Definisi Hutan KAJIAN PUSTAKA

15 bertujuan menguasai suatu hak dengan melawan hak orang lain. Tindakan menguasai atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah dan melawan hukum merupakan perbuatan yang dilarang Alam Setia Zain, 1996:41. Alam Setia Zain, 1996: 41 menjelaskan tindakan perambahan hutan atau penyerobotan kawasan hutan dapat digolongkan sebagai kesatuan tindakan yang bertentangan dengan aturan hukum dengan memenuhi unsur-unsur sebagai berikut : a. Memasuki kawasan hutan dan merambah kawasan hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang. b. Menguasai kawasan hutan dan atau hasil hutan untuk suatu tujuan tertentu. c. Memperoleh suatu manfaat dari tanah hutan atau manfaat dari hasil hutan. Perambahan kawasan hutan lebih disebabkan kurangnya lahan usaha masyarakat sekitar hutan. Pengunaan yang dilakukan lebih kepada kepentingan individu akibat sempitnya usaha. Termasuk dalam kategori ini masyarakat yang masih mempraktekkan pola perladangan berpindah. Masyarakat umumnya mengetahui bahwa yang mereka rambah adalah kawasan hutan negara yang tidak serta merta dapat mereka miliki Ali Djajono, 2009. Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Pasal 50 Ayat 3 tentang kehutanan, bahwa perambahan hutan merupakan perbuatan pidana kehutanan dengan menyatakan bahwa setiap orang dilarang : 1. Mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah. 2. Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan : a. 500 lima ratus meter dari waduk atau danau. 16 b. 200 dua ratus meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai didaerah rawa. c. 100 seratus meter dari kiri kanan tepi sungai. d. 50 lima puluh meter dari kiri kanan tepi anak sungai. e. 2 dua kali kedalaman jurang dari tepi jurang. f. 130 seratus tiga puluh kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai. 3. Membakar hutan. 4. Menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan didalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang. 5. Menerima atau membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah. 6. Melakukan kegiatan penyelidikan umum atau dengan eksploitasi atau ekslorasi bahan tambang didalam kawasan hutan tanpa izin Menteri. 7. Mengangkut, menguasai atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi dengan surat-surat keterangan yang sahnya hasil hutan. 8. Membawa alat-alat berat dan alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan didalam kawasan hutan, tanpa izin pejabat yang berwenang. 9. Membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong atau membelah pohon didalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang. 10. Membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan merusak serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan kedalam kawasan hutan dan. 11. Mengeluarkan, membawa dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang.

E. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perambahan Hutan

Andono, Ardi,2003 menuliskan bahwa perambahan hutan merupakan sebuah bentuk akibat dari berbagai macam faktor penyebab yang sangat komplek baik itu dari dalam internal maupun faktor dari luar eksternal, faktor-faktor penyebab ini saling mempengaruhi hingga membentuk lingkaran setan yang sulit dicari ujung pangkalnya. Faktor –faktor penyebab ini dapat dilihat sebagai berikut: 17 1. Terjadinya krisis ekonomi dan krisis politik memicu timbulnya ancaman dan gangguan hutan secara umum yang dilakukan oleh masyarakatoknum secara massal, sporadis, brutal dan sifatnya sudah mengancam kelestarian kawasan konservasi. 2. Tingkat ekonomi masyarakat desa yang tidak mencukupi kehidupan sehari- hari, dan tidak mengoptimalkan manfaat hutan secara lestari, pemikiran yang pendek tentang manfaat hutan seperti penebangan liar, perambahan membuat mereka terperosok kedalam pemikiran kekinian saja tidak terpikir untuk masa depan Keluarga Sejahtera. 3. Krisis politik yang terjadi berdampak ketidak percayaan masyarakat terhadap aparat pemerintah, sehingga menghambat dalam pengamanan dan perlindungan hutan di Kawasan Konservasi. Selain itu kondisi aparatoknum yang ada baik dari unsur pemerintah, maupun pihak keamanaan juga sangat melemahkan kondisi keamanaan tersebut. 4. Kondisi alam yang tidak proporsional dengan jumlah Polhut, peralatan pengamanan sarana prasarana. 5. Adanya aktor intelektual di belakang aksi-aksi tersebut, seperti adanya pemodal yang mampu memodali perambahan tersebut. 6. Adanya pemukiman di sekitar kawasan, semakin besar jumlah penduduk di sekitar kawasan akan menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap keutuhan kawasan. Kondisi ini sangatlah sulit untuk di selesaikan mengingat banyaknya instansi yang terkait terutama Pemda setempat. 18 7. Adanya perbedaan kepentingan, perbedaan Tata Nilai, serta Perbedaan Pengakuan terhadap kawasan konservasi oleh seluruh para pihak yang terlibat baik masyarakat, pengusaha, pemerintah daerah, kepolisian dan lain sebagainya. 8. Rendahnya kesadaran masyarakat tentang arti, peranan, dan manfaat kawasan konservasi bagi sistem penyangga kehidupan, ilmu pengetahuan, kekayaan keanekaragaman hayati, hidrologis, bahkan paru-paru dunia. 9. Perlu dana yang cukup besar dan berkelanjutan serta waktu yang panjang untuk program-program seperti penyuluhan, sosialisasi, hukum penyidikan hingga putusan pengadilan, pemberdayaan masyarakat Karena selain mengusir para perambah juga harus merubah cara pandangpola pikir terhadap kawasan konservasi. 10. Perlunya keterlibatan yang aktif, partisipatif, dan kolaboratif serta intensif seluruh dinas-dinas yang ada di pemerintahan kabupaten dan Instasi terkait lainnya dalam mencari jalan keluar permasalahan perambahan ini, permasalahan ini tidak akan pernah selesai bila hanya dipikirkan dan dikerjakan secara sepihak maupun sendiri sendiri oleh pengelola hutan karena keterbatasan wewenang non teknis dan teknis.

F. Langkah-langka Menangulangi Perambahan Hutan

Di dalam Pasal 69 ayat 1 Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Dalam Pasal 69 ayat 1 tersebut dinyatakan “Masyarakat berkewajiban untuk ikut serta memelihara dan menjaga kawasan hutan dari gangguan dan perusakan.” Kemudian dalam penjelasan Pasal 69 ayat 1 19 dikatakan “Yang dimaksud dengan memelihara dan menjaga, adalah mencegah dan menanggulangi terjadinya pencurian, kebakaran hutan, gangguan ternak, perambahan, pendudukan, dan lain sebagainya”. Berdasarkan asas dan tujuan UU Nomor 18 dalam program ketiga Departemen Kehutanan dinyatakan bahwa penyelenggaraan kehutanan berdasarkan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan. Dasar yang kuat untuk pemerintah dalam memberikan izin pengelolaan hutan dan lingkungan hidup yang ada harus memenuhi dan sesuai dengan azas dan tujuan tersebut. Apabila tidak bisa dilakukan oleh pengusaha, maka izin selayaknya jangan diberikan kepada pengusaha tersebut. Namun dalam praktek pemberian izin Hak Pengusahaan Hutan HPH dan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri HPTI seringkali diberikan hanya karena kemampuan pengusaha secara administratif dan pendanaan. Sedangkan asas manfaat dan kelestarian tidak dilihat dan disyaratkan secara tegas. Hal ini memicu sering terjadinya hak-hak atas pengusahaan hutan yang diberikan dilanggar dengan gampangnya oleh pengusaha. Selain tindakan preventif dalam pemberian izin, dalam pengawasan, pemerintah harus dengan tegas dan rutin agar tindakan represif secepat mungkin dapat dilakukan sebelum terjadinya pelanggaran hukum yang lebih merugikan negara dan masyarakat. Melihat dampak dari penebangan hutan secara liar tersebut,maka perlu adanya suatu cara untuk mencegah terjadinya hal tersebut. Dalam menyikapi adanya penebangan hutan tersebut dengan cara pendekatan secara neo-