Kondisi Geografis PERANAN BALAI TAMAN NASIONAL TESSO NILO DALAM MENANGGULANGI PERAMBAHAN HUTAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO DI KECAMATAN UKUI KABUPATEN PELALAWAN PROPINSI RIAU.

35

d. Hidrologi

Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo dan sekitarnya merupakan daerah tangkapan air bagi beberapa sungai antara lain: Sungai Tesso di bagian Barat, Sungai Segati di bagian Utara, dan Sungai Nilo di bagian Timur. Ketiganya merupakan sub DAS dari DAS Kampar, tepatnya di antara DAS Tesso dan DAS Nilo di Propinsi Riau. Sungai Nilo berada di pinggir Desa Lubuk Kembang Bunga, tepatnya di sisi sebelah Barat dan berbatasan dengan areal tanaman Akasia milik PT. Riaun Andalan Pulp and Paper, dan merupakan jalur jelajah gajah yang sering diseberangi oleh kelompok gajah dalam mencari makan.

2. Potensi Keanekaragaman Hayati Dan Ekosistem

a. Keanekaragaman Flora

Potensi yang berupa keunikan flora dapat disaksikan dengan melakukan trekking ke dalam hutan. Medan yang dilalui cukup bervariasi seperti melewati anak sungai, tanah kering, dan rawa. Di kawasan hutan Taman Nasional Tesso Nilo dapat di temukan jenis-jenis flora seperti : Kantong semar, Pohon sialang, Pohon Cempedak hutan, Pohon Tampui, Pohon Durian hutan, Kayu Ulin, Kayu Meranti, Kayu Balam, da jenis- jenis anggrek lainnya.

b. Keanekaragaman Fauna

Potensi wisata yang berupa atraksi satwa diantaranya yaitu dengan melalukan pengamatan satwa di sepanjang Sungai Nilo dan trekking di dalam hutan. Disepanjang sungai dapat diamati beragam jenis satwa 36 seperti Ungko, Monyet ekor panjang, Elang ikan, Bajing, Betet ekor panjang, Serindit, Punai gading, Biawak dan jenis-jenis lainnya. Di dalam hutan dapat ditemukan beragam satwa lain seperti Tapir, Gajah sumatera, Bajing, Harimau sumatera, Ungko, Beruang madu, Kijang, Kancil, Babi hutan dan jenis-jenis satwa lainnya. Di Camp Flying Squad ada beberapa Gajah jinak, dan para pengunjung dapat melakukan wisata perjalanan menyusuri hutan tesso nilo dengan menggunakan gajah tersebut. Petualangan ini sangat mengasyikkan dengan jalur yang dilalui sungguh bervariasi, yaitu mulai dari jalan bekas, hutan sekunder muda dan tua, menyeberangi sungai, rawa, akasia dan lainnya. Jalur wisata ini dimulai dan diakhiri pada Camp Flying Squad dengan panjang jalur lebih kurang 5 km. Pada pertengahan perjalanan kita juga melalui menara pengamatan setinggi lebih kurang 25 m. Dari atas menara dapat diamati tutupan hutan tesso nilo.

3. Tipologi Desa dan Suku-suku

a. Tipologi desa asli

Tipologi desa asli dengan ciri-ciri utamanya mayoritas penduduk desa adalah penduduk tempatan atau penduduk asal setempat yang mengklaim diri secara umum sebagai suku bangsa Melayu Riau. Sebagian besar desa ini merupakan desa-desa tua. Namun demikian ditemukan juga adanya desa-desa asli dengan riwayat pembentukannya relatif baru sebagai hasil ekpansi penduduk tempatan. 37

b. Tipologi desa transmigrasi

Tipologi desa transmigrasi dengan ciri-ciri utamanya mayoritas penduduk desa terdiri dari warga transmigrasi asal Pulau Jawa. Sebagai desa yang dibentuk secara resmi oleh pemerintah menjadi desa permanen, dengan sendirinya warga desa-desa transmigrasi ini juga telah menjadi penduduk permanen. Program transmigrasi ini merupakan program nasional sejak tahun 1970an, dan umumnya keluarga kaum transmigrasi tersebut telah memiliki 2-3 generasi.

c. Tipologi desa campuran

Tipologi desa campuran dengan ciri-ciri utama komposisi penduduknya terdiri atas beragam latar belakang suku bangsa yang merupakan campuran antara penduduk yang berasal dari desa-desa asli sekitarnya dan penduduk pendatang yang berasal dari daerah luar, maupun dari luar propinsi Riau. Selain penduduk asal Melayu Riau, di perdesaan ini dapat ditemui juga warga suku bangsa lain seperti Batak, Jawa, Nias, Minang dan lain-lain. Desa-desa campuran ini umumnya berdiri melalui proses transmigrasi swakarsa yang mengikuti berlangsungnya pembukaan hutan dan lahan yang telah meningkat sangat pesat di kawasan ini di era akhir tahun 1970an dan 1980an.

4. Sistem Organisasi Sosial

Kehidupan masyarakat desa sekitar kawasan hutan Tesso Nilo perlu dipahami dari sudut pandang sosial budaya yang meliputi sistem organisasi sosial tradisional masyarakat desa sekitar kawasan ini. Secara khususnya 38 apabila merujuk pada pembagian sosio-kultural masyarakat tempatan, desa- desa sekitar kawasan hutan Tesso Nilo dapat pula dibagi ke dalam desa- desa yang mengikuti sistem perbathinan adat Melayu Petalangan. Struktur keluarga dalam masyarakat desa-desa tempatan di sekitar kawasan Tesso Nilo memperlihatkan gabungan antara sistem patrilineal dengan sistem matrilineal. Pada masyarakat desa-desa dengan sistem perbathinan, pengaruh sistem patrilineal agak menonjol dibandingkan pada masyarakat desa-desa yang menganut sistem kepenghuluan. Dalam kenyataannya sistem organisasi sosial masyarakat tradisional umumnya semakin memudar. Bahkan ada sejumlah desa yang sebenarnya sistem organisasi sosialnya tidak lagi dapat dikategorikan ke dalam sistem organisasi sosial berbasis kebudayaan penduduk tempatan tersebut. Hal ini terutama dijumpai pada sebagian besar desa-desa bentukan baru melalui transmigrasi yang diprakarsai oleh pemerintah maupun bentuk transmigrasi swakarsa. Desa-desa ini biasanya mayoritas berpenduduk pendatang dengan tipologi desa transmigrasi dan desa campuran.

5. Struktur Organisasi Balai Taman Nasional Tesso Nilo

Adapun struktur organisasi Balai Taman Nasional Tesso Nilo Gambar 3. Struktur Organisasi Balai Taman Nasional Tesso Nilo Kepala Balai Sub Bagian Tata Usaha Seksi pengelola TN. Wilayah II baserah Kelompok Jabatan Fungsional Seksi pengelola TN.Wilayah I Lubuk kembang bunga