33 dan tidak menghormati orang yang lebih tua.”HR. At-Tirmidzi.
38
Dan Hadits Rasulullah Saw tentang etika bertetangga, diriwayatkan oleh Thabrani dan Al-
Kharaiti dari ‘Umar bin Syu’aib dia berkata bahwa Rasulullah Saw telah bersabda:
“Apabila engkau membeli buah-buahan, maka berikanlah sebagian kepada tetanggamu. Namun apabila engkau tidak melakukannya, maka makanlah
dengan sembunyi-sembunyi dan janganlah anakmu keluar rumah dengan membawa makanan tersebut sehingga membuat anak tetanggamu sakit
hati.”
39
D. Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga
1. Landasan Pendidikan Akhlak dalam Keluarga
a. Al-Qur’an
QS. At-Tahrim : 6
... “Hai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka….”
40
Ayat Al-Qur’an di atas menjelaskan peran terutama seorang ayah untuk menjaga keluarganya dari api neraka. Menjaga dari api neraka berarti
menjadikan keluarga menjadi seseorang yang bertaqwa kepada Allah, menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Hal ini karena
jika tidak seperti hal telah disebutkan maka anggota keluarga akan berada dalam neraka dan mengalami siksa yang pedih. Hal ini dapat diwujudkan melalui
proses pendidikan yang tidak singkat, dengan kata lain harus kontinue dan terus- menerus, sedangkan proses interaksi, komunikasi yang bersifat mendidik secara
kontinue dan terus-menerus ada dalam keluarga. Hal ini sejalan dengan tafsif Ibnu Katsir, yaitu:
“Dalam tafsir ibnu katsir yaitu kamu diperintahkan untuk menjadi dirimu dan keluargamu yang terdiri dari istri, anak, saudara, kerabat, sahaya wanita
38
Muhammad Nur Abdul hafizh Suwaid, Manhaj Al-Tarbiyah Al-Nabawiyyah ..., hal. 182.
39
Muhammad Nur Abdul hafizh Suwaid, Manhaj Al-Tarbiyah Al-Nabawiyyah..., hal. 184.
40
Universitas Islam Indonesia, Al-Qur’an dan Tafsirnya..., Jilid X, hal. 223-224.
34 dan sahaya laki-laki untuk taat kepada Allah. Dan dilarang untuk melakukan
kemaksiatan kepada Allah SWT Dan kamu larang dirimu berserta semua orang yang berada di bawah tanggung jawabmu untuk tidak melakukan
kemaksiatan kepada Allah. Kamu ajari dan didik mereka serta pimpin mereka dengan perintah Allah. Kamu perintahkan mereka untuk
melaksanakannya dan kamu bantu mereka dalam merealisasikan. Bila kamu melihat ada yang berbuat maksiat kepada Allah maka cegah dan larang
mereka. Ini merupakan kewajiban setiap muslim, yaitu mengajarkan kepada orang yang berada dalam tanggung jawabnya segala sesuatu yang telah
diwajibkan dan dilarang oleh Allah Ta’ala kepada mereka.”
41
b. Al-Hadits
Ada beberapa hadits tentang pendidikan dalam keluarga, di antaranya: .............................................................................................................. D
alam keluarga terdapat organisasi “Seorang laki-laki suami adalah pemimpin di dalam keluarganya dan
ia bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya itu. Dan seorang wanita istri adalah pemimpin di dalam rumah suaminya dan ia
bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya itu.” HR. Bukhari Muslim.
42
Hadits di atas menjelaskan bahwa dalam keluarga ayah menjadi pemimpin, ayah harus mampu mengarahkan ke arah yang baik terhadap
keluarganya. Dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin ayah pun dibantu dengan ibu dalam mengatur strategi perjalanan panjang menuju
kebahagiaan. Hal ini disebabkan ayah lebih banyak menghabiskna waktunya di luar untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan keluarganya, dan
ibu lah yang aktif berperan di rumah menjaga harta ayah dan mendidik anak- anaknya. Di sini lah terlihat kerja sama mereka di dalam perjalanan rumah
tangga dan saling melengkapi.
.............................................................................................................. P enghargaan terhadap pendidikan dalam rumah
41
Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Taisiru Al-Aliyyul QodirLi Ikhtisari Tafsir Ibnu Katsir Kemudahan Dari Allah; Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, oleh Syihabuddin, Jakarta:Gema
Insani Pers, 2000, hal. 751-752.
42
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an..., hal. 256.
35
ْﻦَﻋ ِﺮِﺑﺎَﺟ
ِﻦْﺑ َةَﺮُﻤَﺳ
َلﺎَﻗ :
َلﺎَﻗ ُلْﻮُﺳَر
ِﷲا ﻰﱠﻠَﺻ
ُﷲا ِﮫْﯿَﻠَﻋ
َو َﻢﱠﻠَﺳ
ْنَﺄَﻟ َبِّدَﺆُﯾ
ُﻞُﺟﱠﺮﻟا ُهَﺪَﻟَو
ٌﺮْﯿَﺧ ْﻦِﻣ
ْنَأ َقﱠﺪَﺼَﺘَﯾ
ٍعﺎَﺼِﺑ
Dari Jabir bin Samuroh RA ia berkata: Rasul SAW bersabda: Sungguh Seseorang yang mendidik anaknya itu lebih baik daripada bersedekah
satu sha’.HR. At-Tirmidzi.
43
بﻮﯾا ﻦﻋ ﻦﺑ
ﻰﺳﻮﻣ ﻦﻋ
ﮫﯿﺑأ ﻦﻋ
هﺪﺟ :
نأ لﻮﺳر
ﷲا ﻰﻠﺻ
ﷲا ﮫﯿﻠﻋ
و ﻢﻠﺳ
لﺎﻗ ﺎَﻣ
َﻞَﺤَﻧ ٌﺪِﻟاَو
اًﺪَﻟَو ْﻦِﻣ
ٍﻞْﺤَﻧ َﻞَﻀْﻓَأ
ْﻦِﻣ ٍبَدَأ
ٍﻦَﺴَﺣ
Dari Ayyub bin Musa, dari bapaknya, dari kakeknya menjelaskan, bahwasanya Rasul SAW pernah bersabda: “Tidak ada pemberian
seorang bapak kepada anaknya yang lebih baik dari budi pekerti yang luhur.” HR. At-Tirmidzi.
44
Nabi Muhammad Saw memberikan perhatian yang amat besar terhadap penanaman budi pekerti dalam rangka pembinaan akhlak seorang anak.
Hadits tersebut di atas bila direnungkan maka akan melahirkan makna yang sangat besar antara pendidikan anak dan harta benda. Hal ini karena budi
pekerti yang luhur dapat memberikan harta dan kemuliaan, dan rasa cinta terhadap sesama makhluk, atau dapat dikatakan bahwa budi pekerti luhur
dapat memberikan kenikmatan dunia dan akhirat.
.............................................................................................................. M ateri pendidikan dalam keluarga
ْﻦَﻋ َأَﻧ
ِﺲ ْﺑ
ِﻦ َﻣ
ِﻟﺎ ٍﻚ
ُﯾ َﺤ
ِّﺪ ُث
َﻋ ْﻦ
َر ُﺳ
ْﻮ ِل
ِﷲا ﻰﻠﺻ
ﷲا ﮫﯿﻠﻋ
و ﻢﻠﺳ
: َﻗ
َلﺎ َأْﻛ
ِﺮ ُﻣ
ْﻮا َأْو
َﻻ َد
ُﻛ ْﻢ
َوَأ ْﺣ
ِﺴ ُﻨ
ْﻮا َأَد
َﺑُﮭ ْﻢ
43
Abu ‘Isa At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, Juz.III, Beirut: Darul-Fikr, 2003M1424H, hal. 383.
44
Abu ‘Isa At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, Juz.III..., hal. 382.
36 Dari Anas bin Malik RA, ia bercerita bahwa Rasul SAW bersanda:
Muliakanlah anak-anak kalian dan ajarkanlah mereka budi pekerti yang luhur. HR. Ibnu Majah.
45
Materi pendidikan dalam keluarga yang disebutkan dalam hadits tersebut adalah tentang budi pekerti yang luhur atau akhlak. Adapun rincian-rincian
dari budi pekerti yang luhur pun dirinci dalam Nash. Seperti akhlak terhadap , sanak saudara, teman atau tetangga.
2. Metode Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga
Metode merupakan hal yang terpenting dalam proses pendidikan, metode ini pun merupakan cara untuk menyampaikan pesan kepada peserta didik. Adapun
metode pendidikan Islam banyak macamnya, tapi dalam pendidikan akhlak Imam Al-Ghazali memberikan beberapa macam metode, yaitu:
“Ada dua cara dalam mendidik akhlak, yaitu; pertama, mujahadah dan membiasakan latihan dengan amal shaleh. Kedua, perbuatan itu dikerjakan
dengan di ulang-ulang. Selain itu juga ditempuh dengan jalan pertama, memohon karunia Illahi dan sempurnanya fitrah kejadian, agar nafsu-
syahwat dan amarah itu dijadikan lurus, patuh kepada akal dan agama. Lalu jadilah orang itu berilmu a’lim tanpa belajar, terdidik tanpa pendidikan,
ilmu ini disebut juga dengan ladunniah. Kedua, akhlak tersebut diusahakan dengan mujahadah dan riyadhah, yaitu dengan membawa diri kepada
perbuatan-perbuatan yang dikehendaki oleh akhlak tersebut. Singkatnya, akhlak berubah dengan pendidikan latihan.”
46
Dengan demikian Imam Al-Ghazali sangat menganjurkan agar mendidik anak dan membina akhlaknya dengan cara latihan-latihan dan pembiasaan-
pembiasaan yang sesuai dengan perkembangan jiwanya walaupun seakan-akan dipaksakan, karena hal ini untuk menjauhkan anak dari kesesatan. Pembiasaan
dan latihan tersebut akan membentuk sikap tertentu pada anak, yang lambat laun sikap itu akan bertambah jelas dan kuat yang akhirnya tidak akan tergoyahkan
lagi karena telah masuk dalam kepribadiannya. Menurut tokoh Islam Al-Nahlawi pengertian metode pembiasaan,
keteladanan dan targhib wa tarhib yaitu:
45
Muhammad bin Yazid Al-Qozwiniy, Sunan Ibnu Majah, Juz II, Beirut: Darul-Fikr, 2004M1424H, hal. 395.
46
Rizal, dkk.,
Pemikiran Al-Ghazali
Tentang Pendidikan
Akhlak, dari
http:eprints.ums.ac.id89, 11 Pebruari 2008.
37 a.
Pembiasaan, menurut Al-Nahlawi, “pembiasaan berintikan pengalaman dan pengulangan.” Pembiasaan ini bisa dikatakan bersifat kontinue dan
tidak dapat dengan cara hanya sekali atau dua kali karena hal ini tidak akan melekat pada jiwa anak.
b. Teladan, secara psikologis manusia memang memerlukan tokoh teladan
dalam hidupnya; ini adalah sifat pembawaan. Taqlid atau meniru adalah salah satu sifat pembawaan manusia. Peneladan ini terbagi menjadi dua
macam, yaitu sengaja dan tidak sengaja. Keteladanan yang tidak sengaja ialah keteladanan dalam keilmuan, kepemimpinan, sifat keikhlasan dan
sebagainya, sednagkan keteladanan yang disengaja ialah seperti memberika contoh membaca yang baik, mengerjakan sholat yang benar
atau lain sebagainya.
c. Metode targhib dan tarhib, Targhib ialah janji terhadap kesenangan,
kesenangan akhirat yang disertai bujukan dan Tarhib ialah ancaman karena dosa yang dilakukan. Penekana Targhib agar anak didik
menjalankan perintah Allah sedangkan Tarhib agar anak didik menjauhi larangan Allah.
47
Itulah metode yang dipaparkan oleh Al-Nahlawi, sedangkan metode yang lain di antaranya: Metode bermain, bermain adalah keinginan anak secara
alamiah.
48
Mainan berpengaruh terhadap perkembangan anak. Kadang-kadang anak lebih mementingkan bermain daripada makan dan minum. Bermain ini pun
tidak hanya dilakukan anak-anak kecil bahkan anak-anak yang sudah remaja dan dewasa senang bermain. Di sini lah harus cerdas dalam mensiasati permainan
yang mendidik. Bermain itu dapat dilakukan secara individual maupun secara individual
maupun secara beregu. Untuk bermain dalam satu regu dituntut suatu kerja sama yang cukup baik. Dengan bermain dalam suatu regu dapatlah dikembangkan
sifat-sifat yang baik seperti rasa sosial, kesediaan untuk bekerja sama, rasa tanggung jawab, percaya pada orang lain, dan sebagainya.
Bekerja sendiri tanpa menghiraukan orang lain dalam satu regu, pasti tidaklah akan banyak membawa hasil. Hal tersebut akan menumbuhkan
47
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam,Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005 h. 144.
48
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam..., h. 172.
38 kesadaran, bahwa bekerja sama itu penting. Sebab hasilnya ialah dapat
mengurangi rasa egois, dan mengembangkan kesanggupan untuk mempercayai orang lain, serta memupuk rasa tanggung jawab terhadap kelompok. Maka sifat-
sifat baik yang dilatih dalam bermain ini dapat dikembangkan, dan kemudian dapat ditransfer ke dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh lain yaitu ketika Rasulullah Saw Mempercepat dua rakaat terakhir dari shalat dzuhurnya. Melihat kejadian ini, para sahabat terheran-heran dan
setelah selesai salam salah seorang tampil bertanya: ”Apa yang terjadi dengan shalat kita, wahai Rasul?”
“Memangnya ada apa?” tanya Nabi. “Singkat sekali dua rakaat yang terakhir.”
“Apakah kalian tidak mendengar tangisan anak-anak?” Ada lagi peristiwa lain. kali ini beliau memperpanjang sujudnya, dan salah
seorang bertanya: “Kali ini sujud Anda panjang, tidak seperti biasanya, apakah anda menerima wahyu?”
“Tidak, hanya saja putraku menunggangiku pundakku. Aku enggan bangun dari sujud sebelum ia puas.”
49
Demikianlah dua dari sekian banyak peristiwa sekaligus merupakan pengajaran Nabi Muhammad Saw Kepada umatnya untuk mendidik anak-anak.
Metode-metode yang dipaparkan di atas tidak efektif apabila digunakan dengan sendiri-sendiri. Artinya satu metode tidak dapat sempurna dengan
sendirinya karena setiap metode terdapat kelebihan dan kekurangan, metode dikatakan sempurna apabila metode satu dengan lainnya saling melengkapi
seperti metode bermain dengan metode ceramah atau tanya jawab. Sedangkan untuk metode pendidikan akhlak disesuaikan dengan materi yang akan
diajarkan, tetapi dalam keluarga tidak ada sejenis silabus yang menjadi acuan karena terjadi dengan sendirinya, untuk itu para dianjurkan harus cerdas dalam
mengatur strategi dan menjadi contoh untuk ditiru anak-anaknya. 3.
Tujuan dan Manfaat Pendidikan Akhlak dalam keluarga
49
M. Quraish Shihab, Lentera Hati..., hal. 216.
39 Muhammad Athiya Al-Abrasy mengatakan pembinaan akhlak dalam Islam
adalah untuk membentuk orang-orang yang bermoral baik, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku bersifat bijaksana, sopan dan
beradab. Jiwa dari pendidikan Islam pembinaan moral dan akhlak.
50
Ibnu Miskawaih merumuskan tujuan pembinaan akhlak untuk terwujud sikap batin yang mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan semua
perbuatan yang bernilai baik, sehingga mencapai kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan sejati dan sempurna.
51
Tujuan yang dirumuskan oleh dua tokoh Islam tersebut sesuai dengan fitrah manusia yang diciptakan Allah SWT untuk menjadi ‘abid dan khalifah di muka
bumi ini dengan berakhlak karimah. Seorang manusia harus dididik dengan pendidikan akhlak untuk menjadi seorang ‘abid dan khalifah yang mampu
mengemban amanat yang telah diberikan dengan baik dan bertanggung jawab. Selain itu, tujuan pendidikan akhlak ini sejalan dengan tujuan pendidikan
nasional dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Bab III Pasal 3 yang salah satunya yaitu menjadikan peserta didik yang seseorang yang bertanggung jawab.
“Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
52
Sedangkan manfaat pendidikan akhlak dalam keluarga adalah menciptakan kader-kader yang berkualitas yang mempunyai budi pekerti luhur, mampu
bertanggung jawab dan mempunyai dedikasi yang tinggi, yang mana hal ini akan sangat menguntungkan bagi kehidupan sebuah lembaga seperti negara.
Keluarga adalah jiwa masyarakat dan tulang punggungnya. Kesejahteraan lahir dan batin yang dinikmati oleh suatu bangsa, atau sebaliknya, kebodohan dan
50
Muhammad Athiya Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1993, hal. 15.
51
Muhammad Azmi, Pembinaan Akhlak Anak Usia Pra-Sekolah, Yogyakarta : Penerbit Belukar, hal. 53-60.
52
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem pendidikan Nasional dari http:www.hukumonline.com, 04 Mei 2010.
40 keterbelakangannya adalah cerminan dari keadaan dari keadaan keluarga-
keluarga yang hidup pada masyarakat bangsa tersebut. Dalam keluarga sangat efektif untuk menjalankan pendidikan akhlak karena
keluarga adalah “umat kecil”
53
yang memiliki pimpinan dan anggota, mempunyai pembagian tugas dan kerja, serta hak dan kewajiban bagi masing-
masing anggotanya. Hak dan kewajiban serta lainnya itu lah yang menjadi perekat bagi bangunan keluarga. Allah SWT menetapkan hal tersebut untuk
menciptakan keharmonisan dalam hidup berumah tangga yang pada akhirnya menciptakan suasana aman, bahagia dan sejahtera bagi seluruh masyarakat
bangsa. Penjelasan “umat kecil” di atas memberikan keterangan bahwa dalam
keluarga terdapat pemimpin dan anggota, mempunyai pembagian tugas dan kerja, serta hak dan kewajiban bagi masing-masing anggotanya. “Umat besar”
atau sebuah negara pun demikian pula halnya. Al-Qur’an menamakan satu komunitas sebagai umat, dan dalam suatu keluarga terdapat seorang ibu yang
yang melahirkan anak keturunan yang dalam Al-Qur’an pula menamakan ibu sebagai umm. Kedua kata tersebut terambil dari akar yang sama karena ibu yang
melahirkan dan yang di pundaknya terutama dibebankan pembinaan anak dan kehidupan rumah tangga merupakan tiang umat, tiang negara dan bangsa.
E. Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga Sebagai Upaya Pembentukan