KAJIAN KESESUAIAN LAHAN DAN KEMAMPUAN KESUBURAN TANAH UNTUK PENENTUAN VARIETAS TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum .Linn) DI KABUPATEN BANGKALAN, MADURA.

(1)

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN DAN KEMAMPUAN KESUBURAN

TANAH UNTUK PENENTUAN VARIETAS TANAMAN TEBU

(

Saccharum officinarum .

Linn) DI KABUPATEN BANGKALAN,

MADURA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Diajukan Oleh :

NELIN TRISNAWATI

NPM : 1025010030

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

VETERAN

JAWA TIMUR

2014


(2)

Linn.) DI KABUPATEN BANGKALAN,MADURA

Diajukan oleh : NELIN TRISNAWATI

NPM : 1025010030 Telah Disetujui untuk Ujian Oleh :

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Ir. Purnomo Edi Sasongko, MP Ir. Suwandi, MP NIP. 19640714 198803 1001 NIP. 19550508 198503 1001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Agroteknologi

Ir.Mulyadi,MS. NIP. 19530503 198503 1001


(3)

Diajukan oleh : NELIN TRISNAWATI

NPM : 1025010030

Telah dipertahanakan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 06 Januari 2014 Telah disetujui oleh :

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Purnomo Edi Sasongko, MP NIP 19640714 198803 1001

Pembimbing Pendamping

Ir. Suwandi, MP NIP 19550508 198503 1001

Mengetahui, Dekan

Fakultas Tertanian

Dr. Ir. Ramdan Hidayat, MS NIP 19620205 198703 1005

Ketua Program Studi Agroteknologi

Ir. Mulyadi, MS NIP 19530503 198503 1001

Tim Dosen Penguji,

1. Ketua

2. Sekertaris


(4)

Telah direvisi

Tanggal : ...

Ir.Purnomo Edi Sasongko, MP NIP 19640714 198803 1001


(5)

dan hidayah-Nya lah penyusunan laporan penelitian yang berjudul Kajian Kesesuaian Lahan dan Kemampuan Kesuburan Tanah Untuk Penentuan Varietas Tanaman Tebu (Saccharum officinarum Linn.) Di Kabupaten Bangkalan,Madura dapat diselesaikan.

Laporan penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan perkuliahan semester VIII Program studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Surabaya.

Penulis mengucapakan terima kasih kepada :

1. Ir. Purnomo Edi Sasongko, MP selaku dosen pembimbing utama yang dengan kearifan, keramahan serta kesabarannya telah banyak membantu memberikan ide-ide brilian dan membimbing penulis dalam menyelesaikan laporan penelitian ini tepat waktu.

2. Ir. Suwandi, MP selaku dosen pembimbing pendamping yang telah banyak memberikan ilmu dan pengetahuan dan memberikan motivasi serta solusi dalam setiap kesulitan sehingga terselesaikannya laporan penelitian ini.

3. Dr. Ir. Bhakti Wisnu, MP selaku kepala laboratorium ilmu tanah Fakultas Pertanian UPN “veteran” Jatim yang telah banyak membantu memberikan arahan dan bimbingan dalam analisa laboratorium sehingga terselesaikannya laporan penelitian ini.

4. Ir.Mulyadi, MS selaku Ketua Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

5. Dr.Ir. Ramdan Hidayat, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.


(6)

menyelesaikan laporan penelitian ini tanpa suatu hambatan yang berarti. 7. Himawan Haru Musa Pratomo sebagai pendamping, sahabat, teman

terbaik, dan kakak yang selalu menemani dengan doa dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini dengan baik. 8. Teman-temanku Agroteknologi khususnya Pak Hari, Bu Yuni, Mas Puji, Mas Yahman, Wildan, Aida, Koko Erick, Laita, Nina, Diah dan Anggi serta teman-teman seperjuangan lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang senantiasa memberikan bantuan baik langsung maupun tidak langsung.

Penulis sadar bahwa penyusunan laporan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu, penulis selalu mengharapkan kritik dan saran dari dosen pembimbing Penyusunan laporan penelitian demi perbaikan selanjutnya.

Akhirnya, semoga Allah senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada siapa saja yang mencintai pendidikan. Sehingga ilmu yang saya peroleh dapat bermanfaat. Amin Ya Robbal Alamin.

Surabaya, 6 Januari 2014


(7)

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

II.TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Perkembangan TanamanTebu ... 6

B. Botani danMorfologiTanamanTebu ... 6

C. SyaratTumbuhTanamanTebu ... 8

D. Survey Tanah dan Evaluasi Lahan untuk Pengembangan WilayahPertanaman Tebu ... 10

E. Penafsiran Parameter ... 11

F. Klasifikasi Kesesuaian Lahan ... 17

G. Klasifikasi Kemampuan Kesuburan Tanah ... 20

H. Informasi Kondisi Daerah penelitian ... 24

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 29

B. Pelaksanaan Lapang……….. ... 30


(8)

c. Analisa Tanah di Laboratorium ... 33

2. Klasifikasi Kemampuan Kesuburan Lahan... 35

a. Bahan dan Alat ... 35

b. Tahapan Penelitian ... 35

C. Penataan Varietas ………….. ... 36

D. Analisa Data ... 37

1. Klasifikasi Kesesuaian Lahan... 37

2. Klasifikasi Kemampuan Kesuburan Lahan ... 42

3. Penataan Varietas ... 44

4. Pemetaan ... 45

E. Alur Proses Penelitian ... 46

IV. METODOLOGI PENELITIAN A. Klasifikasi Kesesuaian Lahan ... 48

B. Klasifikasi Kemampuan Kesuburan Tanah……….. 51

C. Hubungan Klasifikasi Kesesuaian Lahan dan Klasifikasi Kemampuan Kesuburan Tanah untuk Tanaman Tebu (Saccarum officinnarum .Linn) ... 54

D. Rekomendasi Usaha Perbaikan Berdasarkan Kelas Kesesuaian Lahan Aktual ... 79

E. Penataan Varietas Tanaman Tebu (Saccarum officinnarum .Linn) Berdasarkan Tip[ologi Wilayah ... 85

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 93

B. Saran……….. ... 94


(9)

Nomor Halaman Teks

1. TingkatPertamaKategoridariFCC:Jenistanah ... 22 2. IdentifikasipengubahkondisitanahuntukKlasifikasi

KemampuanKesuburan ... 23 3. Letak, TinggidanLuas Daerah per Kecamatan

KabupatenBangkalan ... 27 4. Data Primer untukKlasifikasiKesesuaianLahan ... 29 5. MacamAnalisisTanahdanMetode yang Digunakanuntuk

KlasifikasiKesesuaianLahan ... 33 6. Data primer untukKlasifikasiKesubuan Tanah... 34 7. MacamAnalisis Tanah danMetode yang Digunakanuntuk

KlasifikasiKemampuanKesuburanLahan ... 35

8. TabelKesesuaianLahanTanamanTebu (Saccarum

officinnarumLinn) ... 38 9. Matching Data KesesuaianLahanTanamanTebu

(SaccarumofficinnarumLinn) ... 39

10. Jenis Usaha PerbaikanKualitaskarakteristiklahan actual

menjadipotensialmenuruttingkatpengelolaannya ... 40 11. TabelHubungankelasKesesuaianLahandenganKelas

KemampuanKesuburantanah ... 41 12. TabelKesesuaianVarietasTanamanTebuBerdasarkan

Tipologi Wilayah ... 42 13. InterpretasiFaktorPenghambatKelasKesesuaianLahanuntuktanamanTebu

(SaccharumOfficinarumLinn)diKabupatenBangkalan ... 49 14. InterpretasiFaktorPenghambatKelasKemampuanKesuburanTanahdiKabu

patenBangkalan ... 51 15. KlasifikasiKemampuanKesuburanTanahdanKlasifikasiKesesuaianLahandi


(10)

ampuanKesuburanTanah(FCC) ... 58 18. KenaikanKelasKesesuaianLahanAktualMenujuKelasKesesuaianLahanPot

ensialBesertaUsahaPerbaikannya... 79 19. PotensiProduksiVarietasTanamanTebu ... 86 20. PenataanVatietasTanamanTebuSesuaiUnitkemasakannyaberdasarkanTip

ologiWilayah. ... 87 21. PenentuanVarietasTanamanTebuBerdasarkanSubkelasKesesuaanLahan

... 88

Lampiran

1. Hasil Analisa Sifat Fisik Tanah Kabupaten Bangkalan 93 2. Hasil Analisa Sifat Kimia Tanah Kabupaten Bangkalan 94


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. PetaPengambilanSampel Tanah ... 28 2. Diagram AlirPenelitian ... 44 3. HasilPengeboranSampel Tanah di DesaBanyusangkah ... 62

4. LapisanBatuan(Rock)yangMunculDiPermukaanTopsoildiDaerah LaranganGlintong ... 65 5. SingkapanBatuanyangMelebihi15%diDesaMrandung,

KecamatanKlampis ... 66

Lampiran 1. PetaSubkelasKesesuaianLahanTanamanTebu

(SaccarumoficinnarumLinn) di Kecamatan

TanjungBumi, KabupatenBangkalan ... 95 2. PetaSubkelasKesesuaianLahanTanamanTebu

(SaccarumoficinnarumLinn) di Kecamatan

Klampis, KabupatenBangkalan ... 96 3. PetaSubkelasKesesuaianLahanTanamanTebu

(SaccarumoficinnarumLinn) di Kecamatan

Arosbaya, KabupatenBangkalan ... 97 4. PetaSubkelasKesesuaianLahanTanamanTebu

(SaccarumoficinnarumLinn) di Kecamatan

Burneh, KabupatenBangkalan ... 98 5. PetaSubkelasKesesuaianLahanTanamanTebu

(SaccarumoficinnarumLinn) di Kecamatan

Tanah Merah, KabupatenBangkalan ... 99 6. PetaSubkelasKesesuaianLahanTanamanTebu

(SaccarumoficinnarumLinn) di Kecamatan

Labang, KabupatenBangkalan ... 100 7. Peta Unit KemampuanKesuburan Tanah di Kecamatan

TanjungBumi, KabupatenBangkalan ... 101 8. Peta Unit KemampuanKesuburan Tanah di Kecamatan


(12)

9. Peta Unit KemampuanKesuburan Tanah di Kecamatan

Arosbaya, KabupatenBangkalan ... 103 10. Peta Unit KemampuanKesuburan Tanah di Kecamatan

Burneh, KabupatenBangkalan ... 104 11. Peta Unit KemampuanKesuburan Tanah di Kecamatan

Tanah Merah, KabupatenBangkalan ... 105 12. Peta Unit KemampuanKesuburan Tanah di Kecamatan


(13)

Nelin Trisnawati, SP , Ir Edi Purnomo Sasongko , MP, Ir Suwandi, MP

1 - Mahasiswa Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Pembangunan Nasional Jawa Timur.

2 - Dosen Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, UPN "Veteran" Jawa Timur. 3 - Dosen Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Pembangunan

Nasional ":Veteran" Jawa Timur. Abstrak

Rencana pemerintah Indonesia yang mencanangkan swasembada gula tahun 2014 saat ini mulai diprioritaskan. Salah satu strategi yang diperlukan adalah melalui peningkatan produktivitas. Peningkatan produktivitas gula dapat dicapai dengan mengganti varietas-varietas lama yang telah mengalami degradasi keunggulan genetik dengan varietas baru serta dengan melakukan perluasan lahan dan perbaikan pada system budidaya serta pengelolaan tanah. Oleh karena itu, pengembangan industri gula baru lebih disarankan untuk ekspansi di luar Jawa. Beberapa wilayah di luar pulau Jawa yang cukup potensial untuk pengembangan industri gula khususnya dalam perluasan areal pertanaman tebu salah satu diantaranya adalah Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura. Penelitian ini diawali dengan mengambil sampel tanah di 18 desa yang tersebar di 6 kecamatan, Kabupaten Bangkalan, Madura. Lokasi pengambilan sample tanah terletak pada beberapa titik di beberapa desa. Metode penelitiannya yaitu menggunakan metode survey. Hasil survey berupa penilaian kesesuaian lahan dengan skor yang ditentukan sesuai dengan kelas kesesuaian lahan tersebut berdasarkan acuan FAO dan evaluasi kemampuan kesuburan tanah berdasarkan acuan Sanchez dan Buol dimana penggolongan berdasarkan tipe, sub tipe dan modifier. Penataan varietas dilakukan dengan melakukan matching data kembali antara hasil klasifikasi berdasarkan tipologi wilayah dan pola tanam dengan table kesesuaian tanaman tebu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem klasifikasi kesesuaian lahan telah memperoleh 9 subkelas kesesuaian lahan yang berbeda dan 11 unit kelas kemampuan kesuburan tanah yang berbeda pula. Interpretasi kelas kesesuaian lahan tidak menunjukkan hubungan yang jelas terhadap unit kemampuan kesuburan tanah, sebaliknya interpretasi unit kemampuan kesuburan tanah tidak menunjukkan hubungan yang jelas terhadap kelas kesesuaian lahan pula. Setiap lahan yang memiliki sub kelas kesesuaian berbeda, maka varietas yang direkomendasikan pun juga berbeda tergantung dengan tipologi wilayah masing-masing. Akan tetapi ada pula beberapa lahan yang memiliki sub kelas kesesuaian lahan berbeda tetapi cocok dengan satu varietas yang sama.


(14)

Nelin Trisnawati, SP 1, Ir Edi Purnomo Sasongko 2, MP, Ir Suwandi, MP 3

1 - The Student of Agrotecnology , Agricultural Faculty, Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" East Java 2 - Lecture of Soil Science, Agricultural Faculty, Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" East Java

3 - Lecture of Agronomy, Agricultural Faculty, Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" East Java

Corresponding Author : Nelin Trisnawati, SP

Abstract

Indonesian government plans to declare self-sufficiency in 2014 are now starting to be prioritized. One strategy that is required is increase of productivity. Increased productivity of sugar can be achieved by replacing old varieties degraded genetic superiority with new varieties, land expansion, improvement in farming systems and soil management. Therefore, the development of new sugar industry is more advisable for expansion in outside of Java. The area of considerable potential for the development of the sugar industry, especially in the expansion of sugarcane planting area is in Bangkalan, Madura Island. This study begins by taking soil samples in 18 villages spread over 6 districts, Bangkalan, Madura. The research method is using the survey method. Soil sampling using the "randomly selected". Land suitability sub-class assessment is views from land scores that compared to the reference land use requirements table, then matching the data carried by land suitability classification that based on a reference from the FAO. Fertility capability classification assessed by reference from Sanchez and Buol where units of fertility capability classification are assessed by type, sub-type and modifier. Structuring varieties performed by comparing the data between the classification results based on the typology of regions with land suitability classification table. The results showed that the land suitability classification system has gained 9 different subclasses of land suitability and soil fertility capability classification has gained 11 units of soil fertility capability. Interpretation of land suitability classification showed no clear relationship to the ability of soil fertility unit, and the interpretation of soil fertility capability units do not show a clear relationship to the land suitability class anyway. In every land that has a different sub-class, the recommended varieties were also different depending on the typology of each region. However, there are several lands that have different sub-classes of land suitability but matched with the same variety.


(15)

A. Latar Belakang

Rencana pemerintah Indonesia yang mencanangkan swasembada gula tahun 2014 saat ini mulai diprioritaskan. Pada tahun tersebut produksi gula dalam negeri sudah dapat memenuhi konsumsi gula dalam negeri, baik untuk konsumsi langsung rumah tangga, industri maupun menutup neraca perdagangan gula nasional atau disebut swasembada gula nasional (Anonnymous, 2006).

Salah satu strategi yang diperlukan dalam upaya peningkatan produksi gula untuk mencapai target swasembada gula nasional pada tahun 2014 adalah melalui peningkatan produktivitas. Peningkatan produktivitas gula dapat dicapai dengan mengganti varietas-varietas lama yang telah mengalami degradasi keunggulan genetik dengan varietas baru serta dengan melakukan perluasan lahan dan perbaikan pada system budidaya serta pengelolaan tanah.

Perluasan lahan tanaman tebu rakyat pada saat ini terjadi cukup pesat seiring dengan peningkatan daya saing usaha tani tebu. Khususnya di Jawa Timur, perluasan areal untuk peningkatan produksi gula tahun 2012 lalu adalah 197.000 ha dan dapat direalisasikan menjadi 200.000 ha tahun 2013 di kabupaten Tuban, Bojonegoro, Lamongan dan Madura . Dampak perluasan areal secara signifikan telah mampu meningkatkan produksi tebu sebagai bahan baku Pabrik Gula (Samsul, 2013).

Strategi peningkatan produktivitas tebu guna mencapai swasembada gula nasional pun memiliki dua pilihan yaitu pertama meningkatkan serta


(16)

dan kedua membangun PG baru di luar existing industry yang berarti perluasan areal pertanaman tebu. Pulau Jawa yang selama ini dianggap sebagai habitat utama untuk tanaman tebu dengan keberadaan sekitar 47 pabrik gulanya dianggap kurang optimum dalam pemenuhan bahan baku di industri masing-masing. Oleh karena itu, pengembangan industri gula baru lebih disarankan untuk ekspansi di luar Jawa. Beberapa wilayah di luar pulau Jawa yang cukup potensial untuk pengembangan industri gula khususnya dalam perluasan areal pertanaman tebu salah satu diantaranya adalah Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura.

Dalam Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2009, kabupaten Bangkalan secara regional merupakan salah satu kabupaten di propinsi Jawa timur yang memiliki tingkat perkembangan relatif pesat, baik disektor pertanian, perkebunan, peternakan, perdagangan dan jasa serta industri dimana sektor-sektor tersebut telah memicu terjadinya perubahan dan perkembangan penggunaan lahan.

Lahan pertanian di kabupaten Bangkalan meliputi persawahan dan pertanian lahan kering, perbedaan mendasar dari keduanya adalah, persawahan sepanjang tahun ditanami padi karena cukup air, baik dari irigasi teknis maupun dari pengairan sederhana. Sedangkan pertanian lahan kering biasanya beragam, saat musim hujan ditanami padi dan saat kemarau ditanami padi gogo atau palawija, misalnya kacang hijau, kedelai, kacang tanah dan ubi kayu. Sebagian kecil hamparan di kabupaten Bangkalan telah dikembangkan sebagai tempat budidaya tanaman tebu.


(17)

tanaman tebu yang kurang baik terkait dengan kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai sistem budidaya dan pengelolaan lahan pertanian yang benar. Oleh karena itu melihat kondisi wilayah kabupaten Bangkalan dibutuhkan pula kajian mengenai kesesuaian lahan terhadap tanaman tebu dan tingkat kemampuan kesuburan lahan di kabupaten Bangkalan. Selanjutnya dibutuhkan pula pemahaman masyarakat terhadap penggunaan varietas yang tepat sehingga tidak terjadi penggunaan varietas bebas dalam satu wilayah yang menyebabkan waktu masak tanaman tebu tersebut tidak seragam.

Kebutuhan informasi kelas kesesuaian lahan dan kelas kemampuan kesuburan lahan serta peta sebaran varietas tebu yang sesuai dengan tipologi wilayah dan tingkat kemasakan tiap varietas tebu di wilayah pengembangan pabrik gula baru sangat penting untuk dapatnya digunakan sebagai dasar penataan varietas tebu. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul sementara “Kajian Kesesuaian Lahan dengan Kemampuan Kesuburan Tanah untuk Penentuan Varietas Tanaman Tebu (Saccarum officinnarum Linn) di Kabupaten Bangkalan,Madura

.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan masalah tersebut di atas maka permasalahan yang ada di daerah penelitian meliputi :

a) Bagaimana tingkat kesesuaian lahan di daerah penelitian untuk tanaman tebu berdasarkan tabel klasifikasi kesesuaian tanah?


(18)

penelitian berdasarkan tabel klasifikasi kemampuan kesuburan tanah?

c) Bagaimanakah sebaran varietas tanaman tebu di wilayah penelitian berdasarkan tipologi wilayah di kabupaten Bangkalan?

d) Bagaimanakaj hubungan kesetaraan system antara klasifikasi kelas kesesuaian lahan (KKL) dan Klasifikasi Kemampuan Kesuburan Tanah (KKKT) ditinjau dari factor pembatasnya?

e) Bagaimanakah peta tematik mengenai hasil klasifikasi kesesuaian lahan, kemampuan kesuburan tanah dan sebaran varietas di Daerah Bangkalan?

f) Apakah Rekomendasi yang diberikan kepada pengelola lahan sesuai dengan kelas kesesuaian lahannya.

C. Batasan Penelitian

Penelitian ini bersifat Kualitatif bukan Kuantitatif sehingga peneliti membatasi lingkup penelitian dimana peneliti tidak melakukan anlisa “Cost and Benefit” dan tidak melakukan perhitungan hasil produksi panen pada setiap subjek penelitian, terutama pada tindak lanjut atas klasifikasi kesesuaian lahan tanaman tebu dengan beberapa lahan di Kabupeten Bangkalan. Klasifikasi kesesuaian lahan kualitatif adalah kesesuaian lahan yang didasarkan pada pemadaanan criteria masing – masing kesesuaian lahan dengan sifat lahannya. Kelas kesesuaian lahan ditentukan oleh factor fisik yang merupakan factor penghambat terberat.


(19)

Matching data antara sifat fisik dan perilaku setiap varietas yang direkomendasikan dengan lingkup kecil persyaratan penggunaan lahan pada klasifikasi kesesuaian lahan (TYekstur, drainase dan ketersediaan sumber air). Hal ini dikarenakan ketiga factor tersebut merupakan factor yang paling dominan dan sangat mempengaruhi sifat dan perilaku tiap varietas tanaman tebu. Sehingga penentuan varietas berdasarkan sub kelas kesesuaian lahan didapat dari matching data kembali antara hasil dari penentuan varietas berdasarkan tipologi wilayah dengan sub kelas kesesuaian lahan.


(20)

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor pembatas kesesuaian lahan dan kemampuan kesuburan lahan terhadap budidaya tanaman tebu di Kabupaten Bangkalan sebagai dasar pengelolaan tanah pada budidaya tanaman tebu

2. Memperoleh peta sebaran kesesuaian lahan dan kemampuan kesuburan tanah pada tanaman tebu yang sesuai dengan karakteristik lahan di Kabupaten Bangkalan.

3. Memperoleh informasi tentang sebaran varietas yang tepat pada berbagai karakteristik lahan di wilayah kabupaten Bangkalan sesuai dengan pola tanam.

4. Memberikan rekomendasi untuk pengelolaan lahan pertanian terhadap budidaya tanaman tebu untuk meningkatkan produktivitas secara efektif dan efisien sesuai daya dukung lingkungan dan kelestarian lingkungan.


(21)

a) Tersedianya informasi dan peta mengenai evaluasi lahan (Kesesuaian lahan terhadap komoditi dan tingkat kemampuan kesuburan tanah) di daerah tersebut terhadap tanaman tebu yang berguna sebagai pedoman bagi pelaksana maupun penentu kebijakan dalam penataan varietas tebu yang akan ditanam agar produktivitasnya tinggi di Kabupaten Bangkalan.

b) Sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya yang mengarah pada pelestarian sumber daya lahan pada daerah penelitian.

c) Sebagai masukan bagi pihak terkait untuk pengelolaan lahan di Kabupaten Bangkalan sehingga pengelolaan yang dilakukan dapat tepat sasaran.

d) Sebagai acuan dalam penataan sebaran varietas tebu berdasarkan pola tanam dan tipologi wilayah Kabupaten Bangkalan.


(22)

Tebu pertama kali ditemukan di New Guinea pada 6000 SM. Namun, budidaya tanaman ini baru dilakukan pada 1400-1000 SM di India. Dalam bahasa latin, tebu dikenal dengan sebutan saccharum, yang berasal dari kata karkara dalam bahasa Sanskrit atau sakkara dalam bahasa Prakrit. Setelah mengalami persilangan dengan spesies-spesies liar dari India dan Cina, sejak 1000 SM tanaman ini menyebar secara berangsur-angsur ke berbagai belahan dunia, khususnya wilayah tropis, seperti : Hawaii, Mediterania, Karibia, Amerika, akhirnya sampai ke kepulauan Melayu. Saat ini, budidaya tebu telah dilakukan di lebih dari 70 negara di dunia, antara lain : India, Cuba, Brasil, Mexico, Pakistan, Cina, Filipina, Thailand, Indonesia, Malaysia dan Papua Nugini (Kuntohartono dan Thijsse, 2007).

Tebu (Saccharum officinarum Linn) adalah tanaman untuk bahan baku gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis dan termasuk jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun.

B. Botani Tanaman Tebu

Tebu merupakan sejenis rumput-rumputan yang memiliki ketinggian sekitar 2-4 meter. Secara garis besar, tanaman tebu dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian. Akar berbentuk serabut, tebal dan berwarna putih. Batang berbentuk ruas-ruas yang dibatasi oleh buku-buku, penampang melintang agak pipih, berwarna hijau kekuningan. Daun berbentuk pelepah, panjang 1-2 m, lebar 4-8 cm, permukaan kasar dan berbulu, berwarna hijau kekuningan hingga hijau tua.


(23)

Bunga berbentuk bunga majemuk, panjang sekitar 30 cm (Kuntohartono dan Thijsse, 2007).

Bentuk fisik tanaman tebu dicirikan oleh terdapatnya bulu-bulu dan duri sekitar pelepah dan helai daun. Banyaknya bulu dan duri beragam tergantung varietas. Jika disentuh akan menyebabkan rasa gatal. Kondisi ini kadang menjadi salah satu penyebab kurang berminatnya petani berbudidaya tebu jika masih ada alternatif tanaman lain. Tinggi tanaman bervariasi tergantung daya dukung lingkungan dan varietas, antara 2,5-4 meter dengan diameter batang antara 2-4 cm (Anonymous, 2007).

Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau

Jawa dan Sumatera (Anonymous, 2007). Sistematika tanaman tebu

adalah:

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Graminalis

Familia : Gramineae Genus : Saccharum

Spesies : Saccharum officinarum Linn

Wijayanti (2008) menambahkan kembali bahwa pertumbuhan tanaman tebu umumnya berlangsung selama kurang lebih 12 bulan, terhitung mulai ditanam hingga dipanen. Tanaman tebu mengalami 4 (empat) fase pertumbuhan, yaitu :

a. Fase perkecambahan (germination phase), yaitu dimulai sejak penanaman hingga pembentukan kecambah pada bud (mata), berlangsung selama 30-45 hari, dengan faktor-faktor berpengaruh antara lain : kadar air, suhu dan aereasi tanah, kadar air, kadar gula tereduksi, status nutrien akar.


(24)

b. Fase pertunasan (tillering phase), yaitu fase pembentukan tunas yang akan menentukan populasi tanaman, berlangsung kurang lebih 75 hari, dengan faktor-faktor berpengaruh : sinar matahari, varietas, suhu, kadar air, pupuk.

c. Fase pemanjangan batang (grand growth phase), yaitu fase perpanjangan batang tebu, berlangsung sekitar 120-150 hari. Dalam kondisi yang optimal, dimana kebutuhan air, pupuk, suhu udara dan sinar matahari terpenuhi, kecepatan perpanjangan batang dapat mencapai 4-5 ruas per bulan.

d. Fase pematangan

(maturity and ripening phase

), yaitu fase pembentukan dan penyimpanan gula, fase ini berlangsung sekitar 90 hari. Air dan makanan yang diserap oleh akar diangkut menuju daun. Dengan bantuan sinar matahari, bahan-bahan tersebut akan bereaksi dengan karbondioksida di udara untuk membentuk gula (sukrosa). Gula yang terbentuk disimpan di dalam batang, dimulai dari bagian bawah dan berangsur-angsur naik ke bagian atas batang.

C. Syarat Tumbuh Tanaman Tebu

Tebu tumbuh baik pada daerah beriklim panas tropika dan subtropika disekitar khatulistiwa sampai garis isotherm 20 derajat C, yakni kurang lebih diantara 39 derajat LU sampai 35 derajat LS. Tanaman tebu banyak diusahakan di dataran rendah dengan musim kering yang nyata. Tebu dapat ditanam dari dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Di dataran tinggi yang suhu udaranya rendah, tanaman tebu lambat tumbuh dan berendemen rendah. Di Asia Tenggara, batas maksimum elevasi untuk pertumbuhan normal tebu adalah 600 – 700 m di atas permukaan


(25)

laut. Pada elevasi yang lebih tinggi siklus pertumbuhan akan lebih panjang dari 14 – 18 bulan. (Yuono, 2013)

Dalam masa pertumbuhannya tanaman tebu membutuhkan banyak air, sedangkan ketika tebu akan menghadapi waktu masak menghendaki keadaan kering sehingga pertumbuhannya terhenti. Apabila hujan turun terus menerus akan menyebabkan tanaman tebu rendah rendemennya. Jadi jelas bahwa tebu selain memerlukan daerah yang beriklim panas, juga diperlukan adanya perbedaan yang nyata antara musim hujan dan musim kemarau (Notojoewono 1967).

Temperatur optimum untuk perkecambahan tebu adalah 26 - 33 derajat C dan 30 – 33 derajat C untuk pertumbuhan vegetatif. Selama pertumbuhan tanaman sedang mengalami fase kemasakan, temperatur malam yang relatif rendah (dibawah 18 derajat C) berguna untuk pembentukan kandungan sukrosa yang tinggi. Secara kuantitatif, tebu merupakan tanaman berhari pendek. Rata-rata curah hujan yang diperlukan untuk pertumbuhan optimal tanaman tebu adalah sekitar 1800 – 2500 mm per tahun. Dan jika curah hujan tidak mencukupi, lahan tebu harus diberi aliran irigasi. (Yuono, 2013)

Menurut Chapman (1976) dalam Budihardjo (1984), penentuan saat tebu dapat dipanen didasarkan pada umur tebu. Di Hawaii, tanaman tebu dipanen setelah berumur sekitar dua tahun. Tanaman yang ditebang akan tumbuh kembali sebagai ratoon dan dipanen lagi satu tahun berikutnya, cara ini diulangi dua sampai tiga kali sebelum tanaman dibongkar.


(26)

D. Survei Tanah dan Evaluasi Lahan untuk Pengembangan Wilayahy Pertanaman Tebu

Survei tanah merupakan pekerjaan pengumpulan data kimia, fisik, dan biologi di lapangan maupun di laboratorium dengan tujuan pendugaan penggunaan lahan umum maupun khusus. Suatu survei tanah baru memiliki kegunaan yang tinggi jika teliti dalam memetakanya . Hal itu berarti (a). Tepat mencari tempat yang refepresentif, tepat meletakan tempat pada peta yang harus didukung oleh peta dasar yang baik, (b) Tepat dalam mendeskripsi profilnya atau benar dalam menetapkan sifat-sifat morfologinya, (c) Teliti dalam mengambil contoh tanah, dan (d) Benar dalam menganilisnya di laboratorium. Relevansi sifat-sifat yang ditetapkan dengan pengguanaanya atau tujuan pengguanaanya harus tinggi. Untuk mencapai kegunaan tersebut perlu untuk menetapkan pola penyebaran tanah yang dibagi-bagi berdasarkan kesamaan sifat-sifatnya sehingga terbentuk soil mapping unit atau satuan peta tanah (SPT). Dengan adanya pola penyebaran tanah ini maka dimungkinkan untuk menduga sifat-sifat tanah yang dihubungkan dengan potensi pengguanaan lahan dan responya terhadap perubahan pengelolaannya (Abdullah, 1993).

Survei tanah merupakan proses penelitian dan pemetaan permukaan bumi dimana istilah unitnya disebut tipe tanah. Proses sebenarnya survei terdiri dari berjalan di atas lahan dengan interval yang sama dan mencatat perbedaa-perbedaan tanah dan gambaran yang berhubungan dengan permukaan seperti tingkat kemiringan, erosi yang terjadi, penggunan lahan, penutup vegetatif serta gambaran alami (Sitorus, 1985).

Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaan lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, yang meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei dan studi bentuk lahan, tanah, vegetasi, iklim, dan aspek lahan


(27)

lainnya. Evaluasi lahan merupakan penghubung antara berbagai aspek fisik, biologi, dan teknologi penggunaan lahan dengan tujuan sosial ekonominya. Tergantung pada tujuan evaluasi lahan dapat berupa klasifikasi kemampuan lahan atau klasifikasi kesesuaian lahan (Arsyad, 2000).

Salah satu cara evaluasi lahan adalah melakukan klasifikasi lahan untuk pengguanaan tertentu. Penggolongan kemampuan lahan didasari tingkat produksi pertanian tanpa menimbulkan kerusakan dalam jangka waktu yang sangat panjang (Sitorus, 1985).

Untuk memperoleh lahan yang benar-benar sesuai diperlukan suatu kriteria lahan yang dapat dinilai secara objektif. Acuan penilaian kesesuaian lahan digunakan digunakan kriteria klasifikasi kesesuaian lahan yang sudah dikenal, baik yang secara khusus maupun secara umum. Tetapi pada umumnya disusun berdasarkan pada sifat-sifat yang dikandung lahan, artinya hanya sampai pada pembentukan kelas kesesuaian lahan, sedangkan menyangkut produksi hanya berupa dugaan berdasarkan potensi kelas kesesuaian lahan yang terbentuk (Karim, dkk. 1996).

E. Penafsiran Parameter Evaluasi Lahan 1. Aspek Lahan

a. Bentuk Lahan

Bentuk lahan (landform) menguraikan tentang jenis-jenis terrain khusus dan menempatkan satuan peta inventarisasi ke dalam bentang lahan (landscape). Cara yang mudah untuk identifikasi di foto udara menggunakan bentang lahan dan kelerengan (topografi). Klasifikasi bentuk lahan dapat diperoleh dari Katalog Bentuk Lahan (Sitorus, 1985).

Bentuk lahan memberikan gambaran pada kita tentang kondisi lokasi secara umum. Melalui informasi bentuk lahan juga dapat diperoleh


(28)

gambaran karakteristik lahan yang lain, misalnya bentuk lahan yang bergunung akan mempunyai jenis-jenis tanah tertentu, biasanya kelerengannya curam dan solum tanahnya relatif dangkal. Sebaliknya bentuk lahan aluvium akan memberi gambaran tentang kondisi yang datar dengan drainase yang kurang baik, teksturnya halus dan solum tanahnya dalam (Kucera, 1988).

b. Kemiringan dan Arah Lereng

Menurut Hardjowigeno (1993), Informasi kemiringan dan arah lereng sangat diperlukan bagi pengelolaan lahan. Parameter kelerengan juga digunakan untuk klasifikasi beberapa keperluan, misalnya untuk penentuan fungsi lindung dan budidaya. Jadi informasi ini sangat dibutuhkan. untuk keperluan pengelolaan termasuk pengelolaan hutan.

Keterkaitan kelerengan lahan dengan parameter lain cukup dominan. Biasanya pada topografi yang berbeda, yang berarti kemiringan lerengnya berbeda, maka perkembangan tanahnya juga berbeda. Perbedaan perkembangan tanah juga berarti ada perbedaan karakteristiknya. Perkembangan tanah juga dipengaruhi oleh arah lereng, karena perbedaan lereng akan mempengaruhi kecepatan pelapukan batuan menjadi tanah. Dengan demikian maka kemiringan lereng biasanya mengandung konsekuensi perbedaan tekstur tanah, kondisi drainase, jenis tanaman dan kedalaman tanah (Sitorus, 1985).

c. Kondisi Drainase

Menurut CSR/FAO (1983), drainase tanah merupakan kecepatan perpindahan air tanah baik berupa aliran permukaan maupun perembesan air kedalam tanah. Keadaan drainase adalah tanda dari kondisi basah dan kering


(29)

tanah tersebut, drainase tanah juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu topografi, tekstur, permeabilitas dan ketersediaan air yang berasal dari curah hujan. Tingkat drainase tanah alami dipengaruhi oleh kecepatan perkolasi air melalui tanah, aerasi dan bagian tanaman-tanaman yang khusus. Komposisi udara tergantung pada aerasi. Pada drainase tanah yang baik, tanah memiliki kelembaban dan kandungan karbon dioksida lebih tinggi dari atmosfir. Kondisi drainase yang terbatas di dalam tanah dan drainase yang sangat jelek atau pada kondisi yang tergenang maka kandungan oksigen akan menurun dan kecepatan difusi ke akar tanaman terbatas. Pada tanah yang drainasenya sangat tinggi maka kehilangan unsur hara melalui pencucian juga akan meningkat (Bunting, 1981). Sedangkan menurut Hakim (1986), tujuan drainase tanah adalah untuk menurunkan muka air tanahsehingga dapat meningkatkan kedalaman ekfetif perakaran.

d. Kondisi Permukaan

Kondisi permukaan lahan dinyatakan dalam persentase batuan singkapan (badrock) dan adanya batu di permukaan (rockness) terhadap luas unit lahan Informasi kondisi permukaan lahan yang menyangkut batuan singkapan dan bebatuan di permukaan sangat diperlukan dalam kaitannya dengan kemungkinan untuk penerapan tumpangsari tanaman semusim. Pada kondisi tanah yang berbatu atau tersingkap, tidak mungkin dilaksanakan pengolahan tanah yang baik karena adanya gangguan tersebut. Di samping itu, persentase batuan tersingkap yang cukup luas mengurangi jumlah tanaman per satuan luas karena pada bebatuan tersebut tidak mungkin dilaksanakan penanaman (Siswanto, 2006).


(30)

2. Aspek Tanah a. Jenis Tanah

Jenis tanah akan sangat dipengaruhi oleh jenis batuan induk, iklim, vegetasinya, Klasifikasi tanah yang umum dilaksanakan menggunakan US Soil Taxonomy atau klasifikasi Indonesia. Apapun metode klasifikasi yang digunakan jenis tanah akan selalu berkaitan dengan karakteristik fisik lahannya. Cara klasifikasi tanah yang umum digunakan akan diuraikan tersendiri. Dengan demikian apabila suatu, lahan mempunyai jenis tanah Entisol, maka kedalaman tanah tersebut umumnya dangkal, sedangkan Vertisol hanya bisa terjadi pada daerah dataran dan atau berkapur. Informasi jenis tanah biasanya dapat diperoleh dari peta tanah yang tersedia. Pada umumnya peta tanah yang ada mempunyai skala kecil (1:100 000 atau 1:250 000) hanya lokasi-lokasi tertentu saja yang dipetakan secara detail (Hardjowigeno, 1993).

b. Tipe batuan dan Kedalaman Regolit

Tipe batuan penting untuk diketahui karena menentukan parameter yang lain. Adanya perbedaan tipe batuan pembeda tanah akan membedakan cara pengelolaan tanah tersebut. Pengelolaan tanah yang berkembang dari batu kapur, misalnya, akan berbeda dengan pengelolaan tanah yang berkembang dari batuan vulkanik. Oleh karena itu tipe batuan sering digunakan untuk kriteria klasifikasi kemampuan lahan pada tingkat Unit (Sitorus, 1985).


(31)

c. Kedalaman Tanah

Kedalaman efektif adalah dalamnya akar tanaman yang dapat menembus lapisan tanah dimana perakaran dapat tumbuh dan berkembang dengan baik tanpa adanya hambatan atau pembatas. Kedalaman efektif merupakan kedalaman sampai kerikil, padas dan kropos (Hardjowigeno, 1993). Kedalaman efektif merupakan faktor pembatas yang tidak dapat diberikan input. Kedalaman efektif suatu tanah tidak sesuai dengan tanaman yang akan dibudidayakan,maka lahan tersebut tidak dapat digunakan untuk tanaman yang dibudidayakan.

d. Sifat Fisik Tanah

Sifat fisik tanah yang penting untuk pengelolaan lahan dan dideskripsikan di lapangan mencakup tekstur tanah dan struktur tanah. Tekstur tanah dapat didifinisikan sebagai perbandingan antara fraksi tanah (pasir, debu dan lempung / sand, silt dan clay) sedangkan struktur tanah adalah bentuk spesifik dari agregat tanah. Tekstur tanah relatif tidak berubah tetapi struktur tanah mudah berubah terutama apabila ada pengolahan tanah. Parameter ini sangat berkaitan dengan parameter lainnya antara lain, kemiringan lereng, kondisi drainase, tipe batuan dan bentuk lahan (Siswanto, 2006).

e. Sifat Kimia Tanah

Bahan penting yang diabsorbsi tanaman dan dipindahkan dari tanah adalah air dan unsur hara. Tanaman dapat mengalami kekurangan (defisiensi) unsur hara bila unsur tersebut tidak terdapat dalam tanah atau unsur tersebut terdapat dalam jumlah cukup tetapi sangat sedikit terlarut atau tidak tersedia untuk menopang kebutuhan tanaman. Tanaman tahunan


(32)

relatif lebih tahan terhadap defisiensi unsur hara. Dampak kekurangan unsur hara terhadap pertumbuhan tanaman juga berlangsung dalam jangka panjang dibandingkan dengan tanaman semusim. Oleh karena itu sifat kimia tanah hanya digunakan dalam penentuan kesesuaian lahan pada tanaman semusim (Suprihartono, 2003).

f. Keasaman Tanah (pH)

Keasaman tanah (pH) adalah gambaran diagnostik dari nilai yang khusus atau konsentrasi ion H. Tanah dikatakan masam, jika pH nya kecil dari 7, netral jika sama dengan 7 dan basa jika pHnya di atas 7. Jika konsentrasi ion H dalam tanah naik, maka pH tanah turun dan jika ion H dalam tanah turun maka pH tanah akan naik (Suprihartono, 2003).

Faktor kemasaman tanah digunakan sebagai salah satu faktor pembatas kesesuaian lahan, karena kemasaman tanah merupakan satu faktor yang berpengaruh terhadap ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Kemasaan tanah merupakan perwujudan dari proses hancuran iklim dan faktor kimiawi yang berpengaruh terhadap proses pembentukan tanah (Hakim et al. , 1986).

3. Kondisi Erosi

Erosi merupakan pembatas utama dari penggunaan lahan yang berkelanjulan. Identifikasi erosi di lahan hutan diperlukan untuk mengetahui jenis dan tingkat erosi serta persentase luasan tererosi pada satuan peta sehingga upaya konservasi tanah yang efektif dapat direncanakan. Pengalaman lapangan menunjukkan bahwa erosi biasanya terjadi cukup besar pada saat awal penebangan atau pembukaan lahan sampai tanaman berumur 2 tahun (Siswanto, 2006)


(33)

.

4. Aspek Tanaman

Inventarisasi parameter tanaman dilakukan karena kinerja tanaman yang ada merupakan pencerminan kondisi lahan, sehingga identifikasi kondisi tanaman bisa digunakan sebagai indikator kondisi lahan saat itu. Informasi ini penting terutama bagi lokasi baru yang akan dibuka untuk tanaman (Hardjowigeno,1991).

5. Aspek Iklim

Anasir iklim yang diutamakan adalah hanya curah hujan, karena terbatasnya stasiun meteorologi. Akibatnya pola hujan dan distribusi hujan antar petak sangat berlainan. Oleh karena itu diperlukan beberapa stasiun hujan pada satu bagian hutan agar rekaman hujan dapat mencerminkan kondisi realistis. Pengalaman lapangan menunjukkan bahwa antar petak dalam satu bagian bisa mempunyai pola dan curah hujan yang berbeda tergantung elevasi dan arah lerengnya.

F. Klasifikasi Kesesuaian Lahan

Klasifikasi Kesesuaian tanah untuk pertanian dan kehutanan biasa digunakan di berbagai negara. Berbeda dengan klasifikasi kemampuan lahan yang merupakan klasifikasi tentang potensi lahan untuk penggunaan secara umum, kesesuaian Lahan lebih menekankan pada kesesuaian lahan untuk jenis tanamanan tertentu dengan bentangan lahan yang dtendukan. Kesesuaian lahan didasarkan pada fakrot – faktor pembatas untuk pertembuhan tanaman. (Siswanto, 2006).

Berdasarkan sistem klasifikasi lahan yang disusun oleh Pusat Penelitian Tanah (1983), pada prinsipnya klasifikasi kesesuaian lahan dilaksanakan


(34)

dengan cara memadukan antara kebutuhan tanaman atau persyaratan tumbuh tanaman dengan karakteristik lahan. Oleh karena, itu klasifikasi ini sering juga disebut species matching. Klas kesesuaian lahan terbagi menjadi empat tingkat, yaitu : sangat sesuai (S I), sesuai (S2), sesuai marjinal (S3) dan tidak sesual (N). Sub kelas pada klasifikasi kesesualan lahan ini juga mencerminkan jenis penghambat. Ada tujuh jenis faktor pembatas yang dikenal, yaitu e (erosi), w (drainase), s (tanah), a (keasaman), g (kelerengan) sd (kedalaman tanah) dan c (lklim). (Hardjowigeno, 2007)

Sitorus (1985) menjelaskan bahwa pada tingkat Ordo kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S= Suitable) dan lahan yang tidak sesuai (N= Not Suitable). Lahan yang termasuk pada golongan S atau sesuai merupakan lahan yang bisa digunakan dalam jangka waktu lama dan tidak terbatas pada penggunaan tertentu yang telah dipertmbangkan sebelumnya. Lahan yang masuk dalam ordo ini tidak akan memiliki kerusakan yang berarti saat digunakan. Sedangkan lahan yang masuk pada ordo N atau tidak sesuai merupakan lahan yang memiliki kesulitan-kesulitan yang sedemikian rupa sehingga menghambat penggunaan atau bahkan mencegah penggunaannya untuk suatu tujuan.

Kelas S1 (sangat sesuai): Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan secara nyata.

Kelas S2 (cukup sesuai): Lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan (input). Pembatas ini biasanya masih dapat diatasi dengan cukup mudah.


(35)

Kelas S3 (sesuai marginal): Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat, dan faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi faktor pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan (intervensi) pemerintah atau pihak swasta.

Kelas N1 (tidak sesuai pada saat ini): Lahan memiliki faktor pembatas yang sangat besar namun masih dapat digunakan setelah mengalami pengolahan dengan modal yang juga tidak sedikit.

Kelas N2 (tidak sesuai untuk selamanya): Lahan memiliki faktor pembatas yang permanen sehingga tidak memungkinkan digunakan untuk penggunaan lahan yang lestari dalam jangka waktu yang sangat lama.

Pada klasifikasi kesesuaian lahan tidak dikenal prioritas penghambat. Dengan demikian seluruh hambatan yang ada pada suatu unit lahan akan disebutkan semuanya. Akan tetapi dapat dimengerti bahwa dari hambatan yang disebutkan ada jenis hambatan yang mudah (seperti a, w, e, g dan sd) atau sebaliknya. hambatan yang sulit untuk ditangani (c dan s). Dengan demikian maka hasil akhir dari klasifikasi ditetapkan berdasarkan klas terjelek dengan memberikan seluruh hambatan yang ada. Perubahan klasifikasi menjadi setingkat lebih baik dimungkinkan terjadi apabila seluruh hambatan Yang ada pada unit lahan tersebut dapat diperbaiki. Untuk itu maka unit lahan yang mempunyai faktor penghambat c atau s sulit untuk diperbaiki keadaannya. Klasifikasi kesesuaian lahan dilakukan dengan melalui sortasi data karakteristik lahan berdasarkan kriteria kesesuaian lahan untuk setiap jenis tanaman (FAO, 1983).


(36)

G. Klasifikasi Kemampuan Kesuburan Tanah

Klasifikasi kemampuan kesuburan tanah (fertility capability soil classification atau FCC) telah diusulkan sebagai sistem klasifikasi keteknikan guna mengelompokkan tanah dengan cirri-ciri yang mirip dipandang dari sudut kesuburan tanah dan respon tanaman terhadap pupuk. Sistem ini telah dikembangkan oleh Prof. Dr. Buol dan rekan-rekannya di Jurusan Ilmu Tanah, Universitas Negeri North Carolina (Eiumnoh, 1984).

Taksonomi tanah USDA pada waktu sekarang ini telah banyak digunakan diberbagai negara untuk mengklasifikasikan tanah (Eiumnoh, 1984). Beberapa sifat tanah dapat diturunkan langsung dari nama kategori (Eswaran, 1988). Semakin rendah kategori klasifikasi semakin banyak informasi sifat tanah yang dapat diketahui.

Dibidang Pertanian, tanah merupakan faktor penting yang menentukan pertumbuhan dan hasil tanaman yang dibudidayakan karena tanah merupakan media tumbuh bagi tanaman, gudang dan penyuplai unsur hara, serta tempat penyedia air. Kemampuan tanah dalam mendukung pertumbuhan ditentukan oleh kesuburan kimia dan fisika tanah. Evaluasi kesuburan tanah dilakukan pada seri-seri tanah yang didasarkan pada sifat fisik dan kimia tanah dari profiltanah. Kriteria penilaian sifat dan penentu kendala kesuburan mengikuti Klasifiakasi Kemampuan Kesuburan Tanah (Sanchez et al., 1982 dan Sanchez and Boul, 1985 dalam Hardjowigeno, 2007). Penilaian dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

1. Inventarisasi data dan pengambilan contoh tanah di lapang 2. Analisis contoh tanah di laboratorium

3. Evaluasi Kesuburan Tanah 4. Kesimpulan


(37)

Siswanto (2006) menjelaskan bahwa evaluasi kesuburan tanah memerlukan data sifat fisik dan kimia tanah sampai kedalaman 60 cm. Data ini diperoleh langsung dilapang (diskripsi tanah) dan analisis contoh tanah di laboratorium. Analisis contoh tanah di laboratorium ditujukan untuk mendapatkan data kuantitatif mengenai sifat fisik dan kimia tanah yang meliputi:

1. Analisis Umum: a. Tekstur tanah b. pH (H2O) rasio 1:1

c. Kadar Ca, Mg, K dan Na terekstrak NH4OAc pH 7 d. KTK terekstrak NH4OAc pH 7

e. Retensi P terekstrak Ca(H2PO4)2 1000 ppm 2. Analisis Khusus

a. Kadar Al terekstrak 1 N KCl, bila pH (H2O) 1:1 < 5,0 b. Fe2O3 bebas, bila kadar liat > 35%

c. pH (1 N NaF) bila tanah diduga banyak mengandung alofan

d. Daya Hantar Listrik (DHL) pada 25oC bila tanah berkadar garam tinggi Evaluasi Kesuburan tanah ditunjukkan untuk menilai sifat dan menentukan kendala utama kesuburan seri tanah serta mencari alternatif pemecahannya dalam rangka meningkatkan produktivitas tanah. Dari hasil analisis tanah dilapang dan dilaboratorium di interpretasikan hasilnya menurut Kriteria Penilaian Sifat-Sifat Kimia Tanah (CSR-FAO, 1983 dalam Sitorus, 1986).

Klasifikasi kemampuan kesuburan tanah pada dasarnya terdiri dari tiga kategori yaitu seperti yang dijelaskan pada tabel 1 .


(38)

Tabel 1. Tingkat Pertama Kategori dari FCC: Jenis tanah. (Diadaptasi dari Sanchez et al., 2003).

Lapisan Simbol Definisi

Tekstur pada 0-20 cm yaitu lapisan bajak, dan lebih dangkal

S Berpasir yaitu setara dengan tekstur pasir atau pasir berlempung

L Berlempung, kadar liat < 35% tapi tidak termasuk pasir atau pasir berlempung

C Berliat, kadar liat > 35 %

O Organik, ketebalan lps BO smp 50 cm lebih dari 30%

Tekstur subsoil. Ini hanya digunakan jika perubahan tekstur terjadi pada 0-50 lapisan cm

S Berpasir yaitu setara dengan tekstur pasir atau pasir berlempung

L Berlempung, kadar liat < 35% tapi tidak termasuk pasir atau pasir berlempung

C

Berliat, kadar liat > 35 %

R Organik, ketebalan lps BO smp 50 cm lebih dari 30%

Pada tingkat kategori kedua, FCC memodifikasi jenis humus dan jenis substrata (jika ada) menurut daftar lengkap kondisi tanah yang relevan dengan pertumbuhan tanaman dan produktivitas. Tanah diklasifikasikan dengan menentukan apakah kondisi ini ditunjukkan atau tidak. Daftar FCC mengenai tipe dan jenis substipe (jika ada) ditulis dalam huruf kapital dan kemudian kondisi tanah modifier ditulis dalam huruf kecil. Misalnya Sak adalah tanah berpasir dengan tingkat racun dari aluminium beracun dan rendah cadangan kalium (Tabel 2). Sebuah akhiran kadang-kadang digunakan untuk menunjukkan tingkat modifier.


(39)

Tabel 2. Identifikasi pengubah kondisi tanah untuk Klasifikasi Kemampuan Kesuburan

Kondisi Tanah Simbol Identifikasi Kriteria

Genangan Air

g Gley, warna tanah/karatan dng chroma < 2pada lapisan 0-60 cm

g' Pergleyic, tanah sering jenuh air selama > 200 hari/th tanpa ada karatan berwarna coklat

Rejim Kelembaban d Kering, dicirikan regim kelembaban termasuk ustik, aridik, xerik

Potensi Pencucian Tinggi

e KTK rendah, dicirikan oleh KTK ef < 4 me/100 g

Bahaya Keracunan Al

a Keracunan Aluminium, kejenuhan aluminium > 60% pada 0-50 cm

Kejenuhan Al h Bereaksi masam, kejenuhan Al berkisar 10-60 % pada 0-50 cm

Tingkat Fiksasi P l Fiksasi P o/ Fe tinggi, % Fe2O3 bebas dbagi % kadar liat > 0,15

Mineral Alofan x Alofan dominan, dicirikan pH (NaF) > 10 Retakan Liat v Tanah bersifat vitrik

Cadangan K k Cadangan mineral K rendah, Kdd < 0,2 Cmol/kg pada 0-50 cm

Alkalinitas b Tanah bereaksi basa, dicirikan pH > 7,3 pada 0-50 Salinitas Tanah s Tanah bergaram tinggi, dicirikan oleh DHL ≥ 4

mmhos/cm

Cadangan Na n Kadar Na tinggi, dicirikan oleh kejenuhan Na ≥ 15% pada 0-50 cm

Sulfidic c Kadar sulfat tinggi, dicirikan pH (H2O) < 3,5

Singkapan Batuan ' Volume butir tanah ukuran > 2 mm antara 15-35% pada 0-20 cm

" Volume butir tanah ukuran > 2 mm lebih besar dari 35% pada 0-20 cm

Kemiringan Lereng (Slope) dan Bahaya Erosi

( ) Kemiringan lereng, Angka yang ditulis dalam tanda ini menyatakan kisaran kemiringan lereng tanah


(40)

Unit merupakan kelas kemampuan kesuburan tanah yang ditulis dengan kombinasi kode dari tipe, subtipedan modifier secara berurutan. Kode subtipe hanya ditulis bila dalam lapisan bawah (20-50 cm) mempunyai tekstur yang berbeda dengan tekstur lapisan atas (0-20 cm) atau terdapat lapisan Tidak tembus akar. Kode tipe dan subtipe ditulis dengan huruf besar sedang kode modifier ditulis dng huruf kecil. Jumlahah kode kelas modifier yang ditulis tergantung dari jumlahah sifat tanah yang menjadi faktor pembatas (Hardjowigeno, 2007)

D. Kondisi Wilayah Kabupaten Bangkalan

Kabupaten Bangkalan merupakan salah satu daerah yang terletak di Pulau Madura yang merupakan wilayah administrasi di Provinsi Jawa Timur mempunyai luas wilayah 1.260,14 Km2. (Anonymous, 2010). Kabupaten Bangkalan merupakan daerah tropis dengan kelembaban 78%. Suhu terendah daerah Bangkalan adalah 22,9oC dan suhu tertinggi sebesar 35,1oC. Rata-rata curah hujan per tahun di Kabupaten Bangkalan tahun 2007 hingga 2010 sebesar 1591 mm. Pada periode yang sama rata-rata jumlah hari hujan per tahun sebesar 163 hari. Lama penyinaran matahari 59%.( Anonymous, 2011)

a. Kondisi Geologis.

Secara geografis posisinya berada di antara 112º–113º BT dan 6º–7º LS yang dibatasi oleh Laut Jawa disebelah utara, Kabupaten Sampang disebelah timur dan Selat Madura disebelah selatan dan barat. Dengan luas wilayah mencapai 126.182 Ha. Kabupaten Bangkalan terdiri atas 18 kecamatan, yang dibagi lagi atas 273 desa dan 8 kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Bangkalan. (Anonymous, 2010)

Kabupaten Bangkalan memiliki topografi datar hingga berbukit dengan sebagian besar wilayahnya telah digunakan untuk kegiatan persawahan dan


(41)

tegalan. Secara geologis, Kabupaten Bangkalan terdiri atas 4 (empat) macam batuan, yaitu alluvium, pleistosin fase sedimen, pleiosin fase gamping dan meiosin fase sedimen.

Dilihat dari topografi, maka daerah Kabupaten Bangkalan berada pada ketinggian 2 – 100 m di atas permukaan air laut. Wilayah yang terletak di pesisir pantai, seperti Kecamatan Sepulu, Bangkalan, Socah, Kamal, Modung, Kwanyar, Arosbaya, Klampis, Tanjung Bumi, Labang dan Kecamatan Burneh mempunyai ketinggian antara 2 – 10 m di permukaan air laut. Sedangkan wilayah yang terletak di bagian tengah mempunyai ketinggian antara 19 – 100 m di atas permukaan air laut, tertinggi adalah kecamatan Geger dengan ketinggian 100 m diatas permukaan laut.

b. Kemampuan Tanah

Kemampuan tanah adalah identifikasi unsur-unsur tanah yang sangat berpengaruh terutama menentukan jenis-jenis penggunaan tanah yang ada di atasnya. Kemampuan tanah antara lain ditentukan oleh kondisi lereng dan jenis tanah. Sebagaimana dijelaskan berikut ini :

1. Kondisi Lereng

Keadaan topografi daerah Bangkalan terdiri dari daerah landai seluas 68.454 Ha (54,25%), daerah berombak seluas 45.236 Ha (35,85%), daerah bergelombang seluas 11.773 Ha (9,33%) dan daerah berbukit seluas 719 Ha (0,57%). Adapun ketinggiannya berkisar antara 12 – 74 m dpl. Bangkalan jika dilihat dari kemiringannya maka sebagian besar memiliki kemiringan 2 – 15 % yaitu sekitar 50,45 % atau 63.002 Ha. dan kemiringan 0 – 2 % sekitar 45,43 % atau 56.738 Ha. Apabila dilihat dari tekstur tanahnya maka sebagian besar bertekstur sedang yaitu seluas 116.267 Ha. atau sekitar 93,10 % sedangkan dari kedalaman spektip


(42)

tanahnya maka prosentase terbesar adalah tanah yang kedalamannya 90 cm yaitu sekitar 64.131 Ha. atau 51,35 %.

Luas tanah yang terkena erosi di Kabupaten Bangkalan seluas 37.232 Ha (sekitar 29,81 %) dari luas wilayah Kabupaten Bangkalan. Di Kecamatan Kamal tidak dijumpai adanya erosi, sedangkan kecamatan yang telah terkena erosi lebih dari 50 % adalah Kecamatan Geger, Sepulu dan Galis. Namun, drainase tergenang periodik dan tergenang terus menerus tersebar sporadis di daerah pesisir, sedangkan seluruh wilayah kecamatan Burneh, Geger, Kokop, Tragah, Tanah Merah, Labang, Konang dan Galis drainasenya tidak pernah tergenang disebabkan karena fisiografinya berbukit-bukit.

Faktor pembatas yang dijumpai di Kabupaten Bangkalan berupa tanah berbatu (tanah tutupan batuan) seluas 2161 Ha (1,84%) yang tersebar di Kecamatan Tanjung Bumi, Kokop, Kwanyar dan Tragah. Disamping itu, Kabupaten Bangkalan juga memiliki lahan pertanian tanaman pangan seluas kurang lebih 98.683,38 Ha atau sekitar 79,03 % dari luas Kabupaten Bangkalan seluruhnya. Lahan tersebut terdiri atas sawah teknis seluas 1.956,49 Ha dan tegal seluas 71.751,98 Ha.

Luas lahan kering di Kabupaten Bangkalan mencapai 77.999,63 Ha yang tersebar di setiap kecamatan. Lahan kering terbanyak terdapat di Kecamatan Modung (5.580,07 Ha), sedangkan terkecil terdapat di Kecamatan Bangkalan (279,74 Ha). Lahan kering tersebut dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) bagian yaitu tinggi, sedang dan rendah.

Luas lahan basah seluruhnya mencapai 28.284,85 Ha dengan bagian terbesar terdapat di Kecamatan Burneh (3.343,3 Ha) dan bagian terkecil di Kecamatan Tanjung Bumi (889,65 Ha). Sedangkan sistem


(43)

pengairan di Kabupaten Bangkalan yang dikelola oleh cabang Dinas Pekerjaan Umum Pengairan dibagi menjadi 2 (dua) yakni cabang wilayah seksi pengairan Tanjnung Bumi dan Tanjung. Daerah sawah yang bisa diairi dari dam/bendungan tersebut adalah sawah teknis seluas 24.794,91 Ha dengan perincian 1.956,49 Ha berasal dari bendungan teknis maupun semi teknis dan 513 Ha dari bendungan non teknis. (Anonymous, 2010) 2. Jenis Tanah

Pada umumnya tanah di Kabupaten Bangkalan mempunyai tekstur sedang dan hanya sebagian kecil saja yang bertekstur halus dan kasar. Sedangkan kedalaman efektif tanah dikaitkan dengan pengusahaan tanah dan dibagi menjadi 4(empat) kelas yaitu 0-30 cm, 30-60 cm, 60-90 cm dan lebih dari 90 cm. (Anonymous, 2010)

Berdasarkan peta tanah tinjau, secara umum jenis tanah di Kabupaten Bangkalan dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok yaitu tanah Zonal dan tanah Azonal. Kelompok tanah Zonal meliputi jenis alluvial, regosol dan litosol. Sedangkan Kelompok tanah Azonal meliputi jenis-jenis tanah yang sudah mengalami perkembangan secara lebih sempurna yaitu grumusol, mediteran dan lain sebagainya.

Tanah dan batuan di Bangkalan terdiri dari 4 jenis yakni tanah allufium yang mencapai areal seluas 24.400 hektar, jenis elistosin meliputi luas 16600 hektar, jenis batu gamping seluas 47.294 hektar. dan jenis miosen sedimen fasies seluas 35594 hektar (Bangkalan dalam angka 1998). Sebagian tanah di Kabupaten ini kurang cocok untuk beberapa jenis tanaman. (Zulkarnaen, 2010).


(44)

Tabel 3. Letak, Tinggi dan Luas Daerah per Kecamatan Kabupaten Bangkalan

No Kecamatan Ketinggian

Tempat (m dpl) Luas (Ha)

1 Kamal 5 3.925

2 Labang 45 3.523

3 Kwanyar 2 4.778

4 Modung 5 7.888

5 Blega 5 11.792

6 Konang 38 6.688

7 Galis 45 11.781

8 Tanah Merah 47 6.956

9 Tragah 19 3.961

10 Socah 5 5.384

11 Bangkalan 5 3.501

12 Burneh 10 6.610

13 Arosbaya 4 4.127

14 Geger 100 12.340

15 Kokop 80 12.576

16 Tanjung Bumi 2 6.734

17 Sepulu 2 6.907

18 Klampis 2 6.710

Jumlah - 126.181

Sumber Data : Dinas PU Bina Marga dan Pengairan Bidang Irigasi dan Pemanfaatan Air Kabupaten Bangkalan


(45)

Penelitian dilakukan pada tanggal 2 Juli – 15 Desember 2013. Penelitian ini diawali dengan mengambil sampel tanah di Kabupaten Bangkalan, Madura. Lokasi pengambilan sampel tanah terletak di beberapa desa. Desa tersebut meliputi : Kecamatan Tanjung Bumi (Tambak Pocok, Banyu Sangkah, Tanjung Bumi), Kecamatan Klmpis (Buluk Agung, Larangan Glintong, Mrandung), Kecamatan Tanah Merah (Pacentan, Baipajung, Petrah), Kecamatan Burneh (Benangkah, Jambu, Binoh), Kecamatan Arosbaya (Ombul, Dlemer, Batonaong) dan Kecamatan Labang (Petapan, Alang-alang, Sendang Dajah).

Analisa sifat fisik dan kimia tanah dilakukan di Laboratorium Sumber Daya Lahan Fakultas Pertanian, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.


(46)

Metode yang digunakan di dalam penelitian ini yaitu metode survey lahan dan pengambilan sampel tanah didasarkan pada bentuk satuan petak kebun dan data skunder.

 Pelaksanaan Lapang

Sampel tanah diambil pada setiap satuan petak kebun (SPK), dengan penetapan di 6 kecamatan di kabupaten Bangkalan. Masing- masing kecamatan diambil 3 desa dimana setiap desa diambil 3 (tiga) titik pengambilan contoh tanah. Setiap sempel tanah diambil pada kedalam 0-20 cm, 20-40 cm dan 40-60 cm.

1. Evaluasi Kesesuaian Lahan a. Bahan dan Alat Penelitian

Pada penelitian ini bahan yang digunakan berupa data yang dibedakan menjadi dua macam yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang dihasilkan dari hasil analisa laboratorium tiap sampel tanah dimana akan dipakai untuk mengklasifikasikan kesesuaian lahan berdasarkan tabel acuan kesesuaian lahan untuk tanaman tebu.

Tabel 4. Data Primer untuk Klasifikasi Kesesuaian Lahan

Sifat Fisik Sifat Kimia a. Tekstur tanah

b. Permeabilitas tanah (m/jam) c. Porositas Tanah

d. Bahan Kasar (%) e. Kedalaman Tanah (cm) f. Kemiringan Lereng (%) g. Bahaya Erosi

h. Bahaya Banjir

i. Batuan di Pemukaan dan Singkapan Batuan (%)

a.

Kapasitas Tukar Kation (cmol/kg)

b.

Kejenuhan Basa (%) diperoleh dari nilai basa – basa dapat ditukar yaitu Kdd, Cadd, Nadd, Mgdd

c.

pH H2O

d.

C - Organik

e.

Salinitas

f.

Exchangeable Sodium Percentage (ESP) Berdasarkan Sistem Klasifikasi Pusat Penelitian Tanah 1983


(47)

Sedangkan data sekunder yang dikumpulkan meliputi :

1 Data Agroklimatologi daerah penelitian seperti temperatur rerata per tahun, kelembaban rerata, jumlah curah hujan dalam satu tahun serta intensitas penyinaran dalam satu tahun.

2 Peta topografi dan peta administrasi skala 1: 50.000, untuk mengetahui letak, luas dan batas daerah penelitian serta mengetahui morfologi dan proses geomorfologi.

3 Peta Kemiringan Lereng skala 1: 50.000 untuk mengetahui kemiringan daerah penelitian..

4 Peta tanah skala 1: 50.000, untuk mengetahui jenis tanah dan persebarannya di daerah penelitian

5 Peta penggunaan lahan skala 1: 50.000, untuk mengetahui penggunaan lahan daerah penelitian

6 Tabel Acuan Kesesuaian Tanaman Tebu (Sacharum officinnarum Linn).

7 Kabupaten Bangkalan Dalam Angka Tahun 2012

Alat-alat yang digunakan untuk penelitian ini antara lain terdiri dari peta topografi lahan, landuse dan administrasi yang akan digunakan sebagai acuan dalam penelitian, bor tanah, kompas, alti meter,clino meter, pisau lapangan, meteran, cangkul, sekop, GPS, ring sampel, plastik, kertas lebel dan alat tulis serta beberapa software yang akan digunakan dalam pengolahan data output yaitu Map Info Professional 10, Arc Map 9.5

b. Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lapangan dan di laboratorium dimana pelaksanaannya melalui lima tahapan yaitu : 1) Persiapan, 2) Penelitian


(48)

lapangan, 3) Analisis contoh tanah di laboratorium, 4) Analisis data, 5) penyusunan hasil (laporan).

1) Persiapan

Tahap persiapan ini dilakukan sebelum turun di lapangan, Persiapan Survei bertujuan untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan di lapang yang meliputi kegiatan penyediaan peta dan data khususnya untuk wilayah kabupaten Bangkalan serta pengadaan alat dan bahan yang diperlukan antara lain berupa data lahan sawah, lahan kering, peta tanah (jenis tanah), peta curah hujan, peta hidrologi, peta tata guna tanah (land Use), peta pewilayahan komoditi, peta topografi, peta adminisirasi pemerintahan dan foto udara. Dengan overlay (tumpang tindih) peta-peta tersebut ditetapkan lokasi/kecamatan serta desa yang akan disurvai dan disebut dengan peta lapangan.

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam pengumpulan data/informasi melalui observasi lapangan dan pengumpulan data sekunder. Dalam teknik ini, data dikumpulkan dengan mengunjungi obyek yang diteliti serta mengamatinya. Untuk mendukung informasi yang diperoleh, obyek yang diamati akan didokumentasikan dalam bentuk gambar serta mengumpulkan keterangan tambahan dari masyarakat yang ada disekitarnya. Selanjutnya, informasi yang bersifat sekunder juga dikumpulkan dari pemerintah desa setempat.

Pada aspek yang bersifat biofisik, survey dilakukan dengan mengandalkan data sekunder yang tersedia di instansi terkait (Dinas Pertanian dan Perkebunan) ditambah dengan survey secara langsung melalui penentuan lokasi pengambilan sampel tanah dengan


(49)

Desa. Hal ini dikarenakan peneliti ingin mendapatkan sampel tanah yang akurat dan terstruktur dalam pelaksanaaanya.

2) Kegiatan Lapangan

Kegiatan ini tertuju pada masing-masing satuan peta lahan yang meliputi pengambilan contoh tanah dan pengamatan lingkungan. Hal pertama yang dilakukan adalah dengan mengambil sampel tanah pada 18 desa diamana tiap desa akan diambil tiga titik pengambilan sampel tanah pada masing-masing kedalaman tanah antara 0-20 cm, 20-40 cm dan 40-60 cm Pengambilan contoh tanah dilakukan dengan pengeboran pada setiap satuan petak tanah. Kemudian setiap lokasi pengambilan sampel tanah ditelusuri dengan GPS untuk mengetahui kordinat dan ketinggiannya.

Setiap lokasi pengambilan sampel tanah, dilakukan pengisian lembar deskripsi lahan. Deskripsi lahan dilakukan dengan mengisi lembar deskripsi setelah melakukan pengambilan sampel tanah dengan menggunakan bor dengan menggunakan metode acak. Lembar deskripsi berisi tentang deskripsi umum daerah pengambilan sampel tanah( satuan peta, relief, lereng, aliran permukaan, drainase, dan erosi) serta deskripsi profil tanah (warna, tekstur, batu, struktur, karatan, konsistensi, pori tanah, dll)

3) Analisis Contoh Tanah di Laboratorium

Contoh tanah yang diambil dari lapangan dilakukan pengeringan hingga bersifat kering udara. Selanjutnya contoh tanah diayak lolos 2 mm untuk sifat fisik tanah dan lolos ayakan 0,5 mm untuk fisika kimia tanah. Analisis contoh tanah meliputi kimia dan analisis fisik tanah terdiri:


(50)

Tabel 5. Macam Analisis Tanah dan Metode yang Digunakan untuk Klasifikasi Kesesuaian Lahan

Analisis Kimia Metode yang digunakan

KTK Tanah Ekstra dengan NH4OAC. pH 7

Cadd, Mgdd, Nadd, Kdd Amonium Asetat menggunakan (Cadd dan Mgdd dengan Flamefotometri) dan Nadd dan Kdd dengan Spectrofotometri

C-organik Walkey dan Black

PH Tanah Ekstrasi H2O, KCI Menggunakan pH

meter

Analisis Fisika Metode yang digunakan

Struktur Tanah Ayakan Basah

Tekstur Tanah Pipet

Permeabilitas Tanah Volumetrik

Porositas Tanah Perbandingan Berat Isi Tanah dan Berat Jenis Tanah menggunakan sampel tanah Ring Kering Oven 105oC


(51)

2. Evaluasi Kemampuan Kesuburan Lahan a. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penentuan kelas kemampuan kesuburan tanah tidak jauh berbeda dengan bahan yang digunakan dalam penentuan kelas kesesuaian lahan yaitu

Tabel 6. Data primer yang digunakan untuk Klasifikasi Kemampuan Kesuburan Lahan

Sifat Fisik Sifat Kimia a. Tekstur tanah pada lapisan

0-20 cm, dan 0-20-50 cm beserta presentase fraksi debu, liat dan pasir

b. Warna Tanah c. Genangan Banjir d. Kemiringan Lereng

a.

Kapasitas Tukar Kation (cmol/kg)

b.

Kejenuhan Basa

c.

Persentase Basa – basa dapat ditukar yaitu Kdd, Cadd, Nadd, Mgdd

d.

P tersedia

e.

pH H2O

f.

C – Organik dan Bahan Organik

g.

Salinitas Berdasarkan Sistem Klasifikasi Pusat Penelitian Tanah 1983

Alat-alat yang digunakan untuk menentukan kelas kemampuan kesuburan lahan adalah tabel tingkat kesuburan ,bor tanah, cangkul, sekop, GPS, ring sampel, plastik, kertas lebel, Ayakan lolos 0,5 mm, Oven, Timbangan, Cawan , Tabung destruksi, Erlenmayer, Beaker glass, Pipet, Alat destilasi, Alat titrasi, Pengocok bolak balik, Kompor hot plate, Stirer, Spectrofotometer, Flamefotometer, Sprayer, pH Meter, EC meter, Ruang asam, dan alat tulis.

b. Tahapan Penelitian

Pelaksanaan kegiatan lapang yang dilakukan sama dengan pelaksanaan kegiatan pada evaluasi kesesuaian lahan. Analisa yang dilakukan di laboratorium adalah sama dengan analisa yang dilakukan pada evalusi kesesuaian lahan.


(52)

Tabel 7. Macam Analisis Tanah dan Metode yang Digunakan untuk Klasifikasi Kemampuan Kesuburan Lahan

Analisis Kimia Metode yang digunakan

KTK Tanah Ekstra dengan NH4OAC. pH 7

Cadd, Mgdd, Nadd, Kdd Amonium Asetat menggunakan (Cadd dan Mgdd dengan Flamefotomeri) dan Nadd dan Kdd dengan Spectrofotometer

C-organik Walkey dan Black

P Tersedia P Olsen dan P Bray

PH Tanah Ekstrasi H2O, KCI Menggunakan ph

meter

Analisis Fisika Metode yang digunakan

Tekstur Tanah Pipet

Permeabilitas Tanah Volumetrik

Porositas Tanah Perbandingan Berat Isi Tanah dan Berat Jenis Tanah menggunakan sampel tanah Ring Kering Oven 105o 3. Penataan Varietas

Penataan Varietas dilakukan dengan mengamati sebaran varietas yang ada dilapang pada kondisi saat ini . kemudian data dicatat dan diolah untuk dilakukan analisis data sesuai dengan acuan yang digunakan. Penataan varietas dilakukan berdasarkan kategori kemasakan yang disesuaikan dengan pola tanam dan tipologi tiap wilayan pengambilan sampel tanah kemudian akan dituangkan dalam sebuah peta sebaran varietas tanaman tebu di kabupaten Bangkalan.


(53)

C. Analisis Data

Analisis data dilakukan apabila data hasil pengamatan dilapangan maupun analisis di laboratorium telah terkumpul dan selanjutnya diinterpretasikan ke dalam kriteria tingkat kesesuaian lahan dan kemampuan kesuburan tanah. Kemudian dilakukan pembandingan antara kelas kesesuaian lahan dan kelas kemamuan kesuburan lahan untuk melihat apakah interaksi yang terjadi diantara keduanya dan apakah kedunya memiliki faktor pembatas yang sama sehingga nantinya peneliti dapat dengan mudah memberikan rekomendasi pengelolaan yang tepat sasaran. Berikut beberapa rincian matching data yang dilakukan.

1) Klasifikasi Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan diklasifikasikan menjadi beberapa macam. Menurut FAO (1976) struktur klasifikasi kesesuaian lahan dapat dibedakan menurut tingkatannya , yaitu tingkat Ordo, Kelas, Sub kelas, dan Unit. Ordo adalah keadaan kesesuaian lahan secara global, dimana ia menunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan tertentu. Pada tingkat Ordo kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S= Suitable) dan lahan yang tidak sesuai (N= Not Suitable). Pada tingkat kelaspun dibagi lagi menjadi S1 = Sangat Sesuai, S2 = Cukup Sesuai, S3 = Sesuai Marginal dan N = Tidak Sesuai.

Kemudian setelah data diklasifikasikan sesuai dengan skore masing-masing wilayah maka didapatkan kelas kemampuan lahan aktual atau kelas kesesuaian lahan saat ini. Setelah itu dilakukan penyusunan rekomendasi untuk mendapatkan kelas kesesuaian lahan potensial. Menurut Hardjowigeno (2007) kelas kesesuaian lahan potensial adalah kesesuaian lahan yang akan dicapai setelah dilakukan usaha perbaikan


(54)

lahan. Kesesuaian lahan potensial merupakan kondisi yang diharapkan sesudah diberikan masukan sesuain dengan tingkat pengelolaan yang akan diterapkan sehingga diduga tingkat produktivitas suatu lahan serta hasil produksi per satuan luasnya.

Setelah data karakteristik lahan tersedia, maka proses selanjutnya adalah evaluasi lahan yang dilakukan dengan cara matching (mencocokan) antara karakteristik lahan pada setiap satuan peta tanah (SPT) dengan persyaratan tumbuh/penggunaan lahan berdasarkan table acuan dari Pusat Penelitian Tanah tahun 1997. Proses evaluasinya dapat dilakukan dengan bantuan komputer menggunakan program ALES ataupun secara manual. Evaluasi dengan cara komputer akan memberikan hasil yang sangat cepat, walaupun tanaman yang dievaluasi cukup banyak. Sedangkan dengan cara manual memerlukan waktu yang lebih lama, karena evaluasi dilakukan satu persatu pada setiap SPT untuk setiap tanaman.

Hasil penilaian berupa kelas dan subkelas kesesuaian lahan dari tanaman yang dinilai ditentukan oleh faktor pembatas terberat. Faktor pembatas tersebut dapat terdiri dari satu atau lebih tergantung dari karakteristik lahannya. Sebagai contoh disajikan cara penilaian untuk tanaman tebu pada tiga SPK (Lihat tabel 8). Hasil evaluasi lahan dinyatakan dalam kondisi aktual (kesesuaian lahan aktual) dan kondisi potensial (kesesuaian lahan potensial), seperti disajikan pada Tabel 9


(55)

Tabel 8. Tabel Kesesuaian Lahan Tanaman Tebu (Saccharum officinnarum Lin) Persyaratan Penggunaan/

Karakteristik Lahan

Kelas Kesesuaian Lahan

S1 S2 S3 N

Temperatur (tc)

Temperatur rerata (0C) 24-30 30-32 32-34 <21

22-24 21-22 >34

Ketersediaan air (wa)

Curah Hujan (mm) >1800 1400-1800 1200-1400 <1200 Sinar Matahari (jam/th) ≤70 >7- Kelembaban (%) >60 50-60 30-50 <30

Ketersediaan oksigen (oa)

Drainase baik sampai agak baik agak terhambat terhambat agak cepat sangat terhambat cepat

Media Perakaran (rc)

Tekstur h,s ah ak k

Bahan Kasar (cm) < 15 15-35 35-55 >55 Kedalaman Tanah (cm) > 75 50-75 25-50 <25

Gambut :

Ketebalan (cm) < 60 60-140 140-200 >200 dengan sisipan/ pengkayaan < 140 140-200 200-400 >400 Kematangan saprik + saprik+hemik hemik fibrik

+ fibrik

Retensi hara (nr)

KTK liat (Cmol/kg) > 16 ≤ 16 - - Kejenuhan Basa (%) > 50 35-50 <35 pH H2O 5,5-7,5 5,0-5,5 <4,2 >7.5

7,5-8,0 >8,0

C-organik > 0,4 ≤ 0.4

Toksisitas (xc)

Salinitas (ds/m) < 5 5,0 - 8,0 8,0 - 10 >10

Sodositas (xn)

Alkalinitas / ESP (%) <10 10-15 15-20 >20 Kedalaman Sulfidik (cm) > 125 100-125 60-100 <60

Bahaya Erosi (eh)

Lereng (%) < 8 8-160 16-30 >30

Bahaya Erosi sr r-sd b sb

Bahaya banjir (fh)

Genangan F0 F1 F2 >F3

Penyiapan Lahan (pl)

Batuan di Permukaan < 5 5-15 15-40 >40 Singkapan Batuan < 5 5-15 15-25 >25 Sumber : Pusat Penelitian Tanah (1997) dalam Hardhjowigeno (2007)


(56)

Keterangan

h : Tanah Memiliki Tekstur liat dan liat berdebu

s : Tanah Memiliki Tekstur Lempung Berliat, dan lempung liat berdebu ah : Tanah Memiliki Tekstur Lempung dan Lempung Liat Berpasir ak : Tanah Memiliki Tekstur Lempung

k : Tanah Memiliki Tekstur Lempung Berpasir dan Pasir sr : Erosi yang terjadi sangat ringan.

r : Erosi yang terjadi cukup ringan.

ad : Erosi yang terjadi masih ditingkat sedang b : Erosi yang terjadi cukup berat


(1)

Penataan varietas tanaman tebu berdasarkan subkelas kesesuaian lahan dapat membantu para petani dalam memilih varietas tebu yang tepat sesuai dengan kategori kemasakannya. Pengaturan waktu tanam yang tepat dapat disesuaikan dengan kebutuhan tebu giling. Dengan melakukan matching data maka didapat tabel 21 dimana dapat diketahui bahwa setiap subkelas kesesuaian yan berbeda maka varietas yang direkomendasikan pun sangat beragam.

Tabel 21. Penentuan Varietas Tanaman Tebu Berdasarkan Subkelas Kesesuaan Lahan

Subkelas Kesesuaian Lahan

Tipe dan Sub tipe Kemampuan Kesuburan Tanah

(2)

Tingkat Kemasakan

Awal Tengah Akhi

(1) (3) (4) (5)

S2 wa C PS 881 PS 865 PS 864

PSCO 902 Kidang Kencana BL

PS 862 PS 882

Kentung PS 851

PS 863

S2 wa nr C PS 881 PS 865 PS 864

L PSCO 902 Kidang Kencana BL

LC PS 862 PS 862

Kentung PSJT 921

VMC 76-16 PSJT 941 PSBM 901

S2 wa nr eh LC PSBM 901 PSJT 921 -

VMC 76-16 PSJT 941

S2 wa oa C PSCO 902 PS 921 PS 864

PS 881 PSJT 941

S2 wa oa nr C Cening PS 921 PS 864

PSJT 941 PS 882

S3 oa C PSBM 901 PS 921 -

SL VMC 76-16 PSJT 941

Cening PS 882

S2 wa rc eh pl LR PSBM 901 PSJT 921 -

VMC 76-16 PSJT 941

S2 wa rc nr eh LC PSBM 901 PS 921 -

VMC 76-16 PSJT 941

S2 wa rc nr eh pl C PSCO 902 PS 862 BL-

PS 881 PS 865 PS 864


(2)

Hal ini dikarenakan sebagian besar varietas tanaman tebu memiliki variasi perilaku yang berbeda pula pada setiap subkelas kesesuian lahan meskipun beberapa diantaranya memiliki kesamaan seperti varietas tebu kategori masak awal PS 881 dan PSCO 902 yang cocok ditanam pada lahan yang memiliki kelas kesesuaian S2wa, S2wa nr S2 wa oa, dan S2 wa rc nr eh pl Varietas

tebu kategori masak tengah seperti PS 921 dan PSJT 941 cocok ditanam pada hampir di seluruh sub kelas kesesuaian lahan

Begitu juga dengan tanaman tebu varietas PS 864 yang memiliki kategori kemasakan akhir. Tanaman dengan varietas ini hampir ditanam pada seluruh lahan dengan sub kelas kesesuaian lahan. Hal ini diduga karena sifat toleran yang tinggi terhadap berbagai macam keadaan lingkungan oleh varietas PS 864. Selan itu sulitnya mencari varietas tebu masak akhir yang memiliki potensi produksi dan rendemen tinggi seperti PS 864 pun sangat susah.

Hamparan tebu di kabupaten Bangkalan merupakan milik masyarakat binaan PT Perkebunan Nusantara X. Luasan setiap hamparan memiliki luas rata-rata 4-5 ha. Bila melihat kondisi lapang pada saat ini, masyarakat di Kabupaten Bangkalan masih sangat awam dalam penggunaan varietas unggul. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, varietas yang telah ditanam disana adalah PS 921, PSJK 941, Kidang Kencana, VMC 76-16, PS 862 dan PS 864. Masyarakat mendapat bibit dari pihak Pabrik Gula (PG). Kemudian untuk tanam selanjutnya masyarakat menggunakan metode kepras yang terus dilakukan hingga 3-4 kali. Oleh karena itu peneliti mencoba melakukan penataan varietas dengan merekomendasikan varietas yang mudah didapat dan mudah perawatannya. Varietas-varietas yang direkomendasikan merupakan varietas yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) Pasuruan yang bekerjasama dengan PT Perkebunan Nusantara X.


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Hasil penelitian Kajian Klasifikasi kesesuaian lahan dan kemampuan kesuburan tanah untuk penentuan varietas tanaman tebu (Saccharum officinarum Linn) di Kabupaten Bangkalan disimpulkan sebagai berikut :

1. Sistem klasifikasi kesesuaian lahan telah memperoleh 9 subkelas

kesesuaian lahan yang berbeda yaitu S2 wa nr, S3 oa, S2 wa rc nr eh, S2 wa rc nr

eh pl, S2 wa rc eh pl, S2 wa, S2 wa oa nr, S2 wa nreh dan S2 waoa

2. Faktor pembatas yang paling banyak menjadi kendala pada seluruh lokasi penelitian adalah ketersediaan air (wa).

3. Sistem klasifikasi kemampuan kesuburan tanah telah memperoleh 11

unit kelas kemampuan kesuburan tanah yang berbeda yaitu. LCk, SLkeh,

LCkib, LCk, LR”k, Ckh, Ck, Ckb, C’k, Lke, dan LCkh

4. Interpretasi kelas kesesuaian lahan tidak menunjukkan hubungan yang jelas terhadap unit kemampuan kesuburan tanah, sebaliknya interpretasi unit kemampuan kesuburan tanah tidak menunjukkan hubungan yang jelas terhadap kelas kesesuaian lahan pula

5. Setiap lahan yang memiliki sub kelas kesesuaian berbeda, maka varietas yang direkomendasikan pun juga berbeda tergantung dengan tipologi wilayah masing-masing. Akan tetapi ada pula beberapa lahan yang memiliki sub kelas kesesuaian lahan berbeda tetapi cocok dengan satu varietas yang sama.

6. Rekomendasi usaha perbaikan pada suatu lahan tergantung pada kelas kesesuaian lahan pada setiap satuan petak kebun.


(4)

B. Saran

Diperlukan penelitian lanjutan untuk mengetahui hubungan yang lebih pasti antara subkelas kesesuaian lahan dan kemampuan kesuburan tanah. Selain itu dibutuhkan pula uji coba dilapang untuk memastikan kembali potensi hasil yang dihasilkan setiap varietas terhadap lahan yang memiliki kelas kesesuaian lahan berbeda serta untuk menentukan luas hamparan dan bukaan jalan tebang yang direkomendasikan untuk varietas yang spesifik


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, T.S, 1993. Suvey Tanah dan Evaluasi Lahan. Penebar swadaya, Jakarta Anonymous. 2006. Tahun 2014, Indonesia Swasembada Gula, http

://www.indonesia.go.id. Diakses pada tanggal 05 September 2013.

__________, 2007, Tanaman Tebu. www.Wikipedia.com. Diakses pada tanggal 15 September 2013

__________, 2007. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bangkalan, 2007. Bangkalan. 89 Halaman

_________, 2011 Bangkalan dalam angka 2007-2011. Stasiun Meteorologi Perak II Surabaya 17Halaman

__________, 2013. Kesesuaian Varietas Tanaman Tebu Berdasarkan Tipologi Wilayah http://sugarcane.forumid.net/t14-tabel-kesesuaian-varietas-tebu-berdasar-tipologi-wilayah. . Diakses pada tanggal 02 November 2013

Arifin, S. 2013, Jatim akan Melaksanakan Bongkar Ratoon http://www.ptpn10.co.id/Berita.aspx?id=993 Diakses pada tanggal 9 Desember 2013

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Bandung. 112 Halaman Budihardjo, 1984, Uji Coba Mesin Tebu di Pabrik Gula Jatitujuh, Jatibarag. Cirebon Bunting. 1981. Assessment of The Effect on Yield of Variation in Climate and

SoilCharacteristic for Twenty Crops Species. Center for Soil Research, Bogor.Indonesia

CSR/FAO. 1983. Reconnaissance Land Resource Surveys 1:250.000 Scale Atlas Format Procedures. Centra for Soil Research. Bogor

Hakim, N.M.Y,. Nyakpa, A.M. Lubis, Nugroho.S.E. Saul.M.R, Diha, M.A, Hong, G.B.dan H. H. Barley, 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung 146 Halaman

Hardjowigeno. S, Widiatmaka, 2007, Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Lahan, Gajahmana University Press : Yogyakarta, 352 Halaman Indrawanto, Candra d. 2010, Budidaya dan Pasca Panen Tebu, ESKA Media :

Jakarta, 115 Halaman

Karim, A., U.S. Wiradisastra., Sudarsono., Yahya, S. 1996. Evaluasi Kesesuaian Lahan Kopi Arabika. Jurnal Tropika. Aceh Tengah


(6)

Kuntohartono, T. dan Thijsse, JP. 2007. Keanekaragaman Hayati Tumbuhan Indonesia. http://www.kehati.or.id/florakita/browser.php?docsid=698 Diakses tanggal 22 Oktober 2013.

Notojoewono, A. 1984. Tanaman Tebu Rakyat Intensifikasi dan Koperasi Unit Desa. Surabaya.

Siswanto, 2006, Evaluasi Sumber Daya Lahan, Universitas Pembangunan Nasional Jawa Timur Press : Surabaya. 126 Halaman

Sitorus. S, 1985, Survei Tanah dan Penggunaan Lahan, Tarsito : Bandung, 185 Halaman

Suprihartono, D. 2003. Evaluasi Kesesuaian Lahan Beberapa Pedon di Kabupaten Suprih. A. 2009. Karangkata, Penataan Varietas Tebu PG Soedhono

http://ariesuprih.blogspot.com/2009/07/karangkata-penataan-varietas-tebu-pg.html. Diakses tanggal 10 Desember 2013

Syekfani dan Santoso, B. 1994. Kesuburan Tanah. Universitas Brawijaya Fakultas Pertanian Jurusan Ilmu Tanah. Malang.

Wijayanti, A.W. 2008. Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) Di Pabrik Gula Tjoekir PTPN X, Jombang, Jawa Timur; Studi Kasus Pengaruh Bongkar Ratoon Terhadap Peningkatan Produktivitas Tebu. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertania Bogor. Bogor. 68 hal.

Yuono, T 2013

Syarat Tumbuh Tanaman Tebu

Saccharum Officinnarum Linn

http://detiktani.blogspot.com/2013/06/syarat-tumbuh-tebu.html 9 des

Zulkarnaen, D. 2010 Jenis Tanah di Madura

http://pertelontanahmerah.blogspot.com/2010/12/jenis-tanah-di-madura.html Diakses pada tanggal 9 Desember 2013