1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini dengan terjadinya perkembangan global disegala bidang kehidupan, selain mengindikasikan kemajuan umat manusia di satu pihak, juga
mengindikasikan kemunduran akhlak di pihak lain. Hal ini dikarenakan kemajuan kebudayaan melalui pengembangan IPTEK tidak diimbangi dengan
kemajuan moral akhlak. Ironisnya, semakin tinggi kemajuan teknologi yang dihasilkan semakin membuat manusia kehilangan jati diri yang sesungguhnya
atau membuatnya menjadi tidak manusiawi. Stasiun televisi dan artikel di media cetak yang merupakan salah satu
sumber informasi banyak menggambarkan tentang berbagai tindak kejahatan, tindakan anarkis, tawuran yang dilakukan oleh orang dewasa, anak-anak di
bawah umur pun melakukan tindak kejahatan seperti siswa Sekolah Menengah Pertama di Sidoarjo, Jawa Timur, dicokok setelah mencuri sebuah sepeda motor,
mereka ngebet memiliki motor, sementara orang tua tidak mampu membelikan.
1
Selain itu, ada pula tentang beberapa orang wakil rakyat yang seharusnya menjadi contoh dan membela rakyak malah berbalik arah menjadi seorang yang
menikam rakyat melalui sifat semutnya
2
seperti BUMN menjadi salah satu
1
Heri Susetyo, “Tiga Siswa SMP Dicokok Setelah Mencuri Motor”, Metrotvnews.com,
Kamis, 22 Oktober 2009 20:08 WIB.
2
Sifat semut yaitu “budaya menumpuk,” yaitu menghimpun dan menumpuk ilmu tanpa mengolahnya dan materi tanpa disesuaikan dengan kebutuhan. M. Quraish Shihab,
Lentera Hati; Kisah dan Hikmah Kehidupan, Bandung: Mizan, 1994, h. 191
2 lembaga paling banyak melakukan praktik korupsi.
3
Hal tersebut menyampaikan pesan bahwa sudah sedemikian terpuruknya akhlak moral manusia Indonesia.
Manusia diciptakan oleh Allah SWT bertujuan untuk menjadi seorang ‘abid dan khalifah di muka bumi. Hal ini berdasarkan firman-Nya dalam QS. Adz-
Dzariyat: 56,
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
4
Dan QS. Al-Baqarah: 30
“Ingatlah ketika
Tuhanmu berfirman
kepada para
malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.
mereka berkata: Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau? Tuhan berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui.”
5
Peran manusia sebagai ‘abid yaitu sebagai hamba yang beribadah kepada Allah SWT sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw seperti ibadah sholat, puasa,
zakat dan haji. Hal ini pun memberikan pengertian bahwa “manusia dalam kehidupan di muka bumi ini tidak terlepas dari kekuasaan yang transendental”.
6
3
Frans Agung Setiawan, “BUMN Terkorup, SBY Didesak Lakukan Pengawasan Ketat Anggaran”, Laporan wartawan KOMPAS.com
Selasa, 20 Oktober 2009, 15:15 WIB
4
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemah, Semarang: CV. Asy-Syifa, 2007 h. 1175
5
Departemen Agama RI, al-Qur’an…,h. 11
6
Samsul Nizar, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001, Cet. I, h. 65
3 Memang sejak zaman dahulu manusia telah memiliki kecenderungan untuk
percaya bahwa di luar dirinya terdapat kekuatan yang lebih berkuasa dan menguasai seluruh kehidupan. Oleh karena itu, Allah SWT menciptakan
manusia dengan salah satu potensinya yaitu untuk mengenal Tuhannya dengan melalui agama.
Sedangkan khalifah merupakan pengemban amanat untuk mengelola wilayah yang ada di muka bumi dengan sebaik-baiknya, seperti mengelola
pemerintahan yang mencakup hubungan antar manusia dengan manusia atau manuisa dengan lingkungannya.
Muhammad Baqir Al-Shadr mengupas surat Al-Baqarah ayat 30 dengan menggunakan metode tematik, beliau mengemukakan bahwa kekhalifahan
mempunyai tiga unsur yang saling terkait. Kemudian ditambahkannya unsur keempat yang berada di luar, namun amat menentukan arti kekhalifahan dalam
pandangan Al-Qur’an. Adapun unsur-unsur tersebut yaitu: 1.
Manusia, yang dalam hal ini dinamai Khalifah. 2.
Alam raya, yang ditunjuk oleh ayat Al-Baqarah sebagai, Ardh. 3.
Hubungan antara manusia dengan alam dan segala isinya, termasuk dengan manusia.
4. Unsur yang ke empat yang berada di luar adalah yang digambarkan oleh
ayat tersebut dengan kata Inni Ja’il atau Inna Ja’alnaka Khalifat yaitu yang memberi penugasan, yakni Allah SWT.
7
Tugas yang diberikan oleh Allah SWT itu tidak dapat terwujud tanpa adanya usaha yang dilakukan. Untuk itu, diwujudkan oleh Nabi Muhammad Saw
melalui jalur pendidikan, seperti Nabi memerintahkan para budak yang pandai baca tulis untuk mengajarkan anak-anak muslim baca tulis.
Pendidikan menjadi kata kunci dalam pembentukan diri seseorang. Bermula dari bentuk sederhana proses mendidik pada masa Nabi Muhammad Saw,
lambat laun ketika struktur masyarakat menjurus pada arah yang lebih kompleks, kehadiran pendidikan melalui wajah ‘institusi’ menjadi keniscayaan.
Kehadiran institusi yang diharapkan mampu menggantikan posisi ayah dan ibu –
7
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, fungsi dan peran wahyu dalam kehidupan masyarakat, Bandung: Mizan, 2007 Cet. XXX, h. 158-159
4 membimbing, merawat dan mendidik anak – tak dapat dilepaskan dari
pentingnya makna pendidikan itu sendiri. Penggantian posisi orang tua dalam mendidik anak, dipahami sebagai proses sosial yang memiliki dinamika untuk
bergerak. Akan tetapi, yang perlu menjadi perhatian disini, adalah proses perubahan
peran tersebut dalam cakupannya yang lebih luas. Di satu sisi, perubahan peran disebabkan oleh suatu proses sosial, orang tua yang lebih disibukkan oleh
aktifitas di luar rumah dalam mencari nafkah keluarga dibanding dengan kesediaan waktunya untuk menemani anaknya, di sisi lain perubahan ini pula
menjadi dasar untuk menarik kesimpulan bahwa pendidikan adalah segala- galanya. Dengan demikian, dapat dilihat bagaimana bangsa Yunani
mendudukan pendidikan dalam kaca mata yang luhur, artinya proses pendidikan sedapat mungkin harus dilakukan oleh orang tua semenjak dini kepada anak-
anaknya. Sementara itu, jika peran sosial lebih menuntut orang tua untuk berkiprah di
luar, maka hendaknya proses mendidik anak tidak menjadi terbengkalai. Inipun dengan catatan, bahwa pergantian peran tersebut hanya sebatas mengisi
kekosongan kecil yang ditinggalkan oleh orang tua bagi anak-anaknya. Sedangkan porsi terbesarnya tetap dipegang oleh orang tua sebagai pihak yang
sangat vital dalam perkembangan anak. Lembaga pendidikan dalam keluarga mempunyai peranan yang sangat
penting dalam mencetak tujuan diciptakannya manusia yang telah ditetapkan Allah SWT tersebut. Selain pendidikan dalam keluarga yang harus berjalan
secara maksimal maka lembaga pendidikan yang lain baik sekolah, majlis pengajian, maupun lembaga pendidikan yang terdapat dalam masyarakat harus
berjalan maksimal pula dan harus berintegrasi untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang diharapkan.
Era transparansi sekarang ini memperlihatkan betapa pentingnya fungsi keluarga sebagai lembaga pendidikan. Di mana dengan hitungan detik gambaran
budaya luar yang bersifat negatif dapat diketahui di berbagai Negara, dari hal gaya pergaulan bebas, model rambut dan warnanya, penampilan busana yang
5 memperlihatkan sebagian anggota tubuh dan lain sebagainya. Belum lagi
dampak negatif dari berkembangnya teknologi yang memudahkan kehidupan manusia. Dengan ini banyak orang-orang yang berlomba-lomba untuk memiliki
fasilitas yang ada dan mereka melupakan hal-hal yang sangat prinsipil yang kemudian larut dalam kehidupan materialistis dan penuh dengan sifat keegoisan.
Dengan bukti berupa data-data tentang keterpurukan akhlak moral manusia Indonesia, seharusnya yang dilakukan bukan lah mencari-cari siapa yang salah
atau dalang dibalik kekacauan ini. Hal yang harus dilakukan adalah membenahi jiwa dengan akhlak karimah yang sudah Rasulullah Saw contohkan yaitu
membenahi diri sendiri dan kemudian melalui pendidikan dalam keluarga. Membenahi diri sendiri seperti seorang ayah yang bekerja keras di luar untuk
memenuhi kebutuhan keluarga tidak bersikap semena-mena terhadap ibu tetapi menghargainya sebagai partnership relation.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa manusia diciptakan Sang Khalik untuk mengemban tugas yang sangat berat sampai-sampai para malaikat
dan gunung-gunung pun menolak untuk menerima amanat itu. Tugas yang diemban manusia adalah sebagai khalifah di muka bumi Allah SWT ini.
Masyarakat muslim tentunya harus memperhatikan pendidikan anaknya untuk menjadi seorang khalifah yang baik di hadapan Allah SWT. dan di hadapan
semua makhluk. Untuk itu dalam keluarga sangat penting adanya pendidikan akhlak yang mana seorang anak sejak dini dididik untuk mempunyai tanggung
jawab bagi dirinya sendiri dan yang penting memiliki tanggung jawab yang merupakan wujud dari perannya sebagai makhluk bertuhan dan makhluk sosial.
Tetapi pendidikan akhlak dalam keluarga saat ini hanya berbentuk penekanan untuk melakukan hal yang baik tanpa diberikan pemahaman yang
mendalam tentang akhlak yang baik tersebut. Penekanan ini tidak akan berhasil, kerena pendidikan akhlak sangat berkaitan erat dengan ranah afektif yang
berhubungan dengan rasional dan emosional. Pendidikan yang seperti ini mengakibatkan si anak tidak cepat tanggap ketika harus melakukan hal yang
baik dan kurang menyadarkan si anak untuk berbuat baik.
6 Salah satu contoh konkritnya yaitu ketika ibu meminta tolong kepada
anaknya untuk membelikan barang yang tidak tersedia di rumah, penekanan di sini si ibu hanya berkata atau memberi pengertian bahwa jika seseorang yang
lebih tua memerintah maka orang yang lebih muda atau kecil harus patuh, jika tidak mau maka dia orang yang lebih muda akan mendapatkan dosa.
Penekanan sikap di sini kurang memberikan arahan kepada anak yang akan membuat anak kurang menyadari tentang hak dan kewajibannya sebagai seorang
anak. Oleh karena itu, pendidikan akhlak dalam keluarga harus dapat menumbuhkan kesadaran anak dengan memberikan pemahaman tentang akhlak
karimah disertai dengan contoh konkrit dari ayah dan ibu yang merupakan pendidik bagi anak.
Masa yang sangat menghawatirkan bagi pertumbuhan anak yaitu pada masa remaja 12-18. Masa ini juga disebut masa genitalreproduksi.
8
Pada masa ini jika para orang tua tidak cepat menanganinya dengan baik maka akan terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya anak menjadi gelisah, bingung, malu, takut dan sebagainya. Untuk pencegahannya, orang tua harus menjadi teman
untuk memahami anak dan memberikan penjelasan untuk mempunyai segala persiapan-persiapan yang dibutuhkan sesuai dengan bertambahnya umur
mereka. Sebagai contoh di warga RW 07 Jati asih bekasi. Ada dua keluarga dari
beberapa keluarga di wilayahnya yang mempunyai anak sudah menduduki usia sekolah SMP. Keluarga yang satu mempunyai anak yang disenangi banyak
orang, anak ini bergaul dengan ramah terhadap semua orang, baik yang lebih kecil, sebaya maupun yang lebih tua. Sedangkan yang kedua mempunyai anak
yang tidak disenangi banyak orang karena kenakalannya dan suka mengganggu anak yang lebih kecil, teman sebaya dan tidak menghormati orang yang lebih
tua. Fenomena dari dua keluarga ini sangat bertolak belakang sehingga patut
8
Disebut masa demikian karena pada masa ini perkembangan jasmani sudah sedemikian rupa, sehingga mampu mengeluarkan benih manusia baru. Anak laki-laki
mengeluarkan sperma dan anak perempuan mulai menstruasi. R.I. Suhartin C., Cara Mendidik Anak Dalam Keluarga Masa Kini, Jakarta 1980.
7 untuk diteliti dalam hal pendidikan akhlak dalam kelurga sebagai upaya
pembentukan sikap tanggung jawab sosial anak. Selain hal tersebut di atas, penelitian ini ditujukan pada keluarga yang di
dalamnya terdapat anak usia sekolah SMP dikarenakan pada masa awal Sekolah Menengah Pertama anak membutuhkan segala persiapan pemahaman-
pemahaman untuk dapat mengerti dirinya sendiri dan dapat berinteraksi sosial dengan baik. Masa remaja awal ini ditandai sebagai perasaan yang sangat peka;
remaja mengalami badai dan topan dalam kehidupan perasaan dan emosinya; dan tidak aneh lagi bagi orang yang mengerti kalau melihat sikap dan sifat
remaja yang sesekali bergairah dalam bekerja tiba-tiba berganti lesu, kegembiraan yang meledak-ledak bertukar rasa sedih yang sangat, rasa yakin
diri berganti rasa ragu diri yang berlebihan.
9
Pemilihan wilayah di warga RW 07 Jati Asih Bekasi karena wilayah ini merupakan salah satu warga yang wilayahnya sedang mengalami banyak
pembangunan. Pembangunan ini membuat pertambahan penduduk baik dari kota maupun dari desa. Hal ini membuat warga setempat tidak lagi bersifat
homogen tetapi bersifat heterogen. Beraneka ragam latar belakang penduduk ini akan mempengaruhi corak pemikiran dan perilaku penduduk sekitar, seperti
seorang istri tidak lagi diam di rumah tetapi bekerja untuk membantu suami dalam mencukupi kebutuhan keluarga. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan
di lokasi ini untuk mengetahui pendidikan akhlak dalam keluarga untuk membentuk sikap tanggung jawab sosial anak.
B. Masalah dan Rumusan Masalah