63 demikian  beruntunglah  Ay  memiliki  teman-teman  yang  cukup
memahami  katakteristik  Ay,  sehingga  hubungan  mereka  tetap  terjalin dengan  baik.  Selain  itu  Ay  juga  lekas  minta  maaf  setelah  melakukan
perbuatan tersebut. Ay biasa berkomunikasi dengan anak normal menggunakan bahasa
verbal,  dan bahasa tulis untuk  maksud  yang sulit  ia sampaikan dengan bahasa  verbal.  Dengan  demikian  Ay  mampu  memahami  dan  menjalin
percakapan  dengan  teman-temannya.  Mereka  juga  biasa  makan  dan bermain bersama.
Jadi  dapat  disimpulkan  interaksi  sosial  As  dengan  anak  normal ditunjukkan  dengan  menjalin  percakapan  dengan  bahasa  verbal  dan
tulis;  melakukan  kegiatan  bersama  seperti  belajar,  bermain,  dan  pergi membeli jajanan; serta menunjukkan kepedulian dan kerja sama dengan
teman-temannya.  Sedangkan  interaksi  sosial  Ay  terhadap  anak  normal ditunjukkan  dengan  menjalin  percakapan  dengan  bahasa  verbal  dan
tulis,  melakukan  kegiatan  bersama  seperti  makan  dan  bermain,  suka pilih-pilih  teman,  manja  dan  tergantung  dengan  teman  semeja,  dan
terlibat konflik.
c. Interaksi Sosial Anak Tunarungu dengan Guru Kelas
As  dan  Ay  mampu  menjalin  interaksi  sosial  dengan  guru  kelas, namun untuk Ay sangat tergantung dengan suasana hatinya. As dan Ay
biasa  berkomunikasi  dengan  guru  kelas  menggunakan  bahasa  verbal
64 dan  bahasa  tulis.  As  dan  Ay  mampu  memahami  percakapan  dengan
guru kelas. As  mampu  dan  mau  menerima  setiap  instruksi  dan  arahan  yang
diberikan  oleh  guru  kelas,  yaitu  ketika  diminta  menulis,  mengerjakan tugas, mengoreksi jawaban teman, atau maju mengerjakan soal di papan
tulis. Fakta yang dimiliki As ini tentu tidak sejalan dengan temuan Edja Sadjaah  2005:  32  yang  menyebutkan  bahwa  gangguan  dalam
pendengaran  yang  berdampak  pada  hambatan  berbahasa,  menjadikan hambatan pula bagi anak tunarungu dalam interaksi sosialnya.
Berbeda dengan As, Ay tidak mau ketika diminta mengerjakan soal di  papan  tulis  karena  malu  dan  tidak  percaya  diri.  Untuk  mengikuti
setiap instruksi dan kegiatan KBM pun sangat tergantung pada suasana hatinya. Jika Ay sedang senang dan semangat maka dia mau mengikuti
KBM  dengan  baik,  namun  jika  sedang  malas  atau  ngambek  maka  Ay biasanya  hanya  duduk  saja.  Temuan  tersebut  sejalan  dengan  pendapat
Mufti  Salim  dan  Soemargo  Soemarsono  1984:  15  bahwa  anak tunarungu  tidak  mampu  mengikuti  dan  memahami  kejadian  secara
menyeluruh  sehingga  menimbulkan  emosi  yang  tidak  stabil,  perasaan curiga, dan kurang percaya pada diri sendiri.
Emosi  Ay  yang  mudah  naik  turun  ini  membuatnya  beberapa  kali ngambek  atau  marah  tanpa  alasan  yang  cukup  jelas.  Guru  kelas
terkadang tidak dapat memahami apa yang disampaikan atau diinginkan Ay, terlebih dalam kondisi marah atau ngambek. Hal ini sesuai dengan
65 pendapat Sunardi dan Sunaryo 2007: 250 bahwa orang lain akan sulit
memahami  perasaan  dan  pikiran  anak  tunarungu  sebagai  akibat  dari kemiskinan bahasa dan kemampuan dalam situasi sosialnya yang tidak
terlibat secara baik. Jadi  dapat  disimpulkan  interaksi  sosial  As  terhadap  guru  kelas
ditunjukkan  dengan  menjalin  percakapan  dengan  bahasa  verbal  dan tulis,  serta  mampu  dan  mau  menerima  setiap  instruksi  dan  arahan.
Sedangkan interaksi sosial Ay terhadap guru kelas ditunjukkan dengan menjalin  percakapan  dengan  bahasa  verbal  dan  tulis,  serta  sangat
tergantung suasana hati untuk menerima setiap instruksi dan arahan.
d. Interaksi  Sosial  Anak  Tunarungu  dengan  Guru  Pendamping