Pendidikan akhlak dalam keluarga sebagai upaya pembentukan sikap tanggung jawab sosial anak ; studi kualitatif pada warga RW 07 Jatiasih Bekasi

(1)

PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KELUARGA

SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN SIKAP

TANGGUNG JAWAB SOSIAL ANAK

(STUDI KUALITATIF PADA WARGA RW 07 JATIASIH

BEKASI)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam Pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Disusun Oleh: HERAWATI 105011000160

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul: “Pendidikan Akhlak dalam Keluarga Sebagai Upaya Pembentukan Sikap Tanggung Jawab Sosial Anak (Studi Kualitatif pada Warga Rw 07 Jatiasih Bekasi)” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasyah pada 02 September 2010 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar sarjana S1 (S.Pd.I) dalam bidang Pendidikan Agama.

Jakarta, Desember 2010 Panitia Ujian Munaqasyah

Ketua Panitia (ketua Jurusan / Program studi) Tanggal Tanda Tangan Bahrissalim, M. Ag. ... ... NIP. : 19680307 199803 1 002

Sekretaris (Sekretaris Jurusan / Prodi)

Drs. Sapiuddin Shiddiq, M. A. ... ... NIP. : 19670328 200003 1 001

Penguji I

Drs. Sapiuddin Shiddiq, M. A. ... ... NIP. : 19670328 200003 1 001

Penguji II

Dr. Zaimuddin, M. A. ... ... NIP. : 19590705 199103 1 002

Mengetahui: Dekan,

Prof. Dede Rosyada, M. A. NIP. : 19571005 198703 1 003


(3)

SURAT PERNYATAAN ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Herawati

NIM : 105011000140

Jurusan/Semester : Pendidikan Agama Islam/X Angkatan Tahun : 2005

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi dengan judul “Pendidikan Akhlak dalam Keluarga Sebagai Upaya Pembentukan Sikap Tanggung Jawab Sosial Anak (Studi Kualitatif pada Warga RW 07 Jati Asih Bekasi) adalah benar hasil karta sendiri di bawah bimbingan dosen Dr. Sururin, M. Ag..

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima konsekuensi secara akademis, apabila ternyata skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, 17 Juni 2010 Menyatakan,

Herawati 105011000140


(4)

i ABSTRAKSI

Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang keberadaannya mencerminkan kualitas bangsa. Keluarga adalah lembaga pendidikan pertama dan utama bagi para kader-kader bangsa. Dan keluarga pun sebagai cermin tegaknya suatu kepemimpinan walau tanpa terorganisir.

Di dalamnya terdapat proses interaksi yang bermakna sebagai proses pendidikan. Pesan-pesan intelektual dan emosional tertransfer dengan baik dari orang tua sebagai pendidik kepada anak sebagai peserta didik. Anak sebagai peserta didik yang mempunyai naluri untuk mencontoh apa yang dia lihat dan dia ketahui dari kedua orang tuanya secara cepat akan mencontoh sehingga tertanam dalam dirinya.

Sikap anak yang cenderung mencari model untuk ditiru tersebut memberikan perhatian yang sangat penting terhadap para orang tua untuk berperilaku dan bertutur kepada anak. Hal ini pun dikarenakan setiap orang tua mempunyai cita-cita yang terbaik untuk anak-anaknya, seperti anak yang berbakti, sukses dan taat beribadah.

Untuk mewujudkan cita-cita tersebut para orang tua dengan penuh semangat bahkan sampai melupakan waktu bersama keluarga untuk mencari nafkah agar dapat memenuhi biaya-biaya pendidikan dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Namun, ada yang terlupakan oleh para orang tua, bahwa upaya yang dilakukan itu tidaklah cukup untuk mewujudkan cita-cita mereka.

Anak memerlukan kasih sayang dari orang tuanya baik melalui ucapan atau perbuatan. Anak membutuhkan tempat perlindungan yang mampu menampung rasa kebahagiannya, kesedihannya dan keluh-kesahnya. Untuk itu, dibutuhkan interaksi yang baik antara orang tua dan anak dengan adanya waktu untuk berkumpul bagi keluarga.

Selain itu, para orang tua pun harus mengikutsertakan anak untuk mengambil keputusan dalam hal-hal yang terkait dengannya seperti, menentukan sekolah, makanan dan tempat rekreasi. Atau bahkan orang tua mengajak anak berdiskusi untuk memecahkan sebuah masalahnya dengan memberikan kesempatan pada anak untuk mengemukakan pendapatnya dan kemudian orang tua mengarahkannya. Apalagi anak yang beranjak remaja awal mulai kritis dalam menilai sesuatu, tentunya hal ini memberikan peluang bagi anak agar dapat memilih dan membedakan antara hal yang baik dan buruk tanpa adanya tekanan atau paksaan dari orang tua dan dapat menumbuhkan kesadaran tentang sikap tanggung jawab.

Hal tersebut di atas merupakan pendidikan akhlak dalam keluarga yang mampu menjadikan anak yang mempunyai akhlak yang baik dan terpuji. Peluang memilih bagi anak sangat penting untuk menumbuhkan sikap tanggung jawab pada dirinya. Tanggung jawab merupakan salah satu sikap terpuji yang membutuhkan keberanian, kerelaan dan keikhlasan. Sedangkan pemilihan lokasi penelitian yaitu Rw 07 Jatiasih Bekasi karena lokasi dalam tahap pembangunan yang banyak mendatangkan penduduk dari berbagai wilayah sehingga penduduknya bersifat heterogen dan kemudian mempunyai keragaman dalam pendidikannya.


(5)

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah wa syukurillah senantiasa terucap hanya untuk Sang Khaliq Yang Maha Esa Raja bagi seluruh alam, karena dengan limpahan karunia, nikmat dan rahmat-Nya akhirnya tugas terakhir dalam pendidikan ini telah selesai. Nikmat-Nya yang terus abadi sampai kapan pun, yang tidak dapat diukur dengan hitungan angka, dan tidak akan cukup terungkap dengan untaian kata-kata dengan sejuta makna. Kesehatan jasmani dan rohani, panjang umur dan akal yang terus berpikir adalah sebagian kecil dari nikmat-Nya. Oleh karena itu, selesainya tugas akhir ini adalah atas kehendak-Nya dan kasih sayang-Nya.

Shalawat dan salam untuk Nabi Muhammad SAW yang dengan keimanan yang teguh, kesabaran dan keikhlasan telah menyampaikan ajaran Allah SWT kepada umatnya. Beliau merupakan guru dari segala guru besar yang pernah ada. Panglima besar diantara panglima besar yang pernah ada. Nabi memberikan contoh dan ajaran agama kepada umatnya dan menetapkan peraturan-peraturan dengan berdasarkan cinta kasih dan sayang.

Terima kasih atas bantuan yang diberikan untuk terlaksananya pengajaran, bimbingan dan latihan serta fasilitas dalam terlaksananya pendidikan dari awal sampai akhir. Adapun pihak-pihak yang andil dalam pendidikan ini, diantaranya:

1. Bapak Dede Rosyada sebagai Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah.

2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah.

3. Bapak Zaimuddin M. Ag. sebagai dosen penasihat akademik yang memberikan motivasi untuk menjalankan penelitian dengan sungguh-sungguh.

4. Ibu Sururin M. Ag. sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan koreksi dan sumbangan


(6)

iii

pemikiran pada saat bimbingan serta telah memberikan motivasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

5. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan ilmu tanpa lelah dan penuh dengan keikhlasan. Serta staf administrasi yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan segala kelengkapan surat menyurat dan sebagainya.

6. Orang tua tersayang, yaitu Ayahanda Rohali Amin dan Ibunda Mulya Syuaib (almrh.), yang telah banyak berkorban tanpa kenal lelah, selalu berdoa tanpa kenal waktu dan selalu memberikan semangat tanpa henti. 7. Kakanda tersayang, Arjawi dan Nur Syiddah, Armawi dan Melly,

Jamiluddin dan Satya, Ida Sa’idah dan H. Abdur Rahman Hakim, Darul ‘Ulum dan Tati Yuningsih, Makmun dan Masni, Nurjayadi dan Anita dan Kiki Zakiyah dan H. Hasanain yang telah memberikan fasilitas baik berupa materi maupun non materi. Terima kasih atas doanya juga.

8. Sandhytia Nur Ramadhan yang telah memberikan support dan bersedia dengan senang hati menemani di kampus, perpus maupun di toko buku. 9. Teman-teman PAI Angkatan 2005 terutama PAI D yang telah bahu

membahu agar semua teman-teman dapat menempuh tugas akhir dengan baik dan sukses.

Perasaan bahagia yang penuh dengan rasa syukur kepada Allah SWT Dan rasa terima kasih kepada semua pihak yang terkait. Semoga kebaikan dan keikhlasan mereka dibalas oleh Allah SWT dengan sebaik-baiknya pembalasan. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

Jakarta, 17 Juni 2010


(7)

iv DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ...i

KATA PENGANTAR ...ii

DAFTAR ISI ...iv

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ...vii

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Masalah dan Rumusan Masalah ...8

1. Identifikasi Masalah ...8

2. Batasan Masalah...8

3. Rumusan Masalah ...9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...9

D. Tujuan Penelitian ...9

E. Manfaat Penelitian ...9

F. Sistematika Penulisan ...10

BAB II PENDIDIKAN AKHLAK, KELUARGA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL ...12

A. Pendidikan Akhlak ...12

1. Pengertian Pendidikan Akhlak ...12

2. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak ...15

B. Keluarga ...20

1. Pengertian Keluarga ...20

2. Fungsi Keluarga sebagai Lembaga Pendidikan ...22

3. Macam-macam Pola Pendidikan dalam Keluarga ...23

4. Sifat-sifat Umum dan Khusus Pendidikan Keluarga...25

C. Tanggung Jawab Sosial ...27

1. Pengertian Tanggung Jawab Sosial ...27

2. Hak dan Kewajiban Terhadap Orang lain ...29

D. Pendidikan Akhlak dalam Keluarga ...33

1. Landasan Pendidikan Akhlak dalam Keluarga ...33

2. Metode Pendidikan Akhlak dalam Keluarga ...35


(8)

v

E. Pendidikan Akhlak dalam Keluarga Sebagai Upaya Pembentukan Sikap

Tanggung Jawab Sosial Anak ...40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...43

A. Waktu dan Tempat Penelitian ...43

B. Pendekatan dan Metode...44

C. Sumber Data ...44

D. Responden ...44

E. Teknik Pengumpulan Data ...45

F. Teknik Analisa Data ...46

G. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data ...46

BAB IV PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KELUARGA PADA WARGA RW 07 KECAMATAN JATIASIH BEKASI ...48

A. Gambaran Umum Rw 07 Jatiasih Bekasi ...48

1. Letak RW 07 Jatiasih Bekasi ...48

2. Struktur Organisasi ...49

3. Sarana dan Prasarana serta Acara Sosial ...51

B. Karakteristik Responden ...53

C. Pendidikan Akhlak dalam Keluarga pada Warga RW 07 Kecamatan Jatiasih Bekasi ...54

1. HabluMinallah ...55

2. HabluMinannafs ...57

3. HabluMinannas ...58

4. HabluMinal’alam ...59

BAB V SIKAP TANGGUNG JAWAB SOSIAL YANG TERDAPAT PADA WARGA RW 07 KECAMATAN JATIASIH BEKASI ...62

A. Tanggung Jawab kepada Orang Tua………...62

B. Tanggung Jawab kepada Saudara………...64


(9)

vi

BAB VI SIKAP TANGGUNG JAWAB SOSIAL PADA ANAK DAPAT TERBENTUK MELALUI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KELUARGA

WARGA RW 07 KECAMATAN JATIASIH BEKASI ...69

A. Kebiasaan Orang Tua……….69

B. Pendidikan Akhlak Melalui Keteladanan………...72

C. Diskomunikasi………73

D. Sikap Tanggung Jawab Sosial pada Anak………..75

BAB VII PENUTUP……….77

A. Kesimpulan……….77

B. Saran………...78

DAFTAR PUSTAKA………...79 CATATAN LAPANGAN


(10)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Data Pendidikan Orang Tua ...53

Tabel 2 Data Pekerjaan Orang Tua ...54

DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Peta Lokasi ...49

Gambar 2 Struktur Organisasi ...50

Gambar 3 Sarana dan Prasarana serta Acara Sosial...51


(11)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini dengan terjadinya perkembangan global disegala bidang kehidupan, selain mengindikasikan kemajuan umat manusia di satu pihak, juga mengindikasikan kemunduran akhlak di pihak lain. Hal ini dikarenakan kemajuan kebudayaan melalui pengembangan IPTEK tidak diimbangi dengan kemajuan moral akhlak. Ironisnya, semakin tinggi kemajuan teknologi yang dihasilkan semakin membuat manusia kehilangan jati diri yang sesungguhnya atau membuatnya menjadi tidak manusiawi.

Stasiun televisi dan artikel di media cetak yang merupakan salah satu sumber informasi banyak menggambarkan tentang berbagai tindak kejahatan, tindakan anarkis, tawuran yang dilakukan oleh orang dewasa, anak-anak di bawah umur pun melakukan tindak kejahatan seperti siswa Sekolah Menengah Pertama di Sidoarjo, Jawa Timur, dicokok setelah mencuri sebuah sepeda motor, mereka ngebet memiliki motor, sementara orang tua tidak mampu membelikan.1 Selain itu, ada pula tentang beberapa orang wakil rakyat yang seharusnya menjadi contoh dan membela rakyak malah berbalik arah menjadi seorang yang menikam rakyat melalui sifat semutnya2 seperti BUMN menjadi salah satu

1

Heri Susetyo, “Tiga Siswa SMP Dicokok Setelah Mencuri Motor, Metrotvnews.com,

Kamis, 22 Oktober 2009 20:08 WIB.

2

Sifat semut yaitu “budaya menumpuk,” yaitu menghimpun dan menumpuk ilmu (tanpa mengolahnya) dan materi (tanpa disesuaikan dengan kebutuhan). (M. Quraish Shihab, Lentera Hati; Kisah dan Hikmah Kehidupan, (Bandung: Mizan, 1994), h. 191)


(12)

2

lembaga paling banyak melakukan praktik korupsi.3 Hal tersebut menyampaikan pesan bahwa sudah sedemikian terpuruknya akhlak moral manusia Indonesia.

Manusia diciptakan oleh Allah SWT bertujuan untuk menjadi seorang ‘abid dan khalifah di muka bumi. Hal ini berdasarkan firman-Nya dalam QS. Adz-Dzariyat: 56,





“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”4

Dan QS. Al-Baqarah: 30























“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."”5

Peran manusia sebagai ‘abid yaitu sebagai hamba yang beribadah kepada Allah SWT sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw seperti ibadah sholat, puasa, zakat dan haji. Hal ini pun memberikan pengertian bahwa “manusia dalam kehidupan di muka bumi ini tidak terlepas dari kekuasaan yang transendental”.6

3

Frans Agung Setiawan, “BUMN Terkorup, SBY Didesak Lakukan Pengawasan Ketat

Anggaran”, Laporan wartawan KOMPAS.comSelasa, 20 Oktober 2009, 15:15 WIB

4

Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemah, (Semarang: CV. Asy-Syifa, 2007) h. 1175

5

Departemen Agama RI, al-Qur’an…,h. 11

6

Samsul Nizar, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), Cet. I, h. 65


(13)

3

Memang sejak zaman dahulu manusia telah memiliki kecenderungan untuk percaya bahwa di luar dirinya terdapat kekuatan yang lebih berkuasa dan menguasai seluruh kehidupan. Oleh karena itu, Allah SWT menciptakan manusia dengan salah satu potensinya yaitu untuk mengenal Tuhannya dengan melalui agama.

Sedangkan khalifah merupakan pengemban amanat untuk mengelola wilayah yang ada di muka bumi dengan sebaik-baiknya, seperti mengelola pemerintahan yang mencakup hubungan antar manusia dengan manusia atau manuisa dengan lingkungannya.

Muhammad Baqir Al-Shadr mengupas surat Al-Baqarah ayat 30 dengan menggunakan metode tematik, beliau mengemukakan bahwa kekhalifahan mempunyai tiga unsur yang saling terkait. Kemudian ditambahkannya unsur keempat yang berada di luar, namun amat menentukan arti kekhalifahan dalam pandangan Al-Qur’an. Adapun unsur-unsur tersebut yaitu:

1. Manusia, yang dalam hal ini dinamai Khalifah.

2. Alam raya, yang ditunjuk oleh ayat Al-Baqarah sebagai, Ardh.

3. Hubungan antara manusia dengan alam dan segala isinya, termasuk dengan manusia.

4. Unsur yang ke empat yang berada di luar adalah yang digambarkan oleh ayat tersebut dengan kata Inni Ja’il atau Inna Ja’alnaka Khalifat yaitu yang memberi penugasan, yakni Allah SWT.7

Tugas yang diberikan oleh Allah SWT itu tidak dapat terwujud tanpa adanya usaha yang dilakukan. Untuk itu, diwujudkan oleh Nabi Muhammad Saw melalui jalur pendidikan, seperti Nabi memerintahkan para budak yang pandai baca tulis untuk mengajarkan anak-anak muslim baca tulis.

Pendidikan menjadi kata kunci dalam pembentukan diri seseorang. Bermula dari bentuk sederhana proses mendidik pada masa Nabi Muhammad Saw, lambat laun ketika struktur masyarakat menjurus pada arah yang lebih kompleks, kehadiran pendidikan melalui wajah ‘institusi’ menjadi keniscayaan. Kehadiran institusi yang diharapkan mampu menggantikan posisi ayah dan ibu –

7

M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, fungsi dan peran wahyu dalam kehidupan masyarakat, (Bandung: Mizan, 2007) Cet. XXX, h. 158-159


(14)

4

membimbing, merawat dan mendidik anak – tak dapat dilepaskan dari pentingnya makna pendidikan itu sendiri. Penggantian posisi orang tua dalam mendidik anak, dipahami sebagai proses sosial yang memiliki dinamika untuk bergerak.

Akan tetapi, yang perlu menjadi perhatian disini, adalah proses perubahan peran tersebut dalam cakupannya yang lebih luas. Di satu sisi, perubahan peran disebabkan oleh suatu proses sosial, orang tua yang lebih disibukkan oleh aktifitas di luar rumah dalam mencari nafkah keluarga dibanding dengan kesediaan waktunya untuk menemani anaknya, di sisi lain perubahan ini pula menjadi dasar untuk menarik kesimpulan bahwa pendidikan adalah segala-galanya. Dengan demikian, dapat dilihat bagaimana bangsa Yunani mendudukan pendidikan dalam kaca mata yang luhur, artinya proses pendidikan sedapat mungkin harus dilakukan oleh orang tua semenjak dini kepada anak-anaknya.

Sementara itu, jika peran sosial lebih menuntut orang tua untuk berkiprah di luar, maka hendaknya proses mendidik anak tidak menjadi terbengkalai. Inipun dengan catatan, bahwa pergantian peran tersebut hanya sebatas mengisi kekosongan kecil yang ditinggalkan oleh orang tua bagi anak-anaknya. Sedangkan porsi terbesarnya tetap dipegang oleh orang tua sebagai pihak yang sangat vital dalam perkembangan anak.

Lembaga pendidikan dalam keluarga mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencetak tujuan diciptakannya manusia yang telah ditetapkan Allah SWT tersebut. Selain pendidikan dalam keluarga yang harus berjalan secara maksimal maka lembaga pendidikan yang lain baik sekolah, majlis pengajian, maupun lembaga pendidikan yang terdapat dalam masyarakat harus berjalan maksimal pula dan harus berintegrasi untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang diharapkan.

Era transparansi sekarang ini memperlihatkan betapa pentingnya fungsi keluarga sebagai lembaga pendidikan. Di mana dengan hitungan detik gambaran budaya luar yang bersifat negatif dapat diketahui di berbagai Negara, dari hal gaya pergaulan bebas, model rambut dan warnanya, penampilan busana yang


(15)

5

memperlihatkan sebagian anggota tubuh dan lain sebagainya. Belum lagi dampak negatif dari berkembangnya teknologi yang memudahkan kehidupan manusia. Dengan ini banyak orang-orang yang berlomba-lomba untuk memiliki fasilitas yang ada dan mereka melupakan hal-hal yang sangat prinsipil yang kemudian larut dalam kehidupan materialistis dan penuh dengan sifat keegoisan. Dengan bukti berupa data-data tentang keterpurukan akhlak moral manusia Indonesia, seharusnya yang dilakukan bukan lah mencari-cari siapa yang salah atau dalang dibalik kekacauan ini. Hal yang harus dilakukan adalah membenahi jiwa dengan akhlak karimah yang sudah Rasulullah Saw contohkan yaitu membenahi diri sendiri dan kemudian melalui pendidikan dalam keluarga. Membenahi diri sendiri seperti seorang ayah yang bekerja keras di luar untuk memenuhi kebutuhan keluarga tidak bersikap semena-mena terhadap ibu tetapi menghargainya sebagai partnership relation.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa manusia diciptakan Sang Khalik untuk mengemban tugas yang sangat berat sampai-sampai para malaikat dan gunung-gunung pun menolak untuk menerima amanat itu. Tugas yang diemban manusia adalah sebagai khalifah di muka bumi Allah SWT ini. Masyarakat muslim tentunya harus memperhatikan pendidikan anaknya untuk menjadi seorang khalifah yang baik di hadapan Allah SWT. dan di hadapan semua makhluk. Untuk itu dalam keluarga sangat penting adanya pendidikan akhlak yang mana seorang anak sejak dini dididik untuk mempunyai tanggung jawab bagi dirinya sendiri dan yang penting memiliki tanggung jawab yang merupakan wujud dari perannya sebagai makhluk bertuhan dan makhluk sosial.

Tetapi pendidikan akhlak dalam keluarga saat ini hanya berbentuk penekanan untuk melakukan hal yang baik tanpa diberikan pemahaman yang mendalam tentang akhlak yang baik tersebut. Penekanan ini tidak akan berhasil, kerena pendidikan akhlak sangat berkaitan erat dengan ranah afektif yang berhubungan dengan rasional dan emosional. Pendidikan yang seperti ini mengakibatkan si anak tidak cepat tanggap ketika harus melakukan hal yang baik dan kurang menyadarkan si anak untuk berbuat baik.


(16)

6

Salah satu contoh konkritnya yaitu ketika ibu meminta tolong kepada anaknya untuk membelikan barang yang tidak tersedia di rumah, penekanan di sini si ibu hanya berkata atau memberi pengertian bahwa jika seseorang yang lebih tua memerintah maka orang yang lebih muda atau kecil harus patuh, jika tidak mau maka dia (orang yang lebih muda) akan mendapatkan dosa. Penekanan sikap di sini kurang memberikan arahan kepada anak yang akan membuat anak kurang menyadari tentang hak dan kewajibannya sebagai seorang anak. Oleh karena itu, pendidikan akhlak dalam keluarga harus dapat menumbuhkan kesadaran anak dengan memberikan pemahaman tentang akhlak karimah disertai dengan contoh konkrit dari ayah dan ibu yang merupakan pendidik bagi anak.

Masa yang sangat menghawatirkan bagi pertumbuhan anak yaitu pada masa remaja (12-18). Masa ini juga disebut masa genital/reproduksi.8 Pada masa ini jika para orang tua tidak cepat menanganinya dengan baik maka akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya anak menjadi gelisah, bingung, malu, takut dan sebagainya. Untuk pencegahannya, orang tua harus menjadi teman untuk memahami anak dan memberikan penjelasan untuk mempunyai segala persiapan-persiapan yang dibutuhkan sesuai dengan bertambahnya umur mereka.

Sebagai contoh di warga RW 07 Jati asih bekasi. Ada dua keluarga dari beberapa keluarga di wilayahnya yang mempunyai anak sudah menduduki usia sekolah SMP. Keluarga yang satu mempunyai anak yang disenangi banyak orang, anak ini bergaul dengan ramah terhadap semua orang, baik yang lebih kecil, sebaya maupun yang lebih tua. Sedangkan yang kedua mempunyai anak yang tidak disenangi banyak orang karena kenakalannya dan suka mengganggu anak yang lebih kecil, teman sebaya dan tidak menghormati orang yang lebih tua. Fenomena dari dua keluarga ini sangat bertolak belakang sehingga patut

8

Disebut masa demikian karena pada masa ini perkembangan jasmani sudah sedemikian rupa, sehingga mampu mengeluarkan benih manusia baru. Anak laki-laki

mengeluarkan sperma dan anak perempuan mulai menstruasi. (R.I. Suhartin C., Cara Mendidik


(17)

7

untuk diteliti dalam hal pendidikan akhlak dalam kelurga sebagai upaya pembentukan sikap tanggung jawab sosial anak.

Selain hal tersebut di atas, penelitian ini ditujukan pada keluarga yang di dalamnya terdapat anak usia sekolah SMP dikarenakan pada masa awal Sekolah Menengah Pertama anak membutuhkan segala persiapan pemahaman-pemahaman untuk dapat mengerti dirinya sendiri dan dapat berinteraksi sosial dengan baik. Masa remaja awal ini ditandai sebagai perasaan yang sangat peka; remaja mengalami badai dan topan dalam kehidupan perasaan dan emosinya; dan tidak aneh lagi bagi orang yang mengerti kalau melihat sikap dan sifat remaja yang sesekali bergairah dalam bekerja tiba-tiba berganti lesu, kegembiraan yang meledak-ledak bertukar rasa sedih yang sangat, rasa yakin diri berganti rasa ragu diri yang berlebihan.9

Pemilihan wilayah di warga RW 07 Jati Asih Bekasi karena wilayah ini merupakan salah satu warga yang wilayahnya sedang mengalami banyak pembangunan. Pembangunan ini membuat pertambahan penduduk baik dari kota maupun dari desa. Hal ini membuat warga setempat tidak lagi bersifat homogen tetapi bersifat heterogen. Beraneka ragam latar belakang penduduk ini akan mempengaruhi corak pemikiran dan perilaku penduduk sekitar, seperti seorang istri tidak lagi diam di rumah tetapi bekerja untuk membantu suami dalam mencukupi kebutuhan keluarga. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan di lokasi ini untuk mengetahui pendidikan akhlak dalam keluarga untuk membentuk sikap tanggung jawab sosial anak.

B. Masalah dan Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

a. Orang tua terlalu sibuk bekerja di luar rumah.

b. Orang tua kurang memberikan pengajaran tentang keharusan bersikap dan berperilaku yang baik terhadap orang lain.

9

Muhibbuddin Al Insaniyah, Memahami-Remaja, dari http://sosbud.kompasiana.com,


(18)

8

c. Kurangnya contoh yang konkrit dari orang tua tentang sikap tanggung jawab.

d. Rendahnya pengembangan kemampuan anak dalam ranah afektif dan psikomotorik seperti anak malas bekerja dan kurang membantu orang tuanya.

e. Kurangnya pemahaman orang tua tentang masa genital/reproduksi yang dialami anak pada usia SMP.

f. Orang tua tidak menangani anak di masa genital/reproduksi dengan baik.

g. Pembangunan di kecamatan Jati Asih Bekasi Selatan menyebabkan penambahan penduduk yang bersifat heterogen yang mengakibatkan kecenderungan akan material semakin meningkat dengan tidak diimbangi pendidikan akhlak dalam keluarga.

2. Batasan Masalah

Pendidikan akhlak dalam keluarga ini dibatasi pada warga RW.07 kecamatan Jati Asih Bekasi Selatan yang di dalamnya terdapat anak usia sekolah SMP.

3. Rumusan Masalah

Dari identifikasi masalah dan batasannya maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:

”Bagaimana pelaksanaan pendidikan akhlak dalam keluarga untuk membentuk sikap tanggung jawab sosial pada anak di RW 07 Jati Asih Bekasi Selatan?”

C. Tujuan dan Manfaat 1. Tujuan

Tujuan dalam penelitian ini adalah:

a. Bertujuan untuk mengetahui pendidikan akhlak dalam keluarga pada warga RW 07 kecamatan Jati Asih Bekasi Selatan.

b. Bertujuan untuk mengetahui sikap tanggung jawab sosial warga RW 07 kecamatan Jati Asih Bekasi Selatan.


(19)

9

c. Bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pendidikan akhlak dalam keluarga untuk membentuk sikap tanggung jawab sosial pada anak di RW 07 Jati Asih Bekasi Selatan.

2. Manfaat a. Teoritis

 Untuk menambah khazanah keilmuan.

 Sebagai dokumentasi perpustakaan tentang pendidikan akhlak dalam keluarga sebagai upaya pembentukan sikap tanggung jawab sosial anak.

b. Praktis

 Sebagai sumbangan pikiran dalam bentuk tulisan yang bersifat ilmiah guna dapat bermanfaat oleh berbagai pihak yang memerlukannya.

 Menambah pengetahuan penulis dalam bidang pendidikan akhlak dalam keluarga dan pentingnya pembinaan sikap tanggung jawab sejakdini.

D. Sistematika Penulisan

Pembahasan dalam skripsi ini terdiri dari lima bab dan setiap bab-bab pembahasan dengan sistematika penyusunan sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah; permasalahan yang terdiri dari identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah; tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : Pendidikan Akhlak, terdiri dari Pengertian Pendidikan Akhlak, dan Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak; Keluarga, terdiri dari Pengertian keluarga, Fungsi keluarga sebagai Lembaga Pendidikan, Macam-macam Pola Pendidikan dalam Keluarga, dan Sifat-sifat Umum dan Khusus Pendidikan dalam Keluarga; Tanggung Jawab Sosial, yang terdiri dari Pengertian tanggung jawab sosial, dan Hak dan Kewajiban Terhadap Orang Lain; Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga, yang terdiri dari Landasan Pendidikan Akhlak Dalam


(20)

10

Keluarga, Metode Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga, dan Tujuan dan Manfaat Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga; dan Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga Sebagai Upaya Pembentukan Sikap Tanggung Jawab Sosial Anak.

BAB III : Metodologi penelitian, yang terdiri dari Waktu dan Tempat Penelitian, Pendekatan dan Metode, Sumber Data, Responden, Teknik Pengumpulan Data, Teknik analisa data, dan Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data.

BAB IV : Pendidikan akhlak dalam keluarga pada warga rw 07 kecamatan jati asih bekasi selatan, yang terdiri dari Gambaran Umum RW 07 Jati Asih Bekasi Selatan, Letak RW 07 Jati Asih Bekasi Selatan, Struktur Organisasi, dan Sarana dan Prasarana serta Acara Sosial; Karakteristik Responden; Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga Pada Warga RW 07 Kecamatan Jati Asih Bekasi Selatan, yang terdiri dari Hablu Minallah, Hablu Minnafs, Hablu Minannas dan Hablu Minal’alam.

BAB V : Sikap tanggung jawab sosial yang terdapat pada warga rw 07 kecamatan jati asih bekasi selatan, yang terdiri dari Indikator I, Indikator II, dan Indikator III.

BAB VI : Sikap tanggung jawab sosial pada anak dapat terbentuk melalui pendidikan akhlak dalam keluarga warga rw 07 kecamatan jati asih bekasi selatan.

BAB VII : Penutup, yang terdiri dari Kesimpulan dan saran.


(21)

11 BAB II

PENDIDIKAN AKHLAK, KELUARGA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL

A. Pendidikan Akhlak

1. Pengertian Pendidikan Akhlak

Istilah pendidikan berasal dari kata “didik” yang diberi awalan “pe” dan akhiran “an”, mengandung arti “perbuatan” (hal, cara, dan sebagainya). Istilah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pendidikan ialah “proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan


(22)

12

manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.10 Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 ayat 1 dikemukakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.11 Menurut Ibrahim Amini dalam bukunya Agar Tak Salah Mendidik mengatakan bahwa, “pendidikan adalah memilih tindakan dan perkataan yang sesuai, menciptakan syarat-syarat dan faktor-faktor yang diperlukan dan membantu seorang individu yang menjadi objek pendidikan supaya dapat dengan sempurna mengembangkan segenap potensi yang ada dalam dirinya dan secara perlahan-lahan bergerak maju menuju tujuan dan kesempurnaan yang diharapkan.”12

Sedangkan dalam bahasa Arab kata pendidikan yang umum digunakan adalah “tarbiyah,” dengan kata kerja “rabba.” Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT QS. Al-Isra’: 24

...





“...Ya Tuhan, sayangilah keduanya (ibu bapakku) sebagaimana mereka telah mengasuhku (mendidikku) sejak kecil.”13

Dalam bentuk kata benda, kata rabba ini digunakan juga untuk Tuhan, hal ini dikarenakan sesuai dengan sifat Tuhan yang mendidik, mengasuh, memelihara dan mencipta. Dalam tafsir Al-Mishbah karya Prof. Dr. M. Quraish Shihab kata rabba yang digunakan untuk Tuhan seperti Rabbal ‘alamin itu

10

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Cet. 1, hal. 204.

11

Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem pendidikan Nasional dari

http://www.hukumonline.com, 04 Mei 2010.

12

Ibrahim Amini, Agar tak Salah Mendidik, (Jakarta: al-Huda, 2006), Cet. I, hal. 5.

13

Universitas Islam Indonesia, Al-Qur’an dan Tafsirnya,(Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), jilid V, hal. 550-551.


(23)

13

merupakan seakar dengan kata tarbiyah, yaitu mengarahkan sesuatu tahap demi tahap menuju kesempurnaan kejadian dan fungsinya.14

Kata lain yang mengandung kata pendidikan yaitu “addaba” seperti Abdullah Bin Mas’ud berkata Rasulullah bersabda:

ﻲﺑر ﻲﻨﺑدأ

ﻦﺴﺣﺄﻓ

ﻲﺒﯾدﺄﺗ

“Tuhan telah mendidikku, maka ia sempurnakan pendidikanku.”15

Kedua kata tersebut (rabba dan addaba) terkandung kata pembinaan, pimpinan, pemeliharaan dan sebagainya.

Keterangan di atas menunjukkan bahwa pendidikan merupakan proses yang melalui tahapan-tahapan yang telah ditentukan menuju kesempurnaan kejadian dan fungsi yang telah ditetapkan pula. Tentunya kesempurnaan yang dimaksud yaitu mengembangkan segala potensi yang ada dalam diri peserta didik untuk menjadi manusia yang dewasa yang bisa mengemban tanggung jawab bagi dirinya sendiri, tanggung jawab kepada orang lain, lingkunngannya dan yang terpenting yaitu tanggung jawab kepada Tuhannya. Sedangkan fungsinya yaitu seiring dengan diciptakannya manusia sebagai khalifah dan ‘abid.

Sedangkan kata akhlak berasal dari kata bahas Arab yang merupakan jama’ dari kata khulqun yang artinya budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.16

Imam Al-Ghazali mengemukakan definisi akhlak sebagai berikut:

ﺮﯿﻏ ﻦﻣ ﺮﺴﯾ و ﺔﻟﻮﮭﺴﺑ لﺎﻌﻓﻻا رﺪﺼﺗ ﺎﮭﻨﻋ ﺔﺨﺳار ﺲﻔﻨﻟا ﻲﻓ ﺔﺌﯿھ ﻦﻋ ةرﺎﺒﻋ ﻖﻠﺨﻟا

ﺔﯾور و ﺮﻜﻓ ﻲﻟا ﺔﺟﺎﺣ

“Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya

timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dahulu).”17

14

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Jakarta: Lentera Hati, 2000, Vol. 1, hal. 30.

15

Abu Said Abd. Karim bin Muhammad Manshur Attamimi Assam’aniy, Adabul Imlaa wal Istimlaa, (Beirut: Maktabah Al-Hilal, 1989M/1409H), hal. 5.

16


(24)

14

Sedangkan prof. Dr. Ahmad Amin memberikan definisi,

ﻻا نا ﻲﻨﻌﯾ ةدارﻻا ةدﺎﻋ ﮫﻧﺎﺑ ﻖﻠﺨﻟا ﻢﮭﻀﻌﺑ فﺮﻋ

ﻲھ ﺎﮭﺗدﺎﻌﻓ ﺄﯿﺷ تدﺎﺘﻋااذا ةدار

ﻣﻟا

ﻖﻠﺨﻟﺎﺑ ةﺎﻤﺳ

”Sementara orang membuat definisi akhlak, bahwa yang disebut akhlak

ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya bahwa kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinamakan akhlak.”18

Selanjutnya Ahmad Amin menjelaskan arti dari kehendak yaitu ketentuan dari beberapa keinginan manusia setelah bimbang, sedang kebiasaan yaitu perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah melakukannya. Masing-masing dari kehendak dan kebiasaan ini mempunyai kekuatan, dan gabungan dari kekuatan itu menimbulkan yang lebih besar, dan kekuatan yang besar inilah dinamakan akhlak.

Dari penjelasan mengenai akhlak di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah suatu kehendak yang berasal dari dorongan jiwa yang kuat yang melakukannya tanpa ada tekanan-tekanan dari luar dan melakukannya tanpa ada pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu karena sudah menjadi kebiasaan.

Jadi, pendidikan akhlak yang dimaksud di sini adalah proses yang melalui tahapan-tahapan yang telah ditentukan menuju kesempurnaan akhlak peserta didik. Kesempurnaan di sini yaitu berakhlak karimah sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an Al-Karim yang tercermin dalam diri Rasulullah Saw yang merupakan guru yang sesungguhnya bagi umat Islam.

2. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak

Ilmu akhlak atau pendidikan akhlak tersebut jika diperhatikan dengan seksama akan tampak bahwa ruang lingkup pembahasan ilmu akhlak adalah membahas tentang perbuatan-perbuatan manusia, kemudian menetapkannya

17

Rizal, dkk., Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan Akhlak,

http://eprints.ums.ac.id/89/, 11 Pebruari 2008.

18


(25)

15

apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Ilmu akhlak juga dapat disebut sebagai ilmu yang berisi pembahasan dalam upaya mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberikan nilai atau hukum kepada perbuatan tersebut, yaitu apakah perbuatan tersebut tergolong kepada perbuatan baik atau buruk.

Dalam menempatkan suatu perbuatan sesuai dengan penjelasan makna Akhlak di atas yaitu bahwa ia lahir dengan kehendak dan disengaja hingga dapat dinilai baik atau buruk. Hal tersebut menjelaskan bahwa setiap tingkah laku yang dilakukan tanpa paksaan dan sesuai kehendak yang disadari maka akan terlihat nilai baik atau buruk dari tingkah laku tersebut. Kesengajaan merupakan dasar penilaian terhadap tindakan seseorang. Dalam Islam faktor kesengajaan merupakan penentu dalam menetapkan nilai tingkah laku atau tindakan seseorang. Seseorang mungkin tak berdosa karena ia melanggar syari’at, jika ia tidak tahu bahwa ia berbuat salah menurut ajaran Islam, hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:











“Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), Maka Sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat Maka Sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan kami tidak akan meng'azab sebelum kami mengutus seorang rasul. (QS. Al-Isra: 15)19

Pokok masalah yang dibahas dalam ilmu akhlak pada intinya adalah perbuatan manusia. Perbuatan tersebut selanjutnya ditentukan kriteria apakah baik atau buruk. Dengan demikian ruang lingkup pembahasan ilmu akhlak berkaitan dengan norma atau penilaian terhadap suatu perbuatan yang dilakukan

19


(26)

16

oleh seseorang. Jika perbuatan tersebut dikatakan baik atau buruk, maka ukuran yang harus digunakan adalah ukuran normatif. Selanjutnya jika dikatakan sesuatu itu benar atau salah maka yang demikian itu termasuk masalah hitungan atau pikiran.

Melihat keterangan di atas, bahwa ruang lingkup pendidikan akhlak ialah segala perbuatan manusia yang timbul dari orang yang melaksanakan dengan sadar dan disengaja serta ia mengetahui waktu melakukannya akan akibat dari yang diperbuatnya baik terhadap dirinya sendriri, orang lain, lingkungannya dan kepada Sang Khaliq. Demikian pula perbuatan yang tidak dengan kehendak, tetapi dapat diikhtiarkan penjagaannya pada waktu sadar.

Adapun rincian ruang lingkup Menurut Prof. H. Mohammad Daud Ali, S.H. tersebut terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Akhlak kepada Allah

 Mencintai Allah melebihi cinta kepada apa dan siapa pun juga dengan mempergunakan firman-Nya dalam Al-Qur’an sebagai pedoman hidup dan kehidupan.

 Melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

 Mengharapkan dan berusaha memperoleh keridaan-Nya.

 Mensyukuri nikmat dan karunia-Nya.

 Menerima dengan ikhlas semua kada dan kadar Ilahi setelah berikhtiar maksimal (sebanyak-banyaknya hingga batas tinggi).

 Memohon ampun hanya kepada-Nya.

 Bertaubat hanya kepada-Nya.

 Tawakkal (berserah diri) kepada-Nya.

b. Akhlak terhadap makhluk. Hubungan terhadap makhluk ini kemudian dibagi menjadi 2, yaitu:

 Akhlak terhadap manusia. Akhlak terhadap manusia dibagi menjadi 6, yaitu:


(27)

17

(i) Mencintai Rasulullah secara tulus dengan mengikuti semua sunnahnya.

(ii) Menjadikan Rasulullah sebagai idola, suri tauladan dalam hidup dan kehidupan.

(iii) Menjalankan apa yang disuruhnya, tidak melakukan apa yang dilarangnya.

(b) Akhlak terhadap , antara lain:

(i) Mencintai melebihi cinta kepada kerabat lainnya.

(ii) Merendahkan diri kepada keduanya diiringi perasaan kasih sayang.

(iii) Berkomunikasi dengan dengan khidmat, mempergunakan kata-kata lemah lembut.

(iv) Berbuat baik kepada ibu-bapak dengan sebaik-baiknya. (v) Mendoakan keselamatan dan keampunan bagi mereka

kendatipun seorang atau kedua-duanya telah meninggal dunia.

(c) Akhlak terhadap diri sendiri, antara lain: (i) Memelihara kesucian diri.

(ii) Menutup aurat.

(iii) Jujur dalam perkataan dan perbuatan. (iv) Ikhlas.

(v) Sabar. (vi) Rendah hati.

(vii)Malu melakukan perbuatan jahat. (viii) Menjauhi dengki.

(ix) Menjauhi dendam.

(x) Berlaku adil terhadap diri sendiri dan orang lain. (xi) Menjauhi segala perkataan dan perbuatan sia-sia. (d) Akhlak terhadap keluarga, karib kerabat, antara lain:

(i) Saling membina rasa cinta dan kasih sayang dalam kehidupan keluarga.


(28)

18

(ii) Saling menunaikan kewajiban untuk memperoleh hak. (iii) Berbakti kepada ibu bapak.

(iv) Mendidik anak dengan kasih sayang.

(v) Memelihara hubungan tali silaturrahmi dan melanjutkan silaturrahmi yang dibina yang telah meninggal dunia. (e) Akhlak terhadap tetangga, antara lain:

(i) Saling mengunjungi.

(ii) Saling membantu di waktu senang lebih-lebih tatkala susah.

(iii) Saling beri memberi.

(iv) Saling hormat menghormati.

(v) Saling menghindari pertengkaran dan permusuhan. (f) Akhlak terhadap masyarakat, antara lain:

(i) Memuliakan tamu.

(ii) Menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan.

(iii) Saling menolong dalam melakukan kebajikan dan takwa. (iv) Menganjurkan anggota masyarakat termasuk diri sendiri

berbuat baik dan mencegah diri sendiri dan orang lain melakukan perbuatan jahat (munkar).

(v) Memberi makan fakir miskin dan berusaha melapangkan hidup dan kehidupannya.

(vi) Bermusyawarah dalam segala urusan mengenai kepentingan bersama.

(vii) Mentaati putusan yang telah diambil.

(viii) Menunaikan amanah dengan jalan melaksanakan kepercayaan yang telah diberikan seseorang atau masyarakat kepada kita.


(29)

19

 Akhlak terhadap bukan manusia (lingkungan hidup), di antaranya:

(a) Sadar dan memelihara kelestarian lingkungan hidup.

(b) Menjaga dan memanfaatkan alam terutama fauna dan flora (hewan dan tumbuh-tumbuhan) yang sengaja diciptakan Tuhan untuk kepentingan manusia dan makhluk lainnya. (c) Sayang pada sesama makhluk.20

Hubungan dengan Allah merupakan hubungan yang harus dibina manusia di mana saja ia berada. Manusia diciptakan oleh Allah bertujuan hanya untuk beribadah kepada-Nya, mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Perintah-perintah-Nya dalam beribadah yaitu ibadah shalat lima waktu, puasa, zakat, membaca kalam-Nya dan pergi haji jika mampu, tidak hanya merupakan ritual belaka melainkan didalamnya terdapat hikmah yang sangat besar pengaruhnya, seperti ibadah shalat baik untuk menjaga kesehatan tubuh beserta organ-organnya.

Hubungan dengan sesama manusia pun harus dibina dengan baik dalam jalan Allah. Manusia yang baik adalah manusia yang paling bermanfaat bagi sesamanya. Jika salah satu di antaranya mengalami kesulitan maka yang lain membantu dan menolongnya.

Alam sebagai tempat yang disediakan oleh Allah untuk manusia dengan segala kekayaannya merupakan anugerah yang tidak dapat terbayar dengan materi dan keasriannya serta keindahannya harus tetap terjaga untuk keberlangsungan hidup manusia dan makhluk-makhluk lainnya.

B. Keluarga

1. Pengertian Keluarga

Menurut KBBI, keluarga adalah satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat.21 Anggota keluarga yaitu yang terdiri dari ibu, bapak, anak,

20

Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Rajawali Pers, 2008), hal. 356-359.


(30)

20

nenek, kakek, bibi, dan lain-lain. Selain itu, ada beberapa pengertian keluarga menurut para ahli, di antaranya:

a. Hasan Langgulung menjelaskan tentang definisi keluarga:

“...Jadi keluarga dalam pengertian yang sempit merupakan suatu unit sosial yang terdiri dari seorang suami dan seorang istri atau dengan kata lain keluarga adalah perkumpulan yang halal antara seorang lelaki dan seorang perempuan yang bersifat terus-menerus dimana yang satu merasa tentram dengan yang lain sesuai dengan yang ditentukan agama dan masyarakat. Dan ketika kedua suami istri itu dikaruniai seorang anak atau lebih, maka anak-anak itu menjadi unsur ke tiga pada keluarga tersebut disamping dua unsur sebelumnya.”

b. Anshori Thayib struktur rumah tangga dapat terbangun melalui darah (Natural Blood Pies) ataupun pernikahan (Marriage). Menurut ajaran Islam, perikatan itu mengandung tanggung jawab.

c. Ny. Soenarti Hatmanto menjelaskan bahwa keluarga merupakan panduan kata bahasa jawa, yaitu

“Kulo yang artinya hamba; seorang abdi yang tugas dan kewajibannya mengabdikan diri, dan kata “wargo” yang artinya anggota yang mempunyai hak dan kewajiban atas terselenggaranya segala sesuatu yang baik sesuai dengan tuntunan lingkungannya.”

d. Sutari Imam Barnadi mengatakan kata keluarga berasal dari kata “kulo” dan “wargo”. Artinya: “Kulo, abdi, hamba mengabdi untuk kepentingan umum, warga anggota, berhak untuk bicara, bertindak, jadi keluarga adalah perpaduan kata-kata yang arti keseluruhannya adalah mengabdi, bertindak dan bertanggung jawab untuk kepentingan umum. Disini yang menjadi pemimpin adalah .”22

Selain definisi para tokoh di atas menurut Ensiklopedi Sosial bahwa keluarga terdapat dua makna pokok yang sering dipakai, yaitu:

 Keluarga adalah ikatan kekerabatan antar individu. Jadi keluarga dalam pengertian ini merujuk pada mereka yang punya hubungan darah dan pernikahan.

 Keluarga sebagai sinonim bagi istilah “Rumah Tangga.” Dalam makna ini ikatan kekerabatan tetap penting, namun ditekankan adalah adanya kesatuan hunian dan ekonomi. Faktor lain dalam mengartikan keluarga adalah batas-batas yang menentukan siapa yang termasuk anggota keluarga dan siapa yang bukan. Kian erat hubungan darah, kian besar kemungkinan seseorang dianggap angota keluarga, meskipun hubungan darah bukan satu-satunya faktor. Hal lain yang

21

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Cet. 1, hal. 413.

22

Sutari Imam Barnadi, Pengantar Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, (Yogyakarta : Institut Press IKIP, 1980), hal. 6.


(31)

21

berpengaruh adalah hubungan-hubungan sosial dan hakikat kewajiban yang harus dipikul anggota keluarga.23

Jika dilihat dari beberapa definisi di atas tentang keluarga, maka dapat dikatakan keluarga adalah ikatan kekerabatan antar individu yang mempunyai hubungan darah dan pernikahan, yang mana di dalamnya terdapat kewajiban dan hak pada masing-masing anggotanya sebagai bentuk pengabdian dan biasanya keluarga beranggotakan ayah, ibu dan anak.

Agama Islam memberikan perhatian yang sangat terhadap pembinaan keluarga. Hal ini demi terpeliharanya kehidupan keluarga yang harmonis dan dapatnya unit terkecil dari suatu Negara itu menjalankan fungsinya dengan baik. Islam melalui syari’atnya menetapkan sekian banyak petunjuk dan peraturan baik dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits.

Keluarga merupakan unit sosial terkecil dalam masyarakat yang mempunyai peran yang sangat besar untuk mencetak kader-kader yang berkualitas bagi sebuah Negara. Apabila suatu Negara diibaratkan sebuah bangunan, maka keluarga merupakan pondasinya dan apabila Negara diibaratkan sebagai kesatuan tubuh, maka keluarga adalah jantungnya. Kedudukan dan fungsi keluarga dalam kehidupan manusia adalah termasuk hal yang penting karena bersifat dasar yang pada hakikatnya keluarga merupakan wadah pendidikan awal yang membentuk watak dan akhlak bagi anak.

2. Fungsi Keluarga Sebagai Lembaga Pendidikan

Sebagai salah satu pusat pendidikan, keluarga mempunyai tugas yang sangat fundamental dalam upaya mempersiapkan anak bagi peranannya pada masa yang akan datang. Dalam lingkungan keluarga sudah mulai ditanamkan dasar-dasar perilaku, sikap hidup dan kebiasaan lainnya. Dengan demikian perlu diciptakan lingkungan keluarga yang kondusif bagi terbentuknya kepribadian anak. Di sini lah terlihat begitu banyak fungsi keluarga untuk membentuk perkembangan kepribadian anak baik jasmani maupun rohani.

23

Adam Kuper & Jesica Kuper, Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial, terj.dari The Social

Science Encyclopedia, oleh : Haris Munandar, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2008), hal. 338.


(32)

22

Sedangkan menurut H. Ali Akbar, fungsi pendidikan dalam keluarga sebagai berikut:

1. Tempat istirahat sesudah kerja fisik mencari nafkah. 2. Menumbuhkan rasa cinta kasih dan melestarikannya.

3. Mendidik anak (kedua adalah guru pertama dan utama dalam bidang ini). 4. Mendidik diri sendiri dalam bidang agama, seperti shalat berjamaah dan

baca Al-Qur’an.

5. Mendidik anak dalam ibadah, ketabahan, ketekunan belajar, kesabaran, akhlak, bertutur kata, berpakaian dan lain sebagainya.

6. Mendidik anak dalam bidang kasih sayang, baik diantara mereka maupun terhadap famili dan orang lain di tengah masyarakat.

7. Mendidik manajemen perbelanjaan untuk tidak boros.

8. Mendidik anak-anak dalam menyelesaikan pertikaian dengan musyawarah.24

Selain hal tersut di atas, menurut Prof. Drs. Soelaiman Joesoef, Fungsi pendidikan keluarga di antaranya :

1. Pengalaman pertama masa kanak-kanak, yang mana pengalaman pertama ini yang merupakan faktor penting dalam perkembangan pribadi anak. 2. Menjamin kehidupan emosional anak. Hal ini dikarenakan adanya

hubungan darah, atas dasar kasih sayang dan pendidik hanya menghadapi beberapa anak didik.

3. Menanamkan dasar pendidikan moral melalui contoh-contoh yang konkrit dalam perbuatan hidup sehari-hari.

4. Memberikan dasar pendidikan kesosialan. 5. Meletakkan dasar pendidikan agama.25

Fungsi pendidikan dalam keluarga yang disebutkan dua tokoh di atas menjelaskan bahwa pendidikan dalam keluaga membimbing anak dalam kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual. Dalam keluarga anak dididik untuk berpikir kritis dengan cara selalu berdialog kepada anak untuk memecahkan masalah dan dalam keluarga anak pun dididik untuk dapat menghargai dan menghormati orang lain seperti ketika sedang berbicara anak

24

Ali Akbar, Merawat Cinta Kasih Untuk Mewujudkan Keluarga Sejahtera, Membina Keluarga Bahagia, (Jakarta : Pustaka Antara, 1996), Cet. Ke-54 h. 160.

25

Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara,


(33)

23

dilarang untuk memotong pembicaraannya dan ketika libur sekolah anak membantu pekerjaan nya di rumah.

Dalam setiap keluarga terdapat gaya interaksi dan model pengajaran yang berbeda-beda antara keluarga satu dengan keluarga yang lain. Hal ini berdasarkan pendapat Dr. Zakiyah Daradjat yaitu:

“Keluarga merupakan masyarakat alamiah yang pergaulan di antara anggotanya bersifat khas. Dalam lingkungan ini terletak dasar-dasar pendidikan. Di sini pendidikan berlangsung dengan sendirinya sesuai dengan tatanan pergaulan yang berlaku di dalamnya, artinya tanpa harus diumumkan atau dituliskan terlebih dahulu agar diketahui dan diikuti oleh seluruh anggota keluarga. Di sini diletakkan dasar-dasar pengalaman melalui rasa kasih sayang dan penuh kecintaan, kebutuhan akan kewibawaan dan nilai-nilai kepatuhan. Justru karena pergaulan yang demikian itu berlangsung dalam hubungan yang bersifat pribadi dan wajar, maka penghayatan terhadapnya mempunyai arti yang sangat penting.”26 Walaupun demikian, pendidikan dalam keluarga menduduki tempat yang utama dan paling utama. Meski tidak disertai dengan perencanaan yang rapi dan terprogram maka hal ini tidak membuat perannya tidak penting. Pendidikan dalam keluarga telah diberikan suatu karunia yang tidak dapat digantikan oleh apapun, yaitu terdapatnya hubungan cinta, kasih dan sayang antara dan anak.

3. Macam-macam Pola Asuh Dalam Keluarga

Menurut Aliah B. purwakania Hasan, terdapat empat pola asuh dalam keluarga, di antaranya:

a. Pola asuh otoritatif, yaitu merupakan gaya pengasuhan yang fleksibel, dimana orang tua memberi anak otonomi, namun berhati-hati menjelaskan batasan yang mereka harapkan dan memastikan anak untuk mengikuti pedoman ini. Pola asuh ini mempunyai ciri-ciri seperti ada kerja sama antara orang tua dan anak, anak diakui sebagai pibadi, ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua, dan ada kontrol dari orang tua yang tidak kaku.

26


(34)

24

b. ... P ola asuh otoriter merupakan pola yang sangat mengikat dimana orang tua

memberi banyak aturan bagi anak-anaknya, mengharapkan kepatuhan yang berdasarkan kekuatan daripada pengertian. Pola asuh ini mempunyai ciri-ciri seperti kekuasaan dominan, anak tidak diakui sebagai pribadi, kontrol terhadap tingkah laku anak sangat ketat dan orang tua menghukum anak jika anak tidak patuh.

c. ... P ola asuh yang permisif merupakan pola dimana orang tua hanya sedikit

memberikan batasan pada anak, atau orang tua jarang mengontrol perilaku anak. Pola asuh ini memiliki ciri seperti dominasi pada anak, sikap longgar atau kebebasan dari orang tua, tidak ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua dan kontrol serta perhatian orang tua sangat kurang.

d. ... P ola asuh yang tidak peduli, yaitu cara pengasuh yang keras (sering

bermusuhan) dan sangat permisif, seperti tidak memperhatikan anaknya dan masa depan anaknya.27

Macam-macam pola asuh anak di atas, jika diterapkan sejak kecil maka hal tersebut mempengaruhi perkembangan anak hingga tumbuh menjadi dewasa. Misalnya pola asuh yang pertama menghasilkan anak yang memiliki kompetensi yang tinggi dan pandai menyesuaikan diri. Pola asuh yang kedua dan ketiga akan menghasilkan anak yang mengalami perkembangan yang sedikit kurang diinginkan, seperti selalu dihantui rasa takut untuk memberi keputusan, putus asa dan gampang menyerah. Sedangkan pola asuh yang keempat akan menghasilkan anak yang mengalami kekurangan hampir pada segala aspek fungsi psikologis.

27

Aliah B. purwakania Hasan, psikologi Perkembangan Islam; menyingkap rentang

kehidupan manusia dari prakelahiran hingga pasca kematian, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008), h. 208.


(35)

25

Islam memberikan ajaran-ajaran kepada kedua untuk menggunakan pola asuh otoritatif atau dapat dikatakan dengan pola asuh demokratif. Pola asuh demokratif merupakan pola asuh yang mana orang tua mengakrabi anak dengan menjadi teman anak, tempat curhat anak dan bukan mengacuhkannya. Kesempatan dengan mengakrabi anak untuk pendidikan sangat bagus sekali, karena ketika anak mempunyai masalah maka anak akan merasa nyaman untuk berbicara dan meminta pendapat serta solusinya kepada nya. Dengan demikian orang tua dapat mengekspresikan kasih sayangnya, memberikan bimbingan dan arahan tanpa menghilangkan hak otonomi anak.

4. Sifat umum dan khusus pendidikan dalam keluarga

Soelaiman Joesoef membagi sifat pendidikan dalam keluarga pada dua bagian, yaitu:

a. Sifat-sifat umum pendidikan keluarga

 Lembaga pendidikan tertua

 Lembaga pendidikan informal

 Lembaga pendidikan pertama dan utama

 Bersifat kodrat28

b. Sifat-sifat khusus pendidikan keluarga

 Sifat menggantungkan diri

 Anak didik kodrat

 Kedudukan anak didik dalam keluarga seperti sulung, bungsu, anak perempuan di antara anak laki-laki dan sebaliknya, dan sehingga hal ini menimbulkan kesulitan-kesulitan atau problema-problema pendidikan dalam keluarga.29

Sifat pendidikan dalam keluarga yang pertama dan kedua yaitu lembaga pendidikan tertua dan termasuk dalam pendidikan informal. Pendidikan dalam keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama yang pernah ada dalam peradaban manusia sebelum mengenal dengan pendidikan formal. Pendidikan

28

Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan..., hal. 74-75.

29


(36)

26

tertua ini pun dikenal sebagai salah satu dari pendidikan informal yang berlangsung sacara terus-menerus tanpa terorganisir dengan tujuan dan ciri-ciri tersendiri. Sehingga dalam hal ini pendidikan informal tidak hanya paling tua, tetapi menurut sejarahnya juga paling banyak kegiatannya, paling luas jangkauannya, tidak membatasi usia (meliputi berbagai usia) dan tidak dibatasi oleh waktu, kapan saja dan di mana saja.30

Ketiga, lembaga pendidikan yang pertama dan utama karena terjadi sejak peserta didik dilahirkan ke dunia bahkan ketika berada dalam kandungan dan yang utama karena pendidikan ini merupakan pembangunan pondasi awal untuk melanjutkan tahap pendidikan selanjutnya serta berpengaruh besar dalam proses perkembangan dari berbagai aspek terutama emosional dan spiritual. Yang terakhir, bersifat kodrati karena Allah menganugerahkan anak tumbuh dan berkembang dari rahim seorang ibu yang kemudian dilahirkan olehnya yang merupakan benih dari ayah, hal ini membuat ikatan batiniah sangat kuat di antara orang tua dan anak.

Sedangkan sifat khusus dalam keluarga merupakan sifat yang mana keluarga satu dengan yang lainnya berbeda dan tidak sama. Yang pertama, Sifat menggantungkan diri, dalam suatu keluarga setiap anak berbeda satu sama lain memang pada awalnya semua anak pasti menggantungkan dirinya kepada orang tua seperti ketika bayi anak dibantu orang tua untuk mandi, makan dan memakai baju. Yang kedua, sifat anak didik kodrat, kodrat merupakan hal yang pada dasarnya sudah diberikan padanya, Allah menganugerahkan anak kepada orang tua dan kodrat pula orang tua mempunyai rasa cinta, kasih dan sayang kepada anak. Yang terakhir, Kedudukan anak didik dalam keluarga seperti sulung, bungsu, anak perempuan di antara anak laki-laki dan sebaliknya, dan sehingga

30Maksudnya adalah pendidikan informal terjadi asalkan ada insan yang berkomunikasi

secara sadar dan bermakna, baik secara langsung atapun dengan perantara medium komunikasi. Dapat terlaksana kapan saja, dalam arti bahwa pendidikan informal tersebut dalam pelaksanaannya “tidak terikat jam, hari, bulan atau tertentu.” Sehingga pendidikan ini dapat berlangsung setiap saat di mana hal tersebut dikehendaki. Dan terlaksana dimana saja dalam arti pendidikan informal dapat berlangsung di dalam keluarga, dalam pekerjaan atau pergaulan

sehari-hari atau secara singkat” sejak seorang lahir sampai mati.” (Soelaiman Joesoef, Konsep


(37)

27

hal ini menimbulkan kesulitan-kesulitan atau problema-problema pendidikan dalam keluarga, dalam hal ini Islam memberikan arahan kepada keluarga dalam mendidik anak untuk tidak membeda-bedakan anak dalam pengasuhannya atau dengan kata lain orang tua harus berlaku adil.

C. Tanggung Jawab Sosial

1. Pengertian Tanggung Jawab Sosial

Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu (kata wajib yang terdapat dalam pengertian tersebut berarti tidak boleh tidak atau harus dilakukan) artinya jika ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya.31 Sedangkan menurut Wuryanano, “tanggung jawab adalah siap menerima kewajiban dan tugas.”32 Tanggung jawab ini pun bertolak belakang dengan kata “kebebasan” karena kata bebas mengandung makna tidak menanggung atau merdeka untuk membentuk perbuatan yang sesuai dengan kemauan sendiri atau dalam istilah jawa “sak enake dewe.”

Tanggung jawab ini pula memiliki arti yang lebih jauh bila memakai imbuhan, contohnya ber-, bertanggung jawab dalam kamus tersebut diartikan dengan “suatu sikap seseorang yang secara sadar dan berani mau mengakui apa yang dilakukan, kemudian ia berani memikul segala resikonya”. Dalam artian lain, tanggung jawab meminjam istilahnya Bung Hatta adalah integritas individual.33

Perlu menjadi perhatian utama, adalah bagaimana membentuk pola pikir anak agar pada suatu saat nanti mampu memiliki integritas – tanggung jawab – baik itu secara pribadi maupun dalam kehidupan kolektif, sebagaimana hal itu tercantum dalam definisi di atas. Dengan kata lain, tanggung jawab yang

31

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar ..., Cet. 1, hal.899.

32

Wuryanano, Memahami Tanggung Jawab, dari http://Wuryanano.wordpress.com, 27 Oktober 2007.

33

Alike Mulyadi Kertawijaya, Tanggung Jawab Dalam Pendidikan, dari


(38)

28

dimaksudkan disini adalah suatu investasi yang tak ternilai harganya, yang ditanamkan pada seorang anak demi masa depannya kelak. Dan penanaman tanggung jawab itu sendiri hanya dapat tercapai jika dijalani lewat proses pendidikan. Pendidikan disini bukanlah pendidikan sebagaimana pandangan konvensional yang mengatakan bahwa mendidik adalah urusan sekolah (institusi). Akan tetapi pendidikan yang dimaksudkan adalah pendidikan yang sebenar-benar pendidikan, yaitu pendidikan yang dilalui sepanjang hayat, yang dilakukan oleh semenjak kehadiran anak di dunia, melalui transmisi kasih sayang, kepedulian, kepercayaan, empati dan kesinambungan serta pengarahan secara spiritual.

Setiap manusia yang dilahirkan menanggung tanggung jawabnya yaitu sebagai manusia, yang meliputi tanggung jawab kepada dirinya sendiri, orang lain, lingkungan dan tentunya kepada Sang Khaliq. Tanggung jawab sebagai konsekuensi dan resiko atas perbuatan yang telah ditetapkan. Manusia sebagai individu harus memenuhi kebutuhan jasmani dan rohaninya agar dapat mencapai kebahagiaan, manusia sebagai makhluk sosial harus menanggung kesulitan orang lain semampunya, seperti saling bantu-membantu, tolong-menolong, dan saling menghormati, manusia sebagai makhluk yang menetap di atas bumi yang mampu berpikir juga harus menjaga lingkungan yang Allah sediakan untuk mata pencahariannya, sedangkan manusia sebagai makhluk religius harus menanggung konsekuensinya yaitu melakukan segala perintah yang telah ditetapkan dalam ajaran agama serta larangan-Nya, karena manusia memiliki tanggung jawab pada Tuhannya dengan melalui ajaran agama-Nya.

Sedangkan definisi sosial menurut KBBI yaitu “berkenaan dengan masyarakat atau suka memperhatikan kepentingan umum”.34

Definisi di atas meliputi semua orang selain individu tersebut seperti kedua orang tua, kakak adik, teman bermain, guru dan lain sebagainya. Sehingga dapat dimengerti bahwa sikap sosial yaitu bentuk interaksi seseorang dengan orang

34

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar..., Cet. 1, hal. 855.


(39)

29

lain, sikap ini berupa sikap menolong, membantu dan menyapa serta memberikan selamat diberbagai kesempatan.

Penjelasan di atas dapat penulis simpulkan tentang tanggung jawab sosial yaitu sikap sadar terhadap hak masyarakat yang harus dipenuhi dan kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan untuk masyarakat pula. Hak di sini merupakan hak sosial seperti jika ada seseorang yang sedang kesulitan maka hak dia untuk mendapatkan bantuan, hak orang yang lebih tua untuk dihormati atau sebaliknya hak orang yang lebih kecil untuk disayangi. Sedangkan kewajiban disini merupakan suatu tindakan yang harus dilakukan bagi setiap manusia dalam memenuhi hubungan sebagai makhluk sosial, seperti menghargai pendapat orang lain, bersedekah jika mempunyai kelebihan harta dan lainnya. Dengan ini maka dapat dimengerti ketika seseorang telah menentukan pilihan untuk memenuhi hak dan menjalankan kewajiban, maka dia telah bertanggung jawab.

Dalam ajaran Islam manusia sudah diingatkan untuk mempertanggung jawabkan perannya, seperti dalam hadits :

ﮫﺘﯿﻋﺮ ﻦﻋ ﻞوﺆﺴﻣ ﻢﻜﻟﻜ و عاﺮ مﻛﻟﻛ

“Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan

dipertanggungjawabkan atas kepemimpinannya.” (HR. Muslim)35

Dengan demikian Humanisasi menjadi kenyataan, yaitu penciptaan iklim mendidik anak untuk menjadi manusia yang berbudi, memiliki jiwa, merdeka, mampu menghargai dirinya, dan mampu pula untuk memaknai akan makna penciptaannya di dunia. Artinya pendidikan yang dimaksudkan disini tak lain merupakan suatu upaya memanusiakan manusia, dan mempunyai sifat tanggung jawab merupakan salah satu indikator keberhasilannya.

2. Hak dan kewajiban terhadap orang lain

Hak dan kewajiban terhadap orang lain merupakan hal yang harus dipupuk sejak dini dalam masa pendidikan anak. Hal ini pun demi terciptanya anggota

35

Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairiy, Shohih Muslim, (Beirut: Darul-Kutub


(40)

30

masyarakat yang baik dan berakhlak mulia. Jika sebaliknya, para anak-anank tidak dididik tentang bagaimana berhubungan dengan masyarakat banyak dengan baik maka anak akan melakukan penyimpangan-penyimpangan bahkan mereka akan menjadi alat yang dapat merusak dan meruntuhkan eksistensi masyarakat tersebut.

Menurut Abdullah Nashih Ulwan, hak-hak sosial terpenting yang harus disampaikan sebagai upaya pendidikan kepada anak agar menjadi seorang anak yang baik, di antaranya:

a. Hak terhadap kedua orang tua.

 Ridha Allah ada pada Ridha orang tua

 Berbakti kepada orang tua lebih utama daripada berjihad (perang) di jalan Allah.

 Mendoakan setelah meninggal dan menghormati teman mereka.

 Lebih mengutamakan berbakti kepada ibu dari pada ayah.

 Etika berbakti kepada kedua orang tua. Maksudnya adalah anak harus mengetahui cara bergaul yang baik dengan ayah dan ibu, seperti tidak berjalan di depan mereka, tidak memanggil dengan nama mereka, tidak membantah nasihat mereka dan tidak menyalahi perintahnya.

 Larangan berbuat durhaka. Durhaka berarti melakukan pembangkangan, menentang dan tidak melaksanakan hak-hak, seperti anak melotot sinis kepada ayahnya ketika marah, anak memandang dirinya sama dengan ayahnya, anak mengagungkan dirinya tanpa mau mencium tangan kedua nya, atau tidak mau menghormatinya.

b. Hak terhadap sanak saudara. Yang dimaksud saudara di sini adalah orang-orang yang mempunyai pertalian kerabat dan keturunan. Secara berturutan mereka adalah ayah, ibu, kakek, nenek, saudara anak laki-laki, anak dari saudara perempuan, paman dari ibu, bibi


(41)

31

dari ibu dan seterusnya. Adapun hak-hak terhadap mereka yaitu menjaga tali silaturrahmi dan selalu berbuat baik terhadap mereka. c. Hak terhadap tetangga

 Tidak menyakiti tetangga

 Melindungi tetangga

 Berbuat baik kepada tetangga

 Ikut menanggung penderitaan tetangga d. Hak terhadap guru

 Hendaknya hormat kepada guru, mengikuti pendapat dan petunjuknya.

 Hendaknya memandang guru dengan keagungan, dan meyakini bahwa guru itu memiliki derajat sempurna.

 Hendaknya mengetahui hak-hak terhadap guru dan jangan melupakan jasanya.

 Jika guru mempunyai perangai kasar dan keras, hendaklah bersikap sabar.

 Hendaknya duduk dengan sopan di depan guru, tenang, merendahkan diri dan hormal, sambil mendengarkan, memperhatikan, dan menerima apa yang disampaikan gurunya, tanpa menoleh kemana pun, kecuali jika perlu.

 Tidak boleh menghadap guru di kelas atau di tempat khusus kecuali sudah mendapatkan ijinnya, baik guru itu sedang sendirian maupun bersama orang lain.

 Apabila mendengar guru menyebutkan suatu dalil hukum, suatu hal yang bermanfaat, menceritakan atau menyenandungkan syair dnegan hafalan, hendaklah ia mendengarkan dengan penuh perhatian, merasa butuh, dan gembira seakan-akan ia belum pernah mendengarnya sama sekali.

e. Hak terhadap teman


(1)

76

orang tua menyuruh anaknya untuk makan atau ketika pada waktu pagi hari para orang tua membangunkan anak untuk pergi ke sekolah. Tidak ada waktu yang khusus untuk berinteraksi antara anggota keluarga dengan suasana yang kondusif untuk melakukan perbincangan dalam hal pengajaran.

Para orang tua seharusnya memberikan arahan yang berarti atau yang bersifat mendidik dengan strategi yang tidak membuat anak tertekan. Hal seperti ini diharapkan mampu memerankan berbagai peran untuk membuat anak nyaman, seperti orang tua yang menjadi teman ketika anak mempunyai masalah dan membutuhkan tempat untuk mencurahkan isi hatinya, orang tua menjadi seorang bapak/ibu ketika anak membutuhkan tempat kasih sayang dan perlindungan.

Dari penelitian yang dilakukan, sikap tanggung jawab sosial anak sudah mulai terbentuk dari pendidikan di rumah, seperti membantu ibu membersihkan rumah, mencuci baju sendiri dan menjaga adik ketika ibu sedang sibuk. Tetapi, sikap yang ditanamkan tersebut masih belum memberikan kesadaran anak dengan sendirinya karena masih ada orang tua yang marah karena anak lamban, seperti tidak cepat menghampiri orang tua ketika dipanggil atau diminta pertolongan. Hal ini pun dikarenakan arahan dan pengertian yang diberikan orang tua kepada anak tidak lah banyak dalam interaksi dua pihak anatara orang tua dan anak.

Dengan demikian, Sikap tanggung jawab sosial pada warga RW 07 Jati Asih Bekasi sudah berjalan dengan baik tetapi masih belum maksimal. Kesadaran untuk memulai dari diri sendiri pada diri orang tua untuk kepentingan bersama dan kemajuan anak masih sangat kurang. Hal ini pun dikarenakan keterbatasan pengetahuan orang tua dalam mendidik anak dengan baik dan benar.


(2)

77 BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pendidikan akhlak dalam keluarga untuk membentuk sikap tanggung jawab sosial pada anak di RW 07 Jati Asih Bekasi Selatan sudah berjalan dengan cukup baik tetapi belum maksimal.

Hal ini terbukti pada hasil penelitian Bab IV, V dan VI bahwa pendidikan akhlak dalam keluarga berjalan cukup baik sehingga dapat membentuk sikap tanggung jawab sosial anak. Belum maksimal peran orang tua dalam memberikan arahan kepada anak tentang sikap yang baik terhadap orang lain, walaupun memberikan arahan tetapi melalui omelan-omelan yang mana pada saat orang tua memberikan arahan dengan omelan maka oleh anak hal tersebut bukanlah dianggap sebagai pendidikan melainkan kemarahan orang tua. Orang tua kurang memberikan contoh konkrit dalam masalah pendidikan akhlak sehingga anak kurang menyadari tanggung jawabnya. Walaupun demikian, anak sudah dapat membantu pekerjaan orang tua dan saudaranya.


(3)

78 B. Saran

Kesimpulan di atas memberikan beberapa aspek yang harus diperbaiki, di antaranya:

1. Pendidik. Tentunya pendidik di sini adalah para orang tua yang bertanggung jawab atas pendidikan anak baik rohani atau jasmani. Para orang tua seharusnya mendapatkan penyuluhan di berbagai kesempatan baik melalui perkumpulan sehari-hari atau melalui pengajian. Para orang tua pun seharusnya mengikutsertakan anak diberbagai kegiatan orang dewasa, seperti acara musyawarah keluarga, mengunjungi sanak saudara dan teman dan diajak pula dalam mengambil keputusan dalam masalah-masalah tertentu yang berkenaan dengan diri sang anak.

2. Tokoh masyarakat. Tokoh masyarakat di sini adalah orang yang memberikan pendidikan dan mampu menjadi tauladan bagi masyarakat sekitar. Tokoh masyarakat diharapkan mampu memberikan pengajaran seraca teori atau praktik tentang bagaimana cara mendidik dan mengajarkan anak di dalam rumah yang mencakup metode dan strateginya di berbagai kesempatan seperti acara pengajian atau arisan bulanan. Hal ini pun diharapkan para orang tua terutama para ibu mendapatkan pengetahuan dan pemahaman dalam memberikan pendidikan pada anak karena pada dasarnya orang tua selalu berkeinginan anaknya menjadi seseoorang yang baik.


(4)

79

DAFTAR PUSTAKA

Agung Setiawan, Frans, “BUMN Terkorup, SBY Didesak Lakukan Pengawasan Ketat Anggaran”, dari Laporan wartawan KOMPAS.com, 20 Oktober 2009.

Akbar, Ali, Merawat Cinta Kasih Untuk Mewujudkan Keluarga Sejahtera, Membina Keluarga Bahagia, (Jakarta : Pustaka Antara, 1996) Cet. Ke-54.

Al-Abrasyi, Muhammad Athiya, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1993).

Al Insaniyah, Muhibbuddin, Memahami-Remaja, dari http://sosbud.kompasiana.com, 04 Mei 2010

Ali, Mohammad Daud, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Rajawali Pers, 2008.

Amini, Ibrahim, Agar tak Salah Mendidik, Jakarta: al-Huda, 2006, Cet. I.

Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib, Taisiru Al-Aliyyul QodirLi Ikhtisari Tafsir Ibnu Katsir (Kemudahan Dari Allah; Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir), oleh Syihabuddin, (Jakarta:Gema Insani Pers, 2000).

Assam’aniy, Abu Said Abd. Karim bin Muhammad Manshur Attamimi, Adabul Imlaa wal Istimlaa, (Beirut: Maktabah Al-Hilal, 1989M/1409H).

Azmi, Muhammad, Pembinaan Akhlak Anak Usia Pra-Sekolah, (Yogyakarta : Penerbit Belukar).

Barnadi, Sutari Imam, Pengantar Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, (Yogyakarta : Institut Press IKIP, 1980).

Daradjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1997.

Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemah, Semarang: CV. Asy-Syifa, 2007.

Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008).


(5)

80

Hasan, Aliah B. Purwakania, psikologi Perkembangan Islam; menyingkap rentang kehidupan manusia dari prakelahiran hingga pasca kematian, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008).

http://sosial-budaya.blogspot.com/2009/11/aspek-aspek-sosial-budaya.html Indonesia, Universitas Islam, Al-Qur’an dan Tafsirnya,(Yogyakarta: PT. Dana

Bhakti Wakaf, 1995), Jilid V.

__________, Al-Qur’an dan Tafsirnya,(Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), Jilid VII.

__________, Al-Qur’an dan Tafsirnya,(Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), Jilid X.

Joesoef, Soelaiman, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992).

Kertawijaya, Alike Mulyadi, Tanggung Jawab Dalam Pendidikan, dari : dari www.mail-archive.com/rezaervani@yahoogroups.com/msg02931. html, 22 Agustus 2008

Kuper, Adam & Jesica Kuper, Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial, terj.dari The Social Science Encyclopedia, oleh : Haris Munandar, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2008.

Mustofa, A., Akhlak Tasawuf, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997.

Nizar, Samsul, pengantar dasar-dasar pemikiran pendidikan islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001, Cet. I.

Rizal, dkk., Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan Akhlak, http://eprints.ums.ac.id/89/, 11 Pebruari 2008.

Shihab, M. Quraish, Lentera Hati; Kisah dan Hikmah Kehidupan, (Bandung: Mizan, 1994).

_________, Membumikan al-Qur’an, fungsi dan peran wahyu dalam kehidupan masyarakat, Bandung: Mizan, 2007, Cet. XXX.

_________, Pengantin Al-Qur’an; Kalung Permata Buat Anak-Anakku (Jakarta: Lentera Hati, 2007).

_________, Tafsir al-Mishbah, Jakarta: Lentera Hati, 2000, Vol. 1.


(6)

81

Susetyo, Heri, “Tiga Siswa SMP Dicokok Setelah Mencuri Motor”, dari Metrotvnews.com, 22 Oktober 2009.

Suwaid, Muhammad Nur Abdul hafizh, Manhaj Al-Tarbiyah Al-Nabawiyyah Li Al-Thifl (Mendidik Anak Bersama Rasulullah), oleh Kuswandani, dkk., (Bandung: Al-Bayan, 1997), Cet. I.

Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam,(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005).

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Cet. 1.

Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dari http://www.hukumonline.com, 04 Mei 2010

Ulwan, Abdullah Nashih, Tarbiyatul Aulad Fil Islam (Pendidikan Anak Dalam Islam), oleh Jamaluddin Miri, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), Cet. I. Wikipedia Bahasa Indonesia, Norma Sosial, dari http://id.wikipedia.org, 17

Maret 2010

Wiriaatmadja, Rochiati, Metode Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), Cet. 3.

Wuryanano, Memahami Tanggung Jawab, dari