Analisis 2d Airfoil Naca 4412 menggunakan Computational Fluids Dynamic pada variasi bilangan Mach dan Angle of Attack.

(1)

INTISARI

Penelitian tentang airfoil merupakan sebuah pengembangan teknologi dalam dunia aerodinamika. Hasil dari berbagai eksperimen telah banyak digunakan untuk mendesain airfoil dalam berbagai konfigurasi sayap sesuai dengan penggunaannya. Pada masa yang lampau, pembuatan serta analisis kinerja dari suatu airfoil membutuhkan terowongan angin dan memerlukan waktu serta biaya yang besar untuk proses pengujiannya.

Penelitian ini menggunakan airfoil tidak simetris yaitu NACA 4412. Penelitian ini ingin mengetahui dampak dari variasi bilangan mach pada setiap peningkatan sudut serang dan akan dilihat intensitas turbulensi pada setiap variasi bilangan mach serta sudut serang dalam bentuk kontur dan streamline. Variasi bilangan mach yang diterapkan pada penelitian ini berkisar pada aliran subsonic hingga supersonic dengan variasi sudut serang mulai dari 0°, 4°, 8°, 12° dan 16°. Pengujian ini dilakukan dalam metode Computational Fluid Dynamic dengan bentuk mesh tidak terstruktur dan menggunakan persamaan spalart-almaras turbulence model. Bentuk domain yang digunakan adalah C-type dan kondisi batas pada domain diasumsikan dalam keadaan tunak dengan batasan pada domain yaitu inlet, outlet, symmetry dan wall.

Dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan hasil bahwa variasi bilangan mach terhadap peningkatan sudut serang berpengaruh pada nilai koefisien lift dan drag dari airfoil NACA 4412. Pada sudut stall aliran subsonic memiliki koefisien lift lebih tinggi dengan nilai 1,17290 dibandingkan aliran supersonic dengan nilai 1,17150. Aliran subsonic memiliki intensitas turbulensi lebih kecil dibanding aliran supersonic. Kata kunci: Airfoil NACA 4412, bilangan mach, Computational Fluid Dynamic.


(2)

ABSTRACT

Research on the airfoil is a technological development in the world of aerodynamics. The results of numerous experiments have been widely used to design the wing airfoil in a variety of configurations suitable for use. In the past, the manufacture and analysis of the performance of an airfoil requires wind tunnel and require time and substantial costs in the process of testing. This study uses asymmetrical airfoil is NACA 4412.

This study investigates the impact of variations in mach numbers on any increase in the angle of attack and will be seen turbulence intensity at each variation of Mach numbers and angles of attack in the form of contours and streamlined. Variations mach numbers were applied in this study ranged in subsonic to supersonic flow with the variation of the angle of attack ranging from 0°, 4°, 8°, 12° and 16°.This testing is done in the method of Computational Fluid Dynamics to form an unstructured mesh and use spalart-almaras equation turbulence models. Domain form used is C-type and boundary conditions on the domain assumed to be in a steady state with restrictions on the domain, namely the inlet, outlet, symmetry and wall.

From the research that has been done, shows that variation of mach number to increase the angle of attack affects the value of the coefficient of lift and drag of the airfoil NACA 4412. At the stall angle subsonic flow has a higher lift coefficient value of 1,17290 compared with supersonic flow with a value of 1,17150, Subsonic flow turbulence intensity is smaller than the supersonic flow.


(3)

i

ANALISIS 2D AIRFOIL NACA 4412 MENGGUNAKAN

COMPUTATIONAL FLUIDS DYNAMIC PADA VARIASI

BILANGAN MACH DAN SUDUT SERANG

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat sarjana S-1 Teknik Mesin

Oleh

JAKATARU DAVID EMBANG

NIM : 125214023

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2016


(4)

ii

2D ANALYSIS OF AIRFOIL NACA 4412 USING

COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC ON MACH NUMBER

AND ANGLE OF ATTACK VARIATIONS

FINAL PROJECT

As parctial fulfillment of the requirements

to obtain the Sarjana Teknik degree in Mechanical Engineering

By

JAKATARU DAVID EMBANG

Student Number : 125214023

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

2016


(5)

iii

ANALISIS 2D AIRFOIL NACA 4412 MENGGUNAKAN

COMPUTATIONAL FLUIDS DYNAMIC PADA VARIASI


(6)

iv

ANALISIS 2D AIRFOIL NACA 4412 MENGGUNAKAN

COMPUTATIONAL FLUIDS DYNAMIC PADA VARIASI


(7)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta 11 Juli 2016


(8)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN

AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Jakataru David Embang

Nomor Mahasiswa : 125214023

Demi pengembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul :

ANALISIS 2D AIRFOIL NACA 4412 MENGGUNAKAN

COMPUTATIONAL FLUIDS DYNAMIC PADA VARIASI

BILANGAN MACH DAN SUDUT SERANG

Beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media yang lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dan memberikan royalty kepada saya selama tetap menyantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Yogyakarta 11 Juli 2016

Yang menyatakan,


(9)

vii

INTISARI

Penelitian tentang airfoil merupakan sebuah pengembangan teknologi dalam dunia aerodinamika. Hasil dari berbagai eksperimen telah banyak digunakan untuk mendesain airfoil dalam berbagai konfigurasi sayap sesuai dengan penggunaannya. Pada masa yang lampau, pembuatan serta analisis kinerja dari suatu airfoil membutuhkan terowongan angin dan memerlukan waktu serta biaya yang besar untuk proses pengujiannya.

Penelitian ini menggunakan airfoil tidak simetris yaitu NACA 4412. Penelitian ini ingin mengetahui dampak dari variasi bilangan mach pada setiap peningkatan sudut serang dan akan dilihat intensitas turbulensi pada setiap variasi bilangan mach serta sudut serang dalam bentuk kontur dan streamline. Variasi bilangan mach yang diterapkan pada penelitian ini berkisar pada aliran subsonic hingga supersonic dengan variasi sudut serang mulai dari 0°, 4°, 8°, 12° dan 16°. Pengujian ini dilakukan dalam metode Computational Fluid Dynamic dengan bentuk mesh tidak terstruktur dan menggunakan persamaan spalart-almaras turbulence model. Bentuk domain yang digunakan adalah C-type dan kondisi batas pada domain diasumsikan dalam keadaan tunak dengan batasan pada domain yaitu inlet, outlet, symmetry dan wall.

Dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan hasil bahwa variasi bilangan mach terhadap peningkatan sudut serang berpengaruh pada nilai koefisien lift dan drag dari airfoil NACA 4412. Pada sudut stall aliran subsonic memiliki koefisien lift lebih tinggi dengan nilai 1,17290 dibandingkan aliran supersonic dengan nilai 1,17150. Aliran subsonic memiliki intensitas turbulensi lebih kecil dibanding aliran supersonic.


(10)

viii

ABSTRACT

Research on the airfoil is a technological development in the world of aerodynamics. The results of numerous experiments have been widely used to design the wing airfoil in a variety of configurations suitable for use. In the past, the manufacture and analysis of the performance of an airfoil requires wind tunnel and require time and substantial costs in the process of testing. This study uses asymmetrical airfoil is NACA 4412.

This study investigates the impact of variations in mach numbers on any increase in the angle of attack and will be seen turbulence intensity at each variation of Mach numbers and angles of attack in the form of contours and streamlined. Variations mach numbers were applied in this study ranged in subsonic to supersonic flow with the variation of the angle of attack ranging from 0°, 4°, 8°, 12° and 16°. This testing is done in the method of Computational Fluid Dynamics to form an unstructured mesh and use spalart-almaras equation turbulence models. Domain form used is C-type and boundary conditions on the domain assumed to be in a steady state with restrictions on the domain, namely the inlet, outlet, symmetry and wall.

From the research that has been done, shows that variation of mach number to increase the angle of attack affects the value of the coefficient of lift and drag of the airfoil NACA 4412. At the stall angle subsonic flow has a higher lift coefficient value of 1,17290 compared with supersonic flow with a value of 1,17150, Subsonic flow turbulence intensity is smaller than the supersonic flow.


(11)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya, sehingga penyusunan skripsi dapat berjalan dengan baik dan lancar.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang wajib dipenuhi oleh mahasiswa untuk mendapatkan gelar S-1 pada Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Atas berkat, bimbingan serta dukungan dari banyak pihak, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Dalam kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Sudi Mungkasi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ir. Petrus Kanisius Purwadi M.T. selaku Kaprodi jurusan Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. A. Prasetyadi SSi M.Si. selaku Dosen Pembimbing 1 Skripsi dan pembimbing Akademik atas segala arahan, kesabaran dan motivasi yang telah diberikan 4. Stefan Mardikus, ST,. MT selaku Dosen Pembimbing 2 Skripsi atas segala

arahan, kesabaran dan motivasi yang telah diberikan.

5. Seluruh dosen Program Studi Teknik Mesin yang telah memberikan ilmu pengetahuan sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

6. Seluruh Staf Sekretariat Fakultas Sains dan Teknologi.


(12)

x

adik saya serta seluruh keluarga besar saya atas dukungan baik moril maupun materi yang diberikan kepada penulis selama mengenyam pendidikan di Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

8. Teman-teman Teknik Mesin yang telah memberikan dukungan serta motivasi kepada penulis.

9. Teman-teman kos Griya Kanna yang telah memberikan dukungan serta motivasi kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan penelitian dan penulisan skripsi ini jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan masukan, kritik, dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun pembaca.

Yogyakarta, 11 Juli 2016


(13)

xi

DAFTAR ISI

JUDUL ... i

TITLE ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi

INTISARI ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR SATUAN DAN SINGKATAN ... xxiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Manfaat penelitian ... 5

1.4 Tujuan penelitian ... 6

1.5 Batasan Masalah ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Kajian Penelitian ... 8

2.2 Sifat Aliran ... 9

2.2.1 Kerapatan ... 10

2.2.2 Berat Jenis ... 11

2.2.3 Kekentalan ... 12

2.3 Aliran Laminer, Transisi dan Turbulen ... 13

2.4 Reynold Number ... 14


(14)

xii

2.6 Aliran Steady dan Unsteady ... 18

2.7 Eksternal Flow ... 19

2.8 Kecepatan Suara (Speed of Sound) ... 21

2.9 Mach Number ... 22

2.10 Dasar Aerodinamika ... 23

2.11 Koefisien Lift dan Drag ... 29

2.12 Teori Airfoil ... 31

2.13 CFD (Computational Fluid Dynamic) ... 34

BAB III METODE PENELITIAN... 49

3.1 Diagram Alir Penelitian ... 49

3.2 Airfoil NACA 4412 ... 50

3.3 Variable Penelitian ... 52

3.4 Diagram Alir Simulasi ... 52

3.5 Variasi Penelitian dan Input Parameter Boundary Condition ... 53

3.6 Metode Meshing ... 55

3.7 Alat dan Bahan ... 58

3.8 Pengolahan Data ... 59

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 61

4.1 Hasil Penelitian ... 61

4.2 Pengaruh Angle of Attack Terhadap Nilai Koefisien Lift Pada Aliran Subsonic. ... 65

4.3 Pengaruh Angle of Attack Terhadap Nilai Koefisien Drag Pada Aliran Subsonic. ... 66

4.4 Pengaruh Angle of Attack Terhadap Nilai Koefisien Lift Pada Aliran Supersonic. ... 67

4.5 Pengaruh Angle of Attack Terhadap Nilai Koefisien Drag Pada Aliran Supersonic. ... 68

4.6 Pengaruh Angle of Attack Terhadap Nilai Koefisien Lift Pada Perbandingan Antara Aliran Subsonic dan Supersonic. ... 69


(15)

xiii

4.7 Pengaruh Angle of Attack Terhadap Nilai Koefisien Drag Pada Perbandingan Antara Aliran Subsonic dan Supersonic. ... 70 4.8 Analisis Kontur Tekanan pada Aliran Subsonic Terhadap

Perubahan Angle of Attack. ... 71 4.8.1 Pengaruh Mach Number 0,6 Terhadap Perubahan Angle of

Attack. ... 72 4.8.2 Pengaruh Mach Number 0,8 Terhadap Perubahan Angle of

Attack. ... 75 4.9 Analisis Kontur Tekanan pada Aliran Supersonic Terhadap

Perubahan Angle of Attack. ... 79 4.9.1 Pengaruh Mach Number 1 Terhadap Perubahan Angle of

Attack. ... 79 4.9.2 Pengaruh Mach Number 1,5 Terhadap Perubahan Angle of

Attack. ... 83 4.9.3 Pengaruh Mach Number 2 Terhadap Perubahan Angle of

Attack. ... 86 4.9.4 Pengaruh Mach Number 2,5 Terhadap Perubahan Angle of

Attack. ... 90 4.9.5 Pengaruh Mach Number 3 Terhadap Perubahan Angle of

Attack. ... 93 4.10 Analisis Velocity Streamlines pada Aliran Subsonic Terhadap

Perubahan Angle of Attack. ... 97 4.10.1 Pengaruh Mach Number 0,6 Terhadap Perubahan Angle of

Attack. ... 97 4.10.2 Pengaruh Mach Number 0,8 Terhadap Perubahan Angle of

Attack. ... 101 4.11 Analisis Velocity Streamlines pada Aliran Supersonic Terhadap


(16)

xiv

4.11.1 Pengaruh Mach Number 1 Terhadap Perubahan Angle of

Attact. ... 105

4.11.2 Pengaruh Mach Number 1,5 Terhadap Perubahan Angle of Attack. ... 108

4.11.3 Pengaruh Mach Number 2 Terhadap Perubahan Angle of Attack. ... 112

4.11.4 Pengaruh Mach Number 2,5 Terhadap Perubahan Angle of Attack. ... 115

4.11.5 Pengaruh Mach Number 3 Terhadap Perubahan Angle of Attack. ... 119

BAB V PENUTUP ... 123

5.1 Kesimpulan ... 123

5.2 Saran ... 125


(17)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Arti dari

effdan S untuk setiap

... 39 Tabel 3.1 koordinat X dan Y dari airfoil NACA 4412 ... 50 Tabel 3.2 Parameter boundary condition pada proses penelitian... 54 Tabel 3.3 Parameter ukuran mesh pada proses penelitian airfoil NACA

4412... 56 Tabel 3.4 Spesifikasi laptop yang digunakan dalam penelitian... 58 Tabel 4.1 Bilangan Mach 0,6 (204 m/s) terhadap lima variasi sudut serang

airfoil…... 62 Tabel 4.2 Bilangan Mach 0,8 (272 m/s) terhadap lima variasi sudut serang

airfoil ... 62 Tabel 4.3 Bilangan Mach 1 (340 m/s) terhadap lima variasi sudut serang

airfoil... 62 Tabel 4.4 Bilangan Mach 1,5 (510 m/s) terhadap lima variasi sudut serang

airfoil... 63 Tabel 4.5 Bilangan Mach 2 (680 m/s) terhadap lima variasi sudut serang

airfoil... 63 Tabel 4.6 Bilangan Mach 2,5 (850 m/s) terhadap lima variasi sudut serang

airfoil... 64 Tabel 4.7 Bilangan Mach 3 (1.020 m/s) terhadap lima variasi sudut serang


(18)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Bagian-bagian airfoil... 4

Gambar 2.1 Tiga jenis aliran viskos (a) aliran laminer; (b) aliran transisi; (c) aliran turbulen... 13

Gambar 2.2 Aliran di dalam pipa (a) viskositas tinggi. Reynolds number rendah. Aliran laminer; (b) viskositas rendah. Reynold number tinggi, aliran turbulen... 15

Gambar 2.3 Perubahan densitas terhadap perubahan Mach number... 18

Gambar 2.4 Koefisien drag untuk bilangan Mach rendah dalam benda dua dimensi... 20

Gambar 2.5 Streamline aliran udara pada airfoil... 25

Gambar 2.6 Arah dan gaya-gaya dalam penerbangan... 26

Gambar 2.7 Gaya dan momen aerodinamis terhadap arah penerbangan... 27

Gambar 2.8 Distribusi kecepatan dan entalpi aliran gas pada lapisan dinding yang memiliki kecepatan tinggi... 29

Gambar 2.9 Kurva lift untuk ketebalan sedang dan chamber berbeda... 30

Gambar 2.10 Geometri airfoil dan definisi bagian airfoil... 32

Gambar 2.11 Arah dan gaya-gaya dalam pesawat terbang... 34

Gambar 2.12 CFD hasil untuk air mengalir melewati sebuah NASA 66 (MOD) hydrofoil; C grid 262 dengan 91 node... 36

Gambar 2.13 Eksperimental oil-streak visualisasi permukaan mengalir di Re=40.000... 36

Gambar 2.14 Komputasi large-eddy mensimulasikan aliran permukaan kubus dengan aliran oil-streak pada Re=40.000... 37

Gambar 2.15 Permukaan terstruktur dan volume grid konfigurasi dari sayap-badan pesawat... 42

Gambar 2.16 Permukaan jaringan tidak terstruktur dari konfigurasi sayap-badan pesawat... 42


(19)

xvii

Gambar 2.17 Tipe untuk domain dua dimensi... 43

Gambar 2.18 Jenis kondisi batas dalam analisis cairan-aliran... 44

Gambar 2.19 Jenis-jenis grid pada domain... 45

Gambar 2.20 C-grid topologi dalam 2D... 46

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian... 49

Gambar 3.2 Bentuk airfoil NACA 4412 dengan panjang 1 m... 51

Gambar 3.3 Diagram alir simulasi... 52

Gambar 3.4 Bentuk domain dengan mesh C-type yang memiliki ukuran W= 10C dan R=6C... 55

Gambar 3.5 Bentuk domain dalam penelitian ini dengan mesh C-type... 57

Gambar 3.6 Bentuk mesh pada sekitar permukaan airfoil NACA 4412... 57

Gambar 4.1 Variasi bilangan Mach subsonic pada setiap sudut serang terhadap pengaruhnya pada nilai koefisien lift... 65

Gambar 4.2 Variasi bilangan Mach subsonic pada setiap sudut serang terhadap pengaruhnya pada nilai koefisien drag... 66

Gambar 4.3 Variasi bilangan Mach supersonic pada setiap sudut serang terhadap pengaruhnya pada nilai koefisien lift... 67

Gambar 4.4 Variasi bilangan Mach supersonic pada setiap sudut serang terhadap pengaruhnya pada nilai koefisien drag... 68

Gambar 4.5 Variasi bilangan Mach subsonic dan supersonic pada setiap sudut serang terhadap pengaruhnya pada nilai koefisien lift... 69

Gambar 4.6 Variasi bilangan Mach pada setiap sudut serang terhadap pengaruhnya pada nilai koefisien drag... 71

Gambar 4.7 Kontur tekanan pada sudut 0° dengan bilangan Mach 0,6... 72

Gambar 4.8 Kontur tekanan pada sudut 4° dengan bilangan Mach 0,6... 72


(20)

xviii

Gambar 4.9 Kontur tekanan pada sudut 8° dengan bilangan Mach 0,6... 73 Gambar 4.10 Kontur tekanan pada sudut 12° dengan bilangan Mach

0,6... 73 Gambar 4.11 Kontur tekanan pada sudut 16° dengan bilangan Mach

0,6... 74 Gambar 4.12 Kontur tekanan pada sudut 0° dengan bilangan Mach

0,8... 75 Gambar 4.13 Kontur tekanan pada sudut 4° dengan bilangan Mach

0,8... 76 Gambar 4.14 Kontur tekanan pada sudut 8° dengan bilangan Mach

0,8... 76 Gambar 4.15 Kontur tekanan pada sudut 12° dengan bilangan Mach

0,8... 77 Gambar 4.16 Kontur tekanan pada sudut 16° dengan bilangan Mach

0,8... 77 Gambar 4.17 Kontur tekanan pada sudut 0° dengan bilangan Mach

1... 79 Gambar 4.18 Kontur tekanan pada sudut 4° dengan bilangan Mach

1... 80 Gambar 4.19 Kontur tekanan pada sudut 8° dengan bilangan Mach

1... 80 Gambar 4.20 Kontur tekanan pada sudut 12° dengan bilangan Mach

1... 81 Gambar 4.21 Kontur tekanan pada sudut 16° dengan bilangan Mach

1... 81 Gambar 4.22 Kontur tekanan pada sudut 0° dengan bilangan Mach

1,5... 83 Gambar 4.23 Kontur tekanan pada sudut 4° dengan bilangan Mach


(21)

xix

Gambar 4.24 Kontur tekanan pada sudut 8° dengan bilangan Mach 1,5... 84 Gambar 4.25 Kontur tekanan pada sudut 12° dengan bilangan Mach

1,5... 84 Gambar 4.26 Kontur tekanan pada sudut 16° dengan bilangan Mach

1,5... 85 Gambar 4.27 Kontur tekanan pada sudut 0° dengan bilangan Mach

2... 86 Gambar 4.28 Kontur tekanan pada sudut 4° dengan bilangan Mach

2... 87 Gambar 4.29 Kontur tekanan pada sudut 8° dengan bilangan Mach

2... 87 Gambar 4.30 Kontur tekanan pada sudut 12° dengan bilangan Mach

2... 88 Gambar 4.31 Kontur tekanan pada sudut 16° dengan bilangan Mach

2... 88 Gambar 4.32 Kontur tekanan pada sudut 0° dengan bilangan Mach

2,5... 90 Gambar 4.33 Kontur tekanan pada sudut 4° dengan bilangan Mach

2,5... 90 Gambar 4.34 Kontur tekanan pada sudut 8° dengan bilangan Mach

2,5... 91 Gambar 4.35 Kontur tekanan pada sudut 12° dengan bilangan Mach

2,5... 91 Gambar 4.36 Kontur tekanan pada sudut 16° dengan bilangan Mach

2,5... 92 Gambar 4.37 Kontur tekanan pada sudut 0° dengan bilangan Mach

3... 93 Gambar 4.38 Kontur tekanan pada sudut 4° dengan bilangan Mach


(22)

xx

Gambar 4.39 Kontur tekanan pada sudut 8° dengan bilangan Mach 3... 94 Gambar 4.40 Kontur tekanan pada sudut 12° dengan bilangan Mach

3... 95 Gambar 4.41 Kontur tekanan pada sudut 16° dengan bilangan Mach

3... 95 Gambar 4.42 Velocity streamline pada sudut 0° dengan bilangan Mach

0,6... 97 Gambar 4.43 Velocity streamline pada sudut 4° dengan bilangan Mach

0,6... 98 Gambar 4.44 Velocity streamline pada sudut 8° dengan bilangan Mach

0,6... 98 Gambar 4.45 Velocity streamline pada sudut 12° dengan bilangan Mach

0,6... 99 Gambar 4.46 Velocity streamline pada sudut 16° dengan bilangan Mach

0,6... 99 Gambar 4.47 Velocity streamline pada sudut 0° dengan bilangan Mach

0,8... 101 Gambar 4.48 Velocity streamline pada sudut 4° dengan bilangan Mach

0,8... 101 Gambar 4.49 Velocity streamline pada sudut 8° dengan bilangan Mach

0,8... 102 Gambar 4.50 Velocity streamline pada sudut 12° dengan bilangan Mach

0,8... 102 Gambar 4.51 Velocity streamline pada sudut 16° dengan bilangan Mach

0,8... 103 Gambar 4.52 Velocity streamline pada sudut 0° dengan bilangan Mach

1... 105 Gambar 4.53 Velocity streamline pada sudut 4° dengan bilangan Mach


(23)

xxi

Gambar 4.54 Velocity streamline pada sudut 8° dengan bilangan Mach 1... 106 Gambar 4.55 Velocity streamline pada sudut 12° dengan bilangan Mach

1... 106 Gambar 4.56 Velocity streamline pada sudut 16° dengan bilangan Mach

1... 107 Gambar 4.57 Velocity streamline pada sudut 0° dengan bilangan Mach

1,5... 108 Gambar 4.58 Velocity streamline pada sudut 4° dengan bilangan Mach

1,5... 109 Gambar 4.59 Velocity streamline pada sudut 8° dengan bilangan Mach

1,5... 109 Gambar 4.60 Velocity streamline pada sudut 12° dengan bilangan Mach

1,5... 110 Gambar 4.61 Velocity streamline pada sudut 16° dengan bilangan Mach

1,5... 110 Gambar 4.62 Velocity streamline pada sudut 0° dengan bilangan Mach

2... 112 Gambar 4.63 Velocity streamline pada sudut 4° dengan bilangan Mach

2... 112 Gambar 4.64 Velocity streamline pada sudut 8° dengan bilangan Mach

2... 113 Gambar 4.65 Velocity streamline pada sudut 12° dengan bilangan Mach

2... 113 Gambar 4.66 Velocity streamline pada sudut 16° dengan bilangan Mach

2... 114 Gambar 4.67 Velocity streamline pada sudut 0° dengan bilangan Mach

2,5... 115 Gambar 4.68 Velocity streamline pada sudut 4° dengan bilangan Mach


(24)

xxii

Gambar 4.69 Velocity streamline pada sudut 8° dengan bilangan Mach 2,5... 116 Gambar 4.70 Velocity streamline pada sudut 12° dengan bilangan Mach

2,5... 117 Gambar 4.71 Velocity streamline pada sudut 16° dengan bilangan Mach

2,5... 117 Gambar 4.72 Velocity streamline pada sudut 0° dengan bilangan Mach

3... 119 Gambar 4.73 Velocity streamline pada sudut 4° dengan bilangan Mach

3... 119 Gambar 4.74 Velocity streamline pada sudut 8° dengan bilangan Mach

3... 120 Gambar 4.75 Velocity streamline pada sudut 12° dengan bilangan Mach

3... 120 Gambar 4.76 Velocity streamline pada sudut 16° dengan bilangan Mach


(25)

xxiii

DAFTAR SATUAN DAFTAR DAN SINGKATAN

Singkatan Arti

NACA National Advisory Comitte for Aeronatics

CL Coeficient Lift

CD Coeficient Drag

CFD Computational Fluid Dynamic

C Chord

CAD Computer Aided Design Lambang Simbol Satuan Keterangan

(Besaran)

kg/m3 Kerapatan

γ N/m3 Berat

N

s/m2 Viskositas dinamik

 m2/s Viskositas kinematik

g m2/s gravitasi

F N Gaya

S m2 Luas

c m Panjang

v m/s Kecepatan

T K Suhu

P Pa Tekanan

kg/m-s Viskositas udara


(26)

xxiv


(27)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pesawat terbang merupakan suatu penemuan teknologi transportasi dalam dunia penerbangan. Pesawat terbang pertama kali diterbangkan oleh Orville Wright dan Wilbur Wright pada tahun 1903 (Federation Aeronatic International, 1951). Pada masa perang dunia ke I hingga perang Dunia ke II pesawat terbang digunakan untuk kepentingan militer, namun pada akhir perang dunia ke II tahun 1945 pesawat terbang mulai digunakan sebagai transportasi umum hingga sekarang. Kemajuan teknologi tentang pesawat terbang semakin bertambah pesat dengan berbagai penelitian dan penemuan teknologi dalam dunia penerbangan. Setelah ditemukannya pesawat dan digunakan sebagai transformasi umum, jumlah penumpang dari tahun ke tahun semakin meningkat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015, jumlah penumpang pesawat udara tahun 2014 mencapai 72,6 juta orang atau naik 5,6 persen dari tahun sebelumnya yaitu 68,5 juta orang. Transportasi udara menjadi salah satu pilihan utama khususnya bagi masyarakat Indonesia. Perkembangan dunia penerbangan di era modern semakin maju mengikuti jumlah pengguna pesawat terbang yang semakin meningkat.

Perkembangan dalam dunia penerbangan khususnya pesawat terbang tidak lepas dari berbagai penelitian yang telah dilakukan. Salah satu fokus penelitian yang dilakukan dalam dunia penerbangan adalah penelitian tentang airfoil. Airfoil adalah


(28)

bagian dari pesawat terbang yang merepresentasikan bentuk dari suatu sayap pesawat yang dapat menghasilkan gaya angkat (lift) atau efek aerodinamika ketika melewati suatu aliran udara. Airfoil merupakan bentuk dari potongan melintang sayap yang dihasilkan oleh perpotongan tegak lurus sayap terhadap pesawat (Houghton, 2013).

Penelitian tentang airfoil merupakan sebuah pengembangan teknologi dalam dunia aerodinamika. Hasil dari berbagai eksperimen telah banyak digunakan untuk mendesain airfoil dalam berbagai konfigurasi sayap sesuai dengan penggunaannya. Pada masa yang lampau, pembuatan serta analisis kinerja dari suatu airfoil membutuhkan terowongan angin dan memerlukan waktu serta biaya yang besar untuk proses pengujiannya. Proses eksperimen cenderung menghasilkan informasi yang kurang akurat dari hal tekanan dan distribusi kecepatan dikarenakan memungkinkan banyak rugi-rugi yang terjadi pada saat proses penelitian. Namun pada zaman sekarang pembuatan serta analisis dari suatu airfoil dapat dilakukan dengan cara simulasi, dengan cara ini pembuatan serta pengujian dapat dilakukan dengan cepat dan murah serta hasil yang didapatkan dari simulasi lebih baik dan akurat dibandingkan hasil eksperimen (Ahmed Abd Ahmahmoud Ahmed Yasin, 2011).

Jenis airfoil yang biasa digunakan dalam dunia penerbangan adalah airfoil jenis tidak simetris. Jenis airfoil tidak simetris memiliki geometri dengan karakterisitik aerodinamika yang dapat meningkatkan nilai koefisien lift pada sayap pesawat terbang. Jika dibandingkan airfoil simetris dan airfoil tidak simetris maka akan didapatkan nilai koefisien lift pada airfoil tidak simetris lebih tinggi daripada airfoil simetris (Whei zang, 2015). Hal ini yang mendasari banyak pesawat terbang


(29)

menggunakan airfoil tidak simetris dibanding airfoil simetris, misalkan Boeing, Airbus, NASA (UIUC Airfoil Coordinate Database).

Banyak penelitian sebelumnya yang dilakukan terkait dengan karakteristik dan performa dari suatu airfoil. Beberapa penelitian yang telah dilakukan adalah analisis dari airfoil tentang pengaruh angle of attack terhadap koefisien lift dan drag (Karna S. Patel, 2014). Dari hasil penelitian menunjukkan perbedaan nilai koefisien lift dan drag pada sudut serang yang berbeda. Penelitian lainnya menunjukan pengaruh kecepatan aliran, tekanan serta vortex yang terjadi pada bagian airfoil terhadap nilai koefisien lift dan drag (Abhay Sharma, 2014). Fenomena gesekan antara aliran fluida dan sebuah badan pesawat dapat menimbulkan wake pada sekitar bagian pesawat terbang dan cenderung merugikan. Hal ini mendasari banyak penelitian yang fokus pada efisiensi kinerja dari pesawat terbang. Pada zaman sekarang pesawat komersil mampu mencapai kecepatan supersonic, misalkan pesawat Concorde memiliki kecepatan jelajah 2,04 Mach dengan ketinggian terbang hingga 60.000 ft (Owen, 2001). Dalam kecepatan yang tinggi dibutuhkan prinsip-prinsip aerodinamika yang baik pada desain pesawat terbang. Sehingga, banyak penelitian tentang areodinamika mengarah pada bagian penting pada pesawat yaitu airfoil.

Airfoil yang digunakan dalam penelitian ini adalah NACA 4412 dengan panjang chord 1 m. Airfoil ini adalah jenis airfoil tidak simetris dan memiliki 4 digit. Digit pertama menyatakan maximum chamber terhadap chord, digit kedua menyatakan posisi maximum chamber pada chord dari leading edge dan dua digit terakhir menyatakan persentase maximum thickness airfoil terhadap chord.


(30)

Gambar 1.1 Bagian-bagian airfoil (Houghton, 2013).

Jenis airfoil ini memiliki permukaan atas dan bawah yang melengkung keatas, sehingga memiliki chamber rata-rata yang relatif tinggi. Airfoil jenis ini biasa digunakan untuk scale model, sailplane, free flight serta paling umum digunakan pada pesawat yang membutuhkan gaya angkat yang tinggi. Masalah yang sering muncul dalam penelitian tentang airfoil NACA 4412 adalah sudut stall yang rendah yaitu 12°-14° dalam aliran subsonic (Ahmed Abd Ahmahmoud Ahmed Yasin, 2011), sehingga perlu diteliti pengaruh kecepatan aliran terhadap sudut stall. Wake yang muncul pada sudut serang tertentu juga berpengaruh pada nilai CL dan CD, hal ini

menunjukan kecepatan stall dari airfoil NACA 4412 (Mayurkumar Kevadiya, 2013). Masalah yang muncul pada airfoil NACA 4412 perlu diteliti pada variabel yang berbeda dari penelitian sebelumnya. Fenomena stall yang terjadi pada sudut serang tertentu dalam aliran subsonic dapat diteliti untuk mendapatkan sudut spesifik terjadinya stall dan dapat diamati pengaruh kecepatan aliran pada koefisien lift dan drag jika dalam aliran supersonik. Setiap airfoil memiliki performa aerodinamika


(31)

yang berbeda-beda, hal ini akan dilihat batas maksimum performa aerodinamika dari NACA 4412 jika diberi kecepatan aliran melebihi kecepatan suara. Pada kecepatan yang tinggi disertai penambahan sudut serang, aliran yang terjadi cenderung mengalami wake, namun pada airfoil NACA 4412 yang diberi aliran subsonic terjadi wake pada sudut yang rendah, maka perlu diketahui sudut terjadinya wake dan besarnya wake yang terjadi pada airfoil NACA 4412 dalam kecepatan supersonic.

Dari penelitian mengenai airfoil NACA 4412, akan diketahui performa maksimum dalam penggunaannya pada pesawat terbang, sehingga dapat ditentukan efisiensi penggunaan airfoil NACA 4412 terhadap batas kecepatan dan sudut serang suatu pesawat terbang. Oleh karena itu, perlu diteliti pengaruh kecepatan aliran subsonic hingga aliran supersonic terhadap koefisien lift dan drag, angle of attack dan wake yang terjadi pada airfoil NACA 4412.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.Bagaimana pengaruh distribusi tekanan dan kecepatan? 2.Bagaimana pengaruh angle of attack pada nilai CL dan CD?

3.Bagaimana pengaruh perbedaan kecepatan pada setiap angle of attack terhadap nilai CL dan CD?

4.Bagaimana pengaruh angle of attack terhadap fenomena wake dan stall angle? 1.3 Manfaat penelitian


(32)

1.Memberikan kontribusi bagi Universitas Sanata Dharma khususnya Fakultas Sains dan Teknologi dalam bidang penelitian.

2.Penelitian yang dilakukan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya. 3.Penelitian berkontribusi untuk mendukung kemajuan teknologi dan

pendidikan di Indonesia. 1.4 Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.Mengetahui dampak dari variasi kecepatan pada airfoil dalam aliran subsonic hingga supersonic terhadap nilai koefisien lift dan drag.

2.Mengetahui dampak dari variasi angle of attack pada airfoil terhadap koefisien nilai lift dan drag.

3.Mengetahui dampak dari variasi kecepatan subsonic dan supersonic terhadap perubahan angle of attack dan pengaruh terhadap nilai koefisien lift dan drag.

4.Mengetahui distribusi kecepatan dan tekanan yang terjadi pada airfoil. 5.Mengetahui terjadinya fenomena wake dalam derajat tertentu.

6.Mengetahui stall angle dari airfoil NACA 4412. 1.5 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.Geometri yang digunakan adalah dua dimensi.


(33)

3.Kecepatan aliran dalam subsonic dan supersonic.


(34)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Penelitian

Pada tahun 2013, Gaurav Saxena dan Mahendra Agrawal membuat sebuah penelitian tentang analisis aerodinamika pada Airfoil NACA 4412. Proyek ini menyajikan studi komputasi pada NACA 4412 pada sudut serang yang berbeda (10º, 12.5º, 15, 16º, 17º, 17.5º, 20º dan 22.5º) menggunakan metode CFD (Computational Fluid Dynamic). Hasil penelitian menemukan bahwa belum terlihat adanya aliran yang terpisah pada sudut serang 10º dan 12.5º, tetapi pemisahan aliran dimulai pada sudut serang 15º dan meningkat pada sudut serang 17.5º, 20º, dan 22.5º. Dalam penelitian ini, efek permukaan airfoil tidak dipertimbangkan. Penelitian ini mendapatkan kesimpulan bahwa penambahan sudut serang pada airfoil berdampak pada pemisahan aliran dan disertai dengan peningkatan tekanan yang merugikan. Sementara itu pada sudut serang rendah gradien tekanan tidak cukup kuat untuk menyebabkan vortex.

Peningkatan sudut serang berdampak pada peningkatan koefisien lift, namun setelah mencapai sudut maksimal gaya lift tidak dapat ditingkatkan lebih lanjut dan cenderung menurun. Penurunan gaya lift terjadi karena muncul banyak tekanan yang merugikan, sehingga meningkatkan gaya drag. Hal tersebut dikenal dengan sudut stall dan dalam percobaan ditemukan pada sudut serang 16º. Pada sudut serang 16 º


(35)

diamati koefisien lift dengan nilai 1.55 merupakan nilai tertinggi (Gaurav saxena, 2013).

Sebuah penelitian dilakukan oleh Ahmed Abd Almahmoud Ahmed Yassin dan Abubaker Mohammed Ahmed Elbashir, Penelitian ini dilakukan pada airfoil NACA 4412 yang diberi aliran subsonic dengan menggunakan metode CFD. Hasil dari penelitian menunjukan nilai CL tertinggi terjadi pada sudut serang 14° kemudian

secara bertahap menurun. Hal ini kemudian dibandingkan dengan hasil eksperimen dalam benda uji, sudut dan kecepatan aliran yang sama. Hasilnya adalah nilai CL dan

stall angle pada penelitian dengan menggunakan metode CFD lebih tinggi dibandingkan dengan eksperimen yang menghasilkan nilai stall angle pada sudut 13° (Ahmed Abd Almahmoud Ahmed Yassin, 2013). Dalam studi lainnya yang dilakukan oleh Mayurkumar kevadiya pada tahun 2013 tentang analisis 2 dimensi pada airfoil NACA 4412. Penelitian ini menggunakan persamaan spalart allmaras (1 equation) dan menggunakan jenis solver Pressure based steady state. Airfoil diuji dalam kecepatan subsonic pada sudut 0°-12° dan diamati pengaruhnya terhadap nilai koefisien lift dan drag. Hasil penelitian menunjukkan nilai koefisien lift tertinggi berada pada sudut 8°, setelah mencapai sudut 8° nilai koefisien lift cenderung menurun.

2.2 Sifat Aliran

Pengamatan yang mendalam mengenai struktur molekul dari material mengungkapkan bahwa zat-zat yang biasanya dianggap sebagai benda padat (baja,


(36)

beton dll) memiliki jarak antar molekul yang rapat dengan gaya-gaya kohesi antar molekul yang besar yang memungkinkan sebuah benda padat mempertahankan bentuknya dan tidak mudah untuk dideformasi. Namun, untuk zat-zat yang dianggap sebagai cairan (air, minyak, dll) memiliki molekul agak terpisah, gaya antar molekulnya lebih lemah daripada benda-benda padat dan molekulnya mempunyai pergerakan yang bebas. Jadi zat cair dapat dengan mudah terdeformasi. Gas-gas (udara, oksigen dll) memiliki jarak antar molekul yang lebih besar dan gerakan yang bebas dengan gaya antar molekul yang dapat diabaikan, sehingga sangat mudah terdeformasi. Secara khusus fluida didefinisikan sebagai zat yang berdeformasi terus-menerus selama dipengaruhi suatu tegangan geser.

Beberapa sifat fluida yang sangat berkaitan dengan perilaku fluida adalah jelas bahwa fluida yang berbeda secara umum memilki sifat yang berbeda. Misalnya, gas-gas bersifat ringan dan dapat dimampatkan, sementara zat cair dan relatif tidak dapat dimampatkan. Sifat-sifat fluida yang memegang peranan penting dalam analisis perilaku fluida antara lain adalah kerapatan, berat jenis dan viskositas (Bruce R. Munson, 2009).

2.2.1 Kerapatan

Kerapatan (density) dari sebuah fluida , dilambangkan dengan huruf Yunani

(rho), didefinisikan sebagai massa fluida per satuan volume. Kerapatan biasanya digunakan untuk mengkarakteristikkan massa sebuah sistem fluida. Dalam sistem


(37)

BG,

mempunyai satuan slugs/ft3 atau dalam satuan SI adalah Kg/m3. Nilai kerapatan dapat bervariasi cukup besar di antara fluida yang berbeda, untuk zat-zat cair variasi tekanan dan temperatur umumnya hanya memberian pengaruh kecil terhadap nilai

. Namun, kerapatan dari gas sangat dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur. Massa jenis fluida didapatkan dengan persamaan (2.1):

V m

 (2.1)

dimana

adalah masa jenis, m adalah massa dan V adalah volume. Setiap zat memiliki massa jenis yang berbeda-beda (Bruce R. Munson, 2009).

2.2.2 Berat Jenis

Berat jenis dari sebuah fluida dilambangkan dengan huruf Yunani γ (gamma), didefinisikan sebagai berat fluida per satuan volume. Berat jenis berhubungan dengan kerapatan melalui persamaan (2.2):

 g (2.2)

dimana γ adalah berat jenis,

adalah massa jenis dan g adalah percepatan gravitasi. Seperti halnya kerapatan yang digunakan untuk mengkarakteristikan massa dari sebuah sistem fluida, berat jenis juga digunakan untuk mengkarakteristikan massa sebuah sistem fluida. Dalam satuan BG,

mempunyai satuan lb/ft3 dan satuan SI adalah N/m3 (Bruce R. Munson, 2009).


(38)

2.2.3 Kekentalan

Nilai kekentalan (viskositas) dari sebuah fluida tergantung dari jenis fluida tersebut. Viskositas disimbolkan dengan huruf Yunani

(mu) dan disebut sebagai viskositas mutlak, viskositas dinamik, atau viskositas saja. Viskositas sangat bergantung dari nilai temperatur. Di dalam gas molekul-molekul terpisah jauh dan gaya-gaya antar molekul diabaikan. Dalam hal ini, hambatan terhadap gerak relatif timbul karena pertukaran momentum antara molekul gas antara lapisan-lapisan fluida yang bersebelahan.

Dalam kajian fluida dikenal dua jenis viskositas yaitu viskositas dinamik dan viskositas kinematik. Viskositas dinamik dilambangkan dengan huruf Yunani

(mu). Jika didefinisikan menurut relasi tegangan geser dengan laju regangan geser pada fluida Newtonian, viskositas dinamik adalah rasio dari tegangan geser terhadap laju regangan geser:

dy dU /

 (2.3)

di mana

adalah tegangan geser (N/m2) dan

dy

dU adalah laju regangan geser (1/s). Dengan demikian dalam sistem SI satuan untuk viskositas dinamik adalah N

s/m2. Sedangkan viskositas kinematik, dilambangkan dengan huruf Yunani  (nu) merupakan rasio antara viskositas dinamik dengan kerapatan fluida:


(39)

 (2.4)

Oleh karena itu, dalam sistem SI satuan viskositas kinematik adalah m2/s (Bruce R. Munson, 2009).

2.3 Aliran Laminer, Transisi dan Turbulen

Aliran viskos dapat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu aliran laminer, transisi dan aliran turbulen. Dalam aliran laminer partiket-partikel zat cair/gas bergerak teratur mengikuti lintasan yang saling sejajar. Aliran ini terjadi apabila kecepatan rendah atau kekentalan besar.

Gambar 2.1 Tiga jenis aliran viskos (a) aliran laminer; (b) aliran transisi; (c) aliran turbulen (Frank M. White, 1998).

Pengaruh kekentalan adalah sangat besar sehingga dapat meredam gangguan yang dapat menyebabkan aliran menjadi turbulen. Dengan berkurangnya kekentalan dan bertambahnya kecepatan aliran maka daya redam terhadap gangguan akan berkurang, yang sampai pada suatu batas tertentu akan menyebabkan terjadinya perubahan aliran dari laminr ke aliran turbulen. Pada aliran turbulen gerak


(40)

partikel-partikel zat cair/gas tidak teratur. Aliran ini terjadi apabila kecepatan tinggi dan kekentalan zat cair/gas kecil (Bambang Triatmodjo, 2013)

2.4 Reynold Number

Pada tahun 1884 Osborne Reynold melakukan percobaan untuk menunjukkan sifat-sifat aliran laminer dan turbulen. Reynold menunjukkan bahwa untuk kecepatan aliran yang kecil fluida akan mengalir secara lurus seperti benang yang sejajar. Apabila kecepatan fluida ditambah maka aliran akan bergelombang yang akhirnya pecah dan menyebar. Kecepatan pada saat aliran mulai pecah disebut aliran kritik.

Menurut Reynold, ada tiga faktor yang mempengaruhi keadaan aliran yaitu kekentalan fluida

(mu), rapat massa fluida

(rho) dan luas penampang dari benda. Reynold menunjukkan bahwa aliran dapat diklasifikasikan berdasarkan suatu angka tertentu. Angka tersebut diturunkan dengan membagi kecepatan aliran dengan nilai /l, yang disebut dengan Bilangan Reynold. Bilangan Reynolds didapatkan dari persamaan (2.5):

   

Vl lV l V

  

Re (2.5)

dengan

(nu) adalah kekentalan kinematik. Dengan bertambahnya bilangan Reynolds baik karena bertambahnya kecepatan atau berkurangnya kekentalan suatu fluida, akan menyebabkan kondisi aliran laminer menjadi tidak stabil. Sampai suatu bilangan reynolds di atas nilai tertentu aliran berubah dari laminer menjadi turbulen.


(41)

Gambar 2.2 Aliran di dalam pipa (a) viskositas tinggi. Reynolds number rendah. Aliran laminer; (b) viskositas rendah. Reynold number tinggi, aliran turbulen (Frank M. White, 1998).

Berdasarkan hasil percobaan aliran dalam pipa, Reynolds menetapkan bahwa untuk bilangan Reynolds di bawah 2.000, gangguan aliran dapat diredam oleh kekentalan suatu fluida dan aliran pada kondisi tersebut adalah laminer. Aliran akan turbulen apabila bilangan Reynolds lebih besar dari 4.000. Apabila bilangan


(42)

Reynolds berada diantara kedua nilai tersebut (2.000<Re<4.000) aliran adalah transisi. Bilangan Reynolds pada kedua nilai di atas (Re=2.000 dan Re=4.000) disebut dengan batas kritik bawah dan atas (Bambang Triatmodjo, 2013).

2.5 Aliran Incompresible dan Aliran Compresible

Kemampatan sebuah fluida didefinisikan sebagai perubahan (pengecilan) volume karena adanya perubahan (penambahan) tekanan, yang ditunjukkan oleh perbandingan antara perubahan tekanan dan perubahan volume terhadap volume awal. Perbandingan tersebut dikenal dengan modulus elastisitas. Apabila dp adalah

pertambahan tekanan dan dV adalah pengurangan volume dari volume awal V, maka:

V dV

dp

K  (2.6)

Aliran inkompresibel adalah aliran dimana densitas fluidanya tidak berubah di dalam medan aliran (flow field), misalnya aliran air. Nilai modulus elastisitas untuk zat cair adalah sangat besar sehingga perubahan volume karena perubahan tekanan adalah sangat kecil. Contoh fluida tak-termampatkan adalah: air, berbagai jenis minyak, emulsi, dll. Bentuk Persamaan Bernoulli untuk aliran tak-termampatkan adalah sebagai berikut:

  

w

2


(43)

di mana P adalah tekanan fluida,

adalah densitas fluida, g adalah percepatan dan gravitasi

adalah kecepatan fluida (Bambang Triatmodjo, 2013).

Sedangkan aliran kompresibel adalah aliran dimana densitas fluidanya berubah didalam medan aliran. Contoh fluida inkompresibel adalah udara, gas alam, dll. Persamaan Bernoulli untuk aliran termampatkan adalah sebagai berikut:

2 2 2 2 2 1 1 1 2 1 2 1        

gh P gh

P (2.8)

di mana  adalah energi potensial gravitasi per satuan massa; jika gravitasi konstan maka  gh dan

w

adalah entalpi fluida per satuan massa (Batchelor, 1967).

Perbedaan antara aliran kompresibel dan inkompresibel di udara juga dapat dilihat dalam perbedaan mach number (rasio kecepatan aliran dengan kecepatan suara). mach number harus lebih besar dari 0,3 mach sehingga dianggap sebagai aliran konpresibel. Jika kecepatan aliran kurang dari 0,3 mach maka aliran tersebut dianggap sebagai aliran inkompresibel. Meskipun gas adalah kompresibel, perubahan densitas yang terjadi pada kecepatan rendah mungkin tidak besar. Perubahan densitas diplot sebagai fungsi dari mach number. Perubahan densitas udara direpresentasikan dalam

/

0 , di mana

0 adalah densitas udara pada kecepatan nol (Houghton, 2013).


(44)

Gambar 2.3 Perubahan densitas terhadap perubahan mach number (Houghton, 2013). Diamati bahwa untuk nomor mach sampai 0,3 mach, perubahan densitas berada pada 4,37%. Jadi, untuk semua tujuan praktis perubahan densitas pada wilayah ini dapat diabaikan. Tetapi jika mach number meningkat melampaui 0,3 mach, maka perubahan densitas menjadi cukup besar dan pada angka 1 mach, perubahan tersebut naik sekitar 36,5%. Pada angka 2 mach perubahan densitas setinggi 77%. Oleh karena itu, aliran udara dapat dianggap inkompresibel untuk mach number di bawah 0,3 mach dan kompresibel untuk mach number diatas 0,3 mach (Houghton, 2013).

2.6 Aliran Steady dan Unsteady

Aliran tunak (steady flow) terjadi jika kecepatannya tidak terpengaruh oleh perubahan waktu. Dengan demikian ditinjau pada titik yang sama, kecepatan aliran


(45)

selalu konstan dari waktu ke waktu (Bruce R. Munson, 2009). Secara matematika kondisi tunak ini dapat dinyatakan dengan:

0 t V

  

(2.9)

Sedangkan aliran tak tunak (unsteady flow) terjadi jika kecepatannya terpengaruh oleh perubahan waktu. Dengan demikian jika ditinjau pada titik yang sama, kecepatan aliran berubah-ubah dari waktu ke waktu (Bruce R. Munson, 2009). Secara matematika kondisi aliran tunak ini dapat dinyatakan dengan:

0 t V

  

(2.10)

2.7 Eksternal Flow

Aliran eksternal adalah aliran yang tidak dibatasi dinding. Geometri benda yang kompleks biasanya memerlukan data eksperimen pada gaya dan moment yang disebabkan oleh aliran. Aliran ini ditemui dalam studi engineering: aerodinamis (pesawat terbang, roket, proyektil), hidrodinamika (Kapal, kapal selam, torpedo), transportasi (mobil, truk), angin engineering (bangunan, jembatan, menara air, turbin angin), dan rekayasa laut (Pelampung, pemecah gelombang, tiang, kabel,dll). Aliran eksternal dibagi menjadi dua jenis yaitu aliran Bluff Body dan Aliran Streamlined Body. Dalam hal ini terjadi perbedaan antara nilai Cd (koefisien drag) dan Cf (Koefisien friction) (Frank M. White, 1998).


(46)

Bluff Body adalah sebuah geometri yang memiliki hambatan udara yang tinggi sehingga jika memberikan aliran fluida dengan kecepatan yang tinggi akan menyebabkan terbentuknya vortex. Berbeda dengan bluff body, geometri yang memiliki gaya hambat fluida yang rendah disebut dengan streamline body. geometri ini menyebabkan aliran yang melaluinya tetap laminar, contohnya pada desain pesawat terbang (Frank M. White, 1998).

Gambar 2.4 Koefisien drag untuk bilangan Mach rendah dalam benda dua dimensi (Frank M. White, 1998).

Kontribusi relatif gesekan dan tekanan hambatan tergantung pada bentuk benda, terutama ketebalannya. Gambar 2.3 menunjukkan data untuk square cylinder memiliki koefisien drag yang lebih tinggi daripada airfoil (Frank M. White, 1998).


(47)

2.8 Kecepatan Suara (Speed of Sound)

Kecepatan suara adalah jarak yang ditempuh per satuan waktu, gelombang suara merambat melalui media elastis. Dalam udara kering pada 20 ° C (68 ° F), kecepatan suara adalah 343,2 meter per detik (1.126 ft / s; 1.236 km / h. Dalam dinamika fluida, kecepatan suara dalam fluida (gas atau cair) digunakan sebagai ukuran relatif untuk kecepatan sebuah benda bergerak. Kecepatan suatu benda dibagi dengan kecepatan suara dalam fluida tersebut dan disebut bilangan Mach. Benda yang bergerak dengan kecepatan lebih besar dari Mach 1 berarti berada pada kecepatan supersonik (Bannon, 2015). Model gas ideal memprediksi bahwa kecepatan suara dalam gas murni:

 p

Vsuara (2.11)

di mana Vsuara adalah kecepatan suara, γ adalah adiabatik konstan (juga disebut

sebagai eksponen adiabatik, rasio panas spesifik, atau eksponen isentropik), P adalah tekanan absolut gas, dan ρ adalah densitas gas. kecepatan suara di udara nyata tergantung pada suhu, tekanan, kelembaban dan frekuensi (A. J. Zuckerwar, 2002).

Dalam gas dan cairan, suara biasanya merambat adiabatik, yaitu perubahan suhu yang berhubungan dengan kompresi di gelombang suara tidak keluar dalam satu periode. Kecepatan suara dalam hal ini dapat dinyatakan sebagai berikut:

    

ad is

ad

K


(48)

di mana Kad adalah modulus bulk adiabatik,

adalah densitas,

ad adalah kompresibilitas adiabatik,

is



ad adalah kompresibilitas isotermal, dan

= cp / cv adalah rasio panas spesifik pada tekanan konstan untuk panas spesifik di Volume konstan. Kecepatan suara dalam gas ideal diberikan oleh rumus Laplace:

/ RT/

C   (2.13)

di mana 

adalah tekanan rata-rata pada benda, R adalah konstanta gas universal, T adalah temperatur absolut dan

adalah kekentalan fluida. Rumus Newton untuk kecepatan suara diperoleh ketika  1; formula ini didasarkan pada asumsi bahwa proses propagasi memiliki karakter isotermal. Perbedaan antara proses adiabatik dan isotermal biasanya dapat diabaikan dalam kasus cairan (Landau, L. D., 1987). Dalam gas, kecepatan suara meningkat karena suhu dan kenaikan tekanan. Dalam cairan, kecepatan suara umumnya menurun dengan naiknya suhu. Air merupakan pengecualian untuk aturan ini. Dalam ISA (atmosfer standar internasional), kecepatan gelombang suara merambat pada media tertentu sekitar 761,6 mph (setara dengan 1.116 ft / s, 340 m / s, 661,7 knot, 34,046.16 cm / s, atau 1.225,35 km / jam). Kecepatan suara ditentukan oleh kepadatan medium. Di udara, suhu yang mempengaruhi kepadatan udara (Landau, L. D, 1987).

2.9 Mach Number

Bilangan mach adalah parameter dominan dalam analisis aliran kompresibel, dengan berbagai efek tergantung pada besar nilainya. Para ahli aerodinamika


(49)

terutama membuat perbedaan antara berbagai rentang bilangan mach dan klasifikasi sebagai berikut:

1. Ma < 0,3: aliran incompresible, di mana efek kerapatan fluida diabaikan. 2. 0,3 < Ma < 0,8: aliran subsonik, di mana efek kerapatan fluida penting tapi

gelombang kejut yang muncul kecil.

3. 0,8 < Ma < 1,2: aliran transonik, di mana wake pertama kali muncul, membagi wilayah subsonic dan wilayah supersonik. penerbangan di wilayah transonik sulit karena karakter campuran medan aliran.

4. 1,3 < Ma < 3,0: aliran supersonik, di mana terjadi wake namun tidak ada daerah subsonik.

5. 3,0 < Ma: aliran hipersonik, di mana wake dan aliran lainnya mengalami perubahan yang sangat kuat.

nilai-nilai numerik yang tercantum di atas adalah panduan kasar. Kelima kategori aliran sesuai untuk eksternal aerodinamis dalam kecepatan tinggi (Frank M. White, 1998).

2.10 Dasar Aerodinamika

Dalam merancang suatu pesawat hal terpenting adalah membuat perkiraan awal untuk dasar karakteristik aerodinamis (drag dan lift) dari suatu pesawat. Udara mengalir melewati pesawat terbang, atau badan pesawat harus dialihkan dari jalur aslinya. Hal tersebut menyebabkan perubahan kecepatan udara. Persamaan Bernoulli menunjukkan bahwa tekanan yang diberikan oleh udara di pesawat merubah aliran


(50)

menjadi aliran yang mengganggu. Selain itu, viskositas udara juga menyebabkan gaya gesek yang cenderung menahan aliran udara (Houghton, 2013).

Pada prinsipnya, saat pesawat mengudara, terdapat 4 gaya utama yang bekerja pada pesawat, yakni gaya dorong (thrust), hambat (drag), angkat (lift), dan berat pesawat (weight). Pada saat pesawat sedang menjelajah (cruise) pada kecepatan dan ketinggian konstan, ke-4 gaya tersebut berada dalam kesetimbangan: T = D dan L = W. Sedangkan pada saat pesawat take off dan landing, terjadi akselerasi dan deselerasi yang dapat dijelaskan menggunakan Hukum II Newton (total gaya adalah sama dengan massa dikalikan dengan percepatan) (Houghton, 2013).

Ada tiga penjelasan yang diterima untuk fenomena munculnya gaya angkat pada sayap: prinsip Bernoulli, Hukum III Newton, dan efek Coanda. Sayap pesawat memiliki kontur potongan melintang yang unik: airfoil. Pada airfoil, permukaan atas sedikit melengkung membentuk kurva cembung, sedangkan permukaan bawah relatif datar. Bila aliran udara mengenai kontur airfoil ini, maka ada kemungkinan bahwa udara bagian atas akan memiliki kecepatan lebih tinggi dari bagian bawah: hal ini disebabkan karena udara bagian atas harus melewati jarak yang lebih panjang (permukaan atas airfoil adalah cembung) dibandingkan udara bagian bawah. Prinsip Bernoulli menyatakan bahwa semakin tinggi kecepatan fluida (untuk ketinggian yang relatif sama), maka tekanannya akan mengecil. Dengan demikian akan terjadi perbedaan tekanan antara udara bagian bawah dan atas sayap: hal inilah yang menciptakan gaya angkat (L) (Don Berliner, 1997).


(51)

Gambar 2.5 Stream line aliran udara pada airfoil (Houghton, 2013).

Penjelasan menggunakan Hukum III Newton menekankan pada prinsip perubahan momentum manakala udara dibelokkan oleh bagian bawah sayap pesawat. Dari prinsip aksi reaksi, muncul gaya pada bagian bawah sayap yang besarnya sama dengan gaya yang diberikan sayap untuk membelokkan udara. Sedangkan penjelasan menggunakan efek Coanda menekankan pada beloknya kontur udara yang mengalir di bagian atas sayap. Bagian atas sayap pesawat yang cembung memaksa udara untuk mengikuti kontur tersebut. Pembelokan kontur udara tersebut dimungkinkan karena adanya daerah tekanan rendah pada bagian atas sayap pesawat (atau dengan penjelasan lain: pembelokan kontur udara tersebut menciptakan daerah tekanan rendah). Perbedaan tekanan tersebut menciptakan perbedaan gaya yang menimbulkan gaya angkat (L) (Don Berliner, 1997).

Udara yang melewati pesawat terbang atau badan lainnya, harus dialihkan dari jalur aslinya. Pembelokkan tersebut menyebabkan perubahan dalam kecepatan udara, namun gaya gesek pada badan pesawat cenderung menahan aliran udara. Sebagai hasil dari proses ini, pesawat mengalami gaya aerodinamis dan momen. Hal ini


(52)

dipisah menjadi beberapa komponen seperti gaya lift (L), gaya drag (D), crosswind force (Y), pitching moment (M), rolling moment (LR) dan yawing moment (N)

Lift adalah komponen gaya yang bekerja ke atas. Gambar 2.4 menggambarkan arti dalam berbagai arah dari penerbangan. Panah V merupakan arah penerbangan, panah L mewakili arah gaya lift dan panah W adalah berat pesawat yang menunjukkan arah ke bawah. Harus diingat bahwa lift adalah komponen yang tegak lurus terhadap arah penerbangan. Sedangkan, drag adalah komponen dari gaya yang bekerja dalam arah yang berlawanan dengan garis penerbangan atau dalam arah yang sama dengan datangnya aliran. Gaya ini adalah kekuatan yang menghambat gerakan/laju pesawat (Houghton, 2013).


(53)

Komponen berikutnya dalam arah penerbangan adalah Crosswind dan pitching, crosswind yaitu komponen kekuatan yang saling tegak lurus ke gaya lift dan drag dalam arah spanwise atau searah dengan sayap pesawat. Sedangkan Pitching adalah momen yang berada pada pesawat yang memiliki gaya lift dan drag, momen pitching berada pada bidang horisontal namun bergerak ke arah vertikal ketika pesawat terbang horizontal. Hal ini didefinisikan positif karena digunakan meningkatkan sudut serangan atau menaikkan hidung pesawat. Selanjutnya adalah momen rolling, momen ini cenderung untuk membuat berputar/hampir berputar sebuah pesawat dari arah penerbangan. Momen rolling menekan salah satu ujung sayap dan menaikkan lainnya. Komponen selanjutnya adalah yawing momen, komponen ini cenderung untuk memutar/membelokan pesawat untuk mengayunkan hidung pesawat ke satu sisi dari arah penerbangan (Houghton, 2013).

Gambar 2.7 Gaya dan momen aerodinamis terhadap arah penerbangan (Houghton, 2013).


(54)

Hubungan komponen-komponen ini ditunjukkan pada Gambar 2.5 Dalam setiap kasus arah panah menunjukkan arah gaya positif atau momen. Sistem gaya dan momen ini dijelaskan secara konvensional dan digunakan untuk analisis kinerja dan masalah sederhana (Houghton, 2013).

Dalam prinsip aerodinamika juga perlu memperhatikan fenomena wake dan turbulensi. Kejutan melengkung yang terdiri dari elemen kecil dari gelombang kejut pada saat pesawat bermanuver adalah wajar selama radius kelengkungan lebih besar dibandingkan dengan ketebalan. Wake memiliki karakter dan kekuatan yang saling bersinggungan satu sama lain dengan konfigurasi permukaan/bentuk pesawat. Streamline juga mengubah arah pada perpotongan gelombang dengan karakter yang sama tetapi dengan kekuatan berbalik yang berbeda. Teori wake akan memberikan wawasan yang lebih mendalam pada masalah turbulensi terkait dengan aerodinamis (Houghton, 2013).

Dalam fisika, wake adalah jenis aliran yang menyebarkan gangguan. Seperti gelombang biasa, wake membawa energi dan dapat menyebar melalui media tetapi muncul dengan tiba-tiba. Hal ini terjadi karena perubahan tekanan, suhu dan kepadatan fluida. Ketika wake melewati materi, energi dipertahankan tapi entropi meningkat. Perubahan sifat materi ini memanifestasikan dirinya sebagai penurunan energi yang bisa disebut sebagai gaya drag pada objek (Houghton, 2013).

Wake memiliki perubahan yang sangat signifikan dalam sifat-sifat gas. Dalam jarak yang lebih jauh, wake dapat berubah dari gelombang nonlinier menjadi


(55)

gelombang linear, berubah menjadi gelombang suara konvensional karena memanaskan udara dan kehilangan energi. Gelombang suara umumnya ditemui pada penerbangan supersonik (Houghton, 2013). Wake terjadi pada airfoil saat airfoil mencapai sudut yang tinggi dan aliran tidak mengalir dipermukaan atas airfoil seperti pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Distribusi kecepatan dan entalpi aliran gas pada lapisan dinding yang memiliki kecepatan tinggi (Frank M. White, 1998).

2.11 Koefisien Lift dan Drag

koefisien lift diilustrasikan pada Gambar 2.9 untuk sayap dua dimensi. Pada kurva penuh (a), meliliki bagian cukup tebal dari nol chamber, hal ini terlihat dari garis lurus melewati titik asal dan melengkung melalui nilai CL yang tinggi, mencapai


(56)

mencapai titik stall, koefisien lift menurun dan cenderung mendatar pada nilai yang sedikit lebih rendah (Houghton, 2013).

Gambar 2.9 Kurva lift untuk ketebalan sedang dan chamber berbeda (Houghton, 2013).

Nilai koefisien lift maksimum merupakan karakteristik airfoil yang sangat penting karena digunakan menentukan kecepatan minimum sebuah pesawat bisa terbang. Kurva (b) dan (c) pada Gambar 2.7 memiliki distribusi ketebalan yang sama, tetapi (c) lebih melengkung dari (b). Koefisien lift didapatkan dari persamaan 2.14:

S V F

C L

L

2 2 1

 (2.14)

di mana CL adalah koefisien lift, FL (N) adalah gaya lift,

(Kg/m3) adalah densitas

fluida, V (m/s) adalah kecepatan aliran dan S (m2) menunjukkan luas area (Houghton,


(57)

Selain koefisien lift, pada airfoil juga menghasilkan nilai koefisien drag. Koefisien drag adalah koefisien hambatan yang menunjukkan seberapa besar suatu benda dapat melawan hambatan fluida. Semakin kecil nilai dari koefisien drag, maka semakin mudah suatu benda untuk melawan hambatan fluida. Koefisien drag didapatkan dari Persamaan 2.15:

S V F CD D

2 2 1

 (2.15)

di mana CD adalah koefisien drag, FD (N) adalah gaya drag,

(Kg/m3) adalah

densitas fluida, V (m/s) adalah kecepatan aliran dan S (m2) menunjukkan luas area (Houghton, 2013).

2.12 Teori Airfoil

Jika sayap horisontal dipotong dengan pesawat sejajar vertikal ke centerline, bentuk bagian yang dihasilkan biasanya seperti Gambar 2.10. Bagian ini disebut dengan airfoil, yang untuk Penggunaan subsonik hampir selalu memiliki leading edge bulat (Houghton, 2013).


(58)

Gambar 2.10 Geometri airfoil dan definisi bagian airfoil (Houghton, 2013). Panjang garis chord adalah chord airfoil, dilambangkan c. Titik di mana garis chord memotong bagian depan (atau hidung) bagian yang digunakan sebagai awal dari sepasang sumbu: sumbu x adalah garis chord, sumbu y tegak lurus ke garis chord positif dalam arah ke atas. Bentuk bagian ini biasanya diberikan sebagai nilai dari x dan nilai y. Bagian ini dibuat dalam bentuk koordinat yang biasanya dinyatakan sebagai persentase dari chord (Houghton, 2013).

Bentuk melengkung pada setiap jarak sepanjang chord dari hidung ditandai dengan titik di tengah antara permukaan atas dan bawah. Kedudukan dari semua titik tersebut biasanya melengkung disebut dengan garis median dan disebut garis chamber. Ketinggian maksimum garis camber atas garis chord dilambangkan  dan


(59)

kuantitas /c, ini disebut dengan camber maksimum. Bagian airfoil yang melengkung biasanya berkisar dari 0% (bagian simetris) sampai 5. Setelah menemukan median, atau camber, garis, jarak dari atas dan bawah permukaan dapat diukur pada setiap nilai x. Semua bagian tersebut dapat diukur pada semua titik sepanjang chord dan kemudian diplot terhadap x dari garis lurus. Hasilnya bentuk simetris, yang disebut distribusi ketebalan atau fairing simetris (Houghton, 2013).

Parameter penting dari distribusi ketebalan adalah ketebalan maksimum, yang menyatakan sebagian kecil dari chord, disebut chord rasio ketebalan dan umumnya dinyatakan dalam persentase. Posisi sepanjang chord di mana ketebalan maksimum terjadi adalah karakteristik penting dari distribusi ketebalan. Nilai ketebalan maksimum biasanya terletak antara 30% dan 60% chord dari leading edge (Houghton, 2013).

Secara keseluruhan, airfoil bekerja menghasilkan gaya (lift) atau menghasilkan efek aerodinamika saat melewati suatu aliran udara. Ketika melewati suatu aliran udara terjadi perbedaan kecepatan aliran udara di atas dan di bawah sayap pesawat. Kecepatan udara yang melewati sayap bagian atas cenderung lebih cepat dibandingkan dengan sayap bagian bawah, perbedaan ini menimbulkan perbedaan tekanan udara antara sayap bagian atas dan sayap bagian bawah (Houghton, 2013).

Ada 4 gaya yang bekerja pada sayap pesawat, gaya-gaya tersebut dinamakan dengan gaya aerodinamika antara lain :


(60)

1. Lift, gaya angkat pesawat karena adanya perbedaan tekanan pada penampang pesawat.

2. Weight, gaya yang berasal dari berat pesawat.

3. Thrust, gaya dorong pesawat yang dihasilkan oleh mesin pesawat

4. Drag, gaya hambatan karena adanya gesekan antara permukaan pesawat dan udara.

Gambar 2.11 Arah dan gaya-gaya dalam pesawat terbang (Houghton, 2013). Lift dan drag adalah gaya aerodinamika yang paling utama yang bekerja pada suatu pesawat, sedangkan thrust pada pesawat harus lebih besar daripada gaya drag. Gaya thrust diatur oleh pilot melalui putaran dari propeler atau mesin pesawat agar dapat menghasilkan tenaga yang cukup (Houghton, 2013).

2.13 CFD (Computational Fluid Dynamic)

Datangnya milenium ketiga telah melihat perkembangan yang sangat besar pada aplikasi komputer di hampir setiap bidang. Penggunaanya sangat beragam antara lain untuk geometri yang cukup kompleks dan pola aliran untuk model pada digital komputer hingga simulasi persamaan gerak aliran fluida. Wilayah aliran ini


(61)

dibagi menjadi grid elemen dan node, dengan aljabar yang mensimulasikan persamaan diferensial parsial dasar aliran. Sementara simulasi aliran dua dimensi sederhana telah lama dipelajari dan dapat diprogram sebagai latihan siswa. Arus tiga-dimensi yang melibatkan ribuan atau bahkan jutaan titik-titik grid, tidak dipecahkan dengan superkomputer modern (Frank M. White, 1998).

Meskipun pemodelan komputer dasar diolah secara ringkas, CFD pada dasarnya adalah untuk studi lanjutan atau praktik profesional. Perubahan besar lebih pada dekade terakhir adalah bahwa insinyur dapat menyelesaikan masalah dalam eksperimen yang diprogramkan ke dalam CFD. Para insinyur dapat mengambil keuntungan dari salah satu atau beberapa kode CFD komersial. CFD adalah paket perangkat lunak yang luas, yang memungkinkan para insinyur untuk membangun geometri dan kondisi batas untuk mensimulasikan masalah aliran tertentu. Perangkat lunak kemudian diubah menjadi grid wilayah aliran dan dilakukan perhitung sifat aliran di setiap elemen jaringan. Hal ini memiliki kenyamanan yang bagus namun memiliki bahaya yang juga besar. Artinya, perhitungan yang dilakukan tidak hanya otomatis seperti ketika menggunakan kalkulator tangan, melainkan memerlukan pemikiran, analisis dan perhatian dari pengguna. Konvergensi dan akurasi adalah masalah nyata bagi pemodel karena penggunaan CFD membutuhkan beberapa seni dan pengalaman (Frank M. White, 1998).


(62)

Gambar 2.12 CFD hasil untuk air mengalir melewati sebuah NASA 66 (MOD) hydrofoil; C grid 262 dengan 91 node (Frank M. White, 1998).

CFD harus dilakukan dengan hati-hati dengan melakukan perhitungan serta berpatokan pada hasil eksperimen untuk menghindari hasil yang tidak akurat. Namun juga harus disadari bahwa simulasi CFD memberikan hasil yang spektakuler. Gambar 2.13 dan 2.14 menunjukkan aliran turbulen melewati sebuah kubus dipasang di lantai saluran yang jarak clrearance dua kali tinggi kubus.

Gambar 2.13 Eksperimental oil-streak visualisasi permukaan mengalir di Re=40.000 (Frank M. White, 1998).


(63)

Gambar 2.14 Komputasi large-eddy mensimulasikan aliran permukaan kubus dengan aliran oil-streak pada Re=40.000 (Frank M. White, 1998).

Bandingkan Gambar 2.11, pandangan atas permukaan eksperimental mengalir sebagai divisualisasikan dengan garis-garis minyak. Hasil superkomputer gambar 2.12 CFD menggunakan metode simulasi large-eddy memberi hasil yang luar biasa. Pola terlihat jelas mengalir di depan kubus disebabkan oleh terbentuknyan pusaran tapal kuda (horseshoe vortex), seperti yang terlihat dalam pandangan sisi eksperimen (gambar 2.11). Dapat disimpulkan bahwa CFD memiliki potensi prediksi aliran yang luar biasa (Frank M. White, 1998).

Persamaan pokok dinamika fluida didasarkan pada Fakta bahwa perilaku dinamis dari fluida ditentukan oleh berikut ini hukum konservasi, yaitu:


(64)

2. konservasi momentum 3. konservasi energi.

Hukum tersebut diterapkan untuk volume control sangat kecil terletak di cairan bergerak. Aplikasi ini menghasilkan Partial Differential Equation (PDE) massa, momentum dan perpindahan energi. Hukum kedua Newton tentang gerak, dikombinasikan dengan hukum stoke’s stress, menghasilkan tiga persamaan momentum untuk kecepatan dalam arah

x

j (j =1, 2, 3). Hukum pertama termodinamika dalam hubungannya dengan hukum Fourier dari konduksi panas (qit/xi) menghasilkan persamaan energi untuk menghantarkan suhu (T) atau entalpi (h). Menggunakan notasi tensor, kita dapat menyatakan hukum ini sebagai berikut:

Konservasi Massa untuk Campuran

0 ) (       j j m m x u t

(2.16)

Persamaan Momentum i (i = 1, 2, 3)

ui i m i j i eff j j k j m i m S B x p x u x x u u t u                     (

) (

)

(2.17)

Dalam persamaan ini, akhiran m mengacu pada campuran fluida. Untuk komponen tunggal fluida, akhiran dapat dihilangkan dan persamaan perpindahan massa menjadi tidak relevan. Demikian pula pada persamaan yang memiliki akhiran eff


(65)

menunjukkan nilai-nilai yang efektif difusivitas massa (D), viskositas (), dan termal konduktivitas (k). Pada aliran laminar, nilai-nilai sifat perpindahan diambil dari tabel properti untuk cairan di bawah pertimbangan. Pada aliran turbulen, sifat perpindahan diasumsikan nilainya lebih banyak dari nilai-nilai pada cairan. Selain itu, perpindahan yang efektif adalah berubah menjadi sifat aliran (Anil W. Date, 2005).

Dari sudut pandang diskusi lebih lanjut dengan metode numerik, beberapa persamaan dapat berperan sebagai satu persamaan untuk variabel umum

seperti berikut:

 

                     S x x x u

t j j eff j

j m

m

(2.18)

Table 2.1 Arti dari

eff dan S untuk setiap

(Anil W. Date, 2005).

Persamaan

eff (exch.

coef.) S

(net source)

2.16 1 0 0

2.17 ui

eff p/xi mBiSui

arti dari eff dan S

untuk setiap

tercantum dalam Tabel 2.1. Persamaan 2.18 adalah disebut transport equation untuk properti

.

Persamaan yang biasa digunakan dalam analisis 2 dimensi untuk kasus simulasi airfoil adalah Spalart-Allmaras one-equation turbulence model (J. Blazek,


(1)

sudut serang 12° sekitar 1500 m/s dan di bawah airfoil sekitar 889,7 m/s. Kecepatan aliran pada ujung belakang airfoil mengalami penurunan dan aliran mulai terlepas dan menimbulkan wake. Wake yang terjadi lebih besar dibanding bilangan mach 2,5 dengan kecepatan aliran pada daerah wake sangat rendah. Kecepatan aliran di bawah airfoil mengalami peningkatan sehingga nilai koefisien lift cenderung menurun dibandingkan sudut serang 8°. Gambar 4.76 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 16° sekitar 1500 m/s dan kecepatan di bawah airfoil sekitar 889,7 m/s. Kecepatan aliran pada sudut serang 12° sama seperti sudut serang 16° tapi cenderung mengalami penurunan nilai koefisien lift (Shao-wu LI, 2011).


(2)

123 BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan mengenai pengaruh variasi aliran subsonic dan supersonic terhadap perubahan angle of attack dari airfoil NACA 4412, maka dapat disimpulkan sesuai dengan tujuan dari penelitian;

1. Variasi aliran subsonic dan supersonic berdampak pada peningkatan nilai koefisien lift. Namun, variasi aliran subsonic memiliki nilai Koefisien lift sedikit lebih tinggi dengan nilai 1,17290 daripada variasi aliran supersonic dengan nilai 1,17150 pada titik stall. Ketika airfoil melewati titik stall, variasi aliran supersonic memiliki nilai koefisien lift lebih tinggi dengan nilai 1,15900 dibandingkan variasi aliran subsonic dengan nilai 1,11440. Nilai koefisien drag meningkat mengikuti peningkatan kecepatan pada setiap sudut serang. Namun variasi aliran supersonic memiliki nilai koefisien drag lebih rendah dengan nilai 0,085230 dibandingkan variasi aliran subsonic dengan nilai 0,090870 setelah melewati titik stall.

2.Variasi peningkatan angle of attack pada airfoil berpengaruh pada peningkatan nilai koefisien lift, tetapi setelah melewati sudut stall nilai koefisien lift cenderung menurun. Peningkatan angle of attack pada airfoil juga diikuti dengan peningkatan nilai koefisien drag.


(3)

berdampak pada nilai koefisien lift dan drag. Peningkatan angle of attack pada setiap variasi aliran berpengaruh pada peningkatan nilai koefisien lift. Nilai koefisien lift tertinggi dari semua variasi kecepatan berada pada sudut 8° dengan bilangan Mach 0,8. Nilai koefisien drag semakin meningkat pada setiap variasi sudut dan kecepatan. Nilai koefisien drag tertinggi dari semua variasi kecepatan berada pada sudut 16° dengan bilangan Mach 0,6.

4.Distribusi tekanan pada airfoil NACA 4412 dalam setiap variasi kecepatan dan angle of attack dianalisa melalui kontur tekanan. Hasil analisa menunjukkan tekanan yang terjadi di bawah airfoil lebih besar dibandingkan tekanan yang terjadi di atas airfoil pada setiap angle of attack. Tekanan di bawah airfoil menurun dan tekanan di atas airfoil meningkat setelah melewati sudut stall sehingga terjadi penurunan nilai koefisien lift. Hal ini berkaitan dengan distribusi kecepatan pada airfoil NACA 4412 yang dianalisa melalui kontur kecepatan. Kecepatan aliran pada bagian atas airfoil lebih cepat dibandingkan kecepatan aliran dibawah airfoil dikarenakan jarak yang ditempuh aliran lebih panjang pada bagian atas airfoil. Sehingga, tekanan di atas airfoil lebih rendah dibandingkan tekanan di bawah airfoil. Tetapi, kecepatan aliran di atas airfoil menurun setelah melewati sudut stall sehingga nilai tekanan meningkat dibagian atas airfoil.

5.Fenomena wake terlihat pada velocity streamline dan terjadi pada sudut serang 12°-16°. Peningkatan variasi kecepatan khususnya supersonic menimbulkan


(4)

125

peningkatan intensitas wake. Pada bilangan Mach subsonic intensitas wake sangat kecil sehingga dengan mempertimbangkan nilai koefisien lift dan drag pada setiap variasi bilangan mach dan angle of attack, airfoil NACA 4412 lebih cocok digunakan dalam penerbangan subsonic.

6.Stall angle airfoil NACA 4412 dalam penelitian ini terjadi pada sudut 8°. Hal ini dikarenakan sudut 8° adalah sudut yang memiliki nilai koefisien lift tertinggi dibandingkan sudut lainnya.

5.2 Saran

Dari penelitian yang telah dilakukan ada beberapa hal yang perlu dicermati dan diperbaiki yaitu sebagai berikut:

1.Hasil dari penelitian akan lebih maksimal dengan menggunakan jenis mesh structured. Sehingga, data dari hasil penelitian lebih detail dan akurat.

2.Penentuan angle of attack akan lebih baik jika dilakukan pada range yang lebih rapat agar sudut stall yang diketahui lebih spesifik.

3.Alat yang digunakan berupa laptop akan lebih baik jika memiliki spesifikasi lebih tinggi daripada yang digunakan dalam penelitian ini. Sehingga, proses running dapat dilakukan lebih cepat dan metode pengujian dapat lebih bervariasi.

4.Penelitian ini dapat ditingkatkan dengan bentuk analisis 3D serta dapat ditambah dengan variasi yang lainnya berkaitan dengan solusi untuk mereduksi intensitas turbulensi dan wake.


(5)

126

DAFTAR PUSTAKA

Bannon, Mike. 3 May 2015."The Newton–Laplace Equation and Speed of Sound". Thermal Jackets.

Batchelor, G.K. 1967. An Introduction to Fluid Dynamics. Cambridge University Press. Great Britain : Cambridge University Press, reprint Publisher 2000. Berliner , Don. 1997. "Aviation: Reaching for the Sky". The Oliver Press. Innovators,

3.

Date, Anil W. 2005. Introduction to Computational Fluid Dynamic. United Kingdom : Cambridge University Press.

Houghton, E.L. Carpenter, P.W. Collicott, Steven and Valentine, Dan. 2013. Aerodynamics for Engineering Students (Sixth Edition). Amsterdam : Elsevier.

J. Blazek, 2001. Computational Fluid Dynamic : Principles and Applications. United Kingdom : Elsevier.

Kevadiya, Mayurkymar. May 2013. CFD Analysis of Pressure Coefficient for NACA 4412. International Journal of Engineering Trends and Technology (IJETT). Volume 4 Issue 5.

Landau, L. D., and E. M. Lifshits. 1987. Mekhanika sploshnykh sred, 2nd ed. Moscow. Oxford, England ; New York : Pergamon Press, 1987. Course of theoretical physics ; v.6.

Lubis, M. Mirsal. 2012. Analisis Aerodinamika Airfoil NACA 2412 pada Sayap Pesawat Model Glider dengan Menggunakan Software Berbasis Computational Fluid Dynamic untuk memperoleh Gaya Angkat Maksimum. Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik. Jurnal e-Dinamis, Volume II, No.2

Munson, Bruce R dkk. 2009. Solution Manual for Fundamentals of Fluid Mechanics, 6th Edition. Great Britain : Wiley.

Owen, kenneth. 2001. Concorde : story of a supersonic pioneer. "Updated and revised edition of Concorde: new shape in the sky, which was first published in 1982"--Title page verso. Great Britain : Science Museum.


(6)

127

Patel, Karna S. March 2014. CFD Analysis of an Aerofoil. International Journal of Engineering Research. Volume No.3, Issue No.3, pp : 154-158.

Saxena, Gaurav dkk. June-July 2013. Aerodynamic analysis of NACA 4412 airfoil using CFD. International Journal of Emerging Trends in Engineering and Development. Issue 3, Vol.4.

Shao-wu LI. 2011. Effect of turbulence intensity on airfoil flow: numerical simulations and experimental measurements. Shanghai University and Springer-VerlagBerlin Heidelberg. Appl. Math. Mech. -Engl. Ed., 32.

Sharma, Abhay dkk. July 2014. CFD and Real Time Analysis of a Symmetric Airfoil. International Journal of Reasearch in Aeronatical and Mechanical Engineering. Vol.2 Issue.7.

Triatmodjo, Bambang. 2013. Hidraulika II cetakan ke-9. Yogyakarta : BETA OFFSET.

Whei zang dkk. April 2015. Geometrical effects on the airfoil flow separation and transition. Elsevier. Computers & Fluids 116 (2015) 60-73.

Whei zang dkk. Oktober 2015. Assessment of spanwise domain size effect on the transitional flow past an airfoil. Elsevier. Computers and Fluids 124 (2016) 39–53.

White ,Frank M.. 1998. Fluid Mechanics Fourth Edition. United States : McGraw-Hill Series in Mechanical Engineering.

Yasin, Ahmed Abd Ahmahmoud Ahmed. Elbashir, Abubaker Mohammed Ahmed. February 2011. Simulation around airfoil NACA 4412. University of Khartoum Faculty of engineering Mechanical engineering department. Msc Renewable Energy Numerical Techniques.

Zuckerwar, A. J. 2002. "Handbook of the Speed of Sound in Real Gases," Academic Press.