Tinjauan Pustaka KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

28 Sebuah butir leksikon memiliki minimal dua makna asali. Kemudian makna asali tersebut membentuk polisemi, yang dapat mengekspresikan dua makna asali yang berbeda. Selanjutnya, makna asali yang berpolisemi tersebut membentuk sintaksis universal, yaitu kalimat sederhana yang berbentuk parafrase. Berdasarkan kalimat parafrase tersebut, dapat diketahui makna sebuah butir leksikon tersebut.

2.3 Tinjauan Pustaka

Sampai saat ini belum banyak linguis yang mengkaji bidang semantik, khususnya yang mengkaji struktur semantis ungkapan verbal emosi penutur, yaitu makian. Namun, sudah ada beberapa ahli yang membahas struktur semantis dalam verba, baik dalam bahasa Indonesia maupun lintas bahasa. Mulyadi, dalam Linguistika 2000, meneliti tentang Struktur Semantis Verba Bahasa Indonesia . Teori yang digunakan adalah teori “Makna alamiah Metabahasa”. Aspek yang dikaji adalah klasifikasi dan struktur. Hasilnya menunjukkan bahwa VBI digolongkan atas verba keadaan, proses, dan tindakan. Verba keadaan mempunyai kelas kognisi, pengetahuan, emosi, dan persepsi; verba proses mempunyai kelas kejadian, proses badaniah, dan gerakan bukan agentif; verba tindakan memiliki kelas gerakan agentif, ujaran, dan perpindahan. Struktur semantis VBI diformulasikan dari sejumlah polisemi. Beberapa struktur semantis VBI memperlihatkan persamaan dan perbedaan. Struktural semantis verba kognisi, pengetahuan, emosi, kejadian, proses badaniah, gerakan, ujaran, Universitas Sumatera Utara 29 dan perpindahan terbentuk dalam pola yang sama, sementara struktur semantis verba persepsi terbentuk dalam pola yang berbeda. Idrawati, dalam Linguistik Indonesia 2006: 145-154, meneliti tentang Makian dalam Bahasa Madura: Kajian Metabahasa Semantik Alami. Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa makian dalam bahasa Madura memiliki referensi, seperti bagian tubuh manusia, istilah kekerabatan, binatang, makhluk halus, profesi, sesuatu yang buruk, keadaan mental, keadaan fisik seseorang, dan aktivitas sosial yang memiliki makna asal antara lain seseorang, sesuatu, badan, bagian, buruk, terjadi, memikirkan, merasakan, mengetahui, dan melakukan. Mulyadi, dalam Linguistika 2010: 169, meneliti tentang Verba Emosi Statif dalam Bahasa Melayu Asahan , mengungkapkan bahwa verba emosi statif Melayu Asahan dicirikan komponen ‘X merasakan sesuatu bukan karena X menginginkannya’. Sesuai dengan tipe peristiwanya, verba emosi statif dibagi atas empat subkategori: 1 ‘sesuatu yang buruk telah terjadi’ “mirip sodih”, 2 ‘sesuatu yang buruk dapatakan terjadi’ “mirip takut”, 3 ‘orang-orang dapat memikirkan sesuatu yang buruk tentang aku’ “mirip malu”, dan 4 ‘aku tidak berpikir bahwa hal seperti ini dapatakan terjadi’ “mirip heran”. Budiasa, dalam Jurnal Ilmiah Indonesia 2011: 227-238, meneliti tentang Struktur Semantis Verba yang Bermakna Memotong dalam Bahasa Bali . Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa verba yang bermakna ‘memotong’ dalam bahasa Bali terdiri atas dua kelompok, yaitu 1 kelompok verba bahasa Bali yang bermakna ‘memotong’ dengan menggunakan alat dan 2 kelompok verba bahasa Bali yang bermakna ‘memotong’ tanpa menggunakan alat dalam melakukan Universitas Sumatera Utara 30 tindakan. Hasil kajiannya juga menunjukkan bahwa verba bahasa Bali yang bermakna ‘memotong’ hanya memiliki satu tipe makna asali, yaitu melakukan: terpotong. Subiyanto, dalam Linguistika 2011: 165-176, meneliti tentang Struktur Semantis Verba Proses Tipe Kejadian Bahasa Jawa: Kajian Metabahasa Semantik Alami . Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa verba kejadian memiliki beberapa komponen semantik, yakni: [+dinamis], [-kesengajaan], [+- kepungtualan], [+-telik], [-kinesis], dan [+gerakan]. Struktur semantis verba kejadian bahasa Jawa dijelaskan berdasarkan makna asali yang membangunnya. Verba ini dibentuk dengan makna asali TERJADI dan MELAKUKAN. Hasil penelitian terdahulu menjadi sumber acuan penulis dalam melakukan penelitiaannya menganalisis makian dalam BBT. Hasil penelitian yang akan diteliti penulis berbeda dengan hasil penelitian terdahulu, yaitu tentang kategorisasi dan struktur semantis makian dalam BBT. Universitas Sumatera Utara 31

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian Secara geografis, penutur bahasa Batak Toba tinggal di Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Samosir, Kabupaten Humbang Hasundutan, dan Kabupaten Toba Samosir yang berada di bagian tengah wilayah provinsi Sumatera Utara, yakni di punggung Bukit Barisan yang terletak di antara 1 20’ – 2 4’ LU dan 98 10’ – 90 35’BT. Penelitian ini dilakukan di Desa Tinggir Nipasir Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara. Lokasi ini dipilih karena masyarakat di daerah tersebut adalah masyarakat homogen, yaitu bersuku Batak Toba sehingga interferensi bahasa lain sangat kecil terjadi. Luas pemukiman Desa Tinggir Nipasir adalah 124 Ha. Desa ini terbagi atas dua dusun, dusun I bernama desa Gompar Sigiring dan dusun II bernama Banua Luhu dengan jumlah penduduk sebanyak 553 jiwa. Mayoritas pencaharian penduduk setempat adalah petani 90 , pegawai negeri sipil 3 dan wiraswasta 7. Batas-batas desa adalah sebagi berikut. Sebelah Utara : Desa Aruan Sebelah Selatan : Desa Pardinggaran Universitas Sumatera Utara