Koefisien Lift dan Drag Teori Airfoil

gelombang linear, berubah menjadi gelombang suara konvensional karena memanaskan udara dan kehilangan energi. Gelombang suara umumnya ditemui pada penerbangan supersonik Houghton, 2013. Wake terjadi pada airfoil saat airfoil mencapai sudut yang tinggi dan aliran tidak mengalir dipermukaan atas airfoil seperti pada Gambar 2.8. Gambar 2.8 Distribusi kecepatan dan entalpi aliran gas pada lapisan dinding yang memiliki kecepatan tinggi Frank M. White, 1998.

2.11 Koefisien Lift dan Drag

koefisien lift diilustrasikan pada Gambar 2.9 untuk sayap dua dimensi. Pada kurva penuh a, meliliki bagian cukup tebal dari nol chamber, hal ini terlihat dari garis lurus melewati titik asal dan melengkung melalui nilai C L yang tinggi, mencapai nilai lift maksimum pada sudut stall, yang dikenal sebagai titik stall. Setelah mencapai titik stall, koefisien lift menurun dan cenderung mendatar pada nilai yang sedikit lebih rendah Houghton, 2013. Gambar 2.9 Kurva lift untuk ketebalan sedang dan chamber berbeda Houghton, 2013. Nilai koefisien lift maksimum merupakan karakteristik airfoil yang sangat penting karena digunakan menentukan kecepatan minimum sebuah pesawat bisa terbang. Kurva b dan c pada Gambar 2.7 memiliki distribusi ketebalan yang sama, tetapi c lebih melengkung dari b. Koefisien lift didapatkan dari persamaan 2.14: S V F C L L 2 2 1   2.14 di mana C L adalah koefisien lift, F L N adalah gaya lift,  Kgm 3 adalah densitas fluida, V ms adalah kecepatan aliran dan S m 2 menunjukkan luas area Houghton, 2013. Selain koefisien lift, pada airfoil juga menghasilkan nilai koefisien drag. Koefisien drag adalah koefisien hambatan yang menunjukkan seberapa besar suatu benda dapat melawan hambatan fluida. Semakin kecil nilai dari koefisien drag, maka semakin mudah suatu benda untuk melawan hambatan fluida. Koefisien drag didapatkan dari Persamaan 2.15: S V F C D D 2 2 1   2.15 di mana C D adalah koefisien drag, F D N adalah gaya drag,  Kgm 3 adalah densitas fluida, V ms adalah kecepatan aliran dan S m 2 menunjukkan luas area Houghton, 2013.

2.12 Teori Airfoil

Jika sayap horisontal dipotong dengan pesawat sejajar vertikal ke centerline, bentuk bagian yang dihasilkan biasanya seperti Gambar 2.10. Bagian ini disebut dengan airfoil, yang untuk Penggunaan subsonik hampir selalu memiliki leading edge bulat Houghton, 2013. Gambar 2.10 Geometri airfoil dan definisi bagian airfoil Houghton, 2013. Panjang garis chord adalah chord airfoil, dilambangkan c. Titik di mana garis chord memotong bagian depan atau hidung bagian yang digunakan sebagai awal dari sepasang sumbu: sumbu x adalah garis chord, sumbu y tegak lurus ke garis chord positif dalam arah ke atas. Bentuk bagian ini biasanya diberikan sebagai nilai dari x dan nilai y. Bagian ini dibuat dalam bentuk koordinat yang biasanya dinyatakan sebagai persentase dari chord Houghton, 2013. Bentuk melengkung pada setiap jarak sepanjang chord dari hidung ditandai dengan titik di tengah antara permukaan atas dan bawah. Kedudukan dari semua titik tersebut biasanya melengkung disebut dengan garis median dan disebut garis chamber. Ketinggian maksimum garis camber atas garis chord dilambangkan  dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI kuantitas c  , ini disebut dengan camber maksimum. Bagian airfoil yang melengkung biasanya berkisar dari 0 bagian simetris sampai 5. Setelah menemukan median, atau camber, garis, jarak dari atas dan bawah permukaan dapat diukur pada setiap nilai x. Semua bagian tersebut dapat diukur pada semua titik sepanjang chord dan kemudian diplot terhadap x dari garis lurus. Hasilnya bentuk simetris, yang disebut distribusi ketebalan atau fairing simetris Houghton, 2013. Parameter penting dari distribusi ketebalan adalah ketebalan maksimum, yang menyatakan sebagian kecil dari chord, disebut chord rasio ketebalan dan umumnya dinyatakan dalam persentase. Posisi sepanjang chord di mana ketebalan maksimum terjadi adalah karakteristik penting dari distribusi ketebalan. Nilai ketebalan maksimum biasanya terletak antara 30 dan 60 chord dari leading edge Houghton, 2013. Secara keseluruhan, airfoil bekerja menghasilkan gaya lift atau menghasilkan efek aerodinamika saat melewati suatu aliran udara. Ketika melewati suatu aliran udara terjadi perbedaan kecepatan aliran udara di atas dan di bawah sayap pesawat. Kecepatan udara yang melewati sayap bagian atas cenderung lebih cepat dibandingkan dengan sayap bagian bawah, perbedaan ini menimbulkan perbedaan tekanan udara antara sayap bagian atas dan sayap bagian bawah Houghton, 2013. Ada 4 gaya yang bekerja pada sayap pesawat, gaya-gaya tersebut dinamakan dengan gaya aerodinamika antara lain : 1. Lift, gaya angkat pesawat karena adanya perbedaan tekanan pada penampang pesawat. 2. Weight, gaya yang berasal dari berat pesawat. 3. Thrust, gaya dorong pesawat yang dihasilkan oleh mesin pesawat 4. Drag, gaya hambatan karena adanya gesekan antara permukaan pesawat dan udara. Gambar 2.11 Arah dan gaya-gaya dalam pesawat terbang Houghton, 2013. Lift dan drag adalah gaya aerodinamika yang paling utama yang bekerja pada suatu pesawat, sedangkan thrust pada pesawat harus lebih besar daripada gaya drag. Gaya thrust diatur oleh pilot melalui putaran dari propeler atau mesin pesawat agar dapat menghasilkan tenaga yang cukup Houghton, 2013.

2.13 CFD Computational Fluid Dynamic