Latar Belakang Ketelantaran Permasalahan Anak Terlantar

Sjarkawi menuliskan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang terbagi atas dua, yaitu faktor internal dan faktor external. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri orang itu sendiri. Faktor internal ini merupakan faktor genetis atau bawaan. Adapun faktor external adalah faktor yang berasal dari luar orang tersebut, dan biasanya merupakan pengaruh yang berasal dari lingkungan seseorang mulai dari lingkungan terkecilnya, yakni keluarga, teman, tetangga, sampai dengan pengaruh dari berbagi media audiovisual seperti televisi dan video, atau seperti media cetak seperti koran, majalah, dan sebagainya. Dari berbagai faktor external tersebut, pengalaman traumatis merupakan salah satu penyebab yang dapat berdampak sangat buruk. Kartono menuliskan bahwa faktor psikologis merupakan faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan seorang anak. Anak-anak yang mengalami gungguan psikologis akan mengalami Inanitie psikis, suatu kondisi kehampaan psikis. Kering, dan perasaan, sehingga dapat mengakibatkan retardasi atau kelambatan pertumbuhan pada semua fungsi jasmaniah. Anak-anak ini juga dapat mengalami hambatan fungsi rohaniah, terutama perkembangan intelegensi dan emosi. 19 Guncangan yang terjadi pada anak terlantar hingga menyebabkan mereka menjadi terlantar membuat adanya gangguan pada anak tersebut. Ditambah faktor tersebut berasal dari keluarga yang pada dasarnya merupakan lingkungan pertama dan utama dalam pendidikan anak. Kondisi guncangan tersebut pada akhirnya mempengaruhi kondisi psikologis anak terlantar yang berbeda dengan anak yang tidak mengalami permasalahan ketelantaran tersebut. Selain itu, latar belakang tersebut pada akhirnya mempengaruhi kehidupan anak terlantar, Sebenarnya ada banyak masalah yang dihadapi anak terlantar di lingkungan komunitas miskin. Sebagai bagian dari 19 Lukman Nul Hakim,”Pembentukan Reliensi pada Anak Korban Bencana”, dalam Sali Susiana ed., Perlindungan Anak, Jakarta: P3DI setjen DPR Republik Indonesia dan Azza Grafika, 2012, h.96 kelompok anak rawan, anak terlantar bukan saja tidak atau kurang dipenuhi hak-hak mereka, tetapi juga rentan untuk dilakukan salah; dilanggar haknya dan menjadi korban tindak kekerasan Child Abuse keluarga, kerabat dan komunitas sosial di sekitarnya. Berikut ini, merupakan beberapa hal yang di hadapi anak-anak terlantar: 20 a. Krisis kepercayaan pada arti penting sekolah, dilingkungan komunitas masyarakat miskin sering kali kelangsungan pendidikan anak cenderung ditelantarkan. Bagi keluarga miskin, anak pada umumnya diberi fungsi ekonomis sebagai salah satu sumber pendapatan atau penghasilan yang cukup signifikan, sehingga anak sejak usia dini dilatih atau dipersiapkan untuk bekerja di sektor publik. b. Kurang mengertian tentang pola perawatan kesehatan yang benar, dikalangan keluarga miskin upaya peneliharaan kesehatan dan proses penyembuhan anak ketika sakit acap kali ditelantarkan. Dikalangan orang tua, kebiasaan merokok, ngopi dan kebutuhan orang tua justru di dahulukan, meski saat yang sama dana yang mereka keluarkan untuk itu sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk membeli kebutuhan kesehatan anak. c. Diperlakukan salah dan berpotensi menjadi objek tindak kekerasan. Dikeluarga miskin yang broken home, single parent, pemabuk dan keluarga miskin yang tengah dibelit persoalan kemiskinan yang kronis, maka tidak jarang terjadi anak kemudian menjadi objek pelampiasan dan pengalihan sasaran kemarahan atau perasaan stres dari orang tuanya. d. Jauh dari kasih sayang, perlindungan, dan pengawasan keluarga secara memadai, mereka umumnya potensial tergoda masuk dalam lingkungan pergaulan yang salah dan bahkan sebagian diantaranya terlibat dalam perilaku patologis. 20 Bagong Suyanto, Op.Cit. h.219-221 e. Anak terlantar yang terlibat dalam kegiatan sosial secara intens atau aktivitas keagamaan sejak usia dini, mereka umumnya lebih mampu menyiasati tekanan sosial dan psikologis yang keliru dari lingkungan sosial disekitarya. f. Ditengah kehidupan kota besar yang relatif individualis dan kontraktual, peran kerabat dan komunitas setempat dalam pengasuhan dan perlindungan terhadap anak-anak terlantar yang pada umumnya tidak banyak berkembang. g. Apa yang menjadi kebutuhan sosial anak-anak terlantar, sebenarnya bukan hanya limpahan kasih sayang dan pola sosialisasi yang personal, tetapi juga akses yang lebih baik terhadap pelayanan publik dasar, terutama kesehatan dan pendidikan, serta modal sosial dan peluang-peluang untuk menyongsong kehidupan dan masa depan yang lebih baik. Selain dampak-dampak diatas, Waluyo 1976:23 mengemukakan bahwa permasalahan yang dapat ditimbulkan oleh anak terlantar diantaranya adalah: 21 a. Pengemis Pada umumnya orang menjadi pengemis sebagai akibat dari tekanan ekonomi keluarga sehingga demi mempertahankan hidupnya dengan cara meminta-minta di depan umum. b. Kenakalan Anak dan Kriminalitas. Kenakalan anak atau tindak kejahatan disebabkan oleh tekanan hidup yang mendesak, maupun kehidupan di masa depan yang suran dan sebagai kompensasi dari hidup yang berstatus anak terlantar. c. Pengangguran. Pemenuhan kebutuhan yang diinginkan tidak terpenuhi seperti kebutuhan akan pendidikan sebagai bekal hidup di masa yang akan 21 Torehah Jalanan, ibid. datang, maka banyak anak-anak menganggur atau tidak memiliki keahlian dan keterampilan tertentu. Dampak-dampak yang ditimbulkan karena ketelantaran tersebut semakin mengukuhkan bahwa perlunya bantuan bagi para anak terlatar agak permasalahan yang terjadi akibat ketelantaran tersebut agar tidak manjadi bibit kehancuran generasi penerus bangsa di masa yang akan datang.

B. Pendidikan Karakter

1. Pengertian Pendidikan Karakter

Karakter secara kebahasaan ialah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat atau watak Kata karakter diambil dari bahasa Inggris character, artinya watak, sifat, peran, huruf, sedangkan Characteristic artinya sifat yang khas. 22 Menurut Samuel Smilles bahwa karakter adalah suatu kehormatan dalam diri seseorang, sebagai harta paling mulia. 23 Menurut Kemendiknas, karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internaisasi berbagai kebajikan virtues yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap dan bertindak. 24 Menurut Dirjen Pendidikan Agama Islam, Kementrian Agama Republik Indonesia mengemukakan bahwa karakter dapat diartikan sebagai totalitas ciri-ciri pribadi yang melekat dan dapat didefinisikan pada perilaku individu yang unik, dalam arti secara khusus ciri ini membedakan antara individu dengan individu lainnya. 25 22 Haedar Nashir, Pendidikan Karakter Berbasis Agama dan Kebudayaan, Yogyakarta: Multi Presindo.2013 h. 10. 23 Ibid h.11 24 Agus Wibono, Pendidikan Karakter,Yogyakarta:Pustaka Pelajar: 2012 h.35. 25 .E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, Jakarta: PT.Bumi Aksara, 2012 h.4.