Menghadapi Agresi Militer Belanda I

menjalankan politik damai dan bersedia untuk menyelesaikan soal-soal Indonesia atas prinsip Indonesia Merdeka dan siap berperang untuk membela diri apabila diserang, maka perjuangan Republik Indonesia mendapat simpati dunia internasional di forum PBB. 14

B. Menghadapi Agresi Militer Belanda

1. Menghadapi Agresi Militer Belanda I

Agresi terbuka Belanda pada tanggal 21 Juli 1947 menimbulkan reaksi yang hebat dari dunia. Pada tanggal 30 Juli pemerintah India dan Australia mengajukan permintaan resmi agar masalah Indonesia segera dimasukkan dalam daftar acara Dewan Keamanan. Permintaan itu diterima baik dan pada tanggal 31 Juli dimasukkan dalam acara pembicaraan Dewan Keamanan. Tanggal 1 Agustus 1947 Dewan Keamanan memerintahkan penghentian permusuhan kedua belah pihak yang dimulai pada tanggal 4 Agustus 1947. Sementara itu untuk mengawasi gencatan senjata dibentuk Komisi Konsuler. Dewan Keamanan yang memperdebatkan masalah Indonesia akhirnya menyetujui usulan Amerika Serikat. Bahwa untuk mengawasi penghenetian ini harus dibentuk suatu komisi jasa-jasa baik. Indonesia dan Belanda dipersilahkan untuk memilih satu negara yang dipercayai mengawasi penghentian permusuhan Pemerintah Indonesia meminta Australia menjadi angota komisi, dan Belanda memilih Belgia. Australia diwakili oleh Richard Kirby, Belgia diwakili Paul Van Seland, dan Amerika diwakili Dr. Frank Graham. Komite ini di Indonesia dikenal dengan Komisi Tiga Negara KTN. Dalam masalah militer KTN mengambil 14 Marwaty Djunet Poesponegoro , Sejarah Nasional VI Esai ke 4, Jakarta, PN Balai Pustaka, 1984.hlm.139. inisiatif, tetapi di dalam masalah politik KTN hanya memberikan saran dan usulan, tidak mempunyai hak untuk memasukkan persoalan politik. KTN mulai bekerja di Indonesia pada bulan Oktober 1947. Setelah KTN mengadakan pembicaraan dengan kedua belah pihak akhirnya disepakati untuk kembali ke meja prundingan. Belanda mengajukan Jakarta sebagai tempat perundingan, tetapi ditolak oleh pihak Republik. Republik menganggap di Jakarta tidak ada kebebasan untuk menyatakan pendapat, Republik menginginkan perundingan dilaksanakan di luar daerah yang dikuasai Belanda. KTN mengambil jalan tengah dan mengusulkan kedua belah pihak menerima tempat perundingan di atas sebuah Kapal Amerika Serikat yang disediakan atas permintaan KTN. Sebelum itu sudah dibentuk suatu komisi untuk melaksanakan gencatan senjata, yang disebut Komite Taktis. Di dalam perundingan Komisi Taktis yang telah dilakukan, usulan mengenai daerah batas militer dianggap kurang praktis, dan Belanda tetap mempertahankan garis Van Mook, yakni suatu garis yang menghubungkan pucuk-pucuk pasukan Belanda yang dimajukan sesudah keluar perintah dari Dewan Keamanan untuk menghentikan permusuhan. Kemudian mareka mengeluarkan pernyataan dari tempat perundingan di Kaliurang, yang berisikan dilarang melakukan sabotase, intimidasi, pembalasan dendam, dan tindakan yang semacamnya terhadap orang-orang atau masyarakat. Setelah jatuhnya Kabinet Sjahrir III, Presiden menunjuk Mr. Amir Sjarifudin untuk menyusun kabinet baru. Perundingan dengan Belanda delegasi Republik dipimpin oleh Mr. Amir Sjarifudin. Perundingan yang diselenggarakan di atas Kapal Renville dibuka pada tanggal 8 Desember 1947 di bawah pimpinan Hermans wakil Belgia dalam KTN. Sementara itu perundingan Komisi Taktis mengalami jalan buntu. Hal ini disebabkan karena Belanda menolak saran dari KTN untuk melaksanakan keputusan Dewan Keamanan PBB. Pihak Belanda tidak mau berunding masalah politik sebelum gencatan senjata beres. Karena macetnya perundingan, pemerintah Indonesia mengeluarkan keterangan mengenai sebab-sebab kemacetan tersebut dinyatakan pihak Belanda hanya menyetujui hal-hal yang menguntungkan dirinya. Kecepatan gerakan pasukan Belanda menunjukkan keinginan untuk menduduki daerah seluas mungkin dengan dalih mengadakan operasi-operasi pembersihan berdasarkan mereka yang terdepan. Namun situasi pada tanggal 4 Agustus 1947 menunjukkan bahwa pihak Belanda hanya menduduki kota- kota saja, di luar kota pemerintahan RI dan TNI tetap aktif. Untuk mengatasi kemacetan perundingan ini KTN mengajukan usulan baru supaya kedua belah pihak berunding dulu dengan KTN. Dari hasil perundingan itu KTN menyimpulkan bahwa persetujuan Linggarjati dapat dijadikan dasar perundingan namun terdapat kesulitan mengenai gencatan senjata, karena Belanda tetap menekankan pada tuntutan pada garis Van Mook, sedangkan pihak Republik menolak wakil Australia mengusulkan daerah demiliterisasi yang diawsai oleh polisi. Pasukan masing-masing diundurkan sejauh 10 km, kemudian KTN memberikan usul politik yang didasari atas persetujuan Linggarjati, yaitu: 1 kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. 2 kerjasama Indonesia Belanda. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3 suatu negara yang berdaulat atas dasar federasi. 4 Uni antara Indonesia Serikat dan bagian lain kerajaan Nederland. Sebagai balasan usulan KTN pihak Belanda mengajukan 12 prinsip politik untuk disampaikan pada pihak Republik. Prinsip-prinsip Belanda di antaranya adalah menghidupkan kegiatan ekonomi, tetapi dalam usul itu tidak ada masalah mengenai penarikan pasukan Belanda, Belanda menyatakan itu adalah usaha mareka terakhir, apabila ditolak Belanda tidak dapat melanjutkan perundingan dan RI diberi 48 jam untuk menjawabnya. KTN menyadari sikap Belanda ini situasi berbahaya. Untuk mengatasi hal ini KTN mengajukan 6 prinsip tambahan untuk mencapai penyelesaian politik. Karena prinsip-prinsip itu disampaikan kepada dua belah pihak, pemerintah RI mendapatkan jaminan dari KTN, bahwa kekuasaan Republik tidak berkurang selama peralihan sampai diserahkan kedaulatan Belanda kepada negara federasi Indonesia. Pihak Belanda berjanji juga akan menerima usulan KTN. Akhirnya pada tanggal 17 Januari 1947 kedua belah pihak bertemu di atas kapal Renvile untuk menandatangani persetujuan gencatan senjata dan prinsip-prinsip politik yang telah disetujui bersama KTN. Sementara berlangsung perundingan pihak Belanda terus berusaha membentuk negara-negara boneka. Konferensi Jawa Barat II diselengarakan di Bandung pada tanggal 16-19 Desember 1947 untuk menentukan status Jawa Barat. Menyatakan bahwa Jawa Barat adalah bagian dari RI dan status Jawa Barat tidak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dapat dipisahkan dari RI. Di samping itu Belanda juga membentuk Komite Indonesia Serikat dan membentuk Negara Indonesia Timur. 15

2. Menghadapi Agresi Militer Belanda II