BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran bahasa Indonesia dititikberatkan kepada empat keterampilan berbahasa. Keempat keterampilan itu adalah mendengarkan,
berbicara, membaca, dan menulis. Keterampilan mendengar misalnya memahami wacana sastra jenis syair melalui kegiatan mendengarkan syair.
Keterampilan berbicara misalnya mengungkapkan kembali cerita pendek cerpen dan puisi dalam bentuk yang lain. Keterampilan membaca misalnya
memahami wacana sastra melalui kegiatan membaca buku kumpulan cerpen. Keterampilan menulis misalnya mengungkapkan kembali pikiran, perasaan,
dan pengalaman dalam cerita pendek.
Substansi dari keempat keterampilan itu adalah bahasa dan sastra. Peserta didik melatih diri dengan keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca,
dan menulis dengan memanfaatkan substansi bahasa dan sastra. Substansi sastra selain penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi, juga untuk
meningkatkan kemampuan peserta didik mengapresiasi karya sastra. Apresiasi sastra yang berbentuk cerita fiksi, baik itu novel maupun cerpen,
memiliki banyak nilai yang dapat digali dan diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari oleh para siswa. Nilai-nilai kehidupan tersebut dapat ditemukan
dengan menggali unsur intrinsik suatu cerpen. Siswa, agar dapat memahami dan mengapresiasi cerita rekaan yang berbentuk cerpen, harus dapat
memahami dan menganalisis
1
unsur-unsur apa saja yang terkandung dalam suatu cerpen Sudjiman, 1988:11.
Berdasarkan pengamatan penulis, pemahaman dan penganalisisan suatu cerpen yang dilakukan oleh siswa belum optimal. Kemampuan memahami
unsur intrinsik cerpen siswa kelas X2 Sekolah Menengah Atas SMA Kristen, Yayasan Purna Wiyata Wonosobo ternyata masih rendah. Hal ini
terbukti dari skor nilai siswa yang belum mencapai KKM yaitu 73,3 , dan yang sudah mencapai KKM 26,6 lampiran 101. Berdasarkan Angket
siswa mengenai komponen frekuensi ketertarikan membaca cerpen terdapat 15 siswa yang sangat setuju 50, 8 siswa setuju 26,6, 4 siswa kurang
setuju 13,33, 3 siswa tidak setuju 10 terhadap frekuensi ketertarikan membaca. Komponen frekuensi pemahaman terhadap unsur intrinsik cerpen
terdapat 7 siswa yang sangat setuju 23,33, 5 siswa setuju 16,66, 7 siswa kurang setuju 23,33, 11 siswa tidak setuju 36,66 terhadap
frekuensi pemahaman terhadap unsur intrinsik cerpen. Komponen frekuensi mengenai kesulitan dalam menganalisis cerpen terdapat 16 siswa yang sangat
setuju 53,33, 7 siswa setuju 23,33, 5 siswa kurang setuju 16,66, 2 siswa tidak setuju 6,66 terhadap frekuensi pemahaman unsur intrinsik
cerpen. Komponen frekuensi mengenai menganalisis cerpen mempunyai manfaat terdapat 7 siswa yang sangat setuju 23,33, 11 siswa setuju
36,66, 12 siswa kurang setuju 40, 0 siswa tidak setuju 0 terhadap frekuensi pemahaman unsur intrinsik cerpen. Komponen frekuensi terhadap
penggunaan metode diskusi terdapat 3 siswa yang sangat setuju 10, 18
siswa setuju 60, 7 siswa kurang setuju 23,33, 2 siswa tidak setuju 6,66 terhadap frekuensi pemahaman unsur intrinsik cerpen lampiran
102. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan peneliti dengan guru mata pelajaran bahasa Indonesia di SMA Kristen Wonosobo pada tanggal 6
Agustus 2011 menyatakan bahwa dalam menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen guru masih menggunakan metode ceramah dalam mengajar dan
penggunaan metode pembelajaran kooperatif dengan teknik bertukar pasangan belum pernah digunakan dalam kegitan menganalisis keterkaitan
unsur intrinsik suatu cerpen dengan kehidupan sehari-hari lampiran 103. Berdasarkan data pengamatan keaktifan siswa prasiklus 1 dan 2 yang
dilakukan peneliti diperoleh skor keaktifan siswa 36,5 lampiran 101.
Berdasarkan masalah tersebut penulis berasumsi bahwa ada hambatan dalam kegiatan pembelajaran kompetensi dasar apresiasi cerita pendek.
Hambatan yang pertama berasal dari peserta didik sendiri, yaitu peserta didik masih kurang berminat pada pembelajaran apresiasi cerita pendek. Peserta
didik kurang tertarik dengan pembelajaran apresiasi cerita pendek, karena merasa kesulitan dalam memahami unsur-unsur intrinsik karya sastra
tersebut. Peserta didik kesulitan dalam memahami tema cerita, amanat, latar, alur, sudut pandang, dan penokohan dalam cerita pendek. Hambatan yang
kedua berasal dari guru. Dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek, guru masih menggunakan model yang tradisional atau konvensional, yaitu metode
ceramah. Kurangnya kreativitas guru mata pelajaran bahasa Indonesia dalam
mengembangkan metode pembelajaran juga ambil bagian dalam
permasalahan tersebut.
Materi mengenai pemahaman terhadap unsur-unsur cerpen ternyata sudah diberikan kepada siswa SMA sebagaimana yang terdapat dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP. Di dalam kurikulum tersebut ditegaskan bahwa tujuan umum pengajaran cerpen kepada siswa SMA adalah
untuk membaca, membahas, dan menjelaskan unsur-unsur intrinsik cerpen. Unsur instrinsik cerpen antara lain tema, alur, latar, penokohan perwatakan,
sudut pandang, dan nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen yang memiliki keterkaitan dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan umum yang ada di dalam
standar kompetensi pembelajaran cerpen tersebut berlaku bagi siswa kelas X. Dari ketentuan itulah, siswa SMA kelas X harus mempunyai kemampuan
untuk memahami cerpen.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian tindakan kelas ini mengambil materi kelas X yaitu membaca apresiasi cerita pendek. Penelitian
ini dipersempit dengan mengapresiasi cerita pendek, yaitu unsur intrinsik cerita pendek. Unsur intrinsik merupakan unsur yang ada di dalam karya
sastra. Dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui keaktifan siswa dalam penggunaan metode pembelajaran kooperatif dengan teknik bertukar
pasangan dan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami unsur intrinsik cerpen
B. Pembatasan Masalah