Kebijakan politik pemerintah masa demokrasi liberal1950-1959.

(1)

ABSTRAK

KEBIJAKAN POLITIK PEMERINTAH RI MASA DEMOKRASI LIBERAL 1950-1959

Yosep Hengki Utama Riawan Universitas Sanata Dharma

2016

Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tiga permasalahan pokok, yaitu : 1) Latar belakag lahirnya Demorasi Liberal 1950- 1959 , 2) Proses Penerapan Kebijkan Politik Pemerintah RI Masa Demokrasi Liberal 1950-1959, 3) dampak kebijakan Politik Pemerintah RI Masa Demokrasi Liberal 1950-1959.

Tulisan ini disusun berdasarkan metode penulisan sejarah yang mecakup lima tahapan yaitu perumusan judul, pengumpulan sumber, verifikasi, interpretasi, dan historiografi dengan pendekatan sosial politik dan ditulis secara deskriptif naratif.

Hasil penulisan ini menunjukkan bahwa 1) Latar belakag lahirnya Demokrasi Liberal 1950-1959 tidak lepas dari adanya pembentukan RIS 17 Agustus 1950; 2) Proses Penerapan Kebijkan Politik Pemerintah RI Masa Demokrasi Liberal 1950-1959 dimulai oleh para politikus Jakarta membentuk sistem perlementer. Namun masa Demokrasi Liberal atau demokrasi perlementer sering terjadi pergantian kabinet sehinggga mengakibatkan kebijakan yang diambil kurang berjalan dengan baik; 3) dampak kebijakan Politik Pemerintah RI Masa Demokrasi Liberal 1950-1959 antara lain ditandai dengan jatuh bangun kabinet pada masa Demokrasi Liberal dan kembali ke UUD 1945.


(2)

ABSRACT

INDONESIAN GOVERNMENT POLICY DURING LIBERAL DEMOCRACY 1950 – 1959

Yosep Hengki Utama Riawan Sanata Dharma University

2016

This paper aims to describe and analyze three key issues, namely, 1) Background of the Liberal Democracy 1950 – 1959 in Indonesian, 2) Implementation process of the Indonesian government policy during the Liberal Democracy 1950-1959, 3) The Impact of the Indonesian government policy during the Liberal Democracy 1950-1959.

This paper is based on historical research method that includes five stages, namely the formulation of the title, collection of the data, verification, interpretation and historiography with political and social approach. The study was written in narrative and descriptive style.

The results indicate that 1) Background to the Liberal Democracy 1950-1959 cannot be separated from the formation of RIS in August 17, 1950; 2) The implementation process of the Indonesian government policy during Liberal Democracy 1950-1959 startsed when Jakarta politicians established parliamentary system. But in liberal democracy or parliamentary democracy period frequent change of cabinet acouned. Thus, the policy taken do not work well; 3) The impacts of Indonesian government policy during Liberal Democracy 1950-1959, among others, is indicated by the rise and fall of the cabinet during the Liberal Democracy period and the return to UUD 1945.


(3)

i

KEBIJAKAN POLITIK PEMERINTAH RI MASA DEMOKRASI LIBERAL 1950-1959

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh

YOSEP HENGKI UTAMA RIAWAN NIM : 091314033

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DARMA YOGYAKARTA


(4)

(5)

(6)

iv

PERSEMBAHAN

Makalah ini saya persembahka kepada :

1. Kedua orang tuaku Bapak Petrus Soring dan Ibu Helda Liberia yag telah mendoaka saya, dan mendidik penuh kasih sayang.

2. Adiku Adreas Ario Atanggi dan Marselinus Celsi Lemambang yang selalu memberikan semangat dalam menyelesaikan makalah ini.


(7)

v MOTO

Setiap kesakitan adalah pengalaman , rasakan dan pelajari, karena itu adalah rahasia untuk menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya.

( Dedy Corbuzier )

Jangan menilai orang dari masa lalunya, karena kita semua sudah tidak hidup dimana semua orang bisa berubah, biarkan mereka membuktikannya.

( Mario Teguh )

Orang lemah tidak pernah memaafkan, memaafkan adalah sifat orang perkasa.


(8)

vi

Yogyakarta 30 Maret 2016 Penulis

Yosep Hengki Utama Riawan PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa makalah yang saya tulis tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan di dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layak karya ilmiah.


(9)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Yang bertanda tangan di bawah ini, mahasiswa Universita Sanata Dharma

Nama : Yosep Hengki Utama Riawan Nomor Mahasiswa : 091314033

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sana Dharma karya ilmiah saya yag berjudul:

“Kebijakan Politik Pemerintah Ri Masa Demokrasi Liberal 1950-1959”. Beserta perangkat yang diperlukan ( bila ada ). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Saata Dharma hak untuk menyimpan , mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data. Mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasinnya di internet atau media lain untuk kepentigan akademis tanpa ijin dari saya maupun memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta pada taggal 30 Maret 2016 Yang menyatakan


(10)

viii ABSTRAK

KEBIJAKAN POLITIK PEMERINTAH RI MASA DEMOKRASI LIBERAL 1950-1959

Yosep Hengki Utama Riawan Universitas Sanata Dharma

2016

Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tiga permasalahan pokok, yaitu : 1) Latar belakag lahirnya Demorasi Liberal 1950- 1959 , 2) Proses Penerapan Kebijkan Politik Pemerintah RI Masa Demokrasi Liberal 1959, 3) dampak kebijakan Politik Pemerintah RI Masa Demokrasi Liberal 1950-1959.

Tulisan ini disusun berdasarkan metode penulisan sejarah yang mecakup lima tahapan yaitu perumusan judul, pengumpulan sumber, verifikasi, interpretasi, dan historiografi dengan pendekatan sosial politik dan ditulis secara deskriptif naratif.

Hasil penulisan ini menunjukkan bahwa 1) Latar belakag lahirnya Demokrasi Liberal 1950-1959 tidak lepas dari adanya pembentukan RIS 17 Agustus 1950; 2) Proses Penerapan Kebijkan Politik Pemerintah RI Masa Demokrasi Liberal 1950-1959 dimulai oleh para politikus Jakarta membentuk sistem perlementer. Namun masa Demokrasi Liberal atau demokrasi perlementer sering terjadi pergantian kabinet sehinggga mengakibatkan kebijakan yang diambil kurang berjalan dengan baik; 3) dampak kebijakan Politik Pemerintah RI Masa Demokrasi Liberal 1950-1959 antara lain ditandai dengan jatuh bangun kabinet pada masa Demokrasi Liberal dan kembali ke UUD 1945.


(11)

ix ABSRACT

INDONESIAN GOVERNMENT POLICY DURING LIBERAL DEMOCRACY 1950 – 1959

Yosep Hengki Utama Riawan Sanata Dharma University

2016

This paper aims to describe and analyze three key issues, namely, 1) Background of the Liberal Democracy 1950 – 1959 in Indonesian, 2) Implementation process of the Indonesian government policy during the Liberal Democracy 1950-1959, 3) The Impact of the Indonesian government policy during the Liberal Democracy 1950-1959.

This paper is based on historical research method that includes five stages, namely the formulation of the title, collection of the data, verification, interpretation and historiography with political and social approach. The study was written in narrative and descriptive style.

The results indicate that 1) Background to the Liberal Democracy 1950-1959 cannot be separated from the formation of RIS in August 17, 1950; 2) The implementation process of the Indonesian government policy during Liberal Democracy 1950-1959 startsed when Jakarta politicians established parliamentary system. But in liberal democracy or parliamentary democracy period frequent change of cabinet acouned. Thus, the policy taken do not work well; 3) The impacts of Indonesian government policy during Liberal Democracy 1950-1959, among others, is indicated by the rise and fall of the cabinet during the Liberal Democracy period and the return to UUD 1945.


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ KEBIJAKAN POLITIK PEMERINTAH RI MASA DEMOKRASI LIBERAL 1950-1959”.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak lepas bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dekan Falkultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini.

3. Dra. Theresia Sumini, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing, membantu, dan banyak memberikan pengarahan, serta masukan selama penyusunan makalah ini.

4. Seluruh dosen dan pihak skretariat Program Studi Pendidikan Sejarah yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama penulis menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma.

5. Seluruh Karyawan Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, yang telah meberikan pelayanan dan membantu penulis dalam memproleh sumber penulisan makalah ini.


(13)

xi

6. Kedua orang tua penulis Bapak Petrus Soring dan Ibu Helda Liberia dan adiku Andreas Ario Atanggi dan Marselinus Celsi Lemambang yang telah memberikan dorongan spiritual dan mental sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma serta seluruh keluarga besarku terima kasih atas dorongan dan doanya.

7. Teman- teman Pendidikan Sejarah Angkatan 2009 yang telah membantu dan mendorong penulis menyelesaikan makalah ini.

8. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang turut membantu menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun bagi makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya.

Yogyakarta 30 Maret 2016


(14)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

HALAMAN PEREMBAHAN iv

MOTO v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH vii

ABSTRAK viii

ABSTRACT ix

KATA PENGANTAR x

DAFTAR ISI xii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah 7

C. Tujuan Penulisan 7

D. Manfaat Penulisan 7

E. Sistematika Penulisan 8

BAB II LATAR BELAKANG LAHIRNYA DEMOKRASI


(15)

xiii

A. Kondisi kekuasan RI 10

B. Menghadapi Agresi Militer Belanda 23 1. Menghadapi Agresi Militer Belanda I 23 2. Menghadapi Agresi Militer Belanda II 27 C. Akhir Perang dan Pengakuan Kedaulatan 29 1. Pendekatan RI Dengan Negara- Negara Federal 29

2. Menuju KMB 35

3. Pembentukan RIS dan Pengakuan Kedaulatan 36 a. Republik Indonesia Serikat 36

b. Kembali ke NKRI 38

BAB III PROSES PENERAPAN KEBIJAKAN POLITIK PEMERINTAH RI

MASA DEMOKRASI LIBERAL 1950-1959 41

A. Penerapan kebijakan Politik Pemerintah RI Masa Demokrasi Liberal

1950-1959 42

1. Masa Kabinet- Kabinet 42 a. Kabinet Natsir ( September 1950- Maret 1951 ) 42 b. Kabinet Sukiman ( April 1951- Februari 1952 ) 44 c. Kabinet Wilopo ( April 1952- Juni !953 ) 49 d. Kabinet Ali I (Agustus 1953- Juli 1955) 54 e. Kabinet Burhanuddin

(Agustus 1955- Maret 1956) 63 f. Kabinet Ali II (April 1956- Maret 1957) 65


(16)

xiv

g. Kabinet Djuanda (Maret 1957-Agustus 1959) 69 2. Politik Bebas Aktif 70

a. Politik Luar Negeri Setelah Pengakuan

Kedaulatan 70

b. Antara Dua Kekuatan Dunia 73 c. Konfrensi Asia-Afrika (KAA) 77

B. Ekonomi Nasional 80

1. Pemikiran Nasioal 80

2. Sistem Ekonomi Liberal 82 BAB IV DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH RI MASA DEMOKRASI

LIBERAL 1950-1959 87

A. Bidang Politik 87

B. Bidang Ekonomi 92

C. Bidang Sosial 94

1. Masalah Angkatan Perang 94 2. Krisis Tentara di Indonesia 97

3. Krisis Memuncak 98

a. Pergolakan di Daerah- Daerah 98 b. Pergolakan PRRI dan PERMESTA 108

BAB V KESIMPULAN

114


(17)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

SILABUS 121


(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dengan disetujui hasil Konferensi Meja Bundar (KMB ) pada tanggal 2 November 1949 di Den Hag maka terbentuklah Negara Republik Indonesia Serikat (RIS ). RIS ini terdiri dari 16 negara bagian dengan masing- masing mempunyai luas wilayah dan jumblah penduduk yang berbeda. Pada masa RIS ini yang terpilih sebagai Presiden adalah Ir. Soekarno dan Drs. Muhammad Hatta sebagai Perdana Menteri. Anggota kabinet sebagian besar merupakan pendukung Negara Kesatuan RI dan hanya 2 orang mendukung sistem federal yaitu Sultan Hamid II dan Anak Agung Gede Agung. Sehingga untuk membubarkan negara federal dan membentuk negara kesatuan semakin kuat. Lebih- lebih dasar pembentukan negara federal amat sangat lemah, tidak ada ikatan idiologi yang kuat, dan tujuan negara yang jelas menurut kenyataan negara federal adalah ciptaan Belanda dan bukan menurut kehendak rakyat negara- negara bagian. Pada umumnya rakyat merasakan bahwa pembentukan negara bagian federal ini hanyalah sarana Belanda untuk berkuasa di Indonesia. negara federal itu juga tidak mempunyai kekuatan militer sendiri untuk mempertahankan negaranya.1

1

Sartono kartodirdjo, Sejarah Nasional Indonesia VI Jaman Jepang Dan Jaman Republik Indonesia Edisi 2, Jakarta , Penerbit Balai Pustaka , 1977, hlm. 73


(19)

Kabinet RIS dibawah Pimpinan Hatta memerintah sampai dengan tanggal 17 Agustus 1950, dan pada hari itu RIS menjelma Menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI ), pada masa RIS ini tidak sedikit masalah yang dihadapi oleh pemerintah RIS. Indonesia harus menghadapi rongrongan dari dalam yang dilakukan oleh beberapa golongan yang mendapat dukungan dari pihak Belanda dan mereka yang takut kehilangan hak-hak istimewanya bila Belanda meninggalkan Indonesia masalah-masalah yang dihadapi pemerintah RIS yang pertama, dikenal dengan Angkatan Perang Ratu Adil ( APRA ) di bawah pimpinan Raymond Westerling. Gerakan ini didalangi oleh Belanda. Salah satu landasan gerakan ini adalah kepercayaan akan datangnya Ratu Adil. Westerling memahami bahwa sebagian rakyat Indonesia yang telah lama menderita karena penjajahan baik oleh Belanda maupun oleh Jepang. Rakyat Indonesia mendambakan akan datangnya kemakmuran seperti yang terdapat dalam ramalan Jayabaya. Menurut ramalan itu seorang pemimpin yang disebut Ratu Adil akan memerintah rakyat dengan adil dan bijak sana sehingga rakyat akan makmur dan sejahtera. Tujuan APRA adalah mempertahankan bentuk negara yang federal di Indonesia dan adanya tentara sendiri pada negara- negara bagian RIS. Rongrongan yang kedua yang dihadapi RIS adalah pemberontakan Andi Azis di Makassar ( Ujung Pandang ) motif pemberontakan ini adalah penolakan masuknya pasukan APRIS dan TNI ke Sulawesi Selatan. Ini mengkhawatirkan KNIL takut terdesak oleh pasukan baru yang akan datang itu. Mereka bergabung dan menamakan diri dengan nama pasukan bebas yang di bawah pimpinnan Kapten Andi Azis. Pagi-pagi buta sekitar jam 05.00 Andi Azis dan


(20)

pasukannya menyerang markas TNI di Makassar, dan kota Makassar berhasil dikuasai oleh Andi Azis.

Pada tanggal 5 April Perdana Menteri NIT Ir. Diapari Mengundurkan diri karena menyetujui tindakan Andi Azis. Pemerintah kemudian dipegang oleh Ir. Patuhena dan pada tanggal 21 April Wali Negara NIT Sukawati mengumumkan bahwa NIT bersedia meleburkan kedalam NKRI. Selain itu pemerintah pusat RIS mengeluarkan ultimatum pada tanggal 8 April yang menginstruksikan Andi Azis dalam waktu 2x24 jam datang melaporkan diri ke Jakarta. Dan juga diperintahkan agar senjata dikembalikan dan semua tahanan dilepaskan.2

Cobaan terakhir yang dihadapi pemerintah RIS dan berlanjut kemasa NKRI adalah gerakan speratis dengan membentuk negara sendiri yang disebut Republik Maluku Selatan ( RMS ) pendiri RMS adalah Mr. Dr. Cristian Robert Steven Soumokil yang merupakan bekas jaksa agung NIT. Soumokil sebenarnya terlibat dalam gerakan Andi Azis di Makassar, tetapi karena usaha Andi Azis menemui kegagalan, maka dia mengalihkan usahanya ke Maluku Tengah dan Tenggara, Ambon sebagai pusatnya. Pada waktu keadaan di Ambon sedang kacau karena banyak anggotan bekas KNIL bergabung dengan TNI maka RI akan menjadi lebih kuat. Untuk mencegah hal tersebut, Belanda mulai menghasut dan menyebarkan desas-desus yang buruk tentang TNI dan RI, mereka akan dipaksa masuk sebagai anggota Islam. Keadaan ini menguntungkan Soumokil dan pada tanggal 5 April Soumokil memproklamasikan berdirinya Republik Maluku Selatan ( RMS ).

2


(21)

Pemerintah RIS berusaha mengatasi masalah ini dengan damai tapi ditolak oleh Soumokil bahkan mereka meminta bantuan, perhatian, serta pengakuan dari dunia luar, terutama bangsa Belanda, Amerika Serikat, dan PBB. Oleh karena ini pemerintah RIS terpaksa menumpas pemberontakan Soumokil dengan senjata. Selain menghadapi dan menyelesaikan pemberontankan terhadap RIS, kabinet Hatta menyelesaikan masalah lain yang menyangkut ekonomi. Sosial, dan hubungan dengan luar negeri. Masalah yang timbul ini merupakan masalah yang berat bagi suatu negara yang baru lahir dengan suatu perang kemerdekaan. Sebagai akibat perang banyak sarana dan prasarana hancur dan keadaan ekonomi pada umumnya buruk pemerintah harus menghadapi inflasi dan defisit dalam anggaran belanja negara.

Selain menghadapi soal ekonomi pemerintah harus menyelesaikan soal dipegawaian dan dibidang militer. Jumlah pasukan harus dikurangi karena menjadi beban bagi keuangan negara. Meraka ini perlu mendapatkan penampungan bila diadakan rasionalisasi. Mereka yang terkena nasionalisasi untuk melanjutkan pelajaran dalam pusat pendidikan, berupa pendidikan keahlian, juga dilakukan usaha transmigrasi.3

Pada tanggal 17 Agustus 1950 dengan resmi RIS dibubarkan dan dibentuk negara kesatuan baru yang diberi nama Negara Kesatuan Repoulik Indonesia. Negara kesatuan baru ini merupakan dari RIS yang mengalami perubahan undang-undang, tetapi oleh kebanyakan orang Indonesia negara kesatuan dianggap sebagai kelanjutan

3


(22)

Republik proklamasi17 Agustus 1945. Negara bentuk federal dianggap sebagai warisan penjajah yang dimaksudkan untuk mempertahankan pengarunya di Indonesia bahkan negara federal adalah cara yang ditempuh Belanda untuk merintangi perjuangan kemerdekaan, disampingkan mempertahankan RIS berarti mempertahankan banyak posisi orang Indonesia pro Belanda yang hanya mementingkan sendiri serta tidak mendapat dukungan rakyat.

Proses perubahan dari RIS ke NKRI dimulai dari Negara Pasundan, Sumatra, Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah, Madura, dan lain-lain. Sehingga pada akhir Maret 1950 tanggal Kalimantan Barat, Sumatra Timur, dan Negara Indonesia Bagian Timur ketiga sepakat untuk kembali ke NKRI. Untuk merealisasi tujuan tersebut UUD RIS diganti dengan UUDS 1950. UUDS disahkan pada tanggal 15 Agustus 1950 dan mulai 17 Agustus 1950. Dengan demikian terbentuklah NKRI dan RIS dibubarkan. UUDS 1950 mengamanatkan NKRI menganut sistem demokrasi liberal. Dalam demokrasi ini secara kongkrit menganut sistem demokrasi perlementer, dalam sistem demokrasi ini presiden hanya berfungsi sebagai kepala negara, sedangkan kepala pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri. Para Menteri dan Perdana Menteri bertanggung jawab terhadap parlemen, sementara dari segi liberalnya berlakunya multi partai politik. Dengan demikian rakyat diberi kebebasan untuk berpartisipasi dalam politik.4

4

A Kardiyat Wiharyanto, Sejarah Indonesia Dari Proklamasi Sampai Pemilu 2009, Yogyakarta, Penerbit Universitas Sanata Dharma, 2011, hlm.75.


(23)

Dalam Negara Kesatuan RI ini Indonesia dibagi menjadi 10 Provinsi yang mempunyai otonomi. Dari tahun 1950-1959 terdapat 7 kali pergantian kabinet yang memerintah sehingga rata-rata tiap tahun terjadi pergantian kabinet. Kabinet tersebut adalah, Kabinet Natsir ( September 1950-Maret 1951 ), Kabinet Sukiman ( April 1951- Februari 1952 ), Kabinet Wilopo ( April 1952-Juni 1953 ). Kabinet Ali Sastromidjojo I ( Juli 1953-Juli 1955 ) Kabinet Burhanudin Harahap ( Agustus 1955-Maret 1956 ), Kabinet Ali Sastromidjojo II ( April 1956-1955-Maret 1957 ), Kabinet Karya ( April 1957- Juli 1959 ). Dari sini tampak bahwa dengan dijalankan sistem demokrasi liberal dimana disalurkan dengan mendirikan banyak partai politik. Parlemen dapat menjatuhkan kabinet bila partai oposisi kuat dalam parlemen yang mengakibatkan parlemen tidak berumur panjang yang terlihat dari seringnya pergantian kabinet.5

Dalam parlemen terjadi persaingan yang besar antara satu partai politik dengan partai politik lainnya. Setiap partai politik berusaha memperjuangkan kepentingan partainya dan mengabaikan upaya untuk memperjuang kepentingan rakyat. Kekuasaan menjadi tujuan perjuangan setiap partai akibatnya partai yang berkuasa akan mendapat pengawasan yang ketat dari partai oposisi dan berusaha mencari kesalahan-kesalahan kabinet atau pemerintah.

Kebijakan politik pemerintah RI masa demokrasi liberal 1950-1959 telah membawa masyarakat Indonesia pada seringnya pergantian pemerintahan. Demokrasi

5

Marwati Djuned Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia VI Edisi ke 4, Jakarta, penerbit PN Balai Pustaka, Jakarta, 1984. hlm. 213.


(24)

liberal pada dasarnya merupakan sistem politik yang didasarkan asas liberal yang ditandai besarnya peran partai-partai politik.

B . Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang saya ambil sebagai berikut:

1. Apa latar belakang lahirnya demokrasi liberal 1950-1959 ?

2. Bagaimana proses penerapan kebijakan politik pemerintah RI masa demokrasi liberal 1950- 1959 ?

3. Bagaimana dampak kebijakan politik pemerintah RI masa demokrasi liberal 1950-1959 ?

C. Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk:

1. Menjelaskan latar belakang lahirnya demokrasi liberal 1950-1959.

2. Menjelaskan proses penerapan kebijakan politik pemerintah RI masa demokrasi liberal 1950-1959.

3. Menjelaskan bagaimana dampak kebijakan politik pemerintah RI masa demokrasi liberal 1950-1959.

D. Manfaat Penulisan

a. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan

Hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya sejarah nasional Indonesia Tentang Kebijakn Politik Pemerintah RI Masa Demokrasi Liberal 1950-1959.


(25)

b. Bagi Universitas Sanata Dharma

Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi para mahasiwa khususnya mahasiswa Universitas Sanata Dharma yang ingin mengetahui sejarah nasional Indonesia tentang Kebijakan Politik Pemerintah RI Masa Demokrasi Liberal 1950-1959 dan juga bisa menambah koleksi kepustakaan khusunya karya ilmiah dan dapat menjadi bahan referensi mahasiswa yang ingin melanjutkan penelitian tentang Demokrasi Liberal 1950-1959.

c. Bagi penulis .

Hasil penulisan ini bagi penulis telah mebuka wawasan baru dan telah memberikan kesempatan pada penulis untuk sekilas berbagi pengetahuan mengenai sejarah nasional Indonesia kepada para pembaca khususnya sejarah Kebijakan Politik Pemerintah RI Masa Demokrasi Liberal 1950- 1959.

d. Bagi pembaca.

Penulisan makalah ini diharapkan dapat memperluasa wawasan terutama bagi para pembaca yang merasa tertarik mengetahui tentang sejarah Kebijakan Politik Pemerintah RI Masa Demokrasi Liberal1950-1959

E. Sistematika Penuliasan

Penulisan tentang “Kebijakan Politik Pemerintah RI Masa Demokrasi Liberal 1950- 1959terdiri dari 5 bab, yaitu:


(26)

BAB I : Berupa pendahuluan, memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II : Membahas latar belakang lahirnya demokrasi liberal 1950-1959. BAB III : Membahas proses penerapan kebijan politik pemerintah RI masa

demokrasi liberal 1950-1959.

BAB Iv : Membahas dampak kebijakan politik pemerintah RI masa demokrasi liberal 1950-1959.


(27)

10 BAB II

LATAR BELAKANG LAHIRNYA DEMOKRASI LIBERAL 1950-1959

A. Kondisi kekuasaan RI

Pemerintah mengeluarkan maklumat politik, dinyatakan dalam maklumat tersebut pemerintah menginginkan pengakuan terhadap negara dan pemerintah Republik Indonesia maupun Belanda sendiri. Pemerintah RI bersedia membayar semua hutang-hutang Hindia Belanda sebelum perang dunia II dan berjanji mengembalikan semua milik asing atau memberi ganti rugi atas milik asing yang telah dikuasai oleh pemerintah. Bersamaan dengan ini dikeluarkan pernyataan bahwa pemerintah menyukai berdirinya partai-partai politik sebagai sarana pembantu perjuangan. Sebagai realisasi maklumat tersebut kabinet Presidensial yang dipimpin oleh Presiden sendiri diganti dengan Kabinet Ministerial, sebagai Perdana Menteri ditunjuk Sultan Sjahrir. Pemerintah baru ini segera mengadakan hubungan diplomatik dengan pihak Belanda dan Inggris Pemerintah Inggris mengirimkan Sir Archibald Clark Karr dan perwakilan dari Belanda Van Mook. Perundingan dimulai pada tanggal 10 Februari 1946. Dalam perundingan itu Van Mook menyampaikan sistem politik penerintah Belanda.6

6

Sartono Kartodirdjo, Sejarah Nasional VI Jaman Jepang Dan jaman Repoblik Indonesa, Jakarta, Penerbit Depertemen Pendidikan Dan Kebudayaa, 1975. hlm 34.


(28)

1. Indonesia akan dijadikan negara Comenwealth berbentuk federasi yang memiliki self government di dalam lingkungan kerajaan.

2. Masalah dalam negeri diurus oleh Indonesia sedangkan masalam luar negeri diurus oleh pemerintah Belanda.

3. Sebelum dibentuk Comenwealth akan dibentuk pemerintah 10 tahun. 4. Indonesia akan dimasukan sebagai anggota PBB.

Pihak Indonesia dalam perundingan ini belum memberi usulan, sementara suatu gabungan organisasi dengan nama Persatuan Perjuangan melakukan oposisi terhadap kabinet Sjahrir. Mereka berpendapat bahwa perundingan hanya dapat dilakukan atas dasar pengakuan sepenuhnya terhadap Republik Indonesia. Dalam sidang KNIP di Solo ( 28 Februari-2 Maret 1946 ) mayoritas suara menentang Sjahrir. Karena oposisi itu terlalu kuat kabinet Sjahrir menyerahakan mandatnya kembali kepada Presiden. Tapi kemudian Presiden menunjuk kembali Sjahrir sebagai Perdana Menteri. Kabinet Sjahrir yang kedua memberi usulan, diantaranya :

1. Republik Indonesia harus diakui sebagai negara yang berdaulat penuh atas wilayah bekas jajahan Hidia-Belanda.

2. Pinjaman Belanda sebelum tanggal 8 Maret 1942 menjadi tanggung jawab pemerintah RI.

3. Federasi Indonesia-Belanda akan dilaksanakan dalam masa tertentu, dan mengenai urusan luar negerri dan pertahanan akan diserahkan pada suatu badan federasi yang terdiri dari orang-orang Indonesia dan Belanda.


(29)

4. Tentara Belanda segara ditarik dari Indonesia jika perlu diganti dengan tentara Republik Indonesia.

5. Pemerintah Belanda harus membantu Pemerintah Indonesia untuk dapat diterima sebagai anggota PBB.

Balasan ini disampaikan kepada Van Mook, akan tetapi pihak Belanda tidak dapat menerima dengan baik usulan balasan pemerintah RI tersebut, meskipun pihak Republik sudah memberikan kosensi-kosensi yang oleh rakyat Indonesia sendiri sukar diterima.

Dengan bercermin persetujuan tanggal 6 Maret 1946 dicapai antara Vietnam dengan Prancis, diman Republik Vietnam akan merupakan negara yang bebas didalam lingkungan Federatiom Ind-Chinoise, Van Mook mengajukan usulan pribadi untuk mengakui Republik Indonesia sebagai wakil Jawa untuk mengadakan kerjasama dalam rangka pembentukan negara federal yang bebas. Wakil semua bagian Hindia Belanda dan wakil golongan minoritas akan berkumpul untuk menentukan struktur negara Indonesia yang akan datang. Selanjutnya pasukan Belanda akan mendarat menggantikan pasukan serikat pada tanggal 27 Maret 1946 Sultan Sjahrir memberikan jawaban yang disertai naskah, yang isi pokoknya adalah:

1. Supaya pemerintah Belanda mengakui RI de facto atas Jawa dan Sumatra. 2. Supaya Belanda dan RI berkerjasama membentuk RIS.

3. Republik Indonesia Serikat bersama-bersama dengan Nederland, Suriname, dan Caracau menjadi peserta suatu ikatan kenegaraan Belanda.


(30)

Dengan usulan biasanya pemerintah RI maka kedua belah pihak dianggap telah saling mengerti, karena itu perundingan perlu ditingkatkan. Perundingan di Jakarta antara Sultan Sjahrir dan Van Mook dengan disaksikan oleh Archibald Clark Karr. Hasil perundingan oleh Van Mook akan diserahkan kepada pemerintah Belanda. Dengan perantara Clark Karr sekali lagi kedua pemerintah mengadakan perundingan di Hooge Veluwe ( Negeri Belanda ). Pemerintah RI mengirimkan delegasi yang terdiri dari Mr. Swardi, Dr. Sudarsono, dan Mr. Abdul Karim Pringgodigdo.

Delegasi RI berangkat ke Belanda pada tanggal 4 April 1946 bersama- sama dengan Sir Archibald Clark Karr. Delegasi Belanda yang diajukan dalam perundingan ini adalah Van Mook, Prof. Legaman, Dr. Idebugh, Dr. Van Royen, Prof. Van Asbeck, Sultan Hamid II dan Suryo Santoso. Didalam perundingan itu ternyata pihak Beland memakai rancangan hasil pertemuan Sjahrir dan Van Mook serta Clark Karr terutama mengenai usulan Clark Karr tentangan pengakuan secara de facto atas Republik Indonesia di Jawa dan Madura saja, itu pun dikurangi daerah-daerah yang diduduki pasukan serikat. Republik Indonesia yang dimaksud itu harus tetap menjadi bagian kerajaan Belanda. Demikian juga campur tangan RI dalam menentukan perwakilan daerah-daerah diluar daerah RI. Perundingan yang berlangsung selama 10 hari itu ( 14-24 April 1946 ) telah gagal. Untuk sementara waktu hubungan Indonesia dan Belanda terrputus. Tetapi pada tanggal 2 Mei 1946 Van Mook kembali membawa Usulan, yang terdiri dari tiga pokok:


(31)

1. Pemerintah Belanda mengakui Republik Indonesia sebagai persemakmuran Indonesia yang berbentuk federal.

2. Persemakmuran Indonesia Serikat disatu pihak dengan Nederland, Suriname dan Cracau dilain pihak akan merupakan bagian dari kerajaan Belanda.

3. Pemerintah Belanda akan mengakuai de facto kekuasaan atas Jawa, Madura, dan Sumatra, dikurangi daerah yang diduduki oleh tentara Inggris dan Belenda.

Usulan Belanda itu pada tanggal 17 Juli ditolak oleh Pemerintah RI karena dianggap tidak mengandung suatu yang baru, adapun ususlan RI:

1. Repulik Indonesia berkuasa secara de facto atas Jawa, Madura, Sumatra, dan ditambah daerah-daerah yang dikuasai oleh tentara Inggris dan Belanda. 2. Republik Indonesia menolak ikatan kenegaraan dengan Belanda dan

menghendaki perhentian pengiriman pasukan Belanda ke Indonesia pemerintah Republik tidak akan menambahkan pasukan.

3. Pemerintah Republik menolak suatu periode peralihan dibawah kekuasaan Belanda.

Usulan itu ditolak oleh pihak Belanda, sementara itu didalam negeri terjadi krisis politik dengan jatuhnya Kabinet Sjahrir I. Sebenarnya Persatuan Perjuangan mengharapkan Tan Malaka yang ditunjuk sebagai Perdana Menteri, tetapi Presiden menunjuk kembali Sultan Sjahrir sebagai Perdana Menteri. Persatuan Perjuangan tetap meneruskan oposisinya terhadap kabinet Sjahrir sekalipun program kabinet baru itu kompromi pendapat antara Persatuan Perjuangan dengan haluan politik semula


(32)

pemerintah. Program kabinet itu tidak memasukan golongan Tan Malaka. Karena itu pemerintah mencurigai tindakan Tan Malaka dan kawan-kawan yang menginginkan kedudukan dipemerintahan. Pada akhir bulan Maret tokoh politik khususnya dari Persatuan Perjuangan ditangkap. Tujuan penangkapan untuk mencegah timbulnya bahaya yang lebih besar yang disebabkan oleh pemimpin-pemimpin politik itu, karena terdapat bukti bahwa mereka akan mengubah susunan negara diluar undang- undang. Mereka yang ditangkap adalah Tan Malaka, Abikusumo Tjokrosuyoso, Sayuti Malik, Charul Saleh, dan Muhamad Yamin.

Karena usulan ditolak. Pemerintah RI tetap membulatkan tekad mengerahkan tenaga untuk menghadapi segala kemungkinan. Rekrontruksi dan realisasi angkatan perang diselenggarakan untuk menyempurnakan kesatuan komando. Pada bulan Juni di Solo terjadi pergolakan dimana rakyat Solo menuntut dilenyapkannya pemerintahan kesunanan. Daerah istimewa Surakarta dinyatakan menjadi daerah RI, yang berbentuk keresidenan. Untuk mencegah segala terjadinya kemungkinan kekacauan didalam negeri. Presiden Soekarno pada tanggal 6 Januari 1946 mengesahkan Undang-undang keadaan bahaya atau Undang-undang No. 6 tahun 1946, sehubungan dengan keadaan didaerah Solo Presiden mengumumkan keadaan bahaya untuk daerah Kesunanan dan Mangkunegara. Pergolakan di Solo semakin meluas menjadi pergolakan politik. Pengikut Tan Malaka tetap berusaha menjatuhkan Perdana Menteri Sjahrir dengan cara lain, sehari kemudian diumumkan keadaan bahaya untuk daerah Jawa dan Madura, oleh Presiden dibentuk dewan militer yang dipimpin oleh presiden sehubungan dengan keadaan bahaya. Kesatuan Komando


(33)

Angkatan Perang ditugaskan dimana Panglima Besar Soedirman sebagai pemimpin Angkatan Darat, Laut, dan Udara.

Selanjutnya Presiden pada tanggal 28 Juni 1946 menyatakan seluruh Indonesia dalam keadaan bahaya. Berhubungan dengan adanya penculikan terhadap Perdana Menteri Sjahrir dari penginapannya di Solo. Penculikan dilakukan oleh pengikut Tan Malaka pada malam 27/28 Juni 1946. Sjahrir diculik bersama dengan Mayor Jendral Sudibjo dan sehubungan dengan peristiwa Presiden menyerukan kepada penculik agar segera mengembalikan Perdana Menteri Sjahrir. Sehari setelah seruan itu penculik mengembalikan Sjahrir dalam keadaan selamat. Ketika terjadi penculikan itu Presiden bersama kabinet mengambil alih pimpinan pemerintahan untuk mengisi kekosongan.7

Sementara itu Belanda mendapat kemajuan dengan usaha mereka mencapai penyelesaian federal. Pada bulan Juli 1946 mereka mengadakan suatu konferensi di Malino ( Sulawesi Selatan ). Dimana tiga puluh orang Indonesia yang merupakan wakil-wakil para Raja, umat Kristen, dan beberapa kelompok etnik dari Kalimantan, dan Indonesia Timur mendukung tentang ide sebuah negara federal dan suatu bentuk kelanjutan hubungan dengan Belanda. Akan tetapi pihak Belanda terkejut ketika mengetahui orang-orang Indonesia menginginkan langkah-langkah kearah otonomi yang murni. Disusunlah rencana untuk membentuk sebuah negara di Kalimantan dan yang lain untuk Indonesia Timur.8

7

Ibid, hlm. 34-40.

8


(34)

Akhirnya pihak Belanda mencapai kesepakatan diplomatik dengan Republik pada bulan November 1946. Pihak Inggris telah mendesak mencapai suatu kesepakatan sebelum menarik semua pasukan mereka dari jawa dan sementara pada bulan Desember. Pada bulan Oktober perundingan-perundingan dimulai dan disepekati suatu gencatan senjata di Jawa dan Sumatra pada tanggal 12 November diadakannya perjanjian Linggajati, isi perjanjian itu di antaranya:

1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Repulik Indonesia atas Jawa, Madura, dan Sumatra.

2. Akan dibentuk negara federal dengan nama Indonesia Serikat yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia.

3. Dibentuk Uni Indonesia- Belanda dengan Ratu Belanda sebagai kepala Uni. 4. Pembentukan Republik Indonesia Serikat ( RIS ) dan Uni Indonesia- Belanda

sebelum tanggal 1 Januari 19499

Kedua pihak sepakat untuk kerja sama dalam pembentukan ( pada tanggal 1 Januari 1949 ) suatu negara Indonesia Serikat yang berbentuk federal, di dalamnya Republik akan menjadi salah satu negara federal, dan Ratu Belanda akan menjadi pemimpin secara simbolis Uni Indonesia-Belanda. Persetujuan perdamaian ini hanya berlangsung singkat, kedua belah pihak saling tidak mempercayai pengesahan


(35)

perjanjian itu di kedua negara tersebut menimbulkan pertikaian-pertikaian politik yang sengit mengenai kesepakatan yang telah dibuat.

Pihak Belanda mulai kini menyadari bahwa federal tidak selalu merupakan pemecahan cara yang mudah. Pada November 1946 kedudukan mereka di Sulawesi Selatan terancam oleh pemuda Republik setempat yang kembali dari Jawa, dimana mereka telah mendapatkan pendidikan militer. Pada bulan Desember pihak Belanda menjawab dengan mengirimkan seorang tokoh yang sangat keji, yaitu kapten Raymond Turk Westerling. Dia menggunakan terror dengan sewenang-wenang diikuti oleh pihak- pihak yang anti Republik. Dalam waktu tiga bulan sekitar 3.000 orang Indonesia telah terbunuh sebagai akibat terror tersebut. Dan kelompok pemuda Republik semakin besar dibinasakan.10 Pihak Belanda terus maju dengan rencana mereka membentuk negara-negara federal sedapat mungkin. Sebuah Negara Indonesia Timur ( NIT ) didirikan dalam suatu konferensi di Denpasar pada bulan Desember 1946. Walaupun kekuasaan Belanda masih berlanjut di Denpasar ide-ide nasionalisme tetap kuat, bisa dilihat dari penggunaan lagu Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan NIT.

Ternyata mustahil mendirikan sebuah negara untuk seluruh rakyat di Kalimantan, karena kaum Muslim di pantai Selatan dan Timur sangat pro- Republik, sebuah negara yang terpisah untuk Kalimantan Barat. Dibentuk dibawah Sultan Hamid II ( 1946- 1950 ), Sjahrir memprotes dengan pembentukan negara secara sepihak.

10


(36)

Perkembangan- perkembangan tersebut justru memperdalam kecurigaan pihak Republik terhadap Belanda dan ketidak senangan terhadap persetujuan Linggarjati dalam rangka memperbesar peluang desakanya persetujuan itu oleh KNIP,maka dirasa perlu oleh pemerintah Republik untuk memperbanyak jumlah anggotanya dari 200 menjadi 514 orang dengan jalan memasukan tokoh-tokoh pro- pemerintah yang telah membentuk koalisi yang bernama sayap kiri pada bulan Desember 1946

Bulan Mei 1947 Belanda sudah memutuskan bahwa mereka akan menyerang Republik secara langsung. Pasukan bersenjata sekitar 100.000 serdadu di Jawa yang sebagian tidak aktif merupakan pemborosan keuangan yang serius, tidak mungkin dipikul oleh perekonomian Belanda yang hancur karena perang. Apabila mereka ingin mempertahankan pasukan ini maka Belanda memerlukan komoditi dari pulau Jawa ( khususnya gula ) dan Sumatra ( minyak dan karet ). Kalangan militer Belanda merasa yakin bahwa kota-kota yang dikuasai Republik dapat ditaklukkan dalam dua minggu dan seluruh wilayah Republik dalam waktu enam bulan.

Pada tanggal 20 Juli 1947 tengah malam pihak Belanda melancarkan aksi mereka yang pertama. Pasukan Bergerak dari Jakarta dan Bandung untuk menduduki Jawa Barat, dan dari Surabaya untuk menduduki Madura dan Ujung Timur. Pasukan- pasukan yang lebih kecil mengamankan kota Semarang, dengan demikian Belanda menguasai pelabuhan di pulau Jawa. Di Sumatra perkebunan di sekitar Medan, industri minyak di sekitar Palembang, dan daerah Padang.11 Pasukan Republik

11

A.H. Nasution, Sejarah perjuanagan Nasional Dibidang Bersenjata, Jakarta, Penerbit Mega Bookstore, 1966.hlm.100.


(37)

bergerak mundur dalam kebingungan dan menghancurkan apa yang mereka dapat hancurkan. Amerika dan Inggris tidak menyukai aksi Belanda tersebut, mereka menyuruh Belanda untuk menghentikan pendudukan secara penuh terhadap Republik. PBB kini terlibat langsung dalam konflik tersebut. Australia dan India sangat aktif mendukung Republik dalam PBB dan Uni Soviet memberikan dukungannya. Akan tetapi peran yang paling penting dipegang oleh Amerika Serikat, mereka menentukan kebijakan Belanda, bahkan yang paling progresif di antara meraka, merasa sejarah dan pikiran sehat memberikan mereka hak untuk menentukan perkembangan Indonesia. Sekutu Belanda Inggris, Australia, dan Amerika Serikat tidak mengakui hak semacam itu kecuali rakyat Indonesia menghendakinya. Mereka segera mendesak negeri Belanda untuk mengambil sikap yang tidak terlalu kaku. Keadaan ini justru memperbesar hasrat Belanda untuk mencari cara penyelesaaian secepatnya di Indonesia.

Pada akhir bulan Juni 1947 pihak Belanda menyadari bahwa mereka harus mendengarkan himbauan PBB agar diadakannya suatu gencatan senjata yang diperintahkan oleh pihak Belanda Soekarno pada tanggal 4 Agustus. PBB memperkenankan Sjahrir untuk berbicara atas nama Republik, tetapi tidak menerima wakil-wakil daerah yang dikuasai Belanda. Pada bulan Oktober dibentuklah komite jasa-jasa baik PBB yang beranggotakan wakil-wakil Amerika, Australia dan Belgia untuk membantu perundingan-perundingan Belanda Republik dalam mencapai


(38)

gencatan senjata yang baru. Sejak bulan Agustus pihak Belanda telah melanjutkan operasi pembersihan. 12

Pada tanggal 17 Januari 1948 tercapai suatu persetujuan baru di atas kapal Amerika ( Renville ), yang antara lain berisikan persetujuan gencatan senjata antara Indonesia dan Belanda.

1. Belanda tetap berdaulat sampai terbentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS)

2. Sebelum Republik Indonesia Serikat terbentuk, Belanda dapat menyerahkan kekuasaanya kepada pemerintah federal sementara.

3. Republik Indonesia sejajar kedaulatanya dalam Uni Indonesia-Belanda. 4. Republik Indonesia menjadi negara bagian dari Republik Indonesia Serikat. 5. Antara enam bulan sampai satu tahun akan diselengarakan pemilihan umum

untuk membentuk konstituante RIS.

6. Tentara Indonesia di daerah kekuasaan Belanda harus dipindah ke daerah Republik Indonesia.13

Perjanjian Renvillle mengalami nasib yang sama dengan persetujuan Linggarjati. Belanda melakukan aksi militer yang kedua pada tanggal 19 Desember 1948. KTN melaporkan kepada Dewan Keamanan bahwa Belanda melakukan pelanggaran. Dewan Keamanan bersidang pada tanggal 22 Desember 1948 yang menghasilkan resolusi, mendesak supaya pemusnahan dihentikan dan pemimpin Indonesia yang

12

M.C. Ricklefs, op.cit., hlm . 337-340.

13

http://jagosejarah.blogspot.com/2014/09/perjanjian-linggarjati.html (diuduh tagggal 27 Maret 2015).


(39)

ditahan segera dibebaskan. KTN ditugaskan untuk mengawas pelaksanaan resolusi itu.

Pada waktu Dewan Keamanan bersidang lagi pada tanggal 7 Januari 1949, bahwa nampak sekali pendapat umum dunia terhadap Belanda makin lama makin buruk. Perdana Menteri India Nehru menuntut dipulihkan Republik Indonesia kepada keadaan semula, ditarik mundur tentara Belanda, dan diserahkan kedaulatan kepada rakyat Indonesia dan diperluaskanya wewenang KTN. Konferensi New Delhi ini diperkasai Perdana Menteri India dan dihadiri oleh wakil-wakil negara Afganistan, Australia, Burma, Sri Langka, Mesir, Ethopia, Iran, Iraq, Lebanon, Pakistan, Filipina, Saudi Arabia, Suriah, dan Yaman sebagai peserta dan wakil negara-negara Cina, Nepal, slandia Baru, dan Muangthai sebagai peninjau.

Pada peserta Konferensi New Delhi merupakan unsur yang sangat besar dalam PBB, maka sudah logis jika Dewan Keamanan memberikan perhatian yang wajar terhadap tuntutan Konfrensi New Delhi ini, arab dan Australia berkumandang di Dewan Keamanan menerima suatu resolusi, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:

1. Segera gencatan senjata .

2. Pemimpin-pemimpin Republik Indonesia segera dibebaskan dan dikembalikan ke Yogyakarta.

Resolusi itu untuk pertama kali menentukan dengan jelas garis-garis dan jangka waktu penyerahan dari KTN yang namanya diubah menjadi United Nation


(40)

menjalankan politik damai dan bersedia untuk menyelesaikan soal-soal Indonesia atas prinsip Indonesia Merdeka dan siap berperang untuk membela diri apabila diserang, maka perjuangan Republik Indonesia mendapat simpati dunia internasional di forum PBB.14

B. Menghadapi Agresi Militer Belanda 1. Menghadapi Agresi Militer Belanda I

Agresi terbuka Belanda pada tanggal 21 Juli 1947 menimbulkan reaksi yang hebat dari dunia. Pada tanggal 30 Juli pemerintah India dan Australia mengajukan permintaan resmi agar masalah Indonesia segera dimasukkan dalam daftar acara Dewan Keamanan. Permintaan itu diterima baik dan pada tanggal 31 Juli dimasukkan dalam acara pembicaraan Dewan Keamanan. Tanggal 1 Agustus 1947 Dewan Keamanan memerintahkan penghentian permusuhan kedua belah pihak yang dimulai pada tanggal 4 Agustus 1947. Sementara itu untuk mengawasi gencatan senjata dibentuk Komisi Konsuler. Dewan Keamanan yang memperdebatkan masalah Indonesia akhirnya menyetujui usulan Amerika Serikat. Bahwa untuk mengawasi penghenetian ini harus dibentuk suatu komisi jasa-jasa baik. Indonesia dan Belanda dipersilahkan untuk memilih satu negara yang dipercayai mengawasi penghentian permusuhan Pemerintah Indonesia meminta Australia menjadi angota komisi, dan Belanda memilih Belgia. Australia diwakili oleh Richard Kirby, Belgia diwakili Paul Van Seland, dan Amerika diwakili Dr. Frank Graham. Komite ini di Indonesia dikenal dengan Komisi Tiga Negara (KTN). Dalam masalah militer KTN mengambil

14


(41)

inisiatif, tetapi di dalam masalah politik KTN hanya memberikan saran dan usulan, tidak mempunyai hak untuk memasukkan persoalan politik. KTN mulai bekerja di Indonesia pada bulan Oktober 1947. Setelah KTN mengadakan pembicaraan dengan kedua belah pihak akhirnya disepakati untuk kembali ke meja prundingan. Belanda mengajukan Jakarta sebagai tempat perundingan, tetapi ditolak oleh pihak Republik. Republik menganggap di Jakarta tidak ada kebebasan untuk menyatakan pendapat, Republik menginginkan perundingan dilaksanakan di luar daerah yang dikuasai Belanda. KTN mengambil jalan tengah dan mengusulkan kedua belah pihak menerima tempat perundingan di atas sebuah Kapal Amerika Serikat yang disediakan atas permintaan KTN.

Sebelum itu sudah dibentuk suatu komisi untuk melaksanakan gencatan senjata, yang disebut Komite Taktis. Di dalam perundingan Komisi Taktis yang telah dilakukan, usulan mengenai daerah batas militer dianggap kurang praktis, dan Belanda tetap mempertahankan garis Van Mook, yakni suatu garis yang menghubungkan pucuk-pucuk pasukan Belanda yang dimajukan sesudah keluar perintah dari Dewan Keamanan untuk menghentikan permusuhan. Kemudian mareka mengeluarkan pernyataan dari tempat perundingan di Kaliurang, yang berisikan dilarang melakukan sabotase, intimidasi, pembalasan dendam, dan tindakan yang semacamnya terhadap orang-orang atau masyarakat.

Setelah jatuhnya Kabinet Sjahrir III, Presiden menunjuk Mr. Amir Sjarifudin untuk menyusun kabinet baru. Perundingan dengan Belanda delegasi Republik dipimpin oleh Mr. Amir Sjarifudin. Perundingan yang diselenggarakan di atas Kapal


(42)

Renville dibuka pada tanggal 8 Desember 1947 di bawah pimpinan Hermans wakil Belgia dalam KTN. Sementara itu perundingan Komisi Taktis mengalami jalan buntu. Hal ini disebabkan karena Belanda menolak saran dari KTN untuk melaksanakan keputusan Dewan Keamanan PBB. Pihak Belanda tidak mau berunding masalah politik sebelum gencatan senjata beres. Karena macetnya perundingan, pemerintah Indonesia mengeluarkan keterangan mengenai sebab-sebab kemacetan tersebut dinyatakan pihak Belanda hanya menyetujui hal-hal yang menguntungkan dirinya. Kecepatan gerakan pasukan Belanda menunjukkan keinginan untuk menduduki daerah seluas mungkin dengan dalih mengadakan operasi-operasi pembersihan berdasarkan mereka yang terdepan. Namun situasi pada tanggal 4 Agustus 1947 menunjukkan bahwa pihak Belanda hanya menduduki kota-kota saja, di luar kota-kota pemerintahan RI dan TNI tetap aktif.

Untuk mengatasi kemacetan perundingan ini KTN mengajukan usulan baru supaya kedua belah pihak berunding dulu dengan KTN. Dari hasil perundingan itu KTN menyimpulkan bahwa persetujuan Linggarjati dapat dijadikan dasar perundingan namun terdapat kesulitan mengenai gencatan senjata, karena Belanda tetap menekankan pada tuntutan pada garis Van Mook, sedangkan pihak Republik menolak wakil Australia mengusulkan daerah demiliterisasi yang diawsai oleh polisi. Pasukan masing-masing diundurkan sejauh 10 km, kemudian KTN memberikan usul politik yang didasari atas persetujuan Linggarjati, yaitu:

1) kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. 2) kerjasama Indonesia Belanda.


(43)

3) suatu negara yang berdaulat atas dasar federasi.

4) Uni antara Indonesia Serikat dan bagian lain kerajaan Nederland.

Sebagai balasan usulan KTN pihak Belanda mengajukan 12 prinsip politik untuk disampaikan pada pihak Republik. Prinsip-prinsip Belanda di antaranya adalah menghidupkan kegiatan ekonomi, tetapi dalam usul itu tidak ada masalah mengenai penarikan pasukan Belanda, Belanda menyatakan itu adalah usaha mareka terakhir, apabila ditolak Belanda tidak dapat melanjutkan perundingan dan RI diberi 48 jam untuk menjawabnya. KTN menyadari sikap Belanda ini situasi berbahaya. Untuk mengatasi hal ini KTN mengajukan 6 prinsip tambahan untuk mencapai penyelesaian politik. Karena prinsip-prinsip itu disampaikan kepada dua belah pihak, pemerintah RI mendapatkan jaminan dari KTN, bahwa kekuasaan Republik tidak berkurang selama peralihan sampai diserahkan kedaulatan Belanda kepada negara federasi Indonesia. Pihak Belanda berjanji juga akan menerima usulan KTN. Akhirnya pada tanggal 17 Januari 1947 kedua belah pihak bertemu di atas kapal Renvile untuk menandatangani persetujuan gencatan senjata dan prinsip-prinsip politik yang telah disetujui bersama KTN. Sementara berlangsung perundingan pihak Belanda terus berusaha membentuk negara-negara boneka. Konferensi Jawa Barat II diselengarakan di Bandung pada tanggal 16-19 Desember 1947 untuk menentukan status Jawa Barat. Menyatakan bahwa Jawa Barat adalah bagian dari RI dan status Jawa Barat tidak


(44)

dapat dipisahkan dari RI. Di samping itu Belanda juga membentuk Komite Indonesia Serikat dan membentuk Negara Indonesia Timur.15

2. Menghadapi Agresi Militer Belanda II

Karena tidak ada kesesuaian pendapat perundingan dengan Belanda mengalami kemacetan lagi. Indonesia merasa kecewa terhadap KTN, KTN dianggap lebih banyak sebagai wasit daripada sbagai perantara perjuangan diplomatik Indonesia dan Belanda. Jalan keluar itu sebenarnya telah dirintis oleh Du Bois Crtchley, yakni masing-masing Amerika dan Australia di dalam KTN. Sementara itu wakil Amerika Serikat dipanggil oleh pemerintahnya, dan diganti Marle Cochran. Jalan buntu untuk berunding masih belum bisa ditembus. Setelah gagal perundingan 9 Desember 1948 RI mengirimkan usulan kepada KTN mengenai pendirian RI.16 Pada hakikatnya RI tidak mau mengakui adanya gencatan senjata dan Renville.

Dengan berakhirnya pemberontakan PKI, pimpinan angkatan perang mulai memikirkan kemungkinan serangan militer Belanda. Berdasarkan persetujuan

Renville, Belanda berusaha mengepung RI secara politik, ekonomi, dan militer.

Gejala-gejala akan datangnya seramgan militer dirasakan oleh pimpinan Angkatan Perang, sejak Belanda mulai mengulur-ulur waktu mengenai pelaksanaan perundingan Renville. Sebagai tanggapan tindakan Belanda pimpinan Angkatan Perang merencanakan pelaksanaan daripada pertahanan RI. Adapun konsep pertahanan yang dianut adalah pertahanan Rakyat Semesta. Namun konsep ini

15

Ibid, hlm.139-144.

16


(45)

tadinya baru dicanangkan dalam tingkat politis dan belum dijabarkan secara nyata. Penjabaran tersebut didasarkan pada pengalaman menghadapi Belanda pada agresi militer I. pengalaman tersebut ditambah pula dengan kenyataan bahwa kurang lebih dari 35.000 tentara keluar dari kantong-kantong dari daerah yang diduduki Belanda baik di Jawa maupun Sumatra. Berdasarkan pengalaman tersebut pimpinan Angkatan Perang menjabarkan konsep pertahanan semesta yang mudah dipahami dan dilaksananakan, penjabaran diterangkan dalam perintah siasat No. I dari Panglima Angkatan Perang. Isi pokok perintah itu adalah mengadakan perang dengan gerilya yang agresif yang dilakukan oleh rakyat dan tentara untuk membela RI dan sekaligus untuk memenangkan perang.

Beberapa hari setelah perundingan mengalami jalan buntu, Belanda melakukan agresi militer yang kedua terhadap RI. Yogyakarta berhasil diuduki dengan menggunakan pasukan terjun payung. Presiden serta sejumlah petingggi negara ditawan oleh Belanda, tetapi sebelumnya pemerintah telah memberikan mandat kepada Menteri Syarifudin Prawiranegara untuk membentuk dan memimpin pemerintah Republik secara darurat.

Dewan Keamanan PBB segera bersidang pada tanggal 24 Januari 1949. Amerika Serikat mengeluarkan resolusi yang ditunjukan pada semua anggota, yang berisikan:

1. Hentikan permusuhan .


(46)

3. Memerintahkan kepada KTN agar memberikan laporan secara lengkap mengenai situasi di Indonesia sejak 19 Desember 1948.

Sementara itu TNI dari satu bulan telah selesai dengan konsilidasinya dan sudah mulai memberikan pukulan pada tentara Belanda. Pertama kali yang menjadi sasaran adalah garis-gari komunikasi Belanda: kawat-kawat telepon diputuskan, jalan Kereta Api dirusak, konvoi-konvoi Belanda dihadang dan diserang. Karena itu Belanda terpaksa mendirikan pos-pos disepanjang jalan besar yang menghubungkan kota-kota yang telah didudukinya. Serangan 1 Maret 1949 pada siang hari terhadap kota Yogyakarta membuktikan pada dunia jauh dari kata hancur. Jalan buntu Belanda dibidang militer disertai dengan Ameriaka Serikat memaksa Belanda untuk menerima KMB yang bermuara kepada pengakuan kedaulatan bangsa Indonesia atas bekas wilayah Hindia Belanda.17

C. Akhir Perang Dan Pengakuan Kedaulatan 1. Pendekatan RI Dengan Negaea-Negara Federal

Pada bulan pertama tahun 1949, karena didesak oleh Dewan keamanan PBB Belanda mengadakan pendekatan-pendekatan politis, Perdana Menteri Belanda mengundang Prof. Dr. Supomo untuk berunding. Pertemuan yang sama diadakan tanggal 21 Januari 1949 antara negara-negara bagian buatan Belanda. Mr. Moh Room memimpin delegasi Republik kemudian menyatakan bahwa RI bersedia berunding dengan BFO dengan syarat diawasi komisi PBB apabila telah mencapai tingkatan formal. Pada tanggal 13 Februari Wakil Presiden Mohamad Hatta secara resmi

17


(47)

menyatakan bahwa perundingan dapat saja dimulai dengan syarat dikembalikannya pemerintah RI ke Yogyakarta dan pengunduran pasukan Belanda dari RI sesuai dengan resolusi PBB.

Berdasarkan kenyataan dan penjajakan politik oleh pihak Belanda pada dasarnya pemimpin-pemimpin bersedia berunding, maka pada tanggal 26 Februari 1949 mereka mengumumkan akan mengadakan Konferesi Meja Bundar ( KMB ) pada tanggal 12 Maret 1949, guna merundingkan masalah Indonesia dan merundingkan syrat-syarat penyatuan kedaulatan, serta pembentukan Uni Indonesia-Belanda. Konferensi Meja Bundar diadakan di Den Hag, isi penjelasan yang disampaikan Ir. Soekarno adalah:

1. Pemerintah Belanda akan mengadakan KMB di Den Hag guna untuk membahas penyerahan kedaulatan yang dipercepat.

2. Penarikan pasukan Belanda secepat-cepatnya setelah penyerahan kedaulatan. 3. Tentang pengembalian pemerintah ke Yogyakarta dinyatakan bahwa hal itu

tidak mungkin dilaksanakan.

Pada tanggal 3 Maret 1949 presiden Soekarno mengadakan pembicaraan dengan dengan penghubung BFO, dan menegaskan adanya kedudukan pemerintah RI dipulihkan sebagai syarat dilangsungkan perundingan yang selaras dengan resolusi Dewan Keamanan PBB. Selesai pertemuan itu keesokan harinya pada tanggal 4 Maret 1949 Soekarno membalas undangan Wakil Tinggi Mahkota yang berisi penolakan menghadiri KMB kecuali dengan syarat, yaitu:


(48)

1. Pengembalian kekuasaan RI adalah syarat mutlak untuk melakukan perundingan.

2. Kedudukan dan kewajiban PBB untuk Indonesia membantu melaksanakan resolusi PBB akan terganggu.

Dari BFO dikeluarkan pernyatan yang berisikan pemberitahuan bahwa BFO telah pada pendirian semula:

1. Supaya pemerintah RI dikembalikan ke Yogyakarta. 2. Komisi PBB agar membantu melaksanakan resolusi. 3. RI menerima gencatan senjata.

Dari pihak Dewan Keaman PBB pada tanggal 23 Maret 1949 dikirimkan surat pada perintah Belanda yang menyatakan bahwa komisi PBB untuk Indonesia telah bekerja sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan tanggal 28 Januari 1949 dan tidak merugikan tuntutan kedua belah pihak. komisi PBB akan memberikan bantuan terhadap:

1. Tercapainya tujuan sebagai pelaksanaan resolusi Dewan Keamanan pada tanggal 28 Januari 1949 paragraf 1 dan 2 yang menghentikan aksi militer oleh Belanda dan pengembalian pemimpin RI ke Yogyakarta.

2. Menetapkan tanggal dan waktu serta syarat untuk mengadakan KMB agar dapat diselenggarakan.

Dengan adanya petunjuk dari Dewan Keamanan dan adanya pendekatan antara RI dan Belanda. Maka pada tanggal 19 April atas inisiatif komisisi PBB untuk Indonesia diadakan perundingan RI dan Belanda. Perundingan diadakan di Jakarta.


(49)

Delegasi RI dalam pidatonya mengemukakan bahwa perundingan ini lebih dahulu menyetujuai pengembalian pemerintah RI ke Yogyakarta. Dengan pengembalian pemerintah RI ke Yogyakarta, baru terbuka kemungkinan delegasi untuk mengambil keputusan bagi hal-hal lainya. Delegasi Belanda bersedia melakukan perundingan dengan syarat-syarat untuk kemungkinan kembalinya pemerintah RI ke Yogyakarta, tetapi tiap kewajiban yang mengikat yang muncul dalam perundingan harus ditunda sampai tercapai persetujuan tentang perintah penghentian gerilya dan membuat perjanjian mengenai waktu dan syarat KMB di Den Hag.

Karena Perundingan berjalan dengan lambat, bahkan hampir mengalami jalan buntu. Pada tanggal 24 April Mohammad Hatta datang ke Jakarta, pihak RI menempuh cara lain yakni, mengadakan perundingan informal dan langsung dengan pihak Belanda dengan disaksikan Marle Cochran ( Amerika Serikat ). Pada tanggal 25 April diadakan pertemuan pertama antara RI dan Belanda, hasil pertemuan ini tidak diumumkan, namun Hatta menyatakan perundingan informal itu untuk membantu memberikan penjelasan pada delegasi Belanda. Pertemuan ini memberikan harapan untuk tercapai persetujuan, komisi PBB bersikap menunggu matangnya perundingn informal tersebut. Pada dasarnya pihak Belanda tidak setuju tentang pengembalian pemerintah RI ke Yogyakarta dengan syarat perhentian perang gerilya, masalah ini dapat diatasi tetapi mengenai luasnya kekuasaan RI. Delegasi RI menuntut daerah seluas daerah Istimewa Yogyakarta termasuk lapangan terbang Maguwo dengan batas samudra Indonesia. Pihak Belanda sebaiknya menafsirkan resolusi Dewan Keamanan tentang pengembilan pemerintah RI ke Yogyakarta dan


(50)

daerah sekitarnya adalah seluas lima mil persegi, mereka juga menolak menyerahkan lapangan Maguwo.

Berkat usaha keras Marle Cochran anggota komisi PBB Amerika Serikat, pada tanggal 17 Mei 1949 telah tercapai persetujuan. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohamad Hatta menyatakan kesanggupan mereka sesuai resolusi Dewan Keamanan tanggal 28 Januari 1949 serta petunjuk-petunjuk tanggal 23 Naret 1949 untuk memudahkan:

1. Pengeluaran perintah terhadap pengikut RI yang bersenjata untuk menghentikan perang gerilya.

2. Kerja sama dalam pengembilan perdamaian dan menjaga keamanan dan ketertiban.

3. Turut serta KMB di Den Hag dengan maksut untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguh-sungguh dan lengkap kepada negara Indonesia Serikat tidak bersyarat.

Selanjutnya delegasi Belanda Dr. Van Royen memberikan pernyataan yang berisikan tentang:

1. Delegasi Belanda menyetujui pembentukan panitia di bawah pengawasan komisi PBB dengan tujuan mengadakan penyelidikan dan persiapan yang perlu dan sebelum kembalinya pemerintah RI ,dan mempelajari atau memberikan nasehat tentang tindakan yang diambil dalam pelaksanaan penghentian perang gerilya dan kerja sama dalam hal pengembalian perdamaian serta menjaga keamanan dan ketertiban.


(51)

2. Pemerintah Belanda setuju bahwa pemerintah RI harus bebas dan leluasa melakukan jabatan sepatutnya dalam satu daerah meliputi keresidenan Yogyakarta.

3. Pemerintah Belanda membebaskan dengan tidak bersyarat pemimpin-pemimpin RI dan tahanan politik sejak tanggal 19 Desember 1949.

4. Pemerintah Belanda menyetujuii RI sebagai bagian Negara Indonesia Serikat 5. KMB di Den Hag akan diadakan setelah pemerintah RI ke Yogyakart. Pada

konferensi tersebut diadakan pembahasan tentang bagaimana cara mempercepat penyerahan kedaulatan kepada Indonesia Serikat.

Dengan disepakati prinsip-prinsip Room-Royen pemerintah darurat RI sementara memerintahkan kepada Sultan Hamengku Buwono IX untuk mengambil alih perintahan di Yogyakarta apa bila Belanda mulai mundur dari Yogyakarta. Partai politik yang pertama kali menyatakan persetujuan adalah Masyumi. Pihak Angkatan Perang menyambut dengan adanya persetujuan itu dengan rasa curiga. Panglima Besar Angkatan Perang pada tanggal 1 Mei 1949 mengingatkan pada komandan-komandan agar tidak memikirkan masalah perundingan. Pernyataan yang sama untuk mempertegas pernyataan Panglinma Besar Angkatan Perang dikeluarkan juga oleh Panglima Tentara dan Tritorium Jawa Kolonel A.H. Nasution pada tanggal 5 Mei 1949. Pernyataan itu mengetengahkan bahwa perundingan yang dilaksanakan itu hanyalah taktik perjuangan, dan diperingatkan kepada semua komandan agar membedakan antara gencatan senjata untuk kepentingan politik dan untuk


(52)

kepentinagan militer. Pada pokoknya angkatan tidak percaya perundingan bisa berhasil karena melihat dari pengalaman yang ada, seperti Linggarjati dan Renville.

Sebagai tindak lanjut antara persetujuan Room-Royen pada tanggal 22 Juli diadakan perundingan formal antara, BFO dan Belanda di bawah pengawasan komisi PBB, hasil perundingan itu adalah: Pengembalian pemerintah RI ke Yogyakarta dilaksanakan pada tanggal 24 Juni 1949, Keresidenan. Pada pokoknya angkatan tidak percaya perundingan bias berhasil karena melihat dari pengalaman yang ada, seperti Linggarjati dan Renville. Sebagai tindak lanjut antara persetujuan Room-Royen pada tanggal 22 Juli diadakan perundingan formal antara, BFO dan Belanda dibawah pengawasan komisi PBB, hasil perundingan itu adalah:

1. Pengembalian pemerintah RI ke Yogyakarta dilaksanakan pada tanggal 24 Juni 1949, Keresidenan Yogyakarta dikosongkan oleh Belanda dan pada tanggal 1 Juli 1949 dan pemerintah RI kembali ke Yogyakarta setelah TNI menguasai keadan sepenuhnya di daerah itu.

2. Mengenai permusuhan akan dibahas setelah kembalinya pemerintah RI ke Yogyakarta.

3. KMB diusulkan akan diadakan di Den Hag. 2. Menuju KMB

Sejak kembali pemimpin RI ke Yogyakarta perundingan dengan BFO yang telah dirintis di Bangka dimulai lagi, yang dibahas dalam perundingan itu adalah pembentukan pemerintah peralihan sebelum terbentuknya Negara Indonesia Serikat. Kemudian pada tanggal 19-29 Juli 1949 diadakan perundingan kedua belah pihak,


(53)

yang disebut Konferensi Antar-Indonesia. Konferensi ini memperlihatkan bahwa politik Devide Et Impera untuk memisahkan daerah di luar RI dari RI, akhirnya mengalami kegagalan. Pada Konferensi Antar-Indonesia yang diselenggarakan di Yogyakarta dihasilkan persetujuan dan hal-hal mengenai ketatanegaraan Negara Indonesia Serikat.

1. Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat. 2. Akan dibentuk dua badan perwakilan yakni sebuah Dewan Perwakilan Rakyat

dan Perwakilan Negara Bagian ( Senat ).

3. Pemerintah federal sementara akan menerima kedaulatan bukan hanya dari pihak Belanda, melainkan dari pihak RI.

3. Pembentukan RIS dan Pengakuan Kedaulatan

KMB kemudian diajukan kepada KNIP untuk diratifikasi KNIP yang bersidang pada tanggal 2 November 1949, berhasil menerima KMB 226 pro lawan 62 kontra dan 31 meninggalkan sidang, selanjutnya pada tanggal 15 Desember 1949 diadakan pemilihan Presiden RIS pada tanggal 16 Desember 1946 dan pada tanggi 17 Desember. Pada tanggal 20 Desember kabinet RIS di bawah pimpinan Hatta selaku Perdana Menteri, dan pada tanggal 27 Desember 1949 baik di Indonesia maupun di Belanda untuk menandatangani akte penyerahan kedaulatan dari pemerintah Belanda ke pemerintah RIS.

a. Republik Indonesia Serikat

Dari tanggal 23 Agustus sampai dengan tanggal 2 November 1949 diselenggarakan Konferensi Meja Bundar di Den Hag. Hatta mendominasi pihak


(54)

Indonesia selama berlangsung perundingan dan semua peserta mengaguminya, suatu Uni yang longgar disepakati antara Belanda dengan RIS disepakati dan Ratu Belanda sebagai pimpinan simbolis. Sukarno akan menjadi Presiden dan Hatta akan menjadi Perdana Menteri dan merangkap sebagai Wakil Presiden. Beberapa jaminan investasi-investasi Belanda di Indonesia dan disepakati bahwa akan diadakan konsultasi-konsultasi mengenai beberapa masalah keuangan, banyak orang Indonesia menganggap rencana-rencana sebagai pembatasan-pembatasan yang tidak adil terhadap kedaulatan mereka. Pihak Indonesia harus memberikan konsensi-konsensi dalam dua masalah yang paling sulit. Belanda tetap mempertahankan kedaulatan atas Irian Barat sampai ada perundingan-perundingan lebih lnjut mengenai wilayah Irian Barat. Dan RIS memikul tanggung jawab atas hutang Hindia Belanda, setelah tawar menawar ditetapkan sebesar 4,3 miliyar golden sebagian besar dari jumlah ini sebenarnya adalah biaya yang dipakai oleh pihak Belanda untuk menumpas revolusi.

Pada tanggal 27 Desember Belanda secara resmi menyerahkan kedaulatan atas Indonesia, tidak termasuk wilayah Irian Barat. Kepada RIS sebuah negara federal yang hanya bertahan beberapa minggu saja. Ada banyak sentimen pro RI di negara federal yang didirikan oleh Belanda itu, sentimen semakin kuat dengan dibebaskanya sekitar 12.000 orang tawanan RI dari penjara Belanda antara bulanAgustus sampai bulan Desember 1949. Pada tanggal 23 Januari 1949 Westerling dan sekitar 800 orang serdadunya merebut tempat-tempat penting di Bandung, tetapi Komisaris Belanda mendesaknya untuk mundur pada hari itu juga. Pada hari itu juga Westerling merencanakan untuk menyerang kabinet RIS dan membunuh beberapa Mentri.


(55)

Serdadu Westerling telah menyusup ke Jakarta setelah meninggalkan Bandung, tetapi mereka dapat dipukul mundur. Pada bulan Februari Westerling meninggalkan Indonesia dengan jalan menyamar. Ditangkap beberapa pimpinan Pasundan karena terlibat dengan komplotan Westerling mendorong parlemen negara bagian itu pada tanggal 27 Februari agar Pasundan dibubarkan.

b. Kembali Ke NKRI

Setelah RIS menerima kedaulatan ternyata hanya enam minggu nasibnya tidak diganggu gugat, sebab setelah itu muncul gerakan untuk kembali ke NKRI . RiS dengan 16 negara bagian ciptaan Belanda dianggap berbau kolonial atau tidak merdeka 100 persen. Ada kesan umum bahwa perubahan NKRI sebagai suatu hal yang tidak tergesa-gesa, tetapi menurut Prof. Kahim dari Amerika Serikat kembalinya RIS ke NKRI sebagai suatu yang wajar dan sehat. Jika RIS dibiarkan hidup secara politik dan sosial bisa menimbulkan keadaan yang tidak sehat. Bangsa Indonesia sebagai bentuk federasi warisan penjajah yang dimaksutkan untuk mempertahankan pengaruhnya di Indonesia. Bahkan federasi ditempuh Belanda untuk merintangi perjuangan kemerdekaan. Disamping mempertahankan RIS berarti mempertahankan banyak orang yang pro Belanda yang hanya mementingkan kepentingannya sendiri dan tidak mendapat dukungan dari rakyat. Dalam RIS negara bagian RI adalah otonom, bukan hanya menikmati otonomi secara penuh dari jakartta tetapi banyak pejabat negara-negara bagian berkibalat ke Yogyakarta dari pada ke Jakarta. Ini mangakibatkan dualisme pemerintah pusat.


(56)

Sebagian masyarakat dengan bentuk federal hasil KMB. Ketidakpuasan itu dalam tuntutan agar negara bagian bersama dalam RI. Pemimpin RI dan orang-orang yang duduk dipusat menanggapi bergabung dengan RI atau meleburkan RIS ke NKRI semakin keras, terlebih setelah tentara Belanda ditarik dari negara-negara bagian dan politisi yang pro RI dibebaskan. Politisi pro RIS menjadi lebih buruk karena diantara yang bersekongkol dengan Westerling pembantai sekitar 40.000 orang di Sulawesi Selatan, yang dengan APRA nya berkekuatan sekitar delapan ratus tentara menolong Sultan Hamid II untuk membunuh Menteri Pertahanan ( Sultan HB IX ), Sekjen Kementerian Pertahanan ( Ali Budihardjo ), dan Kastaf Angkatan Perang ( Kolonel Simatupang ). Rencana pembunuhan ini dapat digagalkan.

Proses perubahan dari RIS ke NKRI dimulai dari Negara Pasundan, kemudian Sumatra Selatan, Jawa Timur, Madura, Jawa Tengah, dan lain-lain sehingga pada akhir Maret 1950 tinggal Kalimantan Barat, Sumatra Timur, dan Negara Indonesia Timur. Ketiga Negara tersebut sepakat bersama RI sepakat kembali Ke NKRI dan bukan melebur dalam RI .untuk merealisasikan tujuan tersebut, UUD RIS diganti dengan UUDS 1950. UUDS ini disahkan oleh Presiden RIS pada tanggal 15 Agustus 1950 daan mulai berlaku 17 Agustus 1950 berbentuk NKRI dan RIS bubar dalam waktu delapan bulan. Berbeda dengan UUD 1945, UUDS mengamanatkan negara NKRI menganut sitem demokrasi liberal. NKRI secara kongkrit menganut sistem demokrasi Parlementer. Dalam sistem ini Presiden hanya berfungsi sebagai kepala Negara, sedangkan kepala pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri. Para Menteri dan Perdana Menteri bertanggung jawab kepada parlemen. Sementara segi


(57)

liberalnya berlaku sitem multi partai, artinya rakyat diberi kebebasan berpolitik untuk membentuk partai politik. Masing-masing partai diberi kebebasan yang sama untuk berpolitik , asal tidak bertentangan dengn UUDS. Dengan terbentuknya NKRI maka selesailah taraf revolusi nasional karena dengan terbentuknya NKRI terwujutlah proklamasi 17 Agustus 1945, yaitu mendirikan negara kesatuan, hanya Irian Barat yang harus diperjuangkan. 18UUDS menetapakan menetapkan bahwa pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dan dasar perwakilan dalam sistem pemerintah negara, bahwa daerah-daerah diberi hak otonom. Wilayah Indonesia dibagi menjadi 10 Propinsi.19

18

A.Kardiyat, Wiharyanto, op.cit., hlm.73-75.

19

George Mc Turnan Kahim, Nasinalisme dan Revolusi di Indonesia, Jakarta, penerbit UNS Pres dan Pustaka,1995. hlm. 591.


(58)

41 BAB III

PROSES PENERAPAN KEBIJAKAN POLITIK PEMERINTAH RI MASA DEMOKRASI LIBERAL 1950-1959

Pada tahun 1950 para politikus Jakarta tentu saja membentuk suatu sistem parlementer seperti yang paling baik mereka ketahui. Demokrasi melalui partai dari negeri Belanda. Kabinet bertanggung jawab kepada parlemen atau majelis ( Dewan Perwakilan Rakyat ) yang anggotanya 232 orang yang mencerminkan sebagai kekuatan partai. Masyumi mendapat 49 kursi, PNI 36 kursi, PSI 17 kursi, PKI 13 kursi, Partai Katolik 9 kursi, Partai Kristen 5 kursi, dan Murba 4 kursi, sedangkan lebih dari 42 dibagi di antara partai-partai atau perorangan-perorangan lainnya. Ini merupakan suatu struktur yang tidak menopang pemerintah yang kuat. Bahwa struktur kepartaian tersebut akan disederhanakan apabila pemelihan umum dilaksanakan. Soekarno sebagai presiden tidak memiliki kekuasaan secara riil kecuali menunjuk para formatur untuk membentuk kabinet baru. Suatu tugas yang melibatkan negosiasi yang rumit. 20

20

M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, Jakarta, PT. Ikrar Mandiri Abadi. 2009. hlm. 503.


(59)

A. Penerapan Kebijakan Politik Pemerintah RI Masa Demokrasi Liberal 1950-1959

1. Masa Kabinet-Kabinet

a. Kabinet Natsir (September 1950- Maret 1951)

Kabinet Natsir merupakan kabinet pertama dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ia menunjuk Sjafruddin Prawiranegara sebagai Menteri Keuangan dan serta Sumitro sebagai Menteri Perdagangan dan Industri. Natsir dan kawan-kawan berhasil memanfaatkan situasi perang Korea untuk keperluan pembangunan. Ekspor terdorong kuat sehingga mampu mengatasi kesulitan neraca pembayaran, sekaligus manaikkan penerimaan Pemerintah. Impor diliberalisasikan sebagai upaya untuk menekan tingkat harga-harga umum di dalam negeri. Kredit bagi perusahaan-perusahaan asing yang mendominasi perekonomian diperketat, sementara bagi perusahaan pribumi diperlunak. Suatu kombinasi kebijakan fiskal yang ketat dan penerimaan yang tinggi dan sempat menghasilkan suplus anggaran yang cukup besar pada tahun 1951. Pada masa Kabinet Natsir inilah untuk pertama kali terumuskan suatu perencanaan pembangunan yang disebut Rencana Urgansi Perekoomian (RUP). RUP itu sendiri yang diumumkan secara resmi beberapa minggu justru setelah jatuhnya kabinet Natsir, menimbulkan pro dan kontra dalam kabinet. Walhasil Kabinet Natsir tidak pernah sempat untuk melaksanakan RUP-nya. Akan tetapi,


(60)

walaupun demikian kabinet lain kabinet berikutnya dengan nama lain yakni Rencana Lima Tahun. 21

Kabinet Natsir yang berintikan Masyumi dengan dukungan PSI setelah membentuk koalisi Masyumi-PSI gagal. Kebijakan luar Natsir adalah bebas dan netral, namun tetap bersimpati ke negara-negara Barat. Pada bulan September 1950 Indonesia menjadi anggota Perserikatan Bangsa-bangsa. Ketika para politikus yang berkuasa di Jakarta mulai berebut keuntungan ekonomi, maka Menteri Keuangan Sjafruddin dikecam karena menolak menggunakan pendapatan-pendapatan tersebut untuk memberi keuntungan kepada mereka. Kebijakan Sjafruddin sejalan dengan konsentrasi Kabinet Natsir pada kebutuhan-kebutuhan pembangunan kembali perekonomian dan pemulihan keamanan. Pemberontakan Ambon berakhir pada bulan November 1950. Tetapi tidak mencapai kemajuan sedikitpun dalam perundingan dengan Kartosuwirjo di Jawa Barat. Pada tahun 1951 akhirnya mencapai penyelesaian bagi serdadu-serdadu koloial asal Ambon menolak untuk dimobilisasikan di Indonesia. Mereka bersama keluarganya yang berjumlah 12.300 orang diangkut ke negeri Belanda di mana mereka menghadapi masalah-masalah integrasi yang baru. Akan tetapi, perundingan-perundingan dengan Belanda mengenai kedaulatan atas Irian Barat tidak menghasilkan kemajuan. Harapan pemerintah untuk merampingkan birokrasi juga tidak berhasil. Bagaimanapun juga kabinet berhasil membangkitkan tanda-tanda oposisi yang pertama tehadap sistem politik yang baru terbentuk itu. Sesuai dengan konstitusi Natsir bersikeras agar Soekarno sebagai


(61)

lembaga saja. Soekarno tidak terlalu senang dengan peranannya seperti itu dan merasa dirinya semakin cocok dengan pandangan PNI dan kelompok radikal bahwa merebut kedaulatan atas Irian Barat tidak boleh diberi prioritas yang rendah hanya adanya kebutuhan akan pembangunan ekonomi. Kabinet Natsir meletakkan jabatan setelah berkuasa selama kurang lebih tujuh bulan tanpa mencapai banyak hal penting dan tanpa membangun suatu basis pendudukan baik dalam maupun luar parlemen.22 b. Kabinet Sukiman (April 1951- Febuari 1952)

Masa pemerintahan Sukiman mencatat beberapa peristiwa dalam sejarah perekonomian Indonesia. Di antaranya adalah nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia (22 Mei 1951), awalnya terdapat peraturan bahwa mengenai pemberian kredit harus dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter. Tujuannya adalah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan secara drastis. Perubahan mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia sebagai bank sentral dan bank sirkulasi diumumkan pada tanggal 15 Desember 1951 berdasarkan Undang-undang No. 24 tahun 195123. Dan memburuknya situasi fiskal. Ekspor mulai menurun akibat berlalunya bom Korea. Sistem kurs berganda yang telah menjebak perekonomian Indonesia sejak tahun 1950 dihapuskan atas saran Hjalmar Scbacbt yang diundang ke

22 M. C. Ricklefs, op. cit., hlm 503-505.

23 http://whatteeenagersneed.blogspot.com/2011/02/masa-pemerintahan-demokrasi-liberal-di.html


(62)

Indonesia oleh Sumitro sebagai penasehat ekonomi. Surplus anggaran pada masa kabinet Natsir berbanding terbalik menjadi defisit besar masa kabinet Sukiman.

Strategi pembangunan secara umum sama seperti yang dijalankan oleh kabinet Natsir, kabinet Sukiman jatuh pada bulan Februari 1952 meyusul isi penandatanganan Persetujuan Keamanan Bersama dengan Amerika Serikat.24

Perdana Menteri Sukiman yang berhasil membentuk koalisi Masyumi-PNI yang kebanyakan orang dianggap sebagai bentuk pemerintah yang wajar. Soekarno lebih senang dengan susunan itu, paling tidak kabinet memberinya anggaran yang lebih besar dan kebebasan yang lebih besar untuk berpidato. Tak seorangpun pengikut Natsir di dalam Masyumi atau PSI masuk di dalamnya, dengan kelompok yang sangat simpati kepada tentara pimpinan pusat ditempatkan di luar kabinet. Tidak masuknya Hamemgku Buwono IX dalam kabinet untuk pertama kali semenjak tahun 1946 melemahkan hubungan tentara-Kabinet. Segera terjadi konflik dengan pihak tentara. Tokoh radikal yang bukan anggota partai, Muhammad Yamin menjadi Menteri Kehakiman di dalam kabinet baru tersebut. Pada saat itu terdapat 17.000 orang tahanan kebanyakan belum dituntut, yang telah ditahan oleh tentara sejak tahun 1949 karena terlibat dalam kelompok-kelompok pemberontakan atau kejahatan. Pada bulan Juni, Yamin membebaskan 950 orang tahanan, termasuk kaum kiri yang terkemuka. Pihak tentara berhasil menangkap mereka kembali kecuali mereka yang bersembunyi. Yamin meletakkan jabatan dengan demikian pergulatan awal antara pemerintah sipil dan pihak militer dimenangkan oleh pihak militer.

24 Dumairy, op. Cit., hlm. 16.


(63)

Kabinet Sukiman menjadi paling terkenal dengan dilakukannya satu-satunya usaha yang serius pada saat itu untuk menumpas PKI. Kaum komunis menjadi marah dengan bersedianya PNI berkoalisi dengan Masyumi, karena strategi mereka bergantung pada masih terus bertikai kedua partai itu satu sama lain. Pada bulan Juni-Agustus 1951, serangkaian pemogokan terjadi, sebuah granat tangan dilemparkan ke kerumunan massa di Bogor, dan sebuah gerombolan yang bersenjata palu-arit menyerang sebuah pos polisi. Pemerintah memutuskan bahwa PKI lah yang bersalah, suatu tuduhan yang diingkari oleh Aidit tetapi sia-sia. Tanpa berkonsultasi dengan pihak tentara, pemerintah memerintahkan penangkapan besar-besaran pada tanggal 11 Agustus para pemimpin PKI ditangkap di Medan. Beberapa hari kemudian menyusul penangkapan besar-besaran di Jakarta. Termasuk 16 orang anggota parlemen ditangkap pada waktu itu tetapi pada akhir bulan Oktober pemerintah menyebut angka 15.000. tak seorangpun diajukan kepengadilan semuanya dibebaskan oleh kabinet berikutnya.

Dari peristiwa itu pemimpin PKI menyimpulkan bahwa politikus Jakarta tidak membiarkan mereka memainkan politik atas dasar yang sama dengan partai lainnya. Oleh karena itu mereka memilih suatu strategi jangka panjang untuk membentuk basis masa yang bebas yang begitu besarnya sehingga partai tersebut tidak dapat diabaikan atau dilumpuhkan oleh penangkapan terhadap para pemimpinnya, sementara waktu yang sama bekerja paling tidak untuk menetralkan kekuatan non komunis. Dengan demikian kebijakan front nasioal diambil dan slogan-slogan nasionalis lebih diutamakan dari pada tuntutan kelas. Kini mulai dilakukan suatu


(1)

Keterangan Skor

Masing- masing kolom diisi dengan kolom kriteria: 4 : Baik Sekali

3 : Baik 2 : Cukup 1 : Kurang

Keterangan nilai

A = 80- 100 : Baik Sekali B = 70- 79 : Baik C = 60-609 : Cukup D =<60 : Kurang Rubrik penilaian Prestasi

No.

Nama Siswa

Aspek Pengamatan

Jumlah skor

Nilai Ket. Komunikasi Sistematika

Penyampaian


(2)

Keterangan Skor

Masing- masing kolom diisi dengan kolom criteria: 4 : Baik Sekali

3 : Baik 2 : Cukup 1 : Kurang

Keterangan nilai

A = 80- 100 : Baik Sekali B = 70- 79 : Baik C = 60-609 : Cukup D =<60 : Kurang

Rubrik penilaian sikap / Afektif dala KBM

No.

Nama Siswa

Aspek Pengamatan

Jumlah skor

Nilai Ket. Kerjasama Toleran Tanggung

jawab


(3)

Skor 4: Selalu menjunjung tinggi siskap kerja sama dalam satu kelompokdalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru baik ketika diawasi oleh guru maupun tidak diawasi oleh guru.

Skor 3: Selalu berupaya menunjukan sikap kerjasama dal am suatu kelompok kkerja pada dalam pengawasan guru.

Skor 2: Hanya mau berkerja sama ketika mendapatkan tugas yang dianggap mudah saja, dan tidak mau berkerja sama ketika tugas dianggp sulit.

Skor 1: Sering tidak mau berkerja sama dalam kelompok ketika mengerjakan tugas kelompok.

B. Disiplin

Skor 4: Selalu menunjukan sikap toleran pada waktu memberikan pendapat, menjawab pertanyaan, serta berdebat dalam diskusi baik dalam pengawasan guru ataupuntidak.

Skor 3: Selalu menunjukan sikap toleran pada waktu memberikan pendapat, menjawab pertanyaan, serta berdebat dalam diskusi padasaat dalam pengawasan guru.

Skor 2: Bertindak kurang toleran pada teman tertentu pada waktumemberikan pendapat, menjawab pertanyaan, serta berdebat dalam diskusi.


(4)

Skor 1: Bertindak tidak toleran pada semua teman pada waktu memberikan pendapat, menjawab pertanyaan, serta berdebat dalam diskusi.

C. Tanggung jawab

Skor 4: Selalu melaksanakan tugas dengan penuh kesadaran dan melakukan upaya maksimal untuk hasil terbaik.

Skor 3: Berupaya melaksanakan tugas dengan penuh kesadaran dan dengan hasil yang baik.

Skor 2: Melaksanakan tugasa pada bila diminta dengan pambrih atau ancaman sangsi.

Skor 1: Seringt idak melaksanakan tugas.

Keterangan nilai

A = 80- 100 : BaikSekali B = 70- 79 : Baik C = 60-609 : Cukup D =<60 : Kurang


(5)

StrukturMakalah

Pendahuluan  Menunjukan dengan tepat:  Latar belakang

 Rumusan masalah  Tujuan penulisan

Isi  Ketepatan pemilihan gambar  Orisinalitas makalah

 Struktur/ logika penulisan diusus  nsesuai dengan metode yang

dipakai

 Bahasa yang dipakai sesuai dengan EYD

 Daftar pustaka yang dapat dipertanggung jawabkan.

 Menghindari sumber (akun) yang belum di kaji secara ilmiah Penutup  Kesimpulan sesuai dengan

rumusan masalah .

 Saran relevan dengan kajian dan berisi pesan untuk peningkatan kepedulian


(6)

terhadap jasa parapahlawan yang telah berani secara tegas memper juangkan harga diri Negara Indonesia.

Jumlah

Kriteria Penilaian

Sangat sesuai 4

Sesuai 3

Cukup 2

Kurang 1