 150974

November 2015 50483 28211 37615 116309

Desember 2015 76261 15847 33179 125287

Januari 2016 23937 34255 21048 79241

Februari 2016 13141 9704 9300 32145

Maret 2016 3405 3113 4767 11286

April 2016 4246 10807 4632 19684

Mei 2016 53600 8338 17073 79010

5.2. Pengolahan Data

Pengolahan data yang dilakukan pada laporan ini adalah menggunakan metode seven tools dan metode Fuzzy FMEA. Tahapan dalam melakukan metode

seven tools adalah sebagai berikut: 1. Check Sheet

2. Stratifikasi

3. Histogram

4. Pareto Diagram

5. Scatter Diagram

6. Control Chart


(52)

5.2.1. Check Sheet

Check sheet adalah lembaran pemeriksaan yang berisi untuk menjamin bahwa data dikumpulkan secara hati-hati dan akurat oleh personel operasi untuk mengontrol proses. Data mengenai jumlah dan jenis kecacatan crumb rubber dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3. Jumlah Total Kecacatan Crumb rubber

Periode Produk si (Kg)

Jenis Kecacatan yang di Rework (Kg)

Total (Kg)

Keras % Lemb

ek %

Mata

Ikan %

Juni 413.261 34301 8,30% 23969 5,80% 29755 7,20% 88025 Juli 382.595 24486 6,40% 29460 7,70% 22573 5,90% 76519 Agustus 498.073 60267 12,10% 29884 6,00% 40842 8,20% 130993 September 489.695 37217 7,60% 54846 11,20% 27913 5,70% 119975 Oktober 539.192 67399 12,50% 33969 6,30% 49606 9,20% 150974 November 494.931 50483 10,20% 28211 5,70% 37615 7,60% 116309 Desember 495.204 76261 15,40% 15847 3,20% 33179 6,70% 125287 Januari 412.714 23937 5,80% 34255 8,30% 21048 5,10% 79241 Februari 202.170 13141 6,50% 9704 4,80% 9300 4,60% 32145 Maret 97.294 3405 3,50% 3113 3,20% 4767 4,90% 11286 April 192.985 4246 2,20% 10807 5,60% 4632 2,40% 19684 Mei 397.037 53600 13,50% 8338 2,10% 17073 4,30% 79010

5.2.2. Stratifikasi

Stratifikasi adalah usaha pengelompokkan data ke dalam kelompok-kelompok yang mempunyai karakteristik yang sama. Berdasarkan data yang didapatkan dari pengumpulan data maka dalam stratifikasi ini kriteria yang ditetapkan adalah kecacatan pada produk crumb rubber dengan tiga jenis kecacatan yaitu keras, lembek dan mata ikan.


(53)

5.2.3. Histogram

Histogram jenis kecacatan produk crumb rubber dapat dilihat pada Gambar 5.1.

Gambar 5.1. Histogram Jenis Kecacatan Crumb rubber

5.2.4. Pareto Diagram

Pareto diagram digunakan untuk mengetahui jenis-jenis kecacatan yang memberikan kontribusi terhadap kecacatan dalam suatu perusahaan. Langkah awal yang dilakukan adalah mengurutkan setiap jenis kecacatan dari jumlah kecacatan terbesar hingga yang terkecil. Kemudian dilakukan perhitungan persentase kecacatan dan persentase kumulatif dari setiap jenis kecacatan. Pengurutan jenis kecacatan

crumb rubber dapat dilihat pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4. Pengurutan Jenis Kecacatan Crumb rubber

No Jenis Kecacatan Jumlah Persentase (%) Persentase Kumulatif (%)

Keras 448743 43,6 43,6

Mata Ikan 298301 29 72,6

Lembek 282404 27,4 100


(54)

Dari tabel diatas, maka dapat dibuat pareto diagram untuk kecacatan Produk

crumb rubber yang dapat dilihat pada Gambar 5.2.

Sumber: Program Minitab

Gambar 5.2. Pareto Diagram Jenis Kecacatan

Pareto diagram bermanfaat dalam melakukan prioritas terhadap masalah-masalah yang harus ditangani dengan aturan pengelompokan 80-20, artinya 80% masalah yang timbul dari produk yang dihasilkan berasal dari 20% penyebab kecacatan. Hasil diagram pareto menunjukkan bahwa jenis kecacatan yang harus dianalisis lebih lanjut penyebab terjadinya permasalahan adalah crumb rubber yang keras dan terdapat mata ikan.

5.2.5. Scatter Diagram

Scatter Diagram dibuat untuk mengidentifikasi korelasi yang mungkin ada karakteristik kualitas dan faktor yang mungkin mempengaruhinya. Berdasarkan pareto diagram dapat dilihat bahwa karakteristik kualitas yang paling banyak cacat adalah keras dan mata ikan. Gambar scatter diagram dapat dilihat pada Gambar 5.3.


(55)

Gambar 5.3. Scatter Diagram Keras vs Jumlah Produksi

Perhitungan korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kecacatan keras dengan jumlah cacat. Adapun perhitungan korelasi dapat ditunjukkan pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5. Perhitungan Korelasi Antara Keras dan Jumlah Cacat No. Keras

(X)

Jumlah Cacat

(Y) X

2

Y2 XY

1 34301 88025 1176558601 7748400625 3019345525 2 24486 76519 599564196 5855157361 1873644234 3 60267 130993 3632111289 1,7159E+10 7894555131 4 37217 119975 1385105089 1,4394E+10 4465109575 5 67399 150974 4542625201 2,2793E+10 10175496626 6 50483 116309 2548533289 1,3528E+10 5871627247 7 76261 125287 5815740121 1,5697E+10 9554511907 8 23937 79241 572979969 6279136081 1896791817 9 13141 32145 172685881 1033301025 422417445 10 3405 11286 11594025 127373796 38428830 11 4246 19684 18028516 387459856 83578264 12 53600 79010 2872960000 6242580100 4234936000 Total 448743 1029448 23348486177 1,1124E+11 49530442601


(56)

Perhitungan korelasi pada Tabel 5.5.dapat ditunjukkan sebagai berikut

Nilai korelasi yang diperoleh adalah positif kuat yang berarti terdapat hubungan antara keras dengan jumlah cacat pada produk.

Gambar scatter diagram antara kecacatan mata ikan dan jumlah kecacatan dapat dilihat pada Gambar 5.4.

Gambar 5.4. Scatter Diagram Mata Ikan vs Jumlah Produksi

Perhitungan korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kecacatan keras dengan jumlah cacat. Perhitungan korelasi dapat ditunjukkan pada Tabel 5.6.

(

) ( )

[

]

[

(

) ( )

]

(

)

(

)

(

) (

)

[

]

(

) (

)

8991 , 0 1029448 11 1124 . 1 12 448743 7 2334848617 12 1029448 448743 1 4953044260 12 2 2 2 2 2 2 =       + − − − = − − − =

∑ ∑

r E r y y n x x n y x xy n r


(57)

Tabel 5.6. Perhitungan Korelasi Antara Mata Ikan dan Jumlah Cacat No. Mata

Ikan(X)

Jumlah Cacat

(Y) X

2

Y2 XY

1 29755 88025 885360025 7748400625 2619183875 2 22573 76519 509540329 5855157361 1727263387 3 40842 130993 1668068964 1,7159E+10 5350016106 4 27913 119975 779135569 1,4394E+10 3348862175 5 49606 150974 2460755236 2,2793E+10 7489216244 6 37615 116309 1414888225 1,3528E+10 4374963035 7 33179 125287 1100846041 1,5697E+10 4156897373 8 21048 79241 443018304 6279136081 1667864568 9 9300 32145 86490000 1033301025 298948500 10 4767 11286 22724289 127373796 53800362 11 4632 19684 21455424 387459856 91176288 12 17073 79010 291487329 6242580100 1348937730 Total 298303 1029448 9683769735 1,1124E+11 32527129643 Perhitungan korelasi pada Tabel 5.5.dapat ditunjukkan sebagai berikut

Nilai korelasi yang diperoleh adalah positif kuat yang berarti terdapat hubungan antara mata ikan dengan jumlah cacat pada produk.

5.2.6. Peta Kontrol Atribut

Peta kontrol dibuat untuk mengetahui apakah proses dalam kendali dan untuk memonitor variasi proses secara terus-menerus. Peta p menggambarkan bagian yang ditolak karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Perhitungan untuk 12

(

) ( )

[

]

[

(

) ( )

]

(

)

(

)

(

) (

)

[

]

(

) (

)

9618 , 0 1029448 11 1124 . 1 12 1029448 9683769735 12 1029448 298303 3 3252712964 12 2 2 2 2 2 2 =       + − − − = − − − =

∑ ∑

r E r y y n x x n y x xy n r


(58)

bulan jenis kecacatan crumb rubber keras dapat dilihat pada tabel 5.7. Berdasarkan data jenis kecacatan crumb rubber keras , didapat nilai mean p (CL) sebagai berikut:

Tabel 5.7. Perhitungan Nilai Mean P Jumlah Kecacatan No Jumlah Produksi (Kg) Jumlah Kecacatan (Kg) P

1 413.261 88025 0,2130

2 382.595 76519 0,2000

3 498.073 130993 0,2630

4 489.695 119975 0,2450

5 539.192 150974 0,2800

6 494.931 116309 0,2350

7 495.204 125287 0,2530

8 412.714 79241 0,1920

9 202.170 32145 0,1590

10 97.294 11286 0,1160

11 192.985 19684 0,1020

12 397.037 79010 0,1990

4615151 1029448 2,4569

2047 , 0 12 4569 , 2 = = =

n np p

Batas kelas Atas (UCL) dan Batas Kelas Bawah (LCL) dapat dihitung seperti dibawah ini :

n ) p 1 ( p 3 p

UCL= + −

n ) p 1 ( p 3 p


(59)

Perhitungan UCL adalah sebagai berikut :

(

)

5541 , 0 12 2047 , 0 1 2047 , 0 3 2047 , 0 ) 1 ( 3 1 1 1 = − + = − + = UCL UCL n p p p UCL

Perhitungan LCL adalah sebagai berikut:

(

)

1447 , 0 12 2047 , 0 1 2047 , 0 3 2047 , 0 ) 1 ( 3 1 1 1 − = − − = − − = UCL UCL n p p p UCL 0 ≈

Nilai pada LCL yang minus dibuat menjadi 0 karena tidak ada kecacatan per produk unit yang minus jumlahnya. Minimal jumlah kecacatan per unit adalah 0 sehingga angka minus diganti dengan 0.

Tabel 5.8. Perhitungan Peta p

No Jumlah Produksi (Kg) Jumlah Kecacatan (Kg) P CL UCL LCL

1 413.261 88025 0,2130 0,5541 0,2047 0

2 382.595 76519 0,2000 0,5541 0,2047 0

3 498.073 130993 0,2630 0,5541 0,2047 0

4 489.695 119975 0,2450 0,5541 0,2047 0

5 539.192 150974 0,2800 0,5541 0,2047 0

6 494.931 116309 0,2350 0,5541 0,2047 0

7 495.204 125287 0,2530 0,5541 0,2047 0

8 412.714 79241 0,1920 0,5541 0,2047 0

9 202.170 32145 0,1590 0,5541 0,2047 0

10 97.294 11286 0,1160 0,5541 0,2047 0

11 192.985 19684 0,1020 0,5541 0,2047 0


(60)

Peta kontrol untuk produk crumb rubber dapat dilihat pada gambar 5.5.

Gambar 5.5. Peta Kontrol

5.2.7. Cause and Effect Diagram

Cause and Effect Diagram berguna untuk menganalisis dan menemukan

faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan didalam menentukan karakteristik kualitas output kerja. Sebelum dilakukan langkah-langkah perbaikan, maka terlebih dahulu harus dianalisa penyebab kecacatan produk crumb rubber dengan menggunakan diagram sebab akibat. Diagram sebab akibat untuk produk crumb rubber yang cacat dapat dilihat pada Gambar 5.6. dan Gambar 5.7. berikut:


(61)

V-83

KERAS

MATERIAL MANUSIA

MESIN

Operator tidak memeriksa mesin secara berkala Pencampuran bahan baku

tidak sesuai aturan

Operator kurang teliti

Operator kurang teliti

Kualitas bahan baku kurang baik

Umur mesin sudah tua

Suhu mesin terlalu tinggi

Gambar 5.6. Diagram Sebab-akibat Kecacatan Produk Crumb Rubber Keras

MATA IKAN MATERIAL

MANUSIA

MESIN

Operator tidak tanggap dalam mengoperasikan mesin

Operator menekan pecahan latex

Operator mengalami kelelahan

Terdapat air pada bahan baku

Suhu mesin tidak stabil

Mesin tidak bekerja secara optimal Umur mesin sudah tua

Operator kurang teliti


(62)

5.2.8. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

FMEA merupakan suatu metode yang sistematik dalam mengidentifikasi dan mencegah masalah yang terjadi pada produk dan proses. Tujuan dari penerapan FMEA adalah mencegah masalah terjadi pada proses dan produk. Tahapan pembuatan FMEA yaitu sebagai berikut:

5.2.8.1. Penentuan Jenis Kegagalan yang Potensial Pada Setiap Proses Dari diagram pareto pada gambar 5.2. diperoleh dua jenis kecacatan yang berpotensial besar terjadi selama proses produksi di lantai produksi yaitu keras dan mata ikan. Dilakukan analisis penyebab kecacatan dengan menggunakan diagram sebab-akibat yang dapat dilihat pada gambar 5.6. dan gambar 5.7.

5.2.8.2. Penentuan Dampak/Efek yang Ditimbulkan oleh Kegagalan

Berdasarkan dua jenis kecacatan yang ada, maka dapat ditentukan efek yang dapat ditimbulkan jika kecacatan ini ditemukan, yaitu sebagai berikut : 1. Produk keras, sehingga produk tidak dapat diolah menjadi produk jadi dan

produk tidak diterima oleh konsumen. Produk keras dapat diproduksi ulang (rework) untuk jenis kecacatan “keras”.


(63)

2. Tampilan produk tidak menarik, produk pasti dikembalikan oleh konsumen dan produk yang terdapat mata ikan 100 % dapat diproduksi ulang (rework) untuk jenis kecacatan “mata ikan”.

5.2.8.3. Penentuan Nilai Efek Kegagalan (Severity, S)

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak perusahaan, dapat ditentukan nilai efek kegagalan (severity) dari kedua jenis kecacatan tersebut. Kriteria pemberian rating dapat dilihat pada lampiran. Alasan pemberian rating

berdasarkan pada lampiran adalah sebagai berikut : 1. Keras, memiliki efek yang ditimbulkan yaitu :

Produk tidak dapat diolah, sehingga mengganggu fungsi produk secara keseluruhan, produk tidak diterima oleh konsumen dan produk keras dapat diproduksi ulang (rework). Maka, diberikan nilai 5.

2. Mata ikan, memiliki efek yang ditimbulkan yaitu :

Tampilan produk tidak menarik, produk pasti dikembalikan oleh konsumen dan produk terdapat mata ikan 100 % dapat diproduksi ulang (rework). Maka, diberikan nilai 5.

5.2.8.4. Identifikasi Penyebab Kecacatan dari Kegagalan

Berdasarkan diagram sebab-akibat pada gambar 5.6. dan 5.7. diperoleh penyebab utama terjadinya kegagalan yaitu :


(64)

1. Produk tidak dapat diolah, sehingga mengganggu fungsi produk secara keseluruhan, produk tidak diterima oleh konsumen dan produk keras dapat diproduksi ulang (rework). Disebabkan oleh :

a. Suhu mesin dryer tinggi

b. Operator tidak memeriksa mesin dryer secara berkala

2. Untuk efek “Tampilan produk tidak menarik, produk pasti dikembalikan oleh konsumen dan produk terdapat mata ikan 100 % dapat diproduksi ulang (rework)”. Disebabkan oleh :

a. Operator menekan pecahan latex saat dimasukkan kedalam box

b. Mesin tidak bekerja optimal

5.2.8.5. Penentuan Nilai Peluang Kegagalan (Occurance, O)

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak perusahaan, dapat ditentukan nilai peluang kegagalan (Occurance) dari jenis kegagalan tersebut. Pedoman pemberian nilai dapat dilihat di lampiran. Adapun alasan pemberian nilai peluang kegagalan (occurance) adalah sebagai berikut :

1. Suhu mesin dryer tinggi diberikan nilai 7, dikarenakan penyebab ini dapat ditemukan terjadi sekali dalam kurang lebih 20 pengamatan. Berdasarkan tabel pada lampiran, termasuk dalam kategori sedang dengan nilai 7.

2. Operator tidak memeriksa mesin dryer secara berkala diberikan nilai 5, dikarenakan penyebab ini dapat ditemukan terjadi sekali dalam kurang lebih


(65)

400 pengamatan. Berdasarkan tabel pada lampiran, termasuk dalam kategori sedang dengan nilai 5.

3. Operator menekan pecahan latex saat dimasukkan kedalam box diberikan nilai 7, dikarenakan penyebab ini dapat ditemukan terjadi sekali dalam kurang lebih 20 pengamatan. Berdasarkan tabel pada lampiran, termasuk dalam kategori sedang dengan nilai 7.

4. Mesin tidak bekerja optimal diberikan nilai 6, dikarenakan penyebab ini dapat ditemukan terjadi sekali dalam kurang lebih 80 pengamatan. Berdasarkan tabel pada lampiran, termasuk dalam kategori sedang dengan nilai 6.

5.2.8.6. Identifikasi Metode Pengendalian Kegagalan

Dengan memperhatikan penyebab kegagalan dari diagram sebab-akibat pada gambar 5.6. dan gambar 5.7, maka dapat dilakukan pengendalian (kontrol penyebab) terjadinya kegagalan yang dapat dilakukan oleh operator ataupun pihak perusahaan yang bertujuan untuk meminimumkan resiko kegagalan tersebut yang dapat dilihat pada tabel 5.9.berikut :


(66)

Tabel 5.9. Identifikasi Metode Deteksi Kegagalan Mode

Kegagalan Efek Kegagalan

Penyebab

Kegagalan Metode Deteksi

Keras

Produk tidak dapat diolah, sehingga mengganggu fungsi produk secara keseluruhan, produk tidak diterima oleh konsumen dan produk keras dapat diproduksi

ulang (rework)

Suhu mesin

dryer tinggi

Memeriksa mesin saat dilakukannya proses

produksi Operator

tidak memeriksa mesin dryer

secara berkala Operator memperhatikan suhu mesin Mata ikan

Tampilan produk tidak menarik, produk pasti dikembalikan oleh konsumen dan produk terdapat mata ikan 100 % dapat diproduksi

ulang (rework)

Operator menekan pecahan

latex saat dimasukkan kedalam box

Memperhatikan pecahan latex saat dimasukkan kedalam

box

Mesin tidak bekerja optimal

Periksa apakah mesin dalam kondisi yang


(67)

5.2.8.7. Penentuan Nilai Deteksi Kegagalan (Detection, D)

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak perusahaan, dapat ditentukan nilai deteksi kegagalan (Detection) dari kedua jenis kegagalan tersebut. Kriteria pemberian rating dapat dilihat pada lampiran, pemberian nilai rating


(68)

Tabel 5.10. Penilaian Deteksi Kegagalan (Detection, D) Mode

Kegagalan Efek Kegagalan

Penyebab

Kegagalan Metode Deteksi D

Keras

Produk tidak dapat diolah, sehingga mengganggu fungsi produk secara keseluruhan, produk tidak diterima oleh konsumen dan produk keras dapat diproduksi

ulang (rework)

Suhu mesin

dryer tinggi

Memeriksa mesin saat dilakukannya proses produksi 4 Operator tidak memeriksa mesin dryer

secara berkala Operator memperhatikan suhu mesin 3 Mata ikan

Tampilan produk tidak menarik, produk pasti dikembalikan oleh konsumen dan produk terdapat mata ikan 100 % dapat diproduksi

ulang (rework)

Operator menekan pecahan

latex saat dimasukkan kedalam box

Memperhatikan pecahan latex saat dimasukkan kedalam box 7 Mesin tidak bekerja optimal

Periksa apakah mesin dalam kondisi yang

baik atau tidak


(69)

Alasan penilaian yang diberikan untuk 4 kendali (deteksi) seperti diatas yaitu sebagai berikut :

1. Memeriksa mesin saat dilakukannya proses produksi diberikan nilai 4. Dikarenakan kendali yang dilakukan memerlukan inspeksi yang sangat hati-hati dengan indra manusia.

2. Operator memperhatikan suhu mesin diberikan nilai 3. Dikarenakan kendali yang yang dilakukan dapat dengan mudah dilakukan dengan pengamatan langsung.

3. Memperhatikan pecahan latex saat dimasukkan kedalam box diberikan nilai 7. Dikarenakan kendali yang dilakukan memerlukan inspeksi dan/ atau pembongkaran.

4. Periksa apakah mesin dalam kondisi yang baik atau tidak diberikan nilai 3. Dikarenakan kendali yang dilakukan dapat dengan mudah dilakukan dengan pengamatan langsung.

5.2.8.8. Menghitung Nilai RPN (Risk Priority Number)

Dihitung nilai RPN (risk priority number) melalu hasil perkalian antara

rating severity (S), occurance (O) dan detection (D) untuk menentukan prioritas dalam rekomendasi tindakan perbaikan. Contoh perhitungan nilai RPN (Risk Priority Number) untuk mode kegagalan keras yaitu :


(70)

RPN = S x O x D = 5 x 7 x 4 = 140

Perhitungan RPN (Risk Priority Number) selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.11.berikut :


(71)

Tabel 5.11. FMEA Produk Crumb Rubber Mode

Kegagalan Efek Kegagalan S

Penyebab

Kegagalan O Metode Deteksi D RPN

Keras

Produk tidak dapat diolah, sehingga mengganggu fungsi produk secara keseluruhan, produk tidak diterima oleh konsumen dan produk keras

dapat diproduksi ulang (rework) 5

Suhu mesin

dryer tinggi 7

Memeriksa mesin saat dilakukannya proses produksi

4 140 Operator tidak

memeriksa mesin dryer

secara berkala 5

Operator memperhatikan

suhu mesin

3 75

Mata ikan

Tampilan produk tidak menarik, produk pasti dikembalikan oleh

konsumen dan produk terdapat mata ikan 100 % dapat diproduksi

ulang (rework)

5

Operator menekan pecahan latex

saat dimasukkan kedalam box

7

Memperhatikan pecahan latex saat

dimasukkan kedalam box

7 245

Mesin tidak bekerja optimal 6

Periksa apakah mesindalam kondisi yang baik

atau tidak

3 90

Keterangan :


(72)

O (Occurance): Frekuensi terjadinya kegagalan D (Detection) : Tingkat kegagalan dapat dideteksi


(73)

5.2.8.9. Fuzzy Failure Mode and Effect Analysis (Fuzzy FMEA)

Logika fuzzy pada FMEA merupakan suatu cara yang tepat untuk menentukan suatu ruang input ke dalam suatu ruang output. Input dalam pendekatan logika fuzzy ini diperoleh atas nilai efek kegagalan (severity), peluang kegagalan (occurance) dan deteksi kegagalan (detection) dari tahap FMEA.

5.2.8.9.1. Proses Fuzzifikasi

Proses Fuzzifikasi yang dilakukan menggunakan metode Mamdani sering dikenal sebagai metode Maximum-Minimum. Dikarenakan variabel inputnya dibagi atas 3 himpunan fuzzy, yaitu untuk variabel S (severity), O (occurance) dan D (detection) dimana varibel outputnya memiliki satu himpunan

fuzzy, yaitu Fuzzy Risk Priority Number (FRPN). Pada metode ini digunakan fungsi implikasi minimum.

5.2.8.9.2. Pembuatan Himpunan Input Fuzzy

Terdapat tiga variabel fuzzy yang akan dimodelkan, yaitu S (severity), O (occurance) dan D (detection). Ketiga variabel ini merupakan variabel input

dengan nilai masing-masing antara 1 sampai dengan 10. Nilai tersebut akan dibagi atas lima kategori, yaitu :

1. Very Low (VL) atau Sangat Rendah 2. Low (L) atau Rendah

3. Moderate (M) atau Menengah


(74)

5. Vey High (VH) atau Sangat Tinggi

Penilaian untuk setiap kategori indeks bilangan crisp S (severity), O (occurance) dan D (detection) dapat dilihat pada tabel 5.12. dibawah ini. Sebagai contoh untuk rangking S (severity) adalah 1, rangking O (occurance) adalah 1 dan rangking D (detection) adalah 1 diperoleh kategorinya adalah Very Low (VL) atau Sangat Rendah.

Tabel 5.12. Kategori Variabel Input Rangking

Kategori Severity (S) Occurance (O) Detection (D)

1 1 1 VL

2,3 2,3 2,3 L

4,5,6 4,5,6 4,5,6 M

7,8 7,8 7,8 H

9,10 9,10 9,10 VH

Parameter untuk fungsi keanggotaan variabel input dapat dilihat pada tabel 5.13.

Tabel 5.13. Parameter Fungsi Keanggotaan Variabel Input

Kategori Tipe Kurva Parameter

VL Bahu/Trapesium [0; 0; 1; 2,5]

L Segitiga [1; 2,5; 4,5]

M Trapesium [2,5; 4,5; 5,5; 7,5]

H Segitiga [5,5; 7,5; 9]

VH Bahu/Trapesium [7,5; 9; 10; 10]


(75)

Perhitungan fungsi keanggotaan input dibuat berdasarkan tipe kurva yang ditunjukkan pada tabel 5.14. untuk setiap kategori sebagai berikut :

a. Very Low (VL) f (x; 0, 0, 1, 2.5) =

Nilai keanggotaan input 1 = 1

Nilai keanggotaan input 2 = (2,5-2) / (2,5-1) = 0,33 Nilai keanggotaan input 3 = 0

Nilai keanggotaan input 4 = 0 Nilai keanggotaan input 5 = 0 Nilai keanggotaan input 6 = 0 Nilai keanggotaan input 7 = 0 Nilai keanggotaan input 8 = 0 Nilai keanggotaan input 9 = 0 Nilai keanggotaan input 10 = 0

b. Low (L)


(76)

Nilai keanggotaan input 1 = 0

Nilai keanggotaan input 2 = (2-1) / (2,5-1) = 0,67 Nilai keanggotaan input 3 = (4,5-3) / (4,5-2,5) = 0,75 Nilai keanggotaan input 4 = (4,5-4) / (4,5-2,5) = 0,25 Nilai keanggotaan input 5 = 0

Nilai keanggotaan input 6 = 0 Nilai keanggotaan input 7 = 0 Nilai keanggotaan input 8 = 0 Nilai keanggotaan input 9 = 0 Nilai keanggotaan input 10 = 0

c. Moderate (M)

f (x; 2.5, 4.5, 5.5, 7.5) =

Nilai keanggotaan input 1 = 0 Nilai keanggotaan input 2 = 0

Nilai keanggotaan input 3 = (3-2,5) / (4,5-2,5) = 0,25 Nilai keanggotaan input 4 = (4-2,5) / (4,5-2,5) = 0,75 Nilai keanggotaan input 5 = 1


(77)

Nilai keanggotaan input 6 = (7,5-6) / (7,5-5,5) = 0,75 Nilai keanggotaan input 7 = (7,5-7) / (7,5-5,5) = 0,25 Nilai keanggotaan input 8 = 0

Nilai keanggotaan input 9 = 0 Nilai keanggotaan input 10 = 0

d. High (H)

f (x; 5.5, 7.5, 9) =

Nilai keanggotaan input 1 = 0 Nilai keanggotaan input 2 = 0 Nilai keanggotaan input 3 = 0 Nilai keanggotaan input 4 = 0 Nilai keanggotaan input 5 = 0

Nilai keanggotaan input 6 = (6-5,5) / (7,5-5,5) = 0,25 Nilai keanggotaan input 7 = (7-5,5) / (7,5-5,5) = 0,75 Nilai keanggotaan input 8 = (9-8) / (9-7,5) = 0,67 Nilai keanggotaan input 9 = 0


(78)

e. Very High (VH) f (x; 7.5, 9, 10, 10) =

Nilai keanggotaan input 1 = 1 Nilai keanggotaan input 2 = 0 Nilai keanggotaan input 3 = 0 Nilai keanggotaan input 4 = 0 Nilai keanggotaan input 5 = 0 Nilai keanggotaan input 6 = 0 Nilai keanggotaan input 7 = 0

Nilai keanggotaan input 8 = (8-7,5) / (9-7,5) = 0,33 Nilai keanggotaan input 9 = 1

Nilai keanggotaan input 10 = 1

5.2.8.9.4. Pembuatan Himpunan Output Fuzzy

Nilai tertinggi untuk masing-masing input S (severity), O (occurance) dan D (detection) adalah 10, maka batas nilai output (FRPN) yang tertinggi adalah 1000. Rentang nilai output FRPN adalah 1-1000. Nilai output FRPN dibagi atas Sembilan kategori, yaitu :


(79)

2. Very Low-Low (VLL) 3. Low (L)

4. Low-Moderate (L-M)

5. Moderate (M)

6. Moderate-High (M-H)

7. High (H)

8. High-Very High (H-VH)

9. Very-High (VH)

Parameter untuk fungsi keanggotaan variabel output dapat dilihat pada tabel 5.14.

Tabel 5.14. Parameter Fungsi Keanggotaan Variabel Output

Kategori Tipe Kurva Parameter

VL Bahu/Trapesium [0, 0, 25, 75]

VL-L Segitiga [25, 75, 125]

L Segitiga [75, 125, 200]

L-M Segitiga [125, 200, 300]

M Segitiga [200, 300, 400]

M-H Segitiga [300, 400, 500]

H Segitiga [400, 500, 700]

H-VH Segitiga [500, 700, 900]

VH Bahu/Trapesium [700, 900, 1000, 1000]


(80)

Perhitungan fungsi keanggotaan output dibuat berdasarkan tipe kurva yang ditunjukkan pada tabel 5.13. untuk setiap kategori sebagai berikut :

a. Very Low (VL) f (x; 0, 0, 25, 75) =

b. Very Low-Low (VL-L)

f (x; 25, 75, 125) =

c. Low (L)

f (x; 75, 125, 200) =

d. Low-Moderate (L-M)

f (x; 125, 200, 300) =

e. Moderate (M)

f (x; 200, 300, 400) =

f. Moderate-High (M-H)


(81)

g. High (H)

f (x; 400, 500, 700) =

h. High-Very High (H-VH)

f (x; 500, 700, 900) =

i. Very High (VH)

f(x;700,900,1000,1000)=

Dalam merepresentasikan variabel output, digunakan representasi kurva bentuk bangun untuk variabel Very Low (VL) dan Very High (VH) untuk mengakhiri vaiabel suatu daerah fuzzy. Kurva segitiga digunakan untuk merepresentasikan variabel Very Low-Low (VL-L), Low (L), Low Moderate (LM),

Moderate (M), Moderate High (M-H), High (H) dan High-Very High (H-VH). Representasi variabel output dapat dilihat pada gambar 5.8.


(82)

Gambar 5.8. Representasi Variabel Output

5.2.8.9.6. Fuzzy Rules (Aturan Fuzzy)

Fuzzy rules adalah suatu aturan yang menggambarkan tingkat kekritisan dari sebuah kegagalan untuk setiap kombinasi variabel input. Aturan-aturan ini secara konvensioanal diformulasikan dalam bentuk linguistik dan diekspresikan dalam bentuk if – then. Karena terdapat tiga variabel input yang digunakan, yaitu S (Severity), O (Occurance) dan D (Detection) dengan masing-masing variabel mempunyai 5 kategori untuk setiap variabel input tersebut, maka terdapat 125 aturan yang diterapkan pada fuzzy rules ini. Sebagai contoh nilai variabel input S (Severity) adalah Very Low (VL), O (Occurance) adalah Very Low (VL) dan D (Detection) adalah Very Low (VL). Maka diperoleh nilai variabel output FRPN berdasaran fuzzy rules adalah Very Low (VL). Fuzzy rules selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.15.

Tabel 5.15. Aturan Nilai Variabel Input Berdasarkan Fuzzy Rules

No. S O D Fuzzy RPN

1 Very Low (VL) Very Low (VL) Very Low (VL) Very Low (VL) domain


(83)

2 Very Low (VL) Very Low (VL) Low (L) Very Low (VL) 3 Very Low (VL) Very Low (VL) Moderate (M) Very Low (VL)

4 Very Low (VL) Very Low (VL) High (H) Very Low-Low (VL-L)

5 Very Low (VL) Very Low (VL) Very High (VH) Very Low-Low (VL-L)

6 Very Low (VL) Low (L) Very Low (VL) Very Low (VL)

7 Very Low (VL) Low (L) Low (L) Very Low-Low (VL-L)

8 Very Low (VL) Low (L) Moderate (M) Very Low-Low (VL-L)

9 Very Low (VL) Low (L) High (H) Low (L)

10 Very Low (VL) Low (L) Very High (VH) Low (L)

11 Very Low (VL) Moderate (M) Very Low (VL) Very Low (VL)

12 Very Low (VL) Moderate (M) Low (L) Very Low-Low (VL-L)

13 Very Low (VL) Moderate (M) Moderate (M) Low (L)

14 Very Low (VL) Moderate (M) High (H) Low (L)

15 Very Low (VL) Moderate (M) Very High (VH) Low (L)

16 Very Low (VL) High (H) Very Low (VL) Very Low-Low (VL-L)

17 Very Low (VL) High (H) Low (L) Low (L)

18 Very Low (VL) High (H) Moderate (M) Low (L)

19 Very Low (VL) High (H) High (H) Low-Moderate (L-M)

20 Very Low (VL) High (H) Very High (VH) Low-Moderate (L-M)

21 Very Low (VL) Very High (VH) Very Low (VL) Very Low-Low (VL-L)

22 Very Low (VL) Very High (VH) Low (L) Low (L)

23 Very Low (VL) Very High (VH) Moderate (M) Low (L)

24 Very Low (VL) Very High (VH) High (H) Low-Moderate (L-M)

25 Very Low (VL) Very High (VH) Very High (VH) Moderate (M)

26 Low (L) Very Low (VL) Very Low (VL) Low (L)

27 Low (L) Very Low (VL) Low (L) Low (L)

28 Low (L) Very Low (VL) Moderate (M) Low (L)

29 Low (L) Very Low (VL) High (H) Low-Moderate (L-M)

30 Low (L) Very Low (VL) Very High (VH) Low-Moderate (L-M)

31 Low (L) Low (L) Very Low (VL) Low (L)

32 Low (L) Low (L) Low (L) Low-Moderate (L-M)

33 Low (L) Low (L) Moderate (M) Low-Moderate (L-M)

34 Low (L) Low (L) High (H) Moderate (M)

35 Low (L) Low (L) Very High (VH) Moderate (M)

36 Low (L) Moderate (M) Very Low (VL) Low (L)

37 Low (L) Moderate (M) Low (L) Low-Moderate (L-M)


(84)

Tabel 5.15. Aturan Nilai Variabel Input Berdasarkan Fuzzy Rules (Lanjutan)

No. S O D Fuzzy RPN

39 Low (L) Moderate (M) High (H) Moderate (M)

40 Low (L) Moderate (M) Very High (VH) Moderate (M)

41 Low (L) High (H) Very Low (VL) Moderate (M)

42 Low (L) High (H) Low (L) Moderate (M)

43 Low (L) High (H) Moderate (M) Moderate (M)

44 Low (L) High (H) High (H) Moderate-High (M-H)

45 Low (L) High (H) Very High (VH) Moderate-High (M-H)

46 Low (L) Very High (VH) Very Low (VL) Low-Moderate (L-M)

47 Low (L) Very High (VH) Low (L) Moderate (M)

48 Low (L) Very High (VH) Moderate (M) Moderate (M)

49 Low (L) Very High (VH) High (H) Moderate-High (M-H)

50 Low (L) Very High (VH) Very High (VH) High (H)

51 Moderate (M) Very Low (VL) Very Low (VL) Moderate (M)

52 Moderate (M) Very Low (VL) Low (L) Moderate (M)

53 Moderate (M) Very Low (VL) Moderate (M) Moderate (M)

54 Moderate (M) Very Low (VL) High (H) Moderate-High (M-H)

55 Moderate (M) Very Low (VL) Very High (VH) Moderate-High (M-H)

56 Moderate (M) Low (L) Very Low (VL) Moderate (M)

57 Moderate (M) Low (L) Low (L) Moderate-High (M-H)

58 Moderate (M) Low (L) Moderate (M) Moderate-High (M-H)

59 Moderate (M) Low (L) High (H) High (H)

60 Moderate (M) Low (L) Very High (VH) High (H)

61 Moderate (M) Moderate (M) Very Low (VL) Moderate (M)

62 Moderate (M) Moderate (M) Low (L) Moderate-High (M-H)

63 Moderate (M) Moderate (M) Moderate (M) High (H)

64 Moderate (M) Moderate (M) High (H) High (H)

65 Moderate (M) Moderate (M) Very High (VH) High (H)

66 Moderate (M) High (H) Very Low (VL) Moderate-High (M-H)

67 Moderate (M) High (H) Low (L) High (H)

68 Moderate (M) High (H) Moderate (M) High (H)

69 Moderate (M) High (H) High (H) High-Very High (H-VH)

70 Moderate (M) High (H) Very High (VH) High-Very High (H-VH)

71 Moderate (M) Very High (VH) Very Low (VL) High (H)


(85)

73 Moderate (M) Very High (VH) Moderate (M) High (H)

74 Moderate (M) Very High (VH) High (H) High-Very High (H-VH)

75 Moderate (M) Very High (VH) Very High (VH) Very High (VH)

76 High (H) Very Low (VL) Very Low (VL) High (H)

Tabel 5.15. Aturan Nilai Variabel Input Berdasarkan Fuzzy Rules (Lanjutan)

No. S O D Fuzzy RPN

77 High (H) Very Low (VL) Low (L) High (H)

78 High (H) Very Low (VL) Moderate (M) High (H)

79 High (H) Very Low (VL) High (H) High-Very High (H-VH)

80 High (H) Very Low (VL) Very High (VH) High-Very High (H-VH)

81 High (H) Low (L) Very Low (VL) High (H)

82 High (H) Low (L) Low (L) High-Very High (H-VH)

83 High (H) Low (L) Moderate (M) High-Very High (H-VH)

84 High (H) Low (L) High (H) Very High (VH)

85 High (H) Low (L) Very High (VH) Very High (VH)

86 High (H) Moderate (M) Very Low (VL) High (H)

87 High (H) Moderate (M) Low (L) High-Very High (H-VH)

88 High (H) Moderate (M) Moderate (M) Very High (VH)

89 High (H) Moderate (M) High (H) Very High (VH)

90 High (H) Moderate (M) Very High (VH) Very High (VH)

91 High (H) High (H) Very Low (VL) High-Very High (H-VH)

92 High (H) High (H) Low (L) Very High (VH)

93 High (H) High (H) Moderate (M) Very High (VH)

94 High (H) High (H) High (H) Very High (VH)

95 High (H) High (H) Very High (VH) Very High (VH)

96 High (H) Very High (VH) Very Low (VL) High-Very High (H-VH)

97 High (H) Very High (VH) Low (L) Very High (VH)

98 High (H) Very High (VH) Moderate (M) Very High (VH)

99 High (H) Very High (VH) High (H) Very High (VH)

100 High (H) Very High (VH) Very High (VH) Very High (VH) 101 Very High (VH) Very Low (VL) Very Low (VL) Very High (VH)

102 Very High (VH) Very Low (VL) Low (L) Very High (VH)

103 Very High (VH) Very Low (VL) Moderate (M) Very High (VH)

104 Very High (VH) Very Low (VL) High (H) Very High (VH)

105 Very High (VH) Very Low (VL) Very High (VH) Very High (VH)


(1)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

1.1. Jumlah Rework pada Tahun 2015 ... I-2 3.1. Stratifikasi ... III-5 3.2. Check Sheet ... III-7 5.1. Data Produksi Produk Crumb Rubber ... V-1 5.2. Data Kecacatan Produk yang di Rework ... V-2 5.3. Jumlah Total Kecacatan Crumb Rubber ... V-3 5.4. Pengurutan Jenis Kecacatan Crumb Rubber ... V-4 5.5. Perhitungan Korelasi Antara Keras dan Jumlah Cacat ... V-6 5.6. Perhitungan Korelasi Antara Mata Ikan dan Jumlah Cacat ... V-8 5.7. Perhitungan Nilai Mean P Jumlah Kecacatan ... V-9 5.8. Perhitungan Peta p ... V-10 5.9. Identifikasi Metode Deteksi Kegagalan ... V-17 5.10. Penilaian Deteksi Kegagalan (Detection, D) ... V-19 5.11. FMEA Produk Crumb Rubber ... V-22 5.12. Kategori Variabel Input ... V-24 5.13. Parameter Fungsi Keanggotaan Variabel Input ... V-24 5.14. Parameter Fungsi Keanggotaan Variabel Output ... V-29 5.15. Aturan Nilai Variabel Input Berdasarkan Fuzzy Rules ... V-32 5.16. Nilai Variabel Input Proses FMEA ... V-35


(2)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.17. Evaluasi Variabel Input (S=5, O=7, D=4) ... V-36 5.18. Aturan yang Memiliki Daerah Hasil Fungsi Minimum ... V-40 5.19. Evaluasi Variabel Input (S=5, O=5, D=3) ... V-47 5.20. Aturan yang Memiliki Daerah Hasil Fungsi Minimum ... V-51 5.21. Evaluasi Variabel Input (S=5, O=7, D=7) ... V-56 5.22. Aturan yang Memiliki Daerah Hasil Fungsi Minimum ... V-60 5.23. Evaluasi Variabel Input (S=5, O=6, D=3) ... V-67 5.24. Aturan yang Memiliki Daerah Hasil Fungsi Minimum ... V-71 5.25. Fuzzy FMEA Produk Crumb Rubber ... V-79 6.1. Perbandingan Kategori Nilai RPN dan Fuzzy RPN ... VI-5 6.2. Perbandingan Tindakan Aktual dan Usulan ... VI-7 6.3. Standard Operating Prosedure (SOP) ... VI-8


(3)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Struktur Organisasi PT. SOCFINDO Kebun Tanah Besih .... II-4 3.1. Diagram Histogram ... III-7 3.2. Diagram Pareto ... III-9 3.3. Diagram Scatter ... III-10 3.4. Peta Kontrol Kontrol X dan R ... III-11 3.5. Peta P ... III-14 3.6. Peta Kontrol U ... III-16 3.7. Fish Bone Diagram ... III-18 3.8. Representasi Linear Naik ... III-23 3.9. Representasi Linear Turun ... III-23 3.10. Kurva Segitiga ... III-24 3.11. Kurva Trapesium ... III-24 3.12. Komposisi aturan Fuzzy : Metode MAX ... III-27 3.13. Proses Defuzzy ... III-28 4.1. Kerangka Berpikir ... IV-2 4.2. Blok Diagram Prosedur Penelitian ... IV-3 4.3. Block Diagram Pengolahan Data ... IV-5 5.1. Histogram Jenis Kecacatan Crumb rubber ... V-4 5.2. Pareto Diagram Jenis Kecacatan ... V-5


(4)

DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)

GAMBAR HALAMAN

5.4. Scatter Diagram Mata Ikan vs Jumlah Produksi ... V-7 5.5. Peta Kontrol ... V-11 5.6. Diagram Sebab-akibat Kecacatan Produk Crumb Rubber

Keras ... V-12 5.7. Diagram Sebab-akibat Kecacatan Produk Crumb Rubber

Mata Ikan ... V-12 5.8. Representasi Variabel Output ... V-31 5.9. Grafik Fungsi Output Aturan 62 ... V-41 5.10. Grafik Fungsi Output Aturan 63 dan 67 ... V-42 5.11. Grafik Fungsi Output Aturan 68 ... V-43 5.12. Komposisi Semua Output untuk Input S=5, O=7 dan D=4 ... V-43 5.13. Solusi Daerah Fuzzy untuk Input S=5, O=7 dan D=4 ... V-44 5.14. Grafik Fungsi Output Aturan 62 ... V-52 5.15. Grafik Fungsi Output Aturan 63 ... V-53 5.16. Komposisi Semua Output untuk Input S=5, O=5 dan D=3 ... V-53 5.17. Solusi Daerah Fuzzy untuk Input S=5, O=5 dan D=3 ... V-54 5.18. Grafik Fungsi Output Aturan 63, 64 dan 68 ... V-61 5.19. Grafik Fungsi Output Aturan 63, 64 dan 68 ... V-62 5.20. Komposisi Semua Output untuk Input S=5, O=7 dan D=7 ... V-63 5.21. Solusi Daerah Fuzzy untuk Input S=5, O=7 dan D=7 ... V-64


(5)

DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)

GAMBAR HALAMAN

5.22. Grafik Fungsi Output Aturan 63 dan 68 ... V-72 5.23. Grafik Fungsi Output Aturan 63 dan 68 ... V-73 5.24. Grafik Fungsi Output Aturan 69 ... V-74 5.25. Komposisi Semua Output untuk Input S=5, O=6 dan D=3 ... V-74 5.26. Solusi Daerah Fuzzy untuk Input S=5, O=6 dan D=3 ... V-75 6.1. Pareto Diagram Produk Crumb Rubber ... VI-10 6.2. Diagram Sebab-akibat Kecacatan Produk Crumb Rubber

Keras ... VI-10 6.3. Diagram Sebab-akibat Kecacatan Produk Crumb Rubber

Mata Ikan ... VI-10 6.4. Flowchart Standard Operational Procedure (SOP) ... VI-10


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN

1. Tabel FMEA ... L-1 2. Surat Permohonan Tugas Sarjana ... L-2 3. Formulir Penetapan Tugas Sarjana ... L-3 4. Surat Permohonan Riset Tugas Sarjana ... L-4 5. Surat Balasan Penerimaan Riset Tugas Sarjana ... L-5 6. Surat Keputusan Tugas Sarjana Mahasiswa ... L-6 7. Form Asistensi Dosen Pembimbing I ... L-7 8. Form Asistensi Dosen Pembimbing II ... L-8


Dokumen yang terkait

Penerapan Metode Statistiqal Quality Control (SQC) dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Dalam Perbaikan Kualitas Produk di PT. Tirta Sibayakindo

40 207 145

Analisa dan Penerapan Statistical Quality Control (SQC) dengan Perbaikan Kualitas Smoke Sheet di PTPN III Kebun Gunung Para

2 47 162

Analisa Pengendalian Kualitas Produk untuk Memperbaiki Rework dengan Metode Statistical Quality Control (SQC) dan Metode Fuzzy FMEA pada PT. Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih

0 0 19

Analisa Pengendalian Kualitas Produk untuk Memperbaiki Rework dengan Metode Statistical Quality Control (SQC) dan Metode Fuzzy FMEA pada PT. Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih

0 0 1

Analisa Pengendalian Kualitas Produk untuk Memperbaiki Rework dengan Metode Statistical Quality Control (SQC) dan Metode Fuzzy FMEA pada PT. Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih

0 0 6

Analisa Pengendalian Kualitas Produk untuk Memperbaiki Rework dengan Metode Statistical Quality Control (SQC) dan Metode Fuzzy FMEA pada PT. Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih

0 1 11

Analisa Pengendalian Kualitas Produk untuk Memperbaiki Rework dengan Metode Statistical Quality Control (SQC) dan Metode Fuzzy FMEA pada PT. Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih

0 1 1

Analisa Pengendalian Kualitas Produk untuk Memperbaiki Rework dengan Metode Statistical Quality Control (SQC) dan Metode Fuzzy FMEA pada PT. Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih

0 0 13

Analisa Pengendalian Kualitas Dengan Menggunakan Metode Statistical Quality Control (SQC)

1 2 8

PENGGUNAAN METODE STATISTICAL QUALITY CONTROL (SQC) UNTUK PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK

0 0 7