Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham Yang Melakukan

C. Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham Yang Melakukan

Merger Lintas Negara Dalam Pasal 126 UU 2007 antara lain disebutkan bahwa dalam perbuatan hukum konsolidasi, merger, dan akuisisi wajib memperhatikan “pemegang saham minoritas”. 121 Pemegang saham minoritas umumnya berada pada posisi yang lemah, karena pemegang saham minoritas mempunyai kepentingan yang cukup besar terhadap perseroan terbatas, sehingga pemegang saham mayoritas ini cenderung untuk memonopoli pelaksanaan jalannya perseroan terbatas. 122 121 Rudhi Prasetya, Op. Cit., hlm. 161. Kepentingan pemegang saham minoritas dalam suatu perusahaan, seringkali diabaikan atau bahkan dirugikan. Hal ini disebabkan karena adanya persepsi kuat bahwa yang paling berjasa meningkatkan keuangan perusahaan, adalah pemegang saham mayoritas. Penguasaan persentase volume saham atau pemasukan modal kepada perusahaan, memberi dukungan kuat atau bukti telak terhadap persepsi ini. Persepsi tersebut diperkuat lagi dengan dianutnya prinsip one share one vote dalam hukum perseroan terbatas. Sehingga, dalam setiap RUPS pemegang saham minoritas tidak akan mungkin pernah memenangkan keputusan yang diambil melalui voting. Dalam tataran operasional, komposisi direksi atau komisaris senantiasa dikuasai atau dikendalikan oleh pemegang saham mayoritas. 122 Sugeng Repowijoyo, “Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Saham Minoritas”, http:prasetya.ub.ac.idberitaDisertasi-Repowijoyo-Perlindungan-Hukum-Bagi-Pemegang- Saham-Minoritas-179-id.html diakses tanggal 24 Mei 2014. Universitas Sumatera Utara Dalam hal-hal tertentu, pemegang saham minoritas dapat bertindak mewakili perusahaan untuk menggugat direksi yang karena kesalahannya telah bertindak merugikan perusahaan. Selain itu, masih ada sejumlah hak-hak lain yang dapat dipergunakan oleh pemegang saham minoritas untuk melindungi dan memperjuangkan hak-hak dan kepentingannya, agar tidak dirugikan kepentingannya dalam perusahaan. 123 Sistem pengaturan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1971, yang mengubah Pasal 54 KUHD, memberlakukan prinsip one share one vote, suatu prinsip yang menempatkan pihak pemegang saham minoritas sebagai pihak yang rawan eksploitasi. Hanya dalam hal-hal tertentu, yakni dalam hal-hal yang termasuk ke dalam dangerous area, diberikan perhatian khusus oleh hukum untuk melindungi Perlindungan terhadap pemegang saham, terutama pemegang saham minoritas sangat penting dalam hukum merger, di samping perlindungan pihak- pihak lainnya, seperti pihak karyawan perusahaan. Dalam Merger Code Belanda diatur tiga pokok permasalahan sebagai berikut: Bab I :Mengatur tentang perlindungan pemegang saham berlaku khusus untuk penawaran umum saham. Bab II :Mengatur tentang perlindungan karyawan. Untuk perusahaan yang mempunyai minimal seratus orang karyawan, untuk melakukan merger haruslah berkonsultasi dengan trade union Bab III :Mengatur tentang informasi tentang merger yang diperlukan oleh Menteri Ekonomi di sana. 123 Kadir Adriawan, “Pemegang Saham Minoritas”, http:www.ka- lawoffices.comarticlesarticle1.html diakses tanggal 24 Mei 2014 Universitas Sumatera Utara pihak pemegang saham minoritas. Perlindungan pemegang saham minoritas dalam hal seperti ini dilakukan dengan memperkenalkan prinsip special vote, yang operasionalisasinya minimal dilakukan dengan dua cara berikut: 124 1. Prinsip Silent Majority Dalam hal ini pemegang saham mayoritas diwajibkan abstain dalam voting. 2. Prinsip Super Majority Dalam hal ini voting yang dilakukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham mensyaratkan lebih dari sekadar simple majority 51 untuk dapat memenangkan voting. Misalnya, pemberlakuan prinsip super majority ini mensyaratkan voting dua pertiga suara, 75 bahkan persentasenya bisa lebih dari itu. Keputusan dari rapat tidak dapat diambil jika suara yang setuju kurang dari jumlah persentase tersebut. Apabila ada pihak pemegang saham yang tidak setuju dengan merger, padahal rapat umum pemegang saham dengan suara mayoritas tertentu telah memutuskan untuk merger, maka kepada pihak yang kalah suara ini oleh hukum diberikan suatu hak khusus yang disebut dengan appraisal rights. Yang dimaksud dengan appraisal rights ini adalah hak dari pemegang saham minoritas yang tidak setuju terhadap merger tetapi kalah suara atau terhadap tindakan-tindakan korporat lainnya, untuk menjual saham yang dimiliki itu kepada perusahaan yang bersangkutan di mana pihak perusahaan yang mengisukan saham tersebut wajib membeli kembali saham-sahamnya itu dengan harga yang pantas. 124 Munir Fuady IV, Op. Cit., hlm. 122- 123. Universitas Sumatera Utara Pelaksanaan apraisal rights ini merupakan salah satu “keistimewaan” yang diberikan oleh hukum pada transaksi merger ini. ”Keistimewaan” yang lain ialah penerapan prinsip yang disebut dengan “super majority”. Prinsip super majority atau ”absolute majority” berarti bahwa untuk dapat menyetujui merger, yang diperlukan bukan hanya simple majority lebih dari 50 pemegang saham yang harus menyetujuinya, melainkan lebih dari itu. Undang-Undang Perseroan terbatas menyebutkan angka ¾ atau lebih pemegang saham yang menyetujuinya. Appraisal rights ini diberikan terhadap tindakan-tindakan korporat sebagai berikut: 1. Perubahan anggaran dasar; 2. Penjualan, penjaminan, dan pertukaran sebagian besar atau seluruh kekayaan perseroan; 3. Merger, akuisisi, konsolidasi, dan pemisahan perseroan. 125 Karena itu agar terdapat 100 suara setuju sehingga merger dapat dilaksanakan, diberlakukan apa yang sekarang disebut dengan appraisal rights. Teori yang mendukung appraisal rights adalah sebagai berikut: 1. Teori maksud tak sampai. 2. Teori locus poenitentiae. 3. Teori kompensasi. Berikut penjelasan dari teori diatas: 1. Teori maksud tak sampai Teori maksud tak sampai defeated expectations ini mengajarkan bahwa manakala seseorang telah memiliki saham di suatu perusahaan yang bergerak di bidang tertentu, tidaklah dapat dipaksakan dia untuk memiliki saham pada 125 Ibid, hlm. 124. Universitas Sumatera Utara perusahaan yang sudah berbeda sebagai akibat dari merger, sungguhpun dia hanyalah pemegang saham minoritas. 126 2. Teori locus poenitentiae Teori locus poenitentiae penyesalan mengajarkan bahwa dengan adanya appraisal rights berarti kepada pihak manajemen yang melakukan deal merger akan ekstra hati- hati sehingga terdorong untuk tidak melakukan merger yang merugikan perusahaan pemegang saham. 127 3. Teori kompensasi Teori ini mengajarkan bahwa tetap ada kemungkinan adanya pihak pemegang saham yang dirugikan karena adanya pranata hukum merger tersebut. Karena itu, pemberlakuan appraisal rights bagi pemegang saham yang dirugikan tersebut, yakni dengan dibelinya kembali saham dari pihak yang tidak menyetujui merger, merupakan suatu kompensasi yang adil atas kerugian itu. 128 Menurut Penjelasan Pasal 126 ayat 2, yang dimaksud harga wajar saham dari Perseroan adalah sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 128 ayat 2 huruf c harga wajar saham dari Perseroan yang menggabungkan diri serta Pada prinsipnya Perseroan diwajibkan membeli saham tersebut, apabila saham yang diminta untuk dibeli Perseroan melebihi batas ketentuan pembelian kembali saham oleh Perseroan sebagaimana yang digariskan Pasal 37 ayat 1 huruf b, Perseroan Wajib mengusahakan agar sisa saham itu dibeli oleh pihak ketiga. 126 Munir Fuady IV, Op. Cit., hlm. 130. 127 Ibid, hlm. 130. 128 Ibid, hlm. 131. Universitas Sumatera Utara harga wajar saham dari Perseroan yang menerima Penggabungan untuk menentukan perbandingan penukaran saham dalam rangka konversi saham. 129 a. Teori nilai perolehan Untuk mengetahui harga yang pantas dari saham dikenal tiga teori sebagai berikut: Yang dimaksud dengan nilai perolehan earnings value adalah dengan melihat pada nilai perolehan atau investasi. Biasanya yang dilihat adalah nilai perolehan perusahaan pada masa yang akan datang future earnings setelah didiskon dengan nilai perolehan perusahaan sekarang present value. 130 b. Teori nilai pasar Teori nilai pasar market value mengajarkan bahwa harga saham dilihat pada nilai pasar dari saham yang bersangkutan sebelum diumumkan merger tersebut. Nilai pasar dari saham sulit ditentukan secara pasti khususnya bagi perusahaan yang bukan perusahaan terbuka. c. Teori nilai aset Teori nilai aset mengajarkan bahwa harga dari saham yang akan dibeli perusahaan dalam hal pemegang saham minoritas melaksanakan appraisal rights- nya adalah sebesar harga aset di pasar yang wajar. Hal ini akan menaikan harga saham apabila dalam perusahaan terdapat aset yang untuk 129 M. Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 496. 130 Munir Fuady IV, Op. Cit., hlm. 132. Universitas Sumatera Utara sementara tidak aktif atau tidak menghasilkan, padahal harga aset tersebut lumayan besar dan signifikan. 131 131 Ibid, hlm. 133. Universitas Sumatera Utara BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA ATAS TERLANGGARNYA HAK PEMEGANG SAHAM KARENA MERGER LINTAS NEGARA A. Permasalahan Yang Timbul Akibat Merger Lintas Negara Merger memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap kondisi mikro yaitu internal perusahaan tersebut maupun terhadap kondisi makro ekonomi. Pelaksanaan merger memiliki konsekuensi terhadap para stake holder, baik perusahaan yang terlibat maupun pihak-pihak lainnya. Dampak internal yang muncul adalah tercapainya tujuan perusahaan sesuai dengan apa yang diharapkan jika melakukan merger, terutama peningkatan modal. Merger dilakukan dengan pertimbangan bahwa merger merupakan satu langkah optimal dan efisien dalam upaya peningkatan suatu perusahaan. Dengan adanya merger diharapkan dapat menghasilkan perusahaan yang kuat dan kokoh sehingga mampu mewujudkan perekonomian nasional yang baik. Tindakan perusahaan dominan untuk melakukan merger dengan perusahaan target tentunya memberikan pengaruh yang sangat signifikan bagi perusahaan yang akan melakukan tindakan tersebut. Kegiatan merger diupayakan tidak memberikan pengaruh merugikan bagi seluruh elemen perusahaan. 132 Permasalahan yang muncul akibat merger lintas negara kebanyakan mengenai masalah kepemilikan dan kontrol hal ini dikarenakan perusahaan merger berasal dari 2 dua perusahaan.yang berbeda, serta masalah lain yang terjadi adalah masalah mengenai hukum, ini disebabkan karena merger lintas 132 Johannes Ibrahim, Op. Cit., hlm. 81. Universitas Sumatera Utara negara melibatkan beberapa negara yang berlainan. Terdapat beberapa permasalahan pada negosiasi kontrak. Misalnya dapat disebutkan sebagai berikut 1. Pihak asing sering anggap Enteng Partner Domestik. Seringkali pihak asing terlalu menganggap enteng pihak domestik sehingga ujung- ujungnya menimbulkan perselisihan. Hal ini bisa dikarenakan: a. Pihak asing datang dari negara yang lebih maju, sehingga menganggap dirinya lebih baik. b. Pihak domestik umumnya memegang saham dalam persentase yang lebih rendah dari pihak asing, c. Seringkali pihak asing yang punya dana dan pikiran dan gagasan, sementara pihak domestik hanya punya otot. d. Dalam kasus-kasus tertentu pihak domestik hanya dipakai namanya saja trusteeship. Karena menganggap dirinya dalam posisi yang lemah, seringkali pihak domestik tidak terlalu berkuasa dalam negosiasi suatu kontrak. Pihak domestik, sungguhpun hanya memiliki persentase saham yang kecil, tetapi dapat berbuat sesuatu yang mengacaukan jalannya perusahaan. Misalnya tidak lagi mengakui dirinya sebagai trustee dari pihak asing, tetapi pemilik yang sesungguhnya. Atau mencari- cari kesalahan dari perusahaan untuk kemudian dilaporkan kepada yang berwenang, atau kepada publik. Perlu ditekankan di sini, pihak pemegang saham asing, sungguhpun mayoritas, tetapi tidak berwenang mengeluarkan pemegang saham domestik secara paksa dari perusahaan dengan alasan apapun. 2. Pihak Asing kurang Memperhatikan Hukum Indonesia Tidak semua pihak asing yang berbisnis dengan pihak domestik datang ke lawyer untuk minta proteksi dari akibat-akibat hukum yang mungkin akan timbul kelak. Biasanya jika lawyer tidak diikutsertakan sejak dari semula, maka berbagai kemungkinan hambatan dan pelanggaran hukum akan mungkin timbul, bahkan mungkin tanpa disadari oleh pihak asing yang bersangkutan. Hal-hal yang tidak diantisipasi tersebut biasanya dilewatkan saja ketika bernegosiasi. Misalnya masalah kepemilikan asset perusahaan Universitas Sumatera Utara pribadi pihak asing yang tidak dinegosiasi dan menganggap tidak ada masalah. Padahal bisa jadi ketika beroperasinya perusahaan nantinya akan menimbulkan banyak masalah. Atau tidak ada kejelasan pihak mana yang harus mengurus izin-izin atau menuntaskan dokumentasi. Sehingga tanpa disadari, bisa-bisa ada persyaratan wajib yang terlewatkan begitu saja. 3. Pihak Domestik Bersikap Amatiran Jika tidak hati-hati dalam memilih partner usaha, bisa-bisa pihak asing akan dirugikan. Sebab sungguhpun dalam negosiasi lancar, tetapi pihak domestik yang semula kelihatan baik-baik saja, dapat berubah dalam sesaat. Banyak sekali kasus seperti ini terjadi dan bahkan ada yang sampai ke Pengadilan. Karena itu, dalam proses negosiasi, mestinya juga pihak asing atau bahkan kedua belah pihak saling menjajaki tingkah pola pihak lawan negosiasi, sehingga apabila yakin benar bahwa pihak mitranya tersebut dapat dipercaya, barulah penandatanganan kontrak dilakukan. 133 Sebagai salah satu faktor penggerak usaha perseroan, karyawan pekerja merupakan pihak yang terkena dan merasakan akibat langsung dari merger. Merger yang tujuannya, antara lain untuk menghasilkan efisiensi, akan menjadikan eksistensi tenaga kerja karyawan sebagai perhatian fokus utama bagi para manajemen Direksi perseroan yang melakukan merger, khususnya manajemen Direksi perseroan yang akan menerima penggabungan perusahaan hasil merger, yaitu apakah merger yang akan dilakukan akan mengakibatkan Menyangkut dengan poin yang dinegosiasikan sangat bergantung kepada berbagai hal, seperti bidang bisnisnya apa, persentase saham yang dipegang oleh pemegang sahamnya bagaimana, berapa besar modal yang akan ditanam, seberapa luas jangkauan operasi perusahaan patungan tersebut, dan sebagainya. 133 Munir Fuady IV, Op. Cit., hlm. 136- 138. Universitas Sumatera Utara terjadinya pemutusan hubungan kerja PHK terhadap karyawan pekerja perusahaan-perusahaan yang melakukan merger. 134 Pemutusan hubungan kerja PHK tersebut telah mengalami perubahan- perubahan dalam peraturan perundang-undangan dan terakhir dengan Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Permasalahan pemutusan hubungan kerja PHK dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tersebut diatur secara khusus dalam Bab XII yang dimulai dari Pasal 150 hingga Pasal 172. Berdasarkan Pasal 150 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, peraturan pemutusan hubungan kerja PHK diberlakukan secara luas yang tidak hanya mencakup pemutusan hubungan kerja PHK suatu perseroan terbatas, tetapi juga mencakup setiap badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum; badan usaha milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara, ataupun usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan memperkerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk Kemungkinan terjadinya pemutusan hubungan kerja PHK dalam merger perseroan terbatas sangat tidak terelakkan bagi tipe bentuk merger horizontal di mana tipe bentuk merger ini terkait dengan perusahaan-perusahaan yang memiliki usaha yang sama. Merger perusahaan-perusahaan dengan usaha yang sama tersebut jelas akan berdampak terhadap personalia dari masing-masing perusahaan yang akan merger tersebut di mana karyawan pekerja yang memiliki jabatan dan deskripsi kerja job description yang sama dalam perusahaan- perusahaan yang akan merger misalnya manajer keuangan atau pemasaran atau sumber daya manusia personalia memiliki potensi untuk diciutkan dan karenanya akan terjadi pemutusan hubungan kerja PHK terhadap karyawan pekerja yang tidak terpilih untuk menjabat jabatan yang sama dalam perusahaan hasil merger. 134 Cornelius Simanjuntak, Op. Cit., hlm. 131. Universitas Sumatera Utara lain. Setiap usaha dalam bentuk apa pun sepanjang memiliki pengurus dan memperkerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain, wajib menaati peraturan pemutusan hubungan kerja PHK Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. 135

B. Pilihan Hukum dan Pilihan Forum