2.1.2 Teori Agensi
Teori agensi agency theoryadalah teori yang menjelaskan agency relationship dan masalah-masalah yang ditimbulkannya Jensen dan Meckling,
1976.Agencyrelationship merupakan hubungan antara dua pihak, dimana pihak pertama bertindak sebagai prinsipalpemberi amanat dan pihak kedua disebut agen
yang bertindak sebagai perantara yang mewakili prinsipal dalam melakukan transaksi dengan pihak ketiga.Pada agency theory yang disebut prinsipal adalah pemegang
saham dan yang dimaksud agen adalah manajemen yang mengelola perusahaan. Pihak prinsipal memberi kewenangan kepada agen untuk melakukan transaksi atas
nama prinsipal dan diharapkan dapat membuat keputusan terbaik bagi prinsipalnya Hartono dan Atahau, 2007.
Dalam perusahaan yang telah go public, agency relationship dicerminkan oleh hubungan antara investor dan manajemen perusahaan, baik board ofdirectorsmaupun
board of commissioners. Persoalannya adalah diantara kedua pihak tersebut seringkali terjadi perbedaan kepentingan.Perbedaan tersebut mengakibatkan
keputusan yang diambil oleh manajemen perusahaan kurang mengakomodasi
Universitas Sumatera Utara
kepentingan pihak pemegang saham.Hal inilah biasa dikenal dengan agency problem Sari, 2010.
Jensen dan Smith 1984 tujuan dari teori agensi adalah pertama, untuk meningkatkan kemampuan individu baik prinsipal maupun agen dalam
mengevaluasi lingkungan dimana keputusan harus diambil The belief revision role. Kedua, untuk mengevaluasi hasil dari keputusan yang telah diambil guna
mempermudah pengalokasian hasil antara prinsipal dan agen sesuai dengan kontrak kerja The performance evaluation role.
Perusahaan dipandang sebagai sekumpulan kontrak antara manajer perusahaan dan pemegang saham.Prinsipal atau pemilik perusahaan menyerahkan
pengelolaan perusahaan terhadap pihak manajemen. Manajer sebagai pihak yang diberi wewenang atas pengambilan keputusan dan berkewajiban menyediakan
laporan keuangan akan cenderung untuk melaporkan sesuatu yang memaksimalkan utilitasnya dan mengorbankan kepentingan pemegang saham. Sebagai pengelola
perusahaan, manajer akan lebih banyak memiliki informasi internal perusahaan dibandingkan dengan pemilik perusahaan. Manajer wajib memberikan informasi yang
diketahuinya kepada pihak pemilik, namun informasi yang disampaikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya sehingga hal ini memacu
terjadinya konflik keagenan.Dalam kondisi yang demikian ini dikenal sebagai informasi yang tidak simetris atau asimetri informasi information
asymmetricPermanasari, 2010:15.
Universitas Sumatera Utara
Pengelolaan perusahaan harus diawasi dan dikendalikan untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan
dan ketentuan yang berlaku.Pengawasan atau monitoring yang dilakukan oleh pihak independen memerlukan biaya atau monitoring cost dalam bentuk biaya audit, yang
merupakan salah satu dari agency cost.Jensen dan Meckling 1976 adanyamasalah keagenan memunculkan biaya agensi yang terdiri dari:
1. The monitoring expenditure by the principle, yaitu biaya pengawasan yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk mengaawasi perilaku dari agen dalam
mengelola perusahaan 2. The bounding expenditure by the agent bounding cost, yaitu biaya yang
dikeluarkan oleh agen untuk menjamin bahwa agen tidak bertindak yang merugikan prinsipal.
3. The Residual Loss, yaitu penurunan tingkat utilitas prinsipal maupun agen karena adanya hubungan agensi.
Jensen dan Meckling 1976 menjelaskan bahwa asimetri informasi yang terbagi atas dua yakni moral hazard dan adverse selection menghasilkan risiko agensi
agency risk. Investor yang bersifat rasional akan memberikan harga atas risiko agensi ini dalam penentuan biaya ekuitas. Pelaporan keuangan yang dapat diandalkan
serta struktur kepemilikan yang baik diyakini dapat mengurangi risiko agensi.
2.1.3 Struktur Kepemilikan