di luar bidang hukum yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan, terutama dari bidang ekonomi.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data diperlukan untuk memperoleh suatu kebenaran dalam penulisan skripsi, dalam hal ini digunakan metode pengumpulan data
dengan cara studi kepustakaan library research, yaitu mempelajari dan menganalisis data secara sistematis melalui buku-buku, surat kabar, makalah
ilmiah, internet, peraturan perundang-undangan, dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.
4. Analisis Data
Dalam menganalisis data penelitian digunakan analisis normatif kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya
dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif
dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif, yaitu data-data yang akan diteliti dan dipelajari sesuatu yang utuh.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini meliputi:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan
kepustakaan metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II PENGATURAN MERGER PERSEROAN TERBATAS
LINTAS NEGARA
Bab ini menguraikan tentang tinjauan umum mengenai pelaksanaan kegiatan merger di Indonesia yang meliputi pengertian merger,
sejarah dan perkembangan merger di Indonesia dan dasar hukum pelaksanaan merger di Indonesia serta merger perusahaan lintas
negara.
BAB III PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP PEMEGANG SAHAM YANG MELAKUKAN MERGER LINTAS
NEGARA
Bab ini menguraikan tentang perlindungan hukum terhadap pemegang saham, hak dan kewajiban pemegang saham yang
melakukan merger lintas negara.
BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA ATAS TERLANGGARNYA
HAK PEMEGANG SAHAM KARENA MERGER LINTAS NEGARA
Bab ini menguraikan tentang tata cara menyelesaikan sengketa yang terjadi akibat dilakukannya merger lintas negara.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menguraikan tentang kesimpulan dan saran atas pelaksanaan merger perusahaan lintas negara di Indonesia. Saran
dan kesimpulan ini diharapkan bisa memberikan pertimbangan dan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkannya.
Universitas Sumatera Utara
BAB II PENGATURAN MERGER PERSEROAN TERBATAS LINTAS NEGARA
A. Merger Dalam UU Perseroan Terbatas di Indonesia
Pengertian Penggabungan merger telah diatur secara normatif dalam beberapa peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan
Terbatas menjelaskan bahwa: “Pengabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan
atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar.”
Black’s Law Dictionary memberikan definisi mengenai merger: “Merger is combination of two or more corporations, where the dominant
unit absorbs the passive unit, the former continuing operations, usually under the same name.”
Penggabungan Merger adalah suatu kombinasi dari 2 dua atau lebih perusahaan, di mana perusahaan yang dominan mengabsorpsi perusahaan
yang pasif; perusahaan yang dominan melanjutkan kegiatan, pada umumnya dengan nama yang sama.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan Encyclopedia of Banking and Finance memberikan pula definisi mengenai penggabungan merger
68
Secara umum dapat dikatakan bahwa dalam hal ini, fusi atau absorpsi tersebut dilakukan oleh suatu subjek yang kurang penting dengan subjek lain yang
lebih penting. Subjek yang kurang penting tersebut kemudian membubarkan diri.
: “Merger is the fusion or absorption of one into another.”
Penggabungan merger adalah fusi atau pengabsorpsian dari satu kepada yang lainnya.
Istilah merger ini dimaksudkan adalah sebagai suatu “fusi” atau “absorpsi” dari suatu benda atau hak pada benda atau hak lainnya. Undang-
Undang Perseroan Terbatas menggunakan istilah “penggabungan” untuk pengertian merger ini.
69
Perkembangan merger dalam sejarah mengalami pasang surut. Yang dapat ditarik dari sejarah tersebut adalah bahwa pasang surutnya merger mempunyai
korelasi positif dengan pasang surutnya bisnis dinegara yang bersangkutan. Artinya, pada saat keadaan bisnis dan ekonomi suatu negara sedang berkembang,
maka pada prinsipnya merger pun banyak dilakukan. Sebaliknya, pada saat ekonomi dalam keadaan resesi, maka kegiatan merger pun menurun. Hal ini wajar
68
Johannes Ibrahim, Hukum Organisasi Perusahaan-Pola Kemitraan dan Badan Hukum, Cet.Pertama, Bandung: PT Refika Aditama, 2006, hlm. 77-78.
69
Munir Fuady IV, Hukum Tentang Merger, Cet.Ketiga Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2008, hlm. 1-2
Universitas Sumatera Utara
karena merger dipandang sebagai salah satu cara memperluas usaha yang tentu memerlukan orang jika prospek bisnis di tempat tersebut tidak baik.
70
1. Pertimbangan pasar
Merger memiliki tujuan utama, yaitu untuk meningkatkan sinergi perusahaan. Sinergi akibat merger ini disebabkan adanya beberapa keuntungan,
yaitu
Pertimbangan pasar dimaksudkan untuk memperluas pangsa pasar, menghasilkan mata rantai produksi yang lengkap dan untuk memperluas
distribusi produk dalam satu area, atau memperluas area distribusi. 2.
Penghematan Distribusi Sistem distribusi termasuk sales, dealer, retail outlets dan transportation
facilities, diharapkan dapat menangani dua produk yang mempunyai metode distribusi dan pasar yang serupa melalui efisiensi biaya.
3. Diversifikasi
Diversifikasi merupakan salah satu cara penganekaragaman jenis, untuk meminimalisasikan risiko terhadap pasar tertentu dan atau untuk dapat
berpartisipasi pada bidang-bidang yang baru tumbuh. 4.
Keuntungan Manufaktur Alasan ini dapat mengefisiensikan kelemahan, kapasitas dan overhead,
sehingga permasalahan-permasalahan temporer dapat segera diatasi. 5.
Riset dan Pengembangan
70
Ibid, hlm. 13
Universitas Sumatera Utara
Riset dan Pengembangan tentunya harus didukung dengan biaya yang cukup, namun dengan dilakukannya merger maka biaya untuk melakukan riset dan
pengembangan dapat ditekan setinggi mungkin karena riset, dan pendidikan atau pelatihan dapat dilakukan dengan menggunakan laboratorium bersama.
6. Pertimbangan Keuangan
Pertimbangan keuangan diharapkan dapat berpengaruh kepada:
71
a. Earning per share
b. Corporate’s Image Improvement
c. Security and Stability Financial
7. Optimalisasi Akses Kekayaan Capital Access Optimalization.
Optimalisasi Akses Kekayaan dapat lebih didayagunakan oleh perusahaan dominan dan target.
8. Pertimbangan Sumber Daya Manusia
Setiap perusahaan yang mengalami kekurangan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia, maka dapat dilakukan knowledge atau experience transfer.
9. Kecanggihan dan Otomatisasi
Perkembangan bisnis menuju kepada penggunaan sarana yang semakin canggih dan otomatisasi. Sehingga diperlukan biaya tinggi dan kemampuan
SDM yang tangguh. Perusahaan-perusahaan kecil akan sulit mengikuti perkembangan ini kecuali dengan membesarkan diri, antara lain dilakukan
dengan merger. 10.
Penghematan Pajak.
72
71
Ibid, hlm. 88
Universitas Sumatera Utara
Untuk mengadakan suatu merger ada 2 dua macam metode, yaitu:
73
1. Fusi saham aandolfusio
Pada fusi saham dapat terjadi karena adanya pengoperan saham. 2.
Fusi perusahaan lodrijf fusio Pada fusi perusahaan terjadi dengan penggabungan perusahaan dari Perseroan
Terbatas – Perseroan Terbatas yang berfungsi. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
UUPT merupakan tonggak sejarah hukum tentang merger. Hal ini disebabkan Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas tersebutlah yang memulai mengatur
merger yang lumayan komprehensif di tingkat undang-undang. Sebelumnya terdapat pengaturan merger, yang bersifat sektoral dan pengaturannya masih pada
tingkat di bawah undang-undang. Oleh karena itu, sejarah hukum tentang merger dari perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat dibagi ke dalam dua periode, yaitu
Periode Pra-UUPT dan Periode Pasca-UUPT. 1.
Periode Sebelum Undang- Undang Perseroan Terbatas. Di Indonesia sejarah hukum tentang merger masih terbilang baru. Dalam
tingkat undang-undang, pengaturan tentang merger di Indonesia baru dimulai sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas. Praktik merger di Indonesia sudah mulai dilakukan sebelum berlakunya
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas pada dasarnya didasari pada dasar hukum sebagai berikut:
74
72
.Johannes Ibrahim, Op. Cit. , hlm. 82- 83.
73
Sri Redjeki Hartono, Kapita Selekta Hukum Perusahaan, Bandung: Mandar Maju, 2000, hlm. 96.
Universitas Sumatera Utara
a. Dasar hukum kontraktual
Ada dua macam ketentuan dalam KUH Perdata, khususnya buku ke-III yang berlaku terhadap suatu merger, yaitu:
1 Ketentuan tentang perikatan pada umumnya
Dalam KUH Perdata tidak diatur secara khusus mengenai perjanjian merger. Tidak ada satu Pasal pun yang berbicara tentang perjanjian
merger. Akan tetapi, dalam KUH Perdata tersebut buku ke-III terdapat ketentuan umum tentang perikatan yang diberlakukan terhadap setiap
jenis perjanjian, termasuk perjanjian merger. Ketentuan umum mengenai perikatan ini diatur mulai dari Pasal 1233 sampai dengan
Pasal 1456. 2
Ketentuan tentang perjanjian jual beli Dalam suatu deal merger antarperusahaan dalam teknik pelaksanaan
diperlukan adanya jual beli saham. Itu sebabnya dalam Pasal 11 dari Keputusan Menteri Keuangan Nomor 222KMK.0171993 tentang
Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank, ditentukan bahwa salah satu dokumen yang harus dilampirkan dalam
mengajukan permohonan untuk memperoleh izin merger izin tetap di samping akta perjanjian merger adalah akta jual beli saham.
Untuk suatu perjanjian jual beli, termasuk untuk jual beli saham, di samping berlaku ketentuan umum tentang perikatan yang terdapat di
bagian awal dari buku ke-II KUH Perdata sebagaimana telah disebutkan
74
Johannes Ibrahim, Op. Cit., hlm. 19.
Universitas Sumatera Utara
di atas, berlaku pula ketentuan khusus mengenai jual beli, yang terdapat mulai dari Pasal 1457 sampai dengan termasuk Pasal 1540 KUH
Perdata. Teknis pelaksanaan merger antara dua perusahaan sering dipakai
metode inbreng saham sebagai gantinya jual beli saham.
75
b. Dasar hukum bidang usaha khusus
Ada perseroan terbatas bidang tertentu yang mempunyai dasar hukum tersendiri sebelum adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas. Bidang yang diatur merger secara langsung oleh perundang-undangan sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1995 tentang Perseroan Terbatas adalah perseroan-perseroan terbatas bidang perbankan.
Sebelum adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, merger bank diatur dalam perundang-undangan. Untuk
merger dibidang perbankan, memang telah ada beberapa perundang- undangan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah, yaitu
1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 614 MK II 8 1971 tentang
Pemberian Kelonggaran Perpajakan kepada Bank-Bank Swasta Nasional yang melakukan penggabungan merger.
2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 278 KMK. 01 1989 Tanggal 25
Maret 1989 tentang Peleburan dan Penggabungan Usaha Bank.
75
Ibid, hlm. 20.
Universitas Sumatera Utara
3 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 21 15 BPPP Tanggal 25 Maret
1989 tentang Peleburan Usaha dan Penggabungan Usaha bagi Bank Umum Swasta Nasional, Bank Pembangunan, dan Bank Perkreditan
Rakyat. 4
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 222 KMK. 017 1993 Tanggal 26 Februari 1993 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger,
Konsolidasi, dan Akuisisi Bank. Keputusan Nomor 222 ini menggantikan Keputusan Nomor 278 KMK. 01 1989 tersebut di atas
dan akuisisi bank.
76
Praktik merger juga terjadi ketika pemerintah Republik Indonesia membongkar pasang perusahaan-perusahaan belanda yang dinasionalisasi
pada dekade 1950- an. Ketika itu pula The Big Five perusahaan Belanda dibongkar pasang oleh pemerintah Republik Indonesia. The Big Five tersebut
adalah: 1
Borsumij; 2
Jacoberg; 3
Geo Wehry; 4
Lindeteves;dan 5
Internatio. 2.
Periode Pasca-UUPT Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
mengatur tentang merger dengan komprehensif. Dapat dikatakan era merger
76
Ibid, hlm. 21.
Universitas Sumatera Utara
setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tersebut dicatat dalam sejarah hukum bisnis sebagai era kepastian hukum bagi tindakan merger.
salah satu kelebihan dari Undang-Undang Perseroan Terbatas yang tidak dimiliki oleh pasal-pasal tentang Perseroan Terbatas dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang adalah diaturnya mengenai merger, akuisisi, dan konsolidasi dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas tersebut.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas tersebut mengatur tentang merger, akuisisi, dan konsolidasi mulai dari Pasal 102 sampai
dengan Pasal 109 plus Pasal 76 mengenai kuorum dan voting dalam rapat umum pemegang saham untuk merger, akuisisi, dan konsolidasi.
Pada tanggal 24 Februari 1998 telah pula diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 yang mengganti ketentuan-ketentuan dalam Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Kemudian, Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas telah memperbaiki dan
mencatat Undang-Undang Perseroan Terbatas yang lama, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995.
Dalam bidang perbankan, setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, telah dikeluarkan beberapa perundang-
undangan yang berkenaan dengan merger, khususnya mengenai merger bank, yaitu
a. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 Tanggal 7 Mei 1999 tentang
Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank.
Universitas Sumatera Utara
b. Surat Keputusan Bank Indonesia Nomor 32 51 KEP DIR Tanggal 14
Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank Umum.
c. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32 52 KEP DIR
Tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank Perkreditan Rakyat.
77
Pengaturan Undang-Undang Perseroan Terbatas mengenai merger pada prinsipnya terfokus pada dua hal berikut:
a. Masalah prosedural
Apabila dilihat ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas, terlihat bahwa sebagian besar pengaturan tentang merger adalah berkenaan dengan
aspek prosedural tentang merger tersebut.
78
1 Tahap I rencana
Prosedur penggabungan berdasakan UUPT bersifat mengikat dan ketentuan ini tidak bisa tidak ditaati sebab penyimpangan terhadap
peraturan ini berakibat batalnya penggabungan perseroan yang bersangkutan.
Menurut Pasal 123 1 UUPT, Direksi perseroan yang akan menggabungkan diri dan menerima penggabungan menyusun
rancangan penggabungan.
79
77
Ibid, hlm. 24.
78
Ibid, hlm. 110- 111.
79
Handri Raharjo, Op. Cit., hlm. 119 .
Rancangan ini sekurang-kurangnya harus memuat:
Universitas Sumatera Utara
a Nama dan tempat kedudukan perseroan yang akan melakukan
penggabungan; b
Alasan serta penjelasan Direksi yang akan melakukan penggabungan dan persyaratan penggabungan;
c Tata cara penilaian dan konversi saham perseroan yang
menggabungkan diri terhadap saham perseroan yang menerima penggabungan;
d Rancangan perubahan anggaran dasar perseroan yang menerima
penggabungan apabila ada; e
Laporan keuangan; f
Rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari perseroan yang akan melakukan penggabungan;
g Neraca performa perseroan yang menerima penggabungan sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia; h
Cara penyelesaian status, hak, dan kewajiban anggota Direksi, dan Dewan Komisaris dan Karyawan perseroan;
i Cara penyelesaian hak dan kewajiban perseroan yang akan
menggabungkan diri terhadap pihak ketiga; j
Cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap penggabungan perseroan;
k Nama anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta gaji, honorarium
dan tunjangan bagi anggota Direksi dan Dewan Komisaris perseroan yang menerima penggabungan;
Universitas Sumatera Utara
l Perkiraan jangka waktu pelaksanaaan penggabungan;
m Laporan mengenai keadaan, perkembangan dan hasil yang dicapai
dari setiap perseroan yang akan melakukan penggabungan; n
Kegiatan utama setiap perseroan yang melakukan penggabungan dan perubahan yang terjadi selama tahun buku yang sedang berjalan;
o Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang
berjalan, yang mempengaruhi kegiatan beserta yang akan melakukan penggabungan.
80
2 Tahap II pemanggilan dan penyelenggaraan RUPS
Menurut Pasal 123 3 UUPT, rancangan penggabungan sebagaimana dimaksud, setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris dari setiap
perseroan kemudian diajukan kepada RUPS masing- masing untuk mendapat persetujuan.
3 Tahap III pelaksanaan penggabungan
4 Tahap IV permohonan izin penggabungan Ditujukan kepada instansi
terkait, khususnya perseroan yang bergerak di bidang tertentu. 5
Tahap V pengumuman pelaksanaan penggabungan Menurut Pasal 133 1, Direksi perseroan yang menerima
penggabungan wajib mengumumkan hasil penggabungan dalam satu surat kabar atau lebih dalam jangka waktu paling lambat 30 hari
terhitung sejak tanggal berlakunya penggabungan.
80
Rudhi Prasetya, Perseroan Terbatas Teori dan Praktik, Jakarta: Sinar Grafika, 2011, hlm. 154- 155.
Universitas Sumatera Utara
6 Tahap VI penyelenggaraan RUPS perseroan penerima penggabungan
7 Tahap VII pengajuan permohonan kepada Menteri Hukum dan HAM,
untuk pengesahan perubahan anggaran dasar. 8
Tahap VIII pengesahan perubahan anggaran dasar oleh Menteri Hukum dan HAM
9 Tahap IX tindak lanjut pembubaran yang digabungkan
81
b. Masalah protektif
Disamping hal-hal yang bersifat prosedural, Undang-Undang Perseroan Terbatas juga mengatur hal- hal yang bersifat protektif. Terdapat satu misi
dari Undang-Undang Perseroan Terbatas dalam hal pengaturan tentang merger, yakni misi untuk melindungi kepentingan pihak-pihak tertentu.
Adapun yang merupakan pihak-pihak yang oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas dipandang perlu untuk diberikan perlindungan khusus
adalah sebagai berikut: 1
Perlindungan kepentingan perseroan. 2
Perlindungan kepentingan pemegang saham minoritas. 3
Perlindungan kepentingan karyawan perusahaan. 4
Perlindungan kepentingan masyarakat. 5
Perlindungan kepentingan persaingan sehat. 6
Perlindungan kepentingan kreditor. 7
Perlindungan kepentingan mitra usaha.
81
Handri Raharjo, Op. Cit., hlm. 120.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu metode terhadap perlindungan para pihak, terutama kepentingan masyarakat adalah dengan diwajibkan melakukan pengumuman-
pengumuman di surat kabar dan berita negara terhadap tindakan atau tahap-tahap tertentu dalam proses pelaksanaan merger tersebut. Ini penting
agar pihak-pihak yang berkepentingan dapat mengetahuinya dan dapat mengambil langkah-langkah tertentu untuk melindungi dirinya dari
perbuatan merger yang mungkin merugikan kepentingannya.
82
Pelaksanaan merger dapat terjadi dengan 2 dua cara yaitu merger yang dilakukan secara sukarela ramah friendly merger dan merger yang dilakukan
dengan paksaan unfriendly hostile merger
83
1. Friendly Merger
Friendly merger merupakan merger yang dilakukan melalui Direksi masing- masing perseroan yang akan melakukan merger di mana perseroan yang akan
mengakuisisi acquiring company perseroan sasaran target company terlebih dahulu menghubungi Direksi perseroan sasaran sebelum suatu
merger plan disampaikan perseroan yang mengakuisisi kepada pemegang saham perseroan sasaran target company.
84
2. UnfriendlyHostile Merger
Kebalikan dari friendly merger, suatu unfriendly merger atau biasa disebut hostile merger merupakan merger yang dilakukan oleh perseroan yang akan
mengakuisisi acquiring company dengan membeli saham perseroan sasaran
82
Ibid, hlm 111
83
Cornelius Simanjuntak, Hukum Merger Perseroan Terbatas Teori dan Praktek, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2004, hlm. 31- 32.
84
Ibid, hlm. 32.
Universitas Sumatera Utara
target company secara langsung kepada pemegang saham perseroan sasaran target company tanpa terlebih dahulu menghubungi Direksi perseroan
sasaran.
85
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas memperkenalkan merger dengan atau tanpa likuidasi. Artinya bahwa para pihak
dapat memilih apakah perusahaan yang bubar karena merger tersebut:
86
1. Dilikuidasi atau
2. Tidak dilikuidasi.
Untuk lebih jelasnya, kedua hal tersebut dapat diterangkan satu per satu berikut ini.
1. Merger dengan likuidasi
Seperti telah disebutkan bahwa dalam suatu merger, salah satu perusahaan tetap hidup dan menjalankan bisnisnya sementara perusahaan-perusahaan lain
yang menggabungkan diri dibubarkan. Pembubaran perusahaan tersebut dapat dilakukan dengan likuidasi atau tanpa likuidasi.
Jika yang dipilih adalah merger dengan pembubaran perusahaan disertai likuidasi, berlaku hukum tentang likuidasi biasa secara mutatis mutandis.
Jadi, terhadap perusahaan yang bubar dan yang dilikuidasi karena merger tersebut berlaku hal-hal sebagai berikut:
a. Pendaftaran likuidasi dalam daftar perusahaan.
b. Diumumkan likuidasi dalam berita negara.
c. Likuidasi diumumkan dalam dua surat kabar harian.
85
Munir Fuady IV, Op. Cit., hlm. 32.
86
Ibid, hlm. 109.
Universitas Sumatera Utara
d. Likuidasi diberitahukan kepada Menteri Kehakiman.
e. Pendaftaran, pengumuman, dan pemberitahuan tersebut dilakukan oleh
pihak likuidator. f.
Dilakukan Rapat Umum Pemegang Saham untuk likuidasi yang dapat dilakukan sekaligus dengan Rapat Umum Pemegang Saham untuk merger.
g. Perusahaan yang dilikuidasi dibereskan boedelnya oleh likuidator. Jadi,
aktiva, pasiva, dan karyawan dari perusahaan yang di likuidasi tidak otomatis beralih kepada perusahaan hasil merger.
87
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak lagi mengenal merger dengan likuidasi, tetapi yang diakui hanyalah merger tanpa
likuidasi. 2.
Merger tanpa likuidasi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas hanya
mengenal suatu merger tanpa dilakukan likuidasi terhadap perusahaan yang bubar. Jadi, perusahaan yang bubar karena merger, bubar tanpa dilikuidasi.
Terhadap merger dengan pembubaran perusahaan tanpa likuidasi ini, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Seluruh aktiva perusahaan yang dibubarkan beralih secara hukum kepada
perusahaan yang eksis. b.
Seluruh kewajiban perusahaan yang dibubarkan beralih secara hukum kepada perusahaan yang eksis.
87
Ibid, hlm. 110.
Universitas Sumatera Utara
c. Pemegang saham dari perusahaan yang dibubarkan beralih secara hukum
menjadi pemegang saham perusahaan yang eksis, kecuali pemegang saham minoritas yang tidak setuju dengan merger, dalam hal ini dia dapat
menjual sahamnya dengan harga yang wajar. d.
Sungguhpun dalam setiap merger harus memerhatikan kepentingan karyawan, perusahaan yang bubar karena merger tanpa likuidasi tidak
mesti mengalihkan semua karyawan kepada perusahaan yang eksis. Pasal 122 ayat 3 juncto Pasal 126 ayat 1 Undang-Undang Perseroan Terbatas.
e. Perusahaan yang bubar tidak perlu dibereskan secara hukum sebab tidak
ada dokumen yang perlu dibereskan, tetapi perlu dilakukan penyelesaian administrasi terhadap perusahaan yang bubar tersebut dengan cara dan
kegiatan yang sama dengan pembubaran dengan likuidasi, yaitu berupa: 1
Pendaftaran pembubaran perusahaan dalam daftar perusahaan. 2
Diumumkan pembubaran perusahaan dalam berita negara. 3
Pembubaran perusahaan diumumkan dalam dua surat kabar harian. 4
Pembubaran perusahaan diberitahukan kepada Menteri Kehakiman. 5
Pendaftaran, pengumuman, dan pemberitahuan tersebut dilakukan oleh pihak yang ditunjuk oleh Rapat Umum Pemegang Saham untuk
pembubaran perusahaan yang bersangkutan. 6
Dilakukan Rapat Umum Pemegang Saham.
88
88
Ibid, hlm. 110.
Universitas Sumatera Utara
B. Merger Lintas Negara