Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga Sebagai Upaya Pembentukan

40 keterbelakangannya adalah cerminan dari keadaan dari keadaan keluarga- keluarga yang hidup pada masyarakat bangsa tersebut. Dalam keluarga sangat efektif untuk menjalankan pendidikan akhlak karena keluarga adalah “umat kecil” 53 yang memiliki pimpinan dan anggota, mempunyai pembagian tugas dan kerja, serta hak dan kewajiban bagi masing- masing anggotanya. Hak dan kewajiban serta lainnya itu lah yang menjadi perekat bagi bangunan keluarga. Allah SWT menetapkan hal tersebut untuk menciptakan keharmonisan dalam hidup berumah tangga yang pada akhirnya menciptakan suasana aman, bahagia dan sejahtera bagi seluruh masyarakat bangsa. Penjelasan “umat kecil” di atas memberikan keterangan bahwa dalam keluarga terdapat pemimpin dan anggota, mempunyai pembagian tugas dan kerja, serta hak dan kewajiban bagi masing-masing anggotanya. “Umat besar” atau sebuah negara pun demikian pula halnya. Al-Qur’an menamakan satu komunitas sebagai umat, dan dalam suatu keluarga terdapat seorang ibu yang yang melahirkan anak keturunan yang dalam Al-Qur’an pula menamakan ibu sebagai umm. Kedua kata tersebut terambil dari akar yang sama karena ibu yang melahirkan dan yang di pundaknya terutama dibebankan pembinaan anak dan kehidupan rumah tangga merupakan tiang umat, tiang negara dan bangsa.

E. Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga Sebagai Upaya Pembentukan

Sikap Tanggung Jawab Sosial Anak Setiap proses tentunya terikat oleh ruang dan waktu. Ruang disini adalah kondisi dimana terjadi, penciptaan proses, bentuk proses, cara berproses, dan apa yang diharapkan dari proses itu sendiri. Maksudnya setiap proses yang ada melibatkan hal-hal di atas, sehingga proses yang berjalan dilalui secara objektif, dalam artian memasuki wilayah yang rasional, sebagai bentuk lain dari hubungan kausalitas. Keterikatan proses dengan waktu juga nampak jelas, sebab 53 Istilah “umat kecil” ini merupakan istilah yang digunakan M. Quraish Shihab dalam bukunya Membumikan Al-Qur’an, fungsi dan peran wahyu dalam kehidupan masyarakat, Bandung: Mizan, 2007 Cet. XXX, hal. 255. 41 proses pada akhirnya akan menuju pada cita-cita ideal sebagaimana ketika proses itu diciptakan. Artinya, suatu saat proses tersebut akan berhenti, sebagai tuntutan dari pertanyaan mengenai berhasil atau tidaknya proses yang dijalani. Sehingga jika proses tersebut dinilai kurang, maka akan menjadi bahan evaluasi yang harus dilakukan sedini mungkin. Kaitannya dengan tanggung jawab adalah bahwa tanggung jawab, sebagaimana hal ini juga ingin ditujukan kepada orang tua disamping kepada anak-anak, tentunya terjadi jika melalui suatu proses tertentu. Proses disini adalah sebuah peristiwa yang tercipta lewat upaya sadar dengan tujuan keinginan menuai hasil secara baik dari misi yang ditanamkan sebelumnya. Dan proses tersebut merupakan rangkaian yang saling berkaitan serta membutuhkan perjalanan yang cukup panjang. Akan tetapi, keikatan waktu pada akhirnya yang membatasinya, artinya perlu ada satu standar yang dapat dijadikan patokan untuk menilai hasil dari proses penanaman tanggung jawab selama proses tersebut berlangsung. Dapat dikatakan proses disini adalah suatu pendidikan itu sendiri. Proses pendidikan akhlak dalam keluarga sangatlah penting dan merupakan lembaga yang sangat efektif dalam menumbuhkan sifat tanggung jawab. Hal ini karena dalam keluarga yang menjadi pendidik adalah yang mana telah dianugerahkan Allah SWT yang bersifat kodrat sifat yaitu rasa cinta. Menurut M. Quraish Shihab, “cinta adalah dialog dan pertemuan dua “aku” dan cinta tidak melebur keperibadian”. 54 Bukan cinta namanya jika memaksa anak untuk menjadi “duplikat” dari dirinya. Walaupun anak pada hakikatnya adalah “bagian” dari nya, tetapi ia bukan kelanjutan dari mereka. Itu sebabnya agama menganjurkan agar orang tua mewujudkan kepribadian anak. Sehingga sang anak merasa sebagai salah seorang anggota keluarga yang mempunyai peranan dan tanggung jawab. Hal ini sejalan dengan perkataan Sayyidina Ali r.a. yaitu: “Didiklah anak-anakmu, dengan pendidikan yang sesuai karena mereka 54 M. Quraish Shihab, Lentera Hati..., hal. 214. 42 itu diciptakan untuk masa yang berbeda dengan masamu” Sayyidina Ali ra. 55 Mengajarkan akhlak yang baik bukan hanya sekedar bentuk penekanan yang tidak berarti melainkan dalam bentuk pemberian contoh yang baik kepada anak. Karena itu Rasulullah Saw Bersabda: ﻦﻋ ءﺎﻄﻋ ﻦﺑ ﺑأ ﻲ حﺎﺑر نأ لﻮﺳر ﷲا ] ﻰﻠﺻ ﷲا ﮫﯿﻠﻋ ﻢﻠﺳو [ لﺎﻗ : َﻢِﺣَر ُﷲا ًاﺪِﻟاَو َنﺎَﻋَأ ُهَﺪَﻟَو ﻰَﻠَﻋ ِهﱢﺮِﺑ اْﻮُﻟﺎَﻗ : َﻒْﯿَﻛ ﺎَﯾ لﻮﺳَر ﷲا ؟ لﺎﻗ : ُﻞِﺒْﻘُﯾ ُﮫَﻧﺎَﺴْﺣِإ ُزَوﺎَﺠَﺘَﯾَو ْﻦَﻋ ِﮫِﺗَءﺎَﺳِإ . Dari ‘Atho bin Abu Robah, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Alloh SWT merahmati orangtua yang membantu anaknya untuk berbakti kepadanya. Para sahabat bertanya, bagaimana dia membantunya? Rasul SAW menjawab: “Menerima perbuatan baik anaknya dan memaafkan kesalahannya”. 56 “Allah merahmati orang tua yang membantu anaknya untuk berbakti padanya. Para sahabat bertanya, bagaimana dia mebantunya? Nabi Saw Menjawab, dia menerima apa yang mudah atau sedikit dari anak nya, dia memaafkan yang salah atau berat, dia tidak membebaninya melebihi kemampuannya, tidak pula memaki atau menghinanya.” 57 Hadits tersebut di atas memberikan ajaran tentang pengajaran terhadap anak untuk bersikap mulia dengan memulai dari diri sendiri, seperti rasa bersyukur, selalu memaafkan dan menerima kelemahan orang lain serta menghargainya. Para harus memahami kejiwaan anak dan harus berhati-hati dalam perbuatan dan perkataan. Seperti dalam hadits di atas harus senantiasa menerima sesuatu yang diberikan oleh anak baik itu hal yang sedikit atau banyak bahkan hal yang tidak disukaipun harus menerimanya, perbuatan ini akan membimbing anak untuk bersikap selalu menerima dan bersyukur atas apa yang telah diterimanya. 55 M. Quraish Shihab, Pengantin Al-Qur’an; Kalung Permata Buat Anak-Anakku Jakarta: Lentera Hati, 2007, hal. 161. 56 ‘Abdulloh bin Wahb Al-Qurosyiy al-Mishriy, Al-Jami’ Fil Hadits, Juz.I, Ed.Mushthofa Husain, Saudi Arabia: Dar Ibnu Jawzi, 1996, hal. 212. 57 M. Quraish Shihab, Pengantin Al-Qur’an..., hal. 162. 43 Dan dalam perkataan, dilarang untuk memaki dan menghina anak walau pun anak memiliki sebuah kesalahan atau kecerobohan, karena hal ini akan membuat anak merasa rendah diri, selalu takut, dan tidak percaya diri sehingga kreatifitas yang ada pada dirinya terhenti dan tidak berkembang dengan baik kepribadiannya karena perasaan tersebut.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Tempat penelitian di RW 07 DesaKelurahan Jati Asih Kecamatan Jati Asih Kota Bekasi Selatan. Daerah Jati Asih Bekasi di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Jati Mekar, Desa Jati Kramat, Jati Makmur dan kemudian Desa Jati Waringin Pondok Gede. Sedangkan di sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Jati Sari, Desa Cakung dan kemudian sampai Kota Cibubur. Dan di sebelah Utara berbatasan dengan Pekayon yang sampai ke Bekasi Barat. Wilayah ini merupakan daerah yang sedang proses pembangunan, dilihat dari segi geografis lokasinya sangat strategis karena tidak terlalu jauh dengan pintu masuk tol sehingga alternatif transportasi sangat strategis. Karena hal demikian daerah ini banyak juga didatangi oleh pendatang dari berbagai wilayah. Selain itu, di sana telah banyak dibangun pusat-pusat perbelanjaan dan perkantoran. Hal ini lah yang mempengaruhi pola kebiasaan masyarakat sekitar dan tentunya mempengaruhi juga pola pendidikan di dalam keluarga yang bervisi menjadikan anak menjadi seorang ’abid dan khalifah di muka bumi yang dapat beradaptasi dengan baik dan bertanggung jawab.