1957, namun kabinet itu tidak bias berbuat banyak dalam pembangunan ekonomi. Penyebab adalah karena situasi pada saa itu lebib menuntut pada perhatian
pengambilan wilayah Irian Barat. Pergulatan politik terus berlangsung sehingga memicu inflasi, serta mengganggu penanaman modal, produksi dan distribusi.
Bahkan menuntut sebuah laporan, 1958 pendapatan nasional riil turun lebih kurang 13 persen. Kesulitan Djuanda mengimplementasikan rencana pembangunan
rencananya sendiri itu, juga karena dilakukan reorganisasi politik pada bulan Juli 1959, yakni kembali ke UUD 1945. Saat itu presiden Soekarno mengangkat dirinya
sebagai perdana menteri dan merencakan suatu gaya pembangunan sosialisme ala Indonesia.
34
2. Politik Bebas Aktif d.
Politik Luar Negeri Setelah Pengakuan Kedaulatan
Hubungan luar negeri yang dirintis setelah perang kemerdekaan berkembang setelah pengakuaan kemerdekaan 1949. Kabinet RIS dibawah Perdana Menteri Hatta
melaksanakan hubungan luar negeri yang dititik beratkan pada negara-negara Asia dan negara barat, karena kepentingan ekonomi Indonesia masih terkait dengan Eropa,
pasaran ekonomi Indonesia masih berpusat di Belanda dan Eropa Barat pada umumnya. Untuk kepentingan yang sama pemerintah mengirimkan Djuanda guna
mencari bantuan yang tidak mengikat ke Amerika Serikat. Garis itu diteruskan oleh kabinet penggantinya yaitu Kabinet Natsir September 1950- Maret 1951 setelah
kembali terbentuk Negara Kesatuan adapun Kabinet Sukiman April 1951- Februari
34
Dumairy, op. cit., hlm. 18-19.
1952 pengganti Kabinet Natsir, menempuh kebijakan yang menyimpang dari politik bebas aktif. Pada bulan jauari 1952 menteri luar negeri Ahmad Subardjo mengadakan
pertukaran surat dengan duta besar Amerika Serikat dengan Marle Cochran dalam rangka mendapatkan bantuan dari Amerika Serikat berdasarkan Murual Scurity Act
MSA. Sekalipun masih tingkat pertukaran surat, kejadian ini mengundang reajsi dari berbagai pihak. Dewan perwakilan rakyat sementara DPRS mengajukan
interplasi atas kebijakan politik luar negeri yang menyangkut MSA. Pemerintah dianggap telah meninnggalkan politik bebas aktif dan memasukkan Indonesia pada
pertahanan blok barat. DPRS menolak meratifikasi perjanjian itu sehingga Kabinet Sukiman Jatuh dan diganti oleh Kabinet Wilopo April 1952- Juni 1953 dasar
hubungan dengan Amerika serikat oleh kabinet sukiman diteruskan, tetapi perjanjian Sibarjo-Cochran diubah bentuk lain yang tidak melibihi batas kerja sama antar
bangsa, isi pejanjian diubah dan dibatasi pada bantuan ekonomi dan teknik saja. Bagi pemerintah selanjutnya kebijakan yang ditempuh oleh cabinet Sukiman menentukan
batas bagi pelaksanaan politik bebas aktif demi kepentingan nasional.
35
Kabinet Ali I melaksanakan opensif diplomatik yang menonjol. Hal itu tercermin dalam jawabannya pada tanggal 3 Juni 1953 kepada parlemen agar
pemerintah menetapkan sikap yag pasti antara tiga kemungkinana politik luar negerinya, yaitu :
1. Kerjasama dengan semua negara dengan menitikberatkan kerja sama dengan
Amerika Serikat dengan segala konsekuensi.
35
Marwati Djoenet Poesponegoro, op. cit., hlm. 226.
2. Kerjasama dengan semua negara dengan menitikberatka pada kerjasama
denga Uni Soviet dengan segala konsekuensinya. 3.
Kerjasama dengan semua negara denga menitikberatkan penyusunan kekuatan ketiga disamping blok barat dan blok timur.
Selanjutnya dalam keterangan parlemen pada tanggal 19 Agustus 1953 perdana menteri Ali megungugkapkan betapa pentingnya usaha pemumpukan
kerjasama dengan negara-negara Asia-Afrika. Dalam keterangan tersebut dikemukakan, kerjasama dengan gologan Asia-Afrika kami pandang penting benar,
karena kami yakin kerjasama erat antara negara-negara tersebut tentulah memperkuat usaha kearah tercapainya perdamaian dunia yang kekal. Isi pernyataan tersebut berarti
bahwa Indonesia hendak membentuk blok ketiga. Sebagaimaa yang telah dijelaskan oleh Perdana Menteri Ali, dalam hal ini bukan maksud pemerintah membentuk suatu
blok ketiga, akan tetapi menjadi pendapat Indonesia bahwa suatau konferensi Asia- Afrika sangat mungkin mendorong tercapainya suatu pandangan dan dapat
memberikan sumbangan kepada perdamaian dunia, pejelasan pemerintah pada tanggal 25 Agustus 1953 merupaka landasan dasar dalam rangka memupuk
solidaritas negara Asia-Afrika dan menyusun kekuatan agar mendapatkan posisi yang menguntungkan bagi negara Asia-Afrika ditengah percaturan kancah dunia politik
internasional. Kabinet yang berikutnya yang dipimpin oleh Burhanuddin harahap berusaha menjelaskan politik yang bebas aktif dengan agak dekat dengan barat.
Selain dengan Australia dan Amerika Serikat hubungan baik juga dijalin dengan Kerajaan Inggris, Singapur, dan Malaysia. Indonesia memperoleh batuan surplus
makanan dari Amerika Serikat sehigga 96.700.000 bedasarkan penjanjian yang ditanda tangani pada tanggal 1956. Presiden Soekarno juga secara resmi diundang
untuk mengunjungi Amerika Seriakat yang datang ke Indonesia pada bulan Maret 1956.
Selain mengdakan hubungan baik dengan negara-negara barat, untuk membuktikan Indonesia menganut politik bebas aktif, Presiden Soekarno pada 19
Agustus 1956 mengunjungi Uni Soviet. Telah ditanda tangani perjanjian kerja sama dengan pemberian bantuan ekonomi tanpa ikatan dari Uni Soviet sebesar
100.000.000. pada bulan yang sama Presiden melakukan kunjungan ke Cekoslovakia, Yugoslavia dan kunjungan ke RRC pada bulan Oktober. Dengan belanda dicoba
hubungan baru untuk menyelasaikan masalah Uni Indonesia-Belanda dan masalah Irian Barat. Perundingan tentang hal ini memakan waktu yang lama dan berlarut-
larut, sehingga menimbulkan tentangan dari partai-partai anggota kabinet sendiri. Indonesia dengan merendahkan diri dan meminta-minta pada Belanda akhinya
memutuskan Uni Indonesia-Belanda secara sepihak. Tindakan ini disambut dengan hangat. Pada tanggal 22-24 februari 1957 bendera merah putih dikibarkan sebagai
tanda syukur bahwa satu lagi ikatan kolonial diputuskan.
e. Antara Dua Kekuatan Dunia
Keterangan Kabinet Natsir pada parlemen bulan September 1952 yang meninjau politik luar negri Indonesia dari segi pertentangan Amerika Serikat dan
Soviet, antara lain disebutkan : antara dua kekuasaan yang telah timbul muncul persaingan atas dasar perbedaan idiologi dan haluan yang semakin meruncing. Kedua
belah pihak mencari kawan sekutu, membentuk blok barat dan blok timut. Dengan demikian pertentangan paham makim meluas dan mendalam, sehingga menimbulkan
perang dingin dan dikuatirkan sewaktu-waktu menimbukan perang didaerah-daerah perbatasan antara dua pengaruh kekuasaan itu. Dalam keadaan yang berbahaya itu
Indonesia telah memutuskan politik luar negeri yang bebas. Dan menjalankan politik luar negeri yang bebas, kepentingan rakyat lah yang menjadi pedomannya, disamping
itu pemerintah akan berusaha membantu tiap-tiap usaha utuk mengembalikan perdamaian dunia, tanpa politik oportunis yang hanya memperhatikan untung dan
ruginya dan tidak berdasarkan cita-cita leluhur. Keterangan Kabinet Sukiman kepada parlemen bulan Mei 1951 antara lain :
politik luar negeri Indonesia tetap berdasarkan pancasila, pandangan hidup bangsa yang menghendaki perdamaian dunia. Pemerintah akan memelihara hubungan dengan
setiap negara dan bangsa yang menganggap Indonesia sebagai negara dan bangsa sahabat, berdasarkan harga-menghargai, hormat-menghormati. Berhubungan dengan
ketegangan politik, yaitu antara blok barat dan blok timur, maka pemerintah Indonesia tidak menambahkan ketegangan itu dengan turut campur dalam perang
digin yang terjadi antar blok itu. Maka Republik Indonesia sebagai anggota PBB tentu menggunaka forum tersebut untuk membela cita-cita perdamaiaan duia. Kabinet
Wilopo menerangkan kepada perlemen pada 19 Mei 1952 antara lain: asal mulanya pemerintah menyatakan bebas dalam berhubungan luar negeri, ialah untuk
menegaskan bahwa berhadapan dengan kenyataan ada dua aliran atau ideologi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bertentangan dalam kalangan internasional yag mewujudkan dua blok. RI besikap bebas, yaitu:
1. Tidak mememilih salah satu pidak untuk selamaya dengan mengikat diri pada
salah satu dari dua blok dalam pertentangan itu. 2.
Akan bersikap netral dalam peristiwa-peristiwa yang disebabkan oleh kedua blok itu.
Ternyata demikian keterangan sikap yang semata-mata negatif itu menimbulkan salah paham atau sedikit keragu-raguan dalam politik dalam negeri
ataupun luar negeri. Dalam suatu soal atau peristiwa yang timbul megenai pertentangan antara dua blok itu, RI tetap berdasakan politiknya bebas aktif dengan
mengingat : 1.
Paham tentang nilai atau tujuannya sebagai anggota yang ikhlas, setia, dan bersungguh-sungguh dari pada PBB.
2. Pandangan tentang kepentigan negara dan bangsa yanga akan berpengaruh
besar pada jangka masa dekat atau masa jauh. Dalam pada itu jelas bahwa politik luar negeri tidak semata-mata ditentukan
faktor subjektif, sesuai dengan keinginan negara, atau perasaan simpati atau pun anti pating daripada negarawan serta pemimpin suatu negara. Faktor-faktor objektif turut
serta menentukan corak politik luar negeri itu. Karena itulah sering trjadi haluan politik luar negeri suatu bangsa, berlainan politik dalam negerinya dan tidak
tergantung idiologi partai atau golongan yang sewaktu-waktu memegang kekuasaan. Politik bebas aktif adalah subjek polisi dalam arti bersumber dan berakar pada hak
memilih sikap yang ditentukan oleh kepentingan bangsa sendiri. RI menggadangkan politik bebas aktifnya dengan politik bertetangga baik. Politik bertengtangga baik
sering ditonjolkan terutama oleh Kabinet Ali I dalam bulan Januari 1953 tak kalah melaksanakan hubungan dan konsultasi dengan negara-negara tetangga seperti india,
Pakistan, Birma, Sri Lanka yang sma pandangannya mengenai politik internasional, terutama mengenai perang dingin, misalnya : usaha untuk menghentikan perang di
Korea. Menurut mereka perang dingin sangat ditakuti oleh umat mausia. Alat perang yang semakin hebat dan dasyat dalam sekejap mata sanggup memusnakan daerah
yang luas beserta penduduknya, makin menebalkan keyakinan bangsa-bangsa akan memerlukan perdamaian dan harus dicegahnya perang. Keyakinan inilah yang
menjadi pegangan Indonesia, utuk berjuang bagi perdamaian, sehingga tidak memilih salah saatu pihak dari blok itu.
Sebagai hasil daripada hubugan-hungan bilateral tersebut, maka makin kokoh pandangan yang sama mengenai kepentingan yang sama antara Indonesia dengan
tetangga-tetangganya. Misalnya pembangunan ekoomi, pembangunan politik, kerjasama dibidang ekonomi dan lain-lain. Dan berdasarkan semangat demikian
terseleggaranya konferensi Asia-Afrika. Perkembangan baru politik bebas aktif ini terjadi pada masa Kabinet Ali I Juli 1953- Juli 1955. Kabinet Ali I tidak menitik
beratkan hubungannya ke barat, tatapi lebih mendekatkan diri ke negara-negara Asia- Afrika dan kenegara blok sosialis. Ali telah merintis ofensif diplomatik bebas aktif
yang diwujudkan dengan menggalang solidaritas negara-negara Asia dan Afrika yang bertujuan menghapuskan kolinialisme dan untuk memerdekakan ketegangan dunia
yang ditimbulkan oleh ancaman perang nuklir antara kedua blok tersebut. Indonesia kemudian berhasil menyelenggarakan konferensi Asia-Afrika di Bandung pada bulan
April 1955. Konferensi memulai suatu kerja sama baru dan pemberian dukungan lebih tegas terhadap perjuangan kemerdekaan. Khususnya bagi Indonesia konferensi
memberikan dukungan utama bagi pembebasan Irian Barat. Oleh Kabinet Ali II sesudah pemilihan umum dilaksanakan hubungan
dengan negara-negara blok timur dengan Uni Soviet pada bulan Maret 1954 dibuka hubungan diplomatik. Berdasarkan politik bebas aktif sesudah pemilihan umum 1955
presiden melaksanakan kunjungan, baik ke blok timur atau blok barat. Walaupu RI dan negara sosialis masing-masing mempuyai ideologi dan mengaut sistem politik
yang berlainan, namun perbedaan itu tidak menutup kemungkinan pandangan- pandangan yang sama dengan berbagai soal. Titik pertemuan dituangkan dalam
pernyataan bersama. Pernyataan bersama RI-Uni Soviet yang dikeluarkan di Moscow 11 September 1956, mengundang pula reaksi berbagai pihak. DPR menganggap
pernyataan bersama itu sudah melewati batas dari politik bebas aktif. Karena itu pernyataan dianggap masih jauh dari politik bebas aktif RI. Pernyatan bersama yang
menyangkut pelucutan senjata, pakta militer, senjata atom, sejiwa dengan Dasasila Bandung.
3. Konferensi Asia-Afrika KAA