Komposisi Penduduk SIMANINGGIR HINGGA PERIODE 1954

26 berada di ladang. Pasukan TRI menjadi marah dan memasak ubi dan mengambil beras milik penduduk dengan tetap mengarahkan senapan ke arah mereka. Kemudian karena tidak mendapat hasil apa-apa pasukan TRI kembali ke Pusuk 1 yang merupakan markas mereka, dengan tetap menembaki semua arah Simaninggir. Kejadian itu menorehkan ingatan traumatis bagi penduduk yang menyaksikan masa itu. 25 Masyarakat Simaninggir secara keseluruhan adalah bersuku Batak Toba. Setiap orang Batak Toba, memakai marganya di belakang namanya. Di mana pun mereka berada marga itu selalu dipakai. Bagi orang Batak, marga Desa Simaninggir dijadikan sebagai tempat untuk persembunyian sementara dan juga sebagai tempat bergerilya untuk melawan Tentara Rakyat Indonesia. Anggota PRRI tidak mengganggu dan mengancam penduduk Simaninggir bahkan para informan berkata pemberontak adalah teman mereka. Kadang pemberontak mengajak anak-anak menari marsitumba dan memberikan mereka sebagian makanannya juga membagikan uang mereka kepada anak-anak Simaninggir. Pasukan PRRI di antaranya ada yang bermarga Pardede, Panjaitan, Simanjuntak.

2.3. Komposisi Penduduk

26 25 Wawancara Rusliana Simanullang dan Tiomina Marbun, Dusun Raba-raba, 25 April 2013. 26 Menurut W. Hutagalung, marga berasal dari bahasa Sanskrit yaitu “warga” yang diartikan dengan keluarga, sekaum, satu keturunan yang dalam bahasa Batak dinamakan dengan “ sabutuha”. adalah identitas. Marga berbau adat kalau di kalangan orang Batak, dan berbau suku kalau berhubungan sosial dengan suku bangsa lain. Jadi, walaupun mereka hidup berpencar di seluruh dunia, marga itu tetap berfungsi adat untuk intern mereka. Misalnya, kalau dua orang marga Nainggolan bertemu di suatu Universitas Sumatera Utara 27 kampung, satu laki-laki dan yang satu perempuan, maka secara otomatis mereka berhubungan sosial secara namarito atau kakak beradik. Setelah mereka mengetahui derajat keturunan masing-masing dari raja Nainggolan, maka hubungan itu bisa menjadi hubungan bapak dan boru atau anak atau ama naposo bapak muda dan namboru bibi. Setelah mengetahui partuturan atau hubungan kekeluargaan adat, maka dengan sendirinya berlaku adat persaudaraan dan tanggung jawab secara adat. Berlaku adat hak dan kewajiban, yang boleh dan tidak boleh di dalam hubungan sosial mereka. Perasaan persaudaraan, semarga seketurunan dan senenek moyang itu muncul dengan sendirinya. Manifestasinya terwujud di dalam hubungan sosial sehari-hari. 27 Salah satu satuan pemukiman pada masyarakat Simaninggir disebut huta, karena pusat aktivitas hidup mereka yang berhubungan dengan tanah adalah huta. Huta terdiri dari tanah yang diperuntukkan bagi tapak rumah, pekarangan, jalan, ladang sekitar pemukiman, tepian MCK, lumbung, pekuburan, tempat pemujaan, tempat permusyawaratan, tempat Marga yang terdapat pada masyarakat Simaninggir diantaranya adalah: Nainggolan, Munte, Sihotang, Situmorang, Silalahi, Simanullang, Sitohang. Semua marga tersebut datang dari berbagai daerah di Tapanuli Utara karena berbagai alasan pasca perang Sisingamangaraja dan juga pemuda-pemudi Simaninggir menikahi penduduk dari luar Simaninggir yang kemudian tinggal menetap di Simaninggir. Mereka hidup dengan rasa kekeluargaan dalam satu kampung yang tumbuh dengan erat, karena persamaan nasib yang mereka rasakan solidaritas telah terpupuk terus dan silsilah dapat dipelihara dengan baik. 27 Bungaran Antonius Simanjuntak, Struktur Sosial dan Sistem Politik Batak Toba hingga 1945: suatu pendekatan sejarah, antropologi budaya politik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006, hal: 90-91. Universitas Sumatera Utara 28 menjemur peralatan dan hasil produksi, tempat menumbuk padi, bertukang, tempat melaksanakan upacara adat dan aspek kehidupan lainnya. Penduduk Simaninggir hidup dari hasil pertanian seperti persawahan untuk menanam padi, perladangan untuk menanam kopi robusta yang sangat menjamur di Simaninggir masa itu. Selain mengharapkan hasil pertanian, mereka juga masih memanfaatkan hasil alam, didukung dengan keahlian keterampilan sampingan sebagai pengrajin bambu, rotan, dan riman yang dibentuk menjadi beberapa peralatan rumah tangga seperti: sarung golok, tempayan yang terbuat dari bambu, keranjang yang terbuat dari rotan dan lainnya. Begitu juga hal nya dengan pengembalaan ternak yang biasa dilakukan oleh pemuda dan pemudi biasanya bergotong-royong pada malam minggu untuk menumbuk padi di lesung yang sengaja dibuat panjang agar dapat ditumbuk secara bersamaan. Keahlian dan keterampilan yang dimiliki oleh setiap penduduk Simaninggir untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka berbeda-beda. Hal ini karena mereka berasal dari daerah yang berbeda pula, sehingga di Desa Simaninggir terdapat beragam hasil pertanian dan kerajinan seperti yang disebut di atas. Meskipun hasil pertanian beragam, hal tersebut tetap tidak dapat memenuhi kecukupan kebutuhan mereka karena kondisi geografis Simaninggir yang tidak memungkinkan untuk memiliki lahan pertanian yang luas.

2.4 Sistem Mata Pencaharian Penduduk