Kondisi Erosi Aspek Tanaman Evaluasi Kesesuaian Lahan

relatif lebih tahan terhadap defisiensi unsur hara. Dampak kekurangan unsur hara terhadap pertumbuhan tanaman juga berlangsung dalam jangka panjang dibandingkan dengan tanaman semusim. Oleh karena itu sifat kimia tanah hanya digunakan dalam penentuan kesesuaian lahan pada tanaman semusim Suprihartono, 2003.

f. Keasaman Tanah pH

Keasaman tanah pH adalah gambaran diagnostik dari nilai yang khusus atau konsentrasi ion H. Tanah dikatakan masam, jika pH nya kecil dari 7, netral jika sama dengan 7 dan basa jika pHnya di atas 7. Jika konsentrasi ion H dalam tanah naik, maka pH tanah turun dan jika ion H dalam tanah turun maka pH tanah akan naik Suprihartono, 2003. Faktor kemasaman tanah digunakan sebagai salah satu faktor pembatas kesesuaian lahan, karena kemasaman tanah merupakan satu faktor yang berpengaruh terhadap ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Kemasaan tanah merupakan perwujudan dari proses hancuran iklim dan faktor kimiawi yang berpengaruh terhadap proses pembentukan tanah Hakim et al. , 1986.

3. Kondisi Erosi

Erosi merupakan pembatas utama dari penggunaan lahan yang berkelanjulan. Identifikasi erosi di lahan hutan diperlukan untuk mengetahui jenis dan tingkat erosi serta persentase luasan tererosi pada satuan peta sehingga upaya konservasi tanah yang efektif dapat direncanakan. Pengalaman lapangan menunjukkan bahwa erosi biasanya terjadi cukup besar pada saat awal penebangan atau pembukaan lahan sampai tanaman berumur 2 tahun Siswanto, 2006 Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. .

4. Aspek Tanaman

Inventarisasi parameter tanaman dilakukan karena kinerja tanaman yang ada merupakan pencerminan kondisi lahan, sehingga identifikasi kondisi tanaman bisa digunakan sebagai indikator kondisi lahan saat itu. Informasi ini penting terutama bagi lokasi baru yang akan dibuka untuk tanaman Hardjowigeno,1991.

5. Aspek Iklim

Anasir iklim yang diutamakan adalah hanya curah hujan, karena terbatasnya stasiun meteorologi. Akibatnya pola hujan dan distribusi hujan antar petak sangat berlainan. Oleh karena itu diperlukan beberapa stasiun hujan pada satu bagian hutan agar rekaman hujan dapat mencerminkan kondisi realistis. Pengalaman lapangan menunjukkan bahwa antar petak dalam satu bagian bisa mempunyai pola dan curah hujan yang berbeda tergantung elevasi dan arah lerengnya.

F. Klasifikasi Kesesuaian Lahan

Klasifikasi Kesesuaian tanah untuk pertanian dan kehutanan biasa digunakan di berbagai negara. Berbeda dengan klasifikasi kemampuan lahan yang merupakan klasifikasi tentang potensi lahan untuk penggunaan secara umum, kesesuaian Lahan lebih menekankan pada kesesuaian lahan untuk jenis tanamanan tertentu dengan bentangan lahan yang dtendukan. Kesesuaian lahan didasarkan pada fakrot – faktor pembatas untuk pertembuhan tanaman. Siswanto, 2006. Berdasarkan sistem klasifikasi lahan yang disusun oleh Pusat Penelitian Tanah 1983, pada prinsipnya klasifikasi kesesuaian lahan dilaksanakan Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. dengan cara memadukan antara kebutuhan tanaman atau persyaratan tumbuh tanaman dengan karakteristik lahan. Oleh karena, itu klasifikasi ini sering juga disebut species matching. Klas kesesuaian lahan terbagi menjadi empat tingkat, yaitu : sangat sesuai S I, sesuai S2, sesuai marjinal S3 dan tidak sesual N. Sub kelas pada klasifikasi kesesualan lahan ini juga mencerminkan jenis penghambat. Ada tujuh jenis faktor pembatas yang dikenal, yaitu e erosi, w drainase, s tanah, a keasaman, g kelerengan sd kedalaman tanah dan c lklim. Hardjowigeno, 2007 Sitorus 1985 menjelaskan bahwa pada tingkat Ordo kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai S= Suitable dan lahan yang tidak sesuai N= Not Suitable. Lahan yang termasuk pada golongan S atau sesuai merupakan lahan yang bisa digunakan dalam jangka waktu lama dan tidak terbatas pada penggunaan tertentu yang telah dipertmbangkan sebelumnya. Lahan yang masuk dalam ordo ini tidak akan memiliki kerusakan yang berarti saat digunakan. Sedangkan lahan yang masuk pada ordo N atau tidak sesuai merupakan lahan yang memiliki kesulitan-kesulitan yang sedemikian rupa sehingga menghambat penggunaan atau bahkan mencegah penggunaannya untuk suatu tujuan. Kelas S1 sangat sesuai: Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan secara nyata. Kelas S2 cukup sesuai: Lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan input. Pembatas ini biasanya masih dapat diatasi dengan cukup mudah. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Kelas S3 sesuai marginal: Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat, dan faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi faktor pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan intervensi pemerintah atau pihak swasta. Kelas N1 tidak sesuai pada saat ini: Lahan memiliki faktor pembatas yang sangat besar namun masih dapat digunakan setelah mengalami pengolahan dengan modal yang juga tidak sedikit. Kelas N2 tidak sesuai untuk selamanya: Lahan memiliki faktor pembatas yang permanen sehingga tidak memungkinkan digunakan untuk penggunaan lahan yang lestari dalam jangka waktu yang sangat lama. Pada klasifikasi kesesuaian lahan tidak dikenal prioritas penghambat. Dengan demikian seluruh hambatan yang ada pada suatu unit lahan akan disebutkan semuanya. Akan tetapi dapat dimengerti bahwa dari hambatan yang disebutkan ada jenis hambatan yang mudah seperti a, w, e, g dan sd atau sebaliknya. hambatan yang sulit untuk ditangani c dan s. Dengan demikian maka hasil akhir dari klasifikasi ditetapkan berdasarkan klas terjelek dengan memberikan seluruh hambatan yang ada. Perubahan klasifikasi menjadi setingkat lebih baik dimungkinkan terjadi apabila seluruh hambatan Yang ada pada unit lahan tersebut dapat diperbaiki. Untuk itu maka unit lahan yang mempunyai faktor penghambat c atau s sulit untuk diperbaiki keadaannya. Klasifikasi kesesuaian lahan dilakukan dengan melalui sortasi data karakteristik lahan berdasarkan kriteria kesesuaian lahan untuk setiap jenis tanaman FAO, 1983. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

G. Klasifikasi Kemampuan Kesuburan Tanah

Klasifikasi kemampuan kesuburan tanah fertility capability soil classification atau FCC telah diusulkan sebagai sistem klasifikasi keteknikan guna mengelompokkan tanah dengan cirri-ciri yang mirip dipandang dari sudut kesuburan tanah dan respon tanaman terhadap pupuk. Sistem ini telah dikembangkan oleh Prof. Dr. Buol dan rekan-rekannya di Jurusan Ilmu Tanah, Universitas Negeri North Carolina Eiumnoh, 1984. Taksonomi tanah USDA pada waktu sekarang ini telah banyak digunakan diberbagai negara untuk mengklasifikasikan tanah Eiumnoh, 1984. Beberapa sifat tanah dapat diturunkan langsung dari nama kategori Eswaran, 1988. Semakin rendah kategori klasifikasi semakin banyak informasi sifat tanah yang dapat diketahui. Dibidang Pertanian, tanah merupakan faktor penting yang menentukan pertumbuhan dan hasil tanaman yang dibudidayakan karena tanah merupakan media tumbuh bagi tanaman, gudang dan penyuplai unsur hara, serta tempat penyedia air. Kemampuan tanah dalam mendukung pertumbuhan ditentukan oleh kesuburan kimia dan fisika tanah. Evaluasi kesuburan tanah dilakukan pada seri- seri tanah yang didasarkan pada sifat fisik dan kimia tanah dari profiltanah. Kriteria penilaian sifat dan penentu kendala kesuburan mengikuti Klasifiakasi Kemampuan Kesuburan Tanah Sanchez et al., 1982 dan Sanchez and Boul, 1985 dalam Hardjowigeno, 2007. Penilaian dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: 1. Inventarisasi data dan pengambilan contoh tanah di lapang 2. Analisis contoh tanah di laboratorium 3. Evaluasi Kesuburan Tanah 4. Kesimpulan Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Siswanto 2006 menjelaskan bahwa evaluasi kesuburan tanah memerlukan data sifat fisik dan kimia tanah sampai kedalaman 60 cm. Data ini diperoleh langsung dilapang diskripsi tanah dan analisis contoh tanah di laboratorium. Analisis contoh tanah di laboratorium ditujukan untuk mendapatkan data kuantitatif mengenai sifat fisik dan kimia tanah yang meliputi: 1. Analisis Umum: a. Tekstur tanah b. pH H 2 O rasio 1:1 c. Kadar Ca, Mg, K dan Na terekstrak NH 4 OAc pH 7 d. KTK terekstrak NH 4 OAc pH 7 e. Retensi P terekstrak CaH 2 PO 4 2 1000 ppm 2. Analisis Khusus a. Kadar Al terekstrak 1 N KCl, bila pH H2O 1:1 5,0 b. Fe 2 O 3 bebas, bila kadar liat 35 c. pH 1 N NaF bila tanah diduga banyak mengandung alofan d. Daya Hantar Listrik DHL pada 25 o C bila tanah berkadar garam tinggi Evaluasi Kesuburan tanah ditunjukkan untuk menilai sifat dan menentukan kendala utama kesuburan seri tanah serta mencari alternatif pemecahannya dalam rangka meningkatkan produktivitas tanah. Dari hasil analisis tanah dilapang dan dilaboratorium di interpretasikan hasilnya menurut Kriteria Penilaian Sifat-Sifat Kimia Tanah CSR-FAO, 1983 dalam Sitorus, 1986. Klasifikasi kemampuan kesuburan tanah pada dasarnya terdiri dari tiga kategori yaitu seperti yang dijelaskan pada tabel 1 . Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Tabel 1. Tingkat Pertama Kategori dari FCC: Jenis tanah. Diadaptasi dari Sanchez et al., 2003. Lapisan Simbol Definisi Tekstur pada 0-20 cm yaitu lapisan bajak, dan lebih dangkal S Berpasir yaitu setara dengan tekstur pasir atau pasir berlempung L Berlempung, kadar liat 35 tapi tidak termasuk pasir atau pasir berlempung C Berliat, kadar liat 35 O Organik, ketebalan lps BO smp 50 cm lebih dari 30 Tekstur subsoil. Ini hanya digunakan jika perubahan tekstur terjadi pada 0-50 lapisan cm S Berpasir yaitu setara dengan tekstur pasir atau pasir berlempung L Berlempung, kadar liat 35 tapi tidak termasuk pasir atau pasir berlempung C Berliat, kadar liat 35 R Organik, ketebalan lps BO smp 50 cm lebih dari 30 Pada tingkat kategori kedua, FCC memodifikasi jenis humus dan jenis substrata jika ada menurut daftar lengkap kondisi tanah yang relevan dengan pertumbuhan tanaman dan produktivitas. Tanah diklasifikasikan dengan menentukan apakah kondisi ini ditunjukkan atau tidak. Daftar FCC mengenai tipe dan jenis substipe jika ada ditulis dalam huruf kapital dan kemudian kondisi tanah modifier ditulis dalam huruf kecil. Misalnya Sak adalah tanah berpasir dengan tingkat racun dari aluminium beracun dan rendah cadangan kalium Tabel 2. Sebuah akhiran kadang-kadang digunakan untuk menunjukkan tingkat modifier. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Tabel 2. Identifikasi pengubah kondisi tanah untuk Klasifikasi Kemampuan Kesuburan Kondisi Tanah Simbol Identifikasi Kriteria Genangan Air g Gley, warna tanahkaratan dng chroma 2pada lapisan 0-60 cm g Pergleyic, tanah sering jenuh air selama 200 harith tanpa ada karatan berwarna coklat Rejim Kelembaban d Kering, dicirikan regim kelembaban termasuk ustik, aridik, xerik Potensi Pencucian Tinggi e KTK rendah, dicirikan oleh KTK ef 4 me100 g Bahaya Keracunan Al a Keracunan Aluminium, kejenuhan aluminium 60 pada 0-50 cm Kejenuhan Al h Bereaksi masam, kejenuhan Al berkisar 10-60 pada 0-50 cm Tingkat Fiksasi P l Fiksasi P o Fe tinggi, Fe 2 O 3 bebas dbagi kadar liat 0,15 Mineral Alofan x Alofan dominan, dicirikan pH NaF 10 Retakan Liat v Tanah bersifat vitrik Cadangan K k Cadangan mineral K rendah, K dd 0,2 Cmolkg pada 0-50 cm Alkalinitas b Tanah bereaksi basa, dicirikan pH 7,3 pada 0-50 Salinitas Tanah s Tanah bergaram tinggi, dicirikan oleh DHL ≥ 4 mmhoscm Cadangan Na n Kadar Na tinggi, dicirikan oleh kejenuhan Na ≥ 15 pada 0-50 cm Sulfidic c Kadar sulfat tinggi, dicirikan pH H 2 O 3,5 Singkapan Batuan Volume butir tanah ukuran 2 mm antara 15-35 pada 0-20 cm Volume butir tanah ukuran 2 mm lebih besar dari 35 pada 0-20 cm Kemiringan Lereng Slope dan Bahaya Erosi Kemiringan lereng, Angka yang ditulis dalam tanda ini menyatakan kisaran kemiringan lereng tanah Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Unit merupakan kelas kemampuan kesuburan tanah yang ditulis dengan kombinasi kode dari tipe, subtipedan modifier secara berurutan. Kode subtipe hanya ditulis bila dalam lapisan bawah 20-50 cm mempunyai tekstur yang berbeda dengan tekstur lapisan atas 0-20 cm atau terdapat lapisan Tidak tembus akar. Kode tipe dan subtipe ditulis dengan huruf besar sedang kode modifier ditulis dng huruf kecil. Jumlahah kode kelas modifier yang ditulis tergantung dari jumlahah sifat tanah yang menjadi faktor pembatas Hardjowigeno, 2007

D. Kondisi Wilayah Kabupaten Bangkalan

Kabupaten Bangkalan merupakan salah satu daerah yang terletak di Pulau Madura yang merupakan wilayah administrasi di Provinsi Jawa Timur mempunyai luas wilayah 1.260,14 Km 2 . Anonymous, 2010. Kabupaten Bangkalan merupakan daerah tropis dengan kelembaban 78. Suhu terendah daerah Bangkalan adalah 22,9 o C dan suhu tertinggi sebesar 35,1 o C. Rata-rata curah hujan per tahun di Kabupaten Bangkalan tahun 2007 hingga 2010 sebesar 1591 mm. Pada periode yang sama rata-rata jumlah hari hujan per tahun sebesar 163 hari. Lama penyinaran matahari 59. Anonymous, 2011 a. Kondisi Geologis. Secara geografis posisinya berada di antara 112º –113º BT dan 6º–7º LS yang dibatasi oleh Laut Jawa disebelah utara, Kabupaten Sampang disebelah timur dan Selat Madura disebelah selatan dan barat. Dengan luas wilayah mencapai 126.182 Ha. Kabupaten Bangkalan terdiri atas 18 kecamatan, yang dibagi lagi atas 273 desa dan 8 kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Bangkalan. Anonymous, 2010 Kabupaten Bangkalan memiliki topografi datar hingga berbukit dengan sebagian besar wilayahnya telah digunakan untuk kegiatan persawahan dan Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. tegalan. Secara geologis, Kabupaten Bangkalan terdiri atas 4 empat macam batuan, yaitu alluvium, pleistosin fase sedimen, pleiosin fase gamping dan meiosin fase sedimen. Dilihat dari topografi, maka daerah Kabupaten Bangkalan berada pada ketinggian 2 – 100 m di atas permukaan air laut. Wilayah yang terletak di pesisir pantai, seperti Kecamatan Sepulu, Bangkalan, Socah, Kamal, Modung, Kwanyar, Arosbaya, Klampis, Tanjung Bumi, Labang dan Kecamatan Burneh mempunyai ketinggian antara 2 – 10 m di permukaan air laut. Sedangkan wilayah yang terletak di bagian tengah mempunyai ketinggian antara 19 – 100 m di atas permukaan air laut, tertinggi adalah kecamatan Geger dengan ketinggian 100 m diatas permukaan laut. b. Kemampuan Tanah Kemampuan tanah adalah identifikasi unsur-unsur tanah yang sangat berpengaruh terutama menentukan jenis-jenis penggunaan tanah yang ada di atasnya. Kemampuan tanah antara lain ditentukan oleh kondisi lereng dan jenis tanah. Sebagaimana dijelaskan berikut ini : 1. Kondisi Lereng Keadaan topografi daerah Bangkalan terdiri dari daerah landai seluas 68.454 Ha 54,25, daerah berombak seluas 45.236 Ha 35,85, daerah bergelombang seluas 11.773 Ha 9,33 dan daerah berbukit seluas 719 Ha 0,57. Adapun ketinggiannya berkisar antara 12 – 74 m dpl. Bangkalan jika dilihat dari kemiringannya maka sebagian besar memiliki kemiringan 2 – 15 yaitu sekitar 50,45 atau 63.002 Ha. dan kemiringan 0 – 2 sekitar 45,43 atau 56.738 Ha. Apabila dilihat dari tekstur tanahnya maka sebagian besar bertekstur sedang yaitu seluas 116.267 Ha. atau sekitar 93,10 sedangkan dari kedalaman spektip Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. tanahnya maka prosentase terbesar adalah tanah yang kedalamannya 90 cm yaitu sekitar 64.131 Ha. atau 51,35 . Luas tanah yang terkena erosi di Kabupaten Bangkalan seluas 37.232 Ha sekitar 29,81 dari luas wilayah Kabupaten Bangkalan. Di Kecamatan Kamal tidak dijumpai adanya erosi, sedangkan kecamatan yang telah terkena erosi lebih dari 50 adalah Kecamatan Geger, Sepulu dan Galis. Namun, drainase tergenang periodik dan tergenang terus menerus tersebar sporadis di daerah pesisir, sedangkan seluruh wilayah kecamatan Burneh, Geger, Kokop, Tragah, Tanah Merah, Labang, Konang dan Galis drainasenya tidak pernah tergenang disebabkan karena fisiografinya berbukit-bukit. Faktor pembatas yang dijumpai di Kabupaten Bangkalan berupa tanah berbatu tanah tutupan batuan seluas 2161 Ha 1,84 yang tersebar di Kecamatan Tanjung Bumi, Kokop, Kwanyar dan Tragah. Disamping itu, Kabupaten Bangkalan juga memiliki lahan pertanian tanaman pangan seluas kurang lebih 98.683,38 Ha atau sekitar 79,03 dari luas Kabupaten Bangkalan seluruhnya. Lahan tersebut terdiri atas sawah teknis seluas 1.956,49 Ha dan tegal seluas 71.751,98 Ha. Luas lahan kering di Kabupaten Bangkalan mencapai 77.999,63 Ha yang tersebar di setiap kecamatan. Lahan kering terbanyak terdapat di Kecamatan Modung 5.580,07 Ha, sedangkan terkecil terdapat di Kecamatan Bangkalan 279,74 Ha. Lahan kering tersebut dapat diklasifikasikan menjadi 3 tiga bagian yaitu tinggi, sedang dan rendah. Luas lahan basah seluruhnya mencapai 28.284,85 Ha dengan bagian terbesar terdapat di Kecamatan Burneh 3.343,3 Ha dan bagian terkecil di Kecamatan Tanjung Bumi 889,65 Ha. Sedangkan sistem Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. pengairan di Kabupaten Bangkalan yang dikelola oleh cabang Dinas Pekerjaan Umum Pengairan dibagi menjadi 2 dua yakni cabang wilayah seksi pengairan Tanjnung Bumi dan Tanjung. Daerah sawah yang bisa diairi dari dambendungan tersebut adalah sawah teknis seluas 24.794,91 Ha dengan perincian 1.956,49 Ha berasal dari bendungan teknis maupun semi teknis dan 513 Ha dari bendungan non teknis. Anonymous, 2010 2. Jenis Tanah Pada umumnya tanah di Kabupaten Bangkalan mempunyai tekstur sedang dan hanya sebagian kecil saja yang bertekstur halus dan kasar. Sedangkan kedalaman efektif tanah dikaitkan dengan pengusahaan tanah dan dibagi menjadi 4empat kelas yaitu 0-30 cm, 30-60 cm, 60-90 cm dan lebih dari 90 cm. Anonymous, 2010 Berdasarkan peta tanah tinjau, secara umum jenis tanah di Kabupaten Bangkalan dibedakan menjadi 2 dua kelompok yaitu tanah Zonal dan tanah Azonal. Kelompok tanah Zonal meliputi jenis alluvial, regosol dan litosol. Sedangkan Kelompok tanah Azonal meliputi jenis-jenis tanah yang sudah mengalami perkembangan secara lebih sempurna yaitu grumusol, mediteran dan lain sebagainya. Tanah dan batuan di Bangkalan terdiri dari 4 jenis yakni tanah allufium yang mencapai areal seluas 24.400 hektar, jenis elistosin meliputi luas 16600 hektar, jenis batu gamping seluas 47.294 hektar. dan jenis miosen sedimen fasies seluas 35594 hektar Bangkalan dalam angka 1998. Sebagian tanah di Kabupaten ini kurang cocok untuk beberapa jenis tanaman. Zulkarnaen, 2010. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Tabel 3. Letak, Tinggi dan Luas Daerah per Kecamatan Kabupaten Bangkalan No Kecamatan Ketinggian Tempat m dpl Luas Ha 1 Kamal 5 3.925 2 Labang 45 3.523 3 Kwanyar 2 4.778 4 Modung 5 7.888 5 Blega 5 11.792 6 Konang 38 6.688 7 Galis 45 11.781 8 Tanah Merah 47 6.956 9 Tragah 19 3.961 10 Socah 5 5.384 11 Bangkalan 5 3.501 12 Burneh 10 6.610 13 Arosbaya 4 4.127 14 Geger 100 12.340 15 Kokop 80 12.576 16 Tanjung Bumi 2 6.734 17 Sepulu 2 6.907 18 Klampis 2 6.710 Jumlah - 126.181 Sumber Data : Dinas PU Bina Marga dan Pengairan Bidang Irigasi dan Pemanfaatan Air Kabupaten Bangkalan Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 29

III. METODOLOGI PENELITIAN  Waktu Dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada tanggal 2 Juli – 15 Desember 2013. Penelitian ini diawali dengan mengambil sampel tanah di Kabupaten Bangkalan, Madura. Lokasi pengambilan sampel tanah terletak di beberapa desa. Desa tersebut meliputi : Kecamatan Tanjung Bumi Tambak Pocok, Banyu Sangkah, Tanjung Bumi, Kecamatan Klmpis Buluk Agung, Larangan Glintong, Mrandung, Kecamatan Tanah Merah Pacentan, Baipajung, Petrah, Kecamatan Burneh Benangkah, Jambu, Binoh, Kecamatan Arosbaya Ombul, Dlemer, Batonaong dan Kecamatan Labang Petapan, Alang-alang, Sendang Dajah. Analisa sifat fisik dan kimia tanah dilakukan di Laboratorium Sumber Daya Lahan Fakultas Pertanian, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Gambar 1. Peta Pengambilan sampel Tanah Kabupaten Bangkalan, Madura. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 30 Metode yang digunakan di dalam penelitian ini yaitu metode survey lahan dan pengambilan sampel tanah didasarkan pada bentuk satuan petak kebun dan data skunder.  Pelaksanaan Lapang Sampel tanah diambil pada setiap satuan petak kebun SPK, dengan penetapan di 6 kecamatan di kabupaten Bangkalan. Masing- masing kecamatan diambil 3 desa dimana setiap desa diambil 3 tiga titik pengambilan contoh tanah. Setiap sempel tanah diambil pada kedalam 0-20 cm, 20-40 cm dan 40-60 cm.

1. Evaluasi Kesesuaian Lahan

a. Bahan dan Alat Penelitian Pada penelitian ini bahan yang digunakan berupa data yang dibedakan menjadi dua macam yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang dihasilkan dari hasil analisa laboratorium tiap sampel tanah dimana akan dipakai untuk mengklasifikasikan kesesuaian lahan berdasarkan tabel acuan kesesuaian lahan untuk tanaman tebu. Tabel 4. Data Primer untuk Klasifikasi Kesesuaian Lahan Sifat Fisik Sifat Kimia a. Tekstur tanah b. Permeabilitas tanah mjam c. Porositas Tanah d. Bahan Kasar e. Kedalaman Tanah cm f. Kemiringan Lereng g. Bahaya Erosi h. Bahaya Banjir i. Batuan di Pemukaan dan Singkapan Batuan a. Kapasitas Tukar Kation cmolkg b. Kejenuhan Basa diperoleh dari nilai basa – basa dapat ditukar yaitu K dd , Ca dd , Na dd , Mg dd c. pH H 2 O d. C - Organik e. Salinitas f. Exchangeable Sodium Percentage ESP Berdasarkan Sistem Klasifikasi Pusat Penelitian Tanah 1983 Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 31 Sedangkan data sekunder yang dikumpulkan meliputi : 1 Data Agroklimatologi daerah penelitian seperti temperatur rerata per tahun, kelembaban rerata, jumlah curah hujan dalam satu tahun serta intensitas penyinaran dalam satu tahun. 2 Peta topografi dan peta administrasi skala 1: 50.000, untuk mengetahui letak, luas dan batas daerah penelitian serta mengetahui morfologi dan proses geomorfologi. 3 Peta Kemiringan Lereng skala 1: 50.000 untuk mengetahui kemiringan daerah penelitian.. 4 Peta tanah skala 1: 50.000, untuk mengetahui jenis tanah dan persebarannya di daerah penelitian 5 Peta penggunaan lahan skala 1: 50.000, untuk mengetahui penggunaan lahan daerah penelitian 6 Tabel Acuan Kesesuaian Tanaman Tebu Sacharum officinnarum Linn. 7 Kabupaten Bangkalan Dalam Angka Tahun 2012 Alat-alat yang digunakan untuk penelitian ini antara lain terdiri dari peta topografi lahan, landuse dan administrasi yang akan digunakan sebagai acuan dalam penelitian, bor tanah, kompas, alti meter,clino meter, pisau lapangan, meteran, cangkul, sekop, GPS, ring sampel, plastik, kertas lebel dan alat tulis serta beberapa software yang akan digunakan dalam pengolahan data output yaitu Map Info Professional 10, Arc Map 9.5 b. Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan di lapangan dan di laboratorium dimana pelaksanaannya melalui lima tahapan yaitu : 1 Persiapan, 2 Penelitian Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 32 lapangan, 3 Analisis contoh tanah di laboratorium, 4 Analisis data, 5 penyusunan hasil laporan. 1 Persiapan Tahap persiapan ini dilakukan sebelum turun di lapangan, Persiapan Survei bertujuan untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan di lapang yang meliputi kegiatan penyediaan peta dan data khususnya untuk wilayah kabupaten Bangkalan serta pengadaan alat dan bahan yang diperlukan antara lain berupa data lahan sawah, lahan kering, peta tanah jenis tanah, peta curah hujan, peta hidrologi, peta tata guna tanah land Use, peta pewilayahan komoditi, peta topografi, peta adminisirasi pemerintahan dan foto udara. Dengan overlay tumpang tindih peta-peta tersebut ditetapkan lokasikecamatan serta desa yang akan disurvai dan disebut dengan peta lapangan. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam pengumpulan datainformasi melalui observasi lapangan dan pengumpulan data sekunder. Dalam teknik ini, data dikumpulkan dengan mengunjungi obyek yang diteliti serta mengamatinya. Untuk mendukung informasi yang diperoleh, obyek yang diamati akan didokumentasikan dalam bentuk gambar serta mengumpulkan keterangan tambahan dari masyarakat yang ada disekitarnya. Selanjutnya, informasi yang bersifat sekunder juga dikumpulkan dari pemerintah desa setempat. Pada aspek yang bersifat biofisik, survey dilakukan dengan mengandalkan data sekunder yang tersedia di instansi terkait Dinas Pertanian dan Perkebunan ditambah dengan survey secara langsung melalui penentuan lokasi pengambilan sampel tanah dengan menggunakan bor dengan menggunakan metode acak pada setiap Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 33 Desa. Hal ini dikarenakan peneliti ingin mendapatkan sampel tanah yang akurat dan terstruktur dalam pelaksanaaanya. 2 Kegiatan Lapangan Kegiatan ini tertuju pada masing-masing satuan peta lahan yang meliputi pengambilan contoh tanah dan pengamatan lingkungan. Hal pertama yang dilakukan adalah dengan mengambil sampel tanah pada 18 desa diamana tiap desa akan diambil tiga titik pengambilan sampel tanah pada masing-masing kedalaman tanah antara 0-20 cm, 20-40 cm dan 40-60 cm Pengambilan contoh tanah dilakukan dengan pengeboran pada setiap satuan petak tanah. Kemudian setiap lokasi pengambilan sampel tanah ditelusuri dengan GPS untuk mengetahui kordinat dan ketinggiannya. Setiap lokasi pengambilan sampel tanah, dilakukan pengisian lembar deskripsi lahan. Deskripsi lahan dilakukan dengan mengisi lembar deskripsi setelah melakukan pengambilan sampel tanah dengan menggunakan bor dengan menggunakan metode acak. Lembar deskripsi berisi tentang deskripsi umum daerah pengambilan sampel tanah satuan peta, relief, lereng, aliran permukaan, drainase, dan erosi serta deskripsi profil tanah warna, tekstur, batu, struktur, karatan, konsistensi, pori tanah, dll 3 Analisis Contoh Tanah di Laboratorium Contoh tanah yang diambil dari lapangan dilakukan pengeringan hingga bersifat kering udara. Selanjutnya contoh tanah diayak lolos 2 mm untuk sifat fisik tanah dan lolos ayakan 0,5 mm untuk fisika kimia tanah. Analisis contoh tanah meliputi kimia dan analisis fisik tanah terdiri: Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 34 Tabel 5. Macam Analisis Tanah dan Metode yang Digunakan untuk Klasifikasi Kesesuaian Lahan Analisis Kimia Metode yang digunakan KTK Tanah Ekstra dengan NH 4 OAC. pH 7 Ca dd , Mg dd , Na dd , K dd Amonium Asetat menggunakan Ca dd dan Mg dd dengan Flamefotometri dan Na dd dan K dd dengan Spectrofotometri C-organik Walkey dan Black PH Tanah Ekstrasi H 2 O, KCI Menggunakan pH meter Analisis Fisika Metode yang digunakan Struktur Tanah Ayakan Basah Tekstur Tanah Pipet Permeabilitas Tanah Volumetrik Porositas Tanah Perbandingan Berat Isi Tanah dan Berat Jenis Tanah menggunakan sampel tanah Ring Kering Oven 105 o C Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 35

2. Evaluasi Kemampuan Kesuburan Lahan