mendefinisikan pendampingan sebaya peer counseling sebagai “aneka ragam perilaku yang dilakukan oleh tenaga nonprofesional untuk
menolong orang lain. Menurut Vincent D’Andrea dan Peter Salovey dalam Sturkie dan Tan, 1992:17, pendampingan sebaya adalah
“penggunaan keterampilan mendengarkan secara aktif dan keterampilan memecahkan masalah, disertai dengan pengetahuan mengenai
perkembangan manusia dan kesehatan mental, untuk mendampingi orang sebaya kita-sebaya dalam usia, status, dan pengetahuan.
a. Asumsi dan Alasan Berkembangnya Pendampingan Sebaya
Perkembangan gerakan pendampingan sebaya didasari oleh asumsi- asumsi berikut Dizon, 1982: 170 : dalam diri orang muda ada
kemampuan dan keinginan untuk menolong orang lain, orang muda memiliki sifat-sifat dan ciri-ciri yang bilamana dikembangkan akan
mendorong orang muda itu melakukan hal-hal yang berguna bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain, orang muda itu pada dasarnya baik dan terus
ingin mengaktualisasikan dirinya dalam hubungannya dengan orang lain, orang muda dapat mempelajari keterampilan menolong yang akan
meningkatkan kemampuan dan keinginannya untuk menolong orang lain, orang muda membutuhkan bimbingan orang dewasa agar energinya
tersalurkan ke hal-hal yang positif, orang muda dapat merasakan kebahagiaan dan kepuasan dengan jalan menolong orang lain.
Ada berbagai kemungkinan fungsi yang dapat dilakukan oleh pendamping sebaya. Menurut Rogacion 1982: 154 pendamping sebaya
yang berhasrat membantu orang lain dapat berfungsi sebagai sahabat, fasilitator, pemimpin, dan pelayan, yaitu: sahabat yang bersedia
mendengarkan dan memahami, fasilitator yang bersedia membantu seorang pribadi tumbuh bersama kelompok, pemimpin yang karena
kepeduliannya pada orang lain menjadi penggerak perubahan sosial, pelayan yang berkeyakinan bahwa Tuhan adalah penyembuh, konselor,
dan sahabat, pendamping penolong
b.Prinsip-prinsip Pendampingan Sebaya
Pendampingan sebaya, khususnya di kalangan orang muda bisa berbahaya. Untuk menghindari bahaya yang bisa timbul, praktik pendampingan
perlu dilindungi dengan memperhatikan prinsip-prinsip pendampingan sebaya seperti yang dikemukakan oleh Rogacion 1982: 153- 154.
1. Penghargaan terhadap martabat pribadi
Setiap orang memiliki martabat, biar betapapun parahnya masalah yang sedang dihadapinya. Dasar martabat ini ialah kenyataan bahwa
manusia adalah ciptaan Tuhan. 2.
Penentuan nasib sendiri Setiap orang mampu menyelesaikan masalahnya sendiri, kecuali
kalau sedang tidak berdaya karena masalah yang sedang dialaminya. Ia tidak boleh dipaksa melakukan tindakan yang tidak
direncanakannya sendiri. 3.
Individualisasi
Setiap orang unik. Cara memecahkan masalahnya akan berbeda dengan cara yang ditempuh oleh orang lain yang mengalami masalah
yang serupa. 4. Kerahasiaan
Hubungan dalam pendampingan sebaya dilindungi oleh sikap menghargai kerahasiaan dan kebebasan pribadi orang yang didampingi
untuk mengatasi masalahnya. Azas kerahasiaan menimbulkan suasana percaya pada orang yang didampingi.
5. Kemandirian Pendampingan sebaya melibatkan baik pendamping maupun
orang yang didampingi dalam proses pemecahan masalah. Hubungan tersebut hendaknya dimaksudkan agar suatu saat
kelak orang yang didampingi dapat mengandalkan kemampuannya sendiri untuk memecahkan masalahnya.
Pendamping sebaya berusaha membantu meningkatkan kemampuan orang yang didampingi untuk mengatasi sendiri
masalahnya, dan bukan membuat orang yang didampinginya bergantung padanya.
6. Universalitas Bantuan pendamping sebaya ditujukan untuk setiap orang yang
membutuhkannya, tanpa memandang jenis kelamin, golongan, agama, aliran politik, warna kulit atau ras.
7. Partisipasi Orang yang didampingi perlu secara aktif berpartisipasi dalam proses
pemecahan masalahnya. 8. Tidak bersikap adil
Pendamping sebaya tidak boleh bersikap mengadili terhadap perbuatan orang yang didampingi yang mungkin dianggap tidak tepat.
9. Objektivitas Pendamping sebaya hendaknya tidak sampai sebegitu terlibat secara
emosional dengan orang yang didampinginya sehingga tidak lagi dapat bersikap objektif dalam menjalankan fungsinya. Kurangnya objektifitas
ini tampak dari keterlibatan yang berlebihan hingga memaksakan pandangannya sendiri, dan tidak lagi memberikan kesempatan pada
orang yang didampingi untuk mengambil keputusan sendiri. 10. Penguluran Tangan
Orang yang dirundung masalah dapat menjadi sebegitu tidak berdaya sehingga meminta pertolongan sajapun tidak mampu. Pendamping
sebaya hendaknya bersedia mengulurkan tangannya kepada teman yang bermasalah tanpa menyinggung harga dirinya.
11. Analisis Kritis Pendamping sebaya selalu bersedia mengkonfrontasi dirinya. Apakah ia
menjadi bagian dari masalah ataukah menjadi bagian dari proses pemecahan masalah
C. Teknik Bertukar Pasangan dalam Apresiasi Cerita Pendek
a. Unsur-unsur Intrinsik Cerita Pendek
Menurut Notosusanto dalam Firdaus 1986:69, cerpen adalah cerita yang panjangnya sekitar 5000 kata atau kira-kira tujuh belas
halaman kuarto rangkap. Menurut Firdaus 1986:72, cerpen adalah salah satu karya sastra yang menceritakan tentang sebagian kecil kehidupan
manusia yang sangat berkesan. Secara sistematika penulisan, Tarigan 1991:95 memberi kriteria cerpen sebagai suatu karangan dengan jumlah
kata sekitar 10.000 kata, jumlah halaman maksimal 30 halaman, dan jumlah waktu untuk membacanya adalah sepuluh sampai tiga puluh
menit. Sebagaimana dengan karya sastra fiksi yang lain, cerpen
memiliki unsur-unsur instrinsik. Menurut Depdikbud 1994:8 unsur intrinsik cerita pendek yang perlu diajarkan kepada siswa SMA adalah
tema, alur, latar, titik pengisahan dan penokohan. Unsur-unsur tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. Tema
Tema merupakan suatu pokok atau inti pembicaraan dalam sebuah cerita. Menurut Sudjiman 1992:50 tema adalah gagasan,
ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra itu. Tema biasanya didukung oleh pelukisan latar, lakuan tokoh, bahkan tema
menjadi faktor mengikuti peristiwa-peristiwa di dalam suatu cerita.