B. Antioksidan
Istilah antioksidan sering digunakan namun sangat jarang didefinisikan secara jelas. Menurut Fessenden dan Fessenden 1986, antioksidan merupakan suatu
inhibitor reaksi radikal bebas yang kadang-kadang dirujuk sebagai suatu “perangkap” radikal bebas. Kerja yang lazim suatu inhibitor radikal bebas adalah bereaksi dengan
radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tak reaktif dan relatif stabil. Menurut Halliwell dan Gutteridge 1999, antioksidan adalah substansi yang bila diberikan
pada konsentrasi rendah dibandingkan substrat yang mudah dioksidasi, secara signifikan menunda atau menghambat oksidasi substrat tersebut.
Ada dua kategori antioksidan yaitu antioksidan enzim dan antioksidan non- enzimatik Harman, 1981. Antioksidan enzim mencakup superoksida dismutase
SOD, katalase CAT, dan glutation peroksidase GPx. Superoksida dismutase mengubah superoksida menjadi hidrogen peroksida; katalase dan glutation
peroksidase mengubah hidrogen peroksida dari reaksi SOD menjadi air. Sebagai tambahan, glutatione peroksidase dapat menurunkan peroksidasi lipid secara
langsung Blokhina, 2000. Antioksidan non-enzimatik mencakup vitamin E, vitamin C, beta karoten,
glutation, asam urat, dan albumin. Bersama-sama, enzim-enzim dan antioksidan non enzimatik mengubah ROS menjadi komponen yang lebih aman sebelum ROS
menyebabkan kerusakan pada sel dan jaringan Fouad, 2005. Selain penggolongan antioksidan di atas, dikenal pula senyawa antioksidan
alami seperti senyawa polifenol yang terdapat pada teh, buah-buahan, sayuran, anggur, bir, dan kecap Sofia, 2005 dan senyawa antioksidan sintetik, yang lazim
digunakan pada industri makanan, seperti BHA butylated hydroxyanisole dan BHT butylated hydroxytoluene.
C. Teh
Semua jenis produk teh berasal dari sumber yang sama yaitu pucuk dan daun muda tanaman teh Camellia sinensis. Keberagaman berbagai jenis teh yang
ada disebabkan karena adanya perbedaan dalam proses pengolahannya Werkhoven, 1988.
1. Klasifikasi dan pengolahan teh
Secara umum, daun teh diolah menjadi teh hijau, teh oolong, dan teh hitam. Teh hijau dan teh hitam telah umum diproduksi di Indonesia sedangkan teh oolong
diproduksi di China. Perbedaan antara teh hijau dan teh hitam adalah pada ada tidaknya reaksi enzimatik yang berlangsung selama proses pengolahan teh. Pada teh
hitam, dikenal adanya proses fermentasi sedangkan pada teh hijau proses fermentasi justru dicegah Werkhoven, 1988. Pada teh oolong, proses pemanasan daun terjadi
dalam waktu singkat setelah penggulungan sehingga disebut teh semifermentasi. Karakteristiknya berada di antara teh hitam dan teh hijau Syah, 2006. Proses
pengolahan teh hijau dapat dilihat pada tabel II sedangkan proses pengolahan teh hitam dapat dilihat pada tabel III.
Pada proses fermentasi dalam pengolahan teh hitam, enzim polifenol oksidase akan mengubah senyawa polifenol menjadi theaflavin dan thearubigin.
Secara umum, theaflavin berperan dalam kecerahan brightness dan ketajaman astringentcy seduhan teh hitam Syah, 2006. Pada tanaman, enzim polifenol tidak
kontak langsung dengan polifenol karena polifenol terdapat dalam vakuola sel sedangkan enzim polifenol oksidase terdapat dalam sitoplasma Werkhoven, 1988;
Syah, 2006.
Tabel II. Proses pengolahan teh hijau Hartoyo, 2003 Tahap
pengolahan Tujuan
Pelaksanaan
Pemanasan Menginaktifkan enzim oksidase dan
mengurangi kadar air daun sehingga mudah digulung.
Daun segar dimasukkan dalam rotary panner suhu 90-100°C selama 5
menit. Penggulungan
Membuat bentuk daun menjadi ter- gulung dan memeras cairan sel ke per-
mukaan. Daun digulung dengan orthodox
roller kecil selama 10-20 menit. Pengeringan
Mengurangi kadar air, mematikan enzim yang mungkin masih punya
aktivitas, memperpanjang masa sim- pan, dan membentuk daun menjadi
keriting dan berbutir. Pengeringan secara bertahap.
1. Tahap 1: menggunakan pengering
sinambung suhu 100 °C selama 20-22 menit.
2. Tahap 2 : menggunakan penge-
ring berputar rotary drier atau boll tea dengan suhu 80°C
selama 60-80 menit.
Sortasi Memisahkan partikel bukan teh,
menyeragamkan ukuran dan bentuk partikel, dan menggolong-golongkan
dalam grade teh. Mengayak, menghembus, menghi-
langkan serat dan tangkai, dan memotong bila perlu.
Tabel III. Proses pengolahan teh hitam Hartoyo, 2003; Werkhoven, 1988; Syah, 2006 Tahap
pengolahan Tujuan
Pelaksanaan
Pelayuan Mengurangi kadar air daun sehingga
mudah digulung dan dihancurkan. Daun segar dialiri udara hangat
≤ 30°C dan kelembaban moderat RH
60 selama 18-20 jam. Penggulungan
Memperkecil ukuran partikel daun dan menciptakan kondisi fisik terbaik untuk
mempertemukan polifenol dengan enzim polifenol oksidase.
Pucuk layu digulung bertahap dengan mesin ortodhox roller Primary
rolling selama 40 menit, rotavane selama 2 menit, dan secondary
rolling selama 15 menit.
Fermentasi Mempertemukan polifenol dengan enzim
polifenol oksidase. Meletakkan pucuk tergulung pada
baki selama 30 menit dengan suhu ruangan 26-28°C dan kelembaban
85-95.
Pengeringan Menghentikan aktivitas enzim dan
memperpanjang umur simpan. Pengeringan secara sinambung
dengan suhu 90-100°inlet selama 25-30 menit.
Sortasi Memisahkan partikel bukan teh,
menyeragamkan ukuran dan bentuk partikel, dan menggolong-golongkan
dalam grade teh. Mengayak, menghembus, menghi-
langkan serat dan tangkai, dan memotong bila perlu.
2. Kandungan kimia dalam teh
Daun teh memiliki banyak senyawa kimia yang merupakan zat bioaktif. Gambaran mengenai komposisi pucuk daun teh segar disajikan pada tabel IV.
Tabel IV. Komposisi dari daun teh segar Werkhoven, 1988 Senyawa
Senyawa
Polifenol yang dapat difermentasi 20 Fiber kasar, selulosa, lignin
22 Polifenol lain
10 Protein 16
Kafein 4 Lemak
8 Gula dan zat bergetah
3 Klorofil dan pigmen 1,5
Asam amino 7 Pektin
4 Mineral
4 Amilum 0,5
Larut dalam air, total 48 Tidak larut dalam air, total
52 Polifenol, kafein, asam amino, asam organik, mineral, dan gula terdapat
dalam vakuola sel. Enzim-enzim terdapat dalam sitoplasma. Protein, lemak, dan tepung terdapat dalam protoplasma. Selulosa, pektin terdapat terdapat dalam dinding
sel Syah, 2006. Secara garis besar, senyawa-senyawa aktif dalam daun teh dapat
digolongkan menjadi empat kelompok, yaitu: substansi fenol, substansi bukan fenol, substansi penyebab aroma, dan enzim Syah, 2006.
a. Substansi fenol. Polifenol dalam teh terdiri dari senyawa golongan flavonoid terutama subgolongan flavanol dan flavonol. Flavanol dalam teh secara
struktural termasuk subgolongan flavan-3-ol. Catechin utama dalam teh terdiri dari --Epicatechin, --Epigallocatechin, --Epicatechin 3-gallate, --Epigallocatechin
3-gallate Hartoyo, 2003; Syah, 2006. Kandungan catechin dalam produk teh hijau adalah 16-30 berat kering teh Syah, 2006. Gambar struktur kimia senyawa
catechin dapat dilihat pada gambar 1. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dalam proses pengolahan teh hitam, catechin dioksidasi oleh enzim polifenol oksidase menjadi theaflavin dan thearubigin. Secara garis besar, theaflavin
terdiri dari theaflavin, theaflavin 3-galat, theaflavin 3´galat, theaflavin 3,3´ digalat, yang terbentuk karena adanya reaksi yang terjadi antara quinon turunan catechin
dengan gallocatechin Roy et al., 2001; Hartoyo, 2003.
OH HO
O OH
OH
OR
2
R
1
OH OH
OH O
Galat X =
--Epicatechin: R
1
= R
2
= H --Epigallocatechin: R
1
= OH, R
2
= H --Epicatechin gallate: R
1
= H, R
2
= X --Epigallocatechin gallate: R
1
= OH, R
2
= X
OH HO
O OH
OH
OR
2
R
1
OH OH
OH O
X =
--Catechin: R
1
= R
2
= H --Gallocatechin: R
1
= OH, R
2
= H --Catechin gallate: R
1
= H, R
2
= X --Gallocatechin gallate: R
1
= OH, R
2
= X
Gambar 1. Struktur kimia catechin dalam teh dan epimernya Hartoyo, 2003
Gambar struktur kimia theaflavin dan thearubigin dapat dilihat pada gambar 2. Kandungan theaflavin di dalam teh hitam adalah 0,3-2 dan thearubigin adalah
10-20 dari berat kering teh Syah, 2006. Flavonol utama dalam teh adalah quercetin, kaemferol, dan myricetin yang
ada dalam jumlah 2-3. Gambar struktur kimia flavonol dalam teh disajikan pada gambar 3. Flavonol ini, terutama terdapat dalam bentuk glikosidanya dan sedikit
dalam bentuk aglikonnya Hartoyo, 2003. Flavonol merupakan salah satu antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman dan mempunyai kemampuan
mengikat logam. Aktivitas antioksidan flavonol bertambah besar seiring dengan bertambahnya gugus hidroksil dalam cincin A dan B Syah, 2006.
HO O
OR
1
OH OH
HO O
OR
2
OH OH
O OH
Theaflavin: R
1
= R
2
= H Theaflavin 3-galat: R
1
= X, R
2
= H Theaflavin 3-galat: R
1
= H, R
2
= X Theaflavin 3,3-digalat: R
1
= X, R
2
= X
OH OH
OH O
Galat =X = HO
O R
OH OH
HO O
COOH COOH
O OH
R
R = Galat
a b
Gambar 2. Struktur kimia theaflavin a dan thearubigin b Hartoyo, 2003; Lambert dan
Yang, 2003
R
1
O OH
HO O
R
2
OH R
3
A C
B
Myricetin: R
1
= R
2
= R
3
= OH Quercetin: R
1
= R
2
=OH, R
3
= H Kaemferol: R
1
= OH, R
2
= R
3
= H
Gambar 3. Struktur kimia flavonol dalam teh Hartoyo, 2003
b. Substansi bukan fenol. Termasuk di antaranya adalah karbohidrat sukrosa, glukosa, dan fruktosa, pektin, alkaloid kafein, klorofil, dan zat warna
yang lain, protein dan asam amino, asam organik, substansi resin, vitamin C, K, A, B1, dan B2, mineral Mg, K, F, Na, Ca, Zn, Mn, Cu, dan Se. Selama proses
pengolahan teh, vitamin C mengalami oksidasi sehingga jumlahnya menjadi semakin kecil. Laju oksidasi vitamin C dipacu oleh temperatur yang tinggi Syah, 2006.
c. Substansi penyebab aroma. Munculnya aroma pada teh hitam langsung atau tidak langsung selalu dihubungkan dengan terjadinya oksidasi senyawa
catechin. Substansi penyebab aroma teh digolongkan menjadi empat yaitu fraksi karboksilat, fenolat, karbonil, dan fraksi netral bebas karbonil. Ada pendapat lain
yang menyatakan bahwa aroma teh berasal dari penguraian protein, oksidasi karotenoid menjadi senyawa yang mudah menguap atau karena adanya minyak
essensial dalam teh Syah, 2006. d. Kandungan enzim. Enzim yang terkandung dalam daun teh adalah
invertase, amilase, β-glukosidase, oksimetilase, protease, dan peroksidase. Enzim
lain yang tidak penting dalam proses kehidupan tanaman namun penting dalam proses pengolahan teh adalah polifenol oksidase Syah, 2006.
3. Manfaat teh
Teh mempunyai banyak manfaat pada kesehatan, diantaranya antioksidan, menghambat oksidasi LDL Low Density Lipoprotein, mereduksi kolesterol,
antitrombosis, antimikroba, antivirus, memberikan perlindungan terhadap kanker, menurunkan tekanan darah, mengurangi kadar gula darah, mempertahankan berat
tubuh ideal, dan mengurangi stress Hartoyo, 2003.
4. Reaksi radikal hidroksil dengan polifenol dalam teh
Potensi teh sebagai antioksidan disebabkan oleh adanya senyawa polifenol yang merupakan senyawa flavonoid subgolongan flavan-3-ol dan flavonol. Senyawa
tersebut mampu menangkap radikal bebas karena gugus hidroksi fenolik yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
terdapat dalam strukturnya. Reaksi antara gugus tersebut dengan radikal bebas akan membentuk radikal baru yang distabilisasi oleh efek resonansi inti aromatik
Cuvelier et al., 1994. Tabel berikut menyajikan karakteristik dari struktur flavonoid yang turut menentukan aktivitas flavonoid sebagai penangkap radikal bebas yang
efektif Middleton et al., 2000. Gambaran gugus-gugus yang tercantum pada tabel V disajikan pada gambar 4. Menurut Ami
ć et al. 2003, setelah melakukan analisis hubungan struktur-aktivitas penangkapan radikal, diindikasikan bahwa flavonoid
yang memiliki gugus catechol pada cincin B dan atau gugus hidroksi pada C3 memiliki aktivitas penangkapan radikal yang tinggi. Mekanisme reaksi flavonoid
dalam teh dengan suatu radikal bebas, misalnya radikal hidroksil, ditunjukkan pada gambar 5.
Tabel V. Karakteristik struktur flavonoid untuk aktivitas penangkapan radikal yang efektif Middleton
et al., 2000
• Gugus catechol O-dihidroksi pada cincin B, memberikan kemampuan
penangkapan yang besar. •
Gugus pyrogallol Trihidroksi pada cincin B, memberikan aktivitas yang lebih tinggi lagi, seperti pada myricetin. Ikatan rangkap C2-C3 pada cincin C
memperlihatkan peningkatan aktivitas penangkapan karena memberikan stabilitas pada radikal fenoksi yang dihasilkan.
• 4-oxo gugus keton pada posisi 4 di cincin C, bila berhubungan dengan ikatan
rangkap pada C2-C3 maka aktivitas penangkapan akan meningkat dengan cara delokalisasi elektron dari cincin B.
• Gugus 3-OH pada cincin C menghasilkan penangkapan yang sangat besar.
Kombinasi ikatan rangkap pada C2-C3 dan 4-oxo memperlihatkan kombinasi terbaik di atas gugus catechol.
• Gugus 5-OH dan 7-OH juga menambah potensi penangkapan pada beberapa kasus.
HO O
OH OH
OH OH
Epicatechin B
C A
OH O
OH HO
O OH
OH
OH A
C B
Myricetin 1
2 3
4 5
6 7
8 2
3 4
5 6
1 2
3 4
5 6
7 8
2 3
4 5
6
= gugus catechol = gugus pyrogallol
= gugus 4-oxo = gugus 3-OH
= gugus 5-OH, 7-OH = kombinasi gugus 4-oxo dan ikatan rangkap C2-C3
Gambar 4. Gambaran gugus-gugus pada flavonoid yang memiliki aktivitas sebagai penangkap radikal bebas Middleton
et al., 2000
O OH
O
-H
2
O
-H
2
O H
OH O
OH
O OH
O O
OH H
O O
OH
O O
Gambar 5. Mekanisme reaksi antara gugus catechol dengan radikal hidroksil
D. Metode Deteksi Radikal Hidroksil
Metode dan prinsip deteksi radikal hidroksil dapat dilihat pada tabel VI.
Tabel VI. Metode dan prinsip deteksi radikal hidroksil Bors et al., 1979; Halliwell and
Gutteridge, 1999 Metode
Prinsip Metode
Pemucatan p-nitrosodimetilanilin
p-NDA p-nitrosodimetilanilin bereaksi cepat dengan
radikal hidroksil tetapi tidak bereaksi dengan O
2
˙
¯ atau singlet O
2
. Reaksi ini akan diikuti pemucatan warna kuning.
Metode deoksiribosa Reaksi antara radikal hidroksil dengan
deoksiribosa menghasilkan MDA, lalu dipanaskan dengan asam tiobarbiturat pada
pH rendah, akan menghasilkan warna merah muda.
Metode triptofan Reaksi antara radikal hidroksil dengan
triptofan akan menghasilkan satu set produk yang khas.
Metode dimetilsulfoksida DMSO
Radikal hidroksil bereaksi dengan dimetilsulfoksida DMSO menghasilkan
antara lain gas metana yang dideteksi dengan Gas Liquid Chromatography atau
formaldehid yang dideteksi secara kolorimetri.
E. Metode Deoksiribosa