Etos Kerja KAJIAN PUSTAKA

2.4 Etos Kerja

Secara etimologis istilah etos berasal dari bahasa Yunani yang berarti ’tempat hidup’. Mula-mula tempat hidup dimaknai sebagai adat istiadat atau kebiasaan. Sejalan dengan waktu, kata etos berevolusi dan berubah makna menjadi semakin kompleks. Dari kata yang sama muncul pula istilah Ethikos yang berarti ’teori kehidupan’, yang kemudian menjadi ’etika’. Etos menurut Geertz dalam Abdullah, 1979:3 adalah sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan hidup. Etos adalah aspek evaluatif, yang bersifat menilai. Dasar pengkajian kembali makna Etos Kerja di Eropa diawali oleh buah pikiran Max Weber Soetrisno, 1995: 177. Salah satu unsur dasar dari kebudayaan modern, yaitu rasionalitas rationality menurut Weber lahir dari etika Protestan. Pada dasarnya agama merupakan suatu sistem nilai. Sistem nilai ini tentunya akan mempengaruhi atau menentukan pola hidup para penganutnya. Cara berpikir, bersikap dan bertindak seseorang pastilah diwarnai oleh ajaran agama yang dianutnya jika ia sungguh-sungguh dalam kehidupan beragama. Berbicara etos kerja sama halnya berbicara tentang kebudayaan masyarakat. Contohnya, budaya Konfusianisme yang merupakan budaya bangsa Cina, Korea, dan Jepang menjadi bukti akan pentingnya etos kerja sebagai suatu penjelasan sosiologis mengapa ketiga bangsa itu dapat muncul sebagai negara-negara industrial. Konfusianisme mengajarkan pemeluknya untuk hidup sederhana dan bekerja keras, dua sifat yang mendorong terjadinya pemupukan modal yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan perekonomian. Dengan demikian, kalau ajaran agama itu mengandung nilai-nilai yang dapat memacu pembangunan, jelaslah bahwa agama akan turut menentukan jalannya pembangunan atau modernisasi. Weber memperlihatkan bahwa doktrin predestinasi dalam protestanisme mampu melahirkan etos berpikir rasional, berdisiplin tinggi, bekerja tekun sistematik, berorientasi sukses material, tidak mengumbar kesenangan - namun hemat dan bersahaja asketik, serta Universitas Sumatera Utara menabung dan berinvestasi, yang akhirnya menjadi titik tolak berkembangnya kapitalisme di dunia modern. Sejak Weber menelurkan karya tulis The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism Budiman Arief, 2000:20, berbagai studi tentang Etos Kerja berbasis agama sudah banyak dilakukan dengan hasil yang secara umum mengkonfirmasikan adanya korelasi positif antara sebuah sistem kepercayaan tertentu dan kemajuan ekonomi, kemakmuran, dan modernitas. Menurut Direktorat Jendral Industri Kecil, Departemen Keuangan dan Departemen Tenaga Kerja dalam Ahimsa, 2003: 68 menyebutkan ada dua hal yang menjadi penghambat pengembangan industri kecil. Pertama, adalah mental maupun skill. Mental yang dimaksud adalah “kultur” ataupun etos kerja pengusaha yang cepat puas, sedangkan skill menyangkut profesionalisme usaha, seperti desain dan kualitas produk, pemasaran serta pengorganisasian. Kedua,hambatan yang berkaitan dengan modal dan pemasaran hasil industri. Penelitian Prasasti dalam Ahimsa,: 2003:69 menemukan dua faktor yang dapat mendukung perkembangan usaha kecil. Pertama, faktor dari dalam internal yang berupa kemampuan pada diri seorang pengusaha untuk mengembangkan suatu usaha seperti etos kerja yang tinggi, kemampuan manajemen yang baik, serta keberanian untuk berinovasi. Kedua, faktor dari luar eksternal berupa bantuan modal dari pemerintah atau lembaga non- pemerintah, luasnya permintaan barang, kemudahan dalam mendapatkan bahan baku dan sebagainya. Huda dalam tesisnya mengenai industri kecil antara etos kerja pengusaha dengan kebijakan pembinaan yang dijalankan pemerintah dalam Ahimsa, 2003:69 menyimpulkan bahwa etos kerja yang meliputi sikap disiplin, kerja keras, memiliki pandangan kedepan, kreatif, bertanggung jawab serta memiliki sikap hidup hemat, bertanggung jawab akan dapat menghasilkan sebuah industri kecil yang memiliki produktivitas tinggi, baik kualitas maupun kuantitas, yang dikemudian hari akan turut menentukan luasnya pemasaran bila didukung Universitas Sumatera Utara oleh kebijakan pembinaan dari pemerintah berupa bimbingan dan penyuluhan, pemberian bantuan dalam hal promosi, serta koperasi. Dalam mengembangkan industri sepatu ini diperlukan peningkatan etos kerja dalam mendesain atau mengembangkan model sepatu dengan pelatihan, seperti pelatihan yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja dengan mengirimkan beberapa pengrajin sepatu Bunut ke Sidoarjo, Jawa Timur.

2.5 Motivasi Berprestasi atau n-Ach

Dokumen yang terkait

Kontribusi Perempuan Pengrajin Ulos Terhadap Ekonomi Keluarga di Desa Lumban Siagian Julu Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara

3 102 107

Kondisi Kehidupan Sosial Ekonomi Buruh Harian Lepas di Kelurahan Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang

7 122 122

era Perempuan Pengrajin Bambu Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga Dengan Memanfaatkan Potensi Sumber Daya Alam Lokal

1 74 100

Evaluasi Pelaksanaan Program Beras Untuk Keluarga Miskin di Kelurahan Kisaran Baru Kecamatan Kisaran Barat Kabupaten Asahan

3 116 161

Kehidupan Sosial Ekonomi Pemulung (Studi Antropologi Tentang Kehidupan Sosial Ekonomi Keluarga Pemulung Etnik Batak di Desa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang).

11 140 119

EKSISTENSI JEMBATAN TABAYANG TERHADAP KEADAAN SOSIAL EKONOMI DI KECAMATAN SEI KEPAYANG BARAT KABUPATEN ASAHAN.

0 8 24

MOBILITAS PENDUDUK NON PERMANEN DAN PERUBAHAN KEADAAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA MOBILITAS PENDUDUK NON PERMANEN DAN PERUBAHAN KEADAAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DI DESA GADUDERO DAN DESA PAKEM KECAMATAN SUKOLILO KABUPATEN PATI JAWA TENGAH.

0 0 17

MOBILITAS SOSIAL ANTAR GENERASI KELUARGA PETANI PADI DI KELURAHAN PASIRAN KECAMATAN SINGKAWANG BARAT

0 0 10

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Mobilitas Sosial Dan Keberdayaan Ekonomi Keluarga Pengrajin Sepatu Di Bunut Kecamatan Kisaran Barat Kabupaten Asahan

0 2 9

Evaluasi Pelaksanaan Program Beras Untuk Keluarga Miskin di Kelurahan Kisaran Baru Kecamatan Kisaran Barat Kabupaten Asahan

0 0 20