Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.
makna kata patriarki patriarch. Sistem ini membuat perempuan tidak berdaya atau tidak memiliki kekuasaan untuk menolak sesuatu yang menjadi keputusan laki-laki.
Dan di dalam rumah tangga laki-laki juga yang menentukan apakah mereka mau menggunakan alat kontrasepsi atau tidak. Koentjaraningrat 1984 dalam Yustina
2007 memberi contoh sistem sosial patriarki yang kuat di indonesia, yakni suku Batak. Suku ini sangat dikenal dengan sistem patrilineal menurut garis ayah yang
terkuat di Indonesia. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana
pengetahuan, sikap dan tindakan pria terhadap penggunaan alat kontrasepsi di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi perumusan masalah adalah sebagai berikut : “Bagaimanakah perilaku pria, dikaitkan dengan masih
rendahnya penggunaan alat kontrasepsi di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009 “.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.
Untuk mengetahui perilaku pria dikaitkan dengan masih rendahnya penggunaan alat kontrasepsi di di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten
Karo Tahun 2009.
1.3.2. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui pengetahuan pria terhadap penggunaan alat kontrasepsi di
Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009. 2.
Untuk mengetahui sikap para pria terhadap penggunaan alat kontrasepsi di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009.
3. Untuk mengetahui tindakan para pria terhadap penggunaan alat kontrasepsi di
Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Untuk menambah wawasan dan pengalaman bagi peneliti.
2. Sebagai bahan informasi bagi penduduk Desa Barus Jahe terhadap penggunaan
alat kontrasepsi pria, sehingga meningkatkan partisipasi pria dalam program KB.
3. Sebagai bahan masukan bagi Badan Kependudukan, Catatan Sipil, KB dan
Keluarga Sejahtera Kabupaten Karo untuk perencanaan Program Keluarga Berencana KB.
4. Sebagai referensi dan bahan masukan bagi tenaga kesehatan di wilayah kerja
Puskesmas Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo untuk upaya peningkatan partisipasi pria dalam menggunakan alat kontrasepsi.
BAB II
Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku
Perilaku menurut Kwick 1974 dalam Notoatmodjo 1993 menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati
dan bahkan dapat dipelajari. Di dalam proses pembentukan atau perubahan perilaku tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar
individu itu sendiri. Faktor-faktor itu sendiri antara lain seperti persepsi, motivasi, proses belajar, lingkungan dan sebagainya.
2.1.1. Beberapa Teori Determinan Perilaku
Green 1980 menganalisis perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan. Bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu
faktor perilaku Behaviour causes dan faktor diluar perilaku Non behaviour couses. Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yaitu :
1. Faktor-faktor predisposisi Predisposing factors Yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku
seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya. Misalnya seorang ibu mau menggunakan alat kontrasepsi karena ibu
tersebut tahu dengan menggunakan alat kontrasepsi kelahiran anak dapat dibatasi. Tanpa adanya pengetahuan-pengetahuan seperti ini mungkin ibu tersebut tidak
akan menggunakan alat kontrasepsi.
Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.
2. Faktor-faktor pendukung Enabling factors
Adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana
atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan misalnya Puskesmas, Posyandu, Rumah sakit, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi dan sebagainya.
3. Faktor-faktor penguat Reinforcing factors
Adalah faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang- kadang, meskipun seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi
tidak melakukannya. Misalnya seorang ibu mengetahui banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dengan menggunakan alat kontrasepsi tetapi ibu tersebut
tidak menggunakan alat kontrasepsi karena, ibu lurah atau ketua RT yang ada di desa mereka tidak menggunakan alat kontrasepsi dan tetap sehat dan dapat
mengurus anak dengan baik. Hal ini berarti, bahwa untuk berperilaku sehat memerlukan contoh dari para tokoh masyarakat
Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan,
tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas dan sikap dan perilaku petugas kesehatan terhadap kesehatan
juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Perilaku manusia sangatlah kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang
sangat luas. Bloom 1908, membagi perilaku tersebut ke dalam 3 domain yang terdiri dari domain kognitif, domain afektif dan domain psikomotor. Dalam
Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.
perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain tersebut diukur dari:
- Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan
Knowledge. -
Sikap atau anggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan Attitude.
- Praktek atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan
materi yang diberikan Practise. Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa, dimulai pada
domain kognitif, dalam arti subyek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau obyek diluarnya sehingga menimbulkan respon batin dalam
bentuk sikap subyek terhadap obyek yang diketahuinya itu. Akhirnya rangsangan yaitu obyek yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya akan menimbulkan respon
yang lebih jauh lagi yaitu berupa tindakan action terhadap atau sehubungan dengan stimulus obyek tadi. Namun demikian di dalam kenyataannya stimulus yang diterima
oleh subyek dapat langsung menimbulkan tindakan. Artinya seseorang dapat bertindak atau berperilaku baru tanpa terlebih dahulu mengetahui makna dari
stimulus yang diterimanya. Dengan kata lain, tindakan practise seseorang tidak harus di dasari oleh pengetahuan dan sikap. Misalnya perilaku yang didasari oleh
paksaan, ikut-ikutan atau karena adanya reward atau ganjaran. Karr dalam Notoatmodjo 2003, mengidentifikasikan adanya 5 determinan
perilaku, yaitu :
Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.
1. Adanya niat intention seseorang untuk bertindak sehubungan dengan objek
atau stimulus di luar dirinya. Misalnya, pria mau menggunakan alat kontrasepsi apabila dia memiliki niat untuk menggunakan alat kontrasepsi
tersebut. 2.
Adanya dukungan dari masyarakat sekitarnya social support. Di dalam kehidupan seseorang di masyarakat, perilaku seseorang cenderung
memerlukan legitimasi dari masyarakat atau orang-orang terdekat disekitarnya. Apabila perilaku tersebut bertentangan atau tidak memperoleh
dukungan dari masyarakat atau orang sekitarnya, maka orang tersebut akan merasa kurang atau tidak nyaman. Misalnya, seorang istri tidak memberi izin
kepada suaminya untuk melakukan vasektomi karena takut akan memepengaruhi kehidupan seks mereka. Hal ini akan membuat pria berfikir
kembali untuk melakukan vasektomi. 3.
Terjangkaunya informasi accessibility of information, adalah tersedianya informasi-informasi terkait dengan tindakan yang akan diambil oleh
seseorang. Sebuah keluarga mau ikut Program Keluarga Berencana, apabila keluarga tersebut memperoleh penjelasan yang lengkap tentang Keluarga
Berencana: tujuan ber KB, bagaimana cara ber KB alat-alat kontrasepsi yang tersedia, akibat-akibat sampingan ber KB dan sebagainya. Dengan adanya
informasi yang lengkap dan jelas akan membuat sebuah keluarga berfikir untuk menggunakan atau tidak menggunakan alat kontrasepsi.
4. Adanya otonomi dan kebebasan pribadi personal autonomy untuk
mengambil keputusan. Di Indonesia, terutama ibu-ibu, kebebasan pribadinya
Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.
masih terbatas terutama di pedesaan. Seorang istri, dalam pengambilan keputusan masih sangat tergantung kepada suami. Contohnya untuk
penggunaan alat kontrasepsi seorang istri harus memperoleh persetujuan dari suami, dan apabila suami tidak setuju maka istri tidak akan menggunakan alat
kontrasepsi. 5.
Adanya kondisi dan situasi yang memungkinkan action situation. Untuk bertindak apa pun memang diperlukan suatu kondisi dan situasi yang tepat.
Misalnya seorang ibu tidak menggunakan kontrasepsi karena alasan kesehatannya yang tidak memungkinkan untuk menggunakan kontrasepsi
action situation. Sedangkan menurut tim ahli WHO merumuskan determinan perilaku ini
sangat sederhana. Mereka mengatakan bahwa mengapa seseorang berperilaku karena adanya 4 alasan pokok determinan, yaitu :
1. Pemikiran dan perasaan thoughts and feeling
Hasil pemikiran-pemikiran dan perasaan-perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus,
merupakan modal awal untuk bertindak atau berperilaku. Seorang istri akan pergi ke Puskesmas untuk menggunakan alat kontrasepsi, dengan dasar
pertimbangan untung ruginya, manfaatnya, sumber daya atau uang yang tersedia, dan sebagainya.
2. Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dipercayai
personal references
Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.
Di dalam masyarakat di mana sikap paternalistik masih kuat, maka perubahan perilaku acuan referensi yang pada umumnya adalah para tokoh masyarakat
setempat. Misalnya orang mau menggunakan alat kontrasepsi apabila tokoh masyarakat disekitarnya sudah terlebih dahulu menggunakan alat kontrasepsi.
3. Sumber daya resources
Sumber daya yang tersedia merupakan pendukung untuk terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Kalau dibandingkan dengan teori Green, sumber
daya ini adalah sama dengan faktor enabling sarana dan prasarana atau fasilitas. Misalnya seorang ibu ingin menggunakan alat kontrasepsi tetapi
karena fasilitas dan pelayanan kesehatan yang tidak memadai sehingga ibu tersebut tidak memungkinkan untuk menggunakan alat kontrasepsi.
4. Sosio budaya culture
Sosio budaya setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap terbentuknya perilaku seseorang. Faktor sosio budaya merupakan faktor eksternal untuk
terbentuknya perilaku seseorang. Hal ini dapat kita lihat dari perilaku tiap-tiap etnis di Indonesia yang berbeda-beda, karena memang masing-masing etnis
mempunyai budaya yang berbeda yang khas. Misalnya suku Batak yang merasa tidak lengkap apabila tidak ada anak laki-laki.
Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.
2.1.2. Proses Adopsi Perilaku
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Penelitian Rogers 1974 mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru berperilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi
proses yang berurutan yaitu: - Awareness kesadaran, dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus obyek. - Interest tertarik, dimana orang mulai tertarik kepada stimulus tersebut.
- Evaluation menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
- Trial mencoba dimana orang tersebut sudah mulai mencoba-coba untuk berperilaku baru.
- Adoption dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut diatas. Apabila penerimaan
perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses yang di dasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng long
lasting. Sebaliknya apabila perilaku tidak di dasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Misalnya, ibu-ibu peserta KB, yang diperintahkan
oleh lurah atau ketua RT, tanpa ibu-ibu tersebut mengetahui makna dan tujuan KB. Maka mereka akan segera keluar dari keikut sertaannya dalam KB setelah beberapa
saat perintah tersebut diterima.
2.1.3. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga.
Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan oleh orang lain, dari buku, surat kabar atau media massa atau
media elektronik. Menurut Notoatmodjo 1993 pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu:
a. Tahu know
Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.
Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan dan mengatakan.
b. Memahami comprehension
Di artikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang
telah memahami terhadap objek atau materi, harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyampaikan, meramalkan terhadap obyek yang dipelajari.
c. Aplikasi application
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan
sebagai aplikasi atau penggunaan buku-buku, rumus, metode, prinsip dalam konteks, atau situasi lain misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-
perhitungan hasil penelitian.
d. Analisa analysis
Adalah suatu harapan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek dalam komponen-komponen tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada
kaitannya dengan yang lain, kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata
kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan lain sebagainya.
e. Sintesis synthesis