Pembebanan Biaya Kurator Terhadap Pailitnya PT. Telkomsel, TBK Ditinjau Dari Undang-Undang No. 37 Tahun 2004

(1)

PEMBEBANAN BIAYA KURATOR TERHADAP PAILITNYA

PT. TELKOMSEL, TBK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG

NOMOR 37 TAHUN 2004

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi

Syarat-Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

100200226

Anggie Yosephine Sinaga

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

PROGRAM SARJANA ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM


(2)

MEDAN

2014

PEMBEBANAN BIAYA KURATOR TERHADAP PAILITNYA PT. TELKOMSEL,TBK. DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 37

TAHUN 2004

S k r i p s i

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir dan Melengkapi Syarat dalamMemperolehGelar Sarjana Hukum

Oleh :

A N G G I E Y O S E P H I N E S I N A G A 10020022 6

Disetujui oleh :

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

NIP : 197501122005012002 Windha, S.H., M.Hum

Pembimbing I Pembimbing

II

Prof. Dr. Sunarmi,S.H., M.Hum

NIP : 196302151989032002 NIP :

195303121983031002

Ramli Siregar, S.H., M.Hum


(3)

PROGRAM SARJANA ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2014

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan harapan, semangat, kekuatan, kesabaran, dan bimbingan selama proses penulisan skripsi ini sehingga dapat menyelesaikannya dengan baik dan tepat waktu.

Penulisan skripsi yang berjudul “Pembebanan Biaya Kurator Terhadap Pailitnya PT. Telkomsel, TBK Ditinjau Dari Undang-Undang No. 37 Tahun 2004” ini ditujukan untuk memberikan informasi kepada para pembaca mengenai pembebanan biaya kurator terhadap pailitnya suatu perusahaan apabila pernyataan pailit tersebut ditolak pada tingkat kasasi maupun peninjauan kembali. Selain itu, penulisan skripsi ini juga ditujukan untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai gelar Sarjana Hukum (SH) di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulisan skripsi ini tidaklah terlepas dari ketidaksempurnaan sehingga besar harapan agar semua pihak dapat memberikan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi menghasilkan sebuah karya ilmiah yang lebih baik dan lebih sempurna lagi, baik dari segi substansi maupun cara penulisannya.

Secara khusus ingin berterima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang begitu luar biasa, Drs. Kardi Sinaga, SH., dan Loise Marpaung, yang telah membesarkan, mendidik, dan mendukung sehingga dapat memperoleh


(4)

pendidikan formal sampai pada tingkat Strata Satu. Terima kasih juga kepada kakak dan abang tercinta, Eka Margaret Sinaga, S.Pd., M.Pd. dan Johanes Antonius Sianaga, SH. yang selalu mendukung dan menyemangati dalam penulisan skripsi. Semoga dengan berbekal pendidikan yang penulis tempuh selama ini dapat membahagiakan dan membanggakan keluarga tercinta.

Terima kasih juga kepada beberapa pihak, seperti :

1. Bapak rektor Universitas Sumatera utara (USU) Medan, Prof. Dr. dr.

Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K).

2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum. selaku Pembantu Dekan I

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

4. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.Hum., DFM selaku Pembantu Dekan

II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

5. BapakDr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Windha, S.H., M.Hum. selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi dan

Dosen Hukum Ekonomi.

7. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum selaku Dosen Hukum Ekonomi

Universitas Sumatera Utara (USU) dan Dosen Pembimbing I. Dalam kesempatan ini ingin terima kasih sebesar-besarnya kepada Beliau atas segala bantuan dan dukungan Beliau yang telah membantu dalam mencari


(5)

referensi guna menyelesaikan skripsi ini. Beliau merupakan sosok yang

sangat menginspirasi, selain sikap Beliau yang low profile, Beliau juga

memiliki sikap yang tegas namun sangat memotivasi.Tanpa bantuan, kritik, dan saran dari Beliau mungkin skripsi tidak dapat diselesaikan dengan baik.

8. Bapak Ramli Siregar, S.H., M.Hum selaku Sekretaris Jurusan Departemen

Hukum Ekonomi dan Dosen Pembimbing II. Terima kasih sebesar-besarnya kepada Beliau atas segala bantuan dan dukungan yang sangat bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini.Beliau merupakan figur yang apa adanya, baik, serta peduli. Dedikasi Beliau sangat di kagumi oleh setiap mahasiswa dalam mengajarkan mata kuliah hukum ekonomi dengan caranya yang sederhana dan mudah diterima oleh mahasiswa.Penulisan skripsi ini tidaklah mungkin dapat terselesaikan dengan baik tanpa bantuan, kritik, dan saran dari Beliau.

9. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H. selaku Guru Besar dan Dosen

Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU). 10. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum. selaku Dosen Hukum Ekonomi

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

11. Ibu Dr. Keizerina Devi, S.H., M.Hum. selaku Dosen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

12. Ibu Joiverdia Arifiyanto, S.H., M.H. selaku Dosen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

13. Bapak Dr. Jusmadi Sikumbang, SH., M.S. selaku Dosen Penasihat Akademik. Di tengah kesibukan Beliau, Beliau masih dapat meluangkan waktu untuk mengkaji perkembangan hasil studi saya hingga selesai.Untuk itu, dalam kesempatan ini mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas


(6)

segala bantuan dan dukungan yang telah Beliau berikan selama kegiatan perkuliahan berlangsung mulai sejak penulis pertama kali menjadi mahasiswa baru sampai masa perkuliahan selesai.

14. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) atas segala ilmu yang telah diberikan sejak awal perkuliahan hingga terselesainya penulisan skripsi ini.

15. Seluruh staf pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU). 16. Dini Wahyuni Harahap, Nurul Dwi Oktari Sitepu, dan Defina Angreani

Simangunsong, yang merupakan teman stambuk 2010 sekaligus sahabat seperjuangan yang telah memberikan banyak dukungan selama perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

17. Teman-teman Stambuk 2010, yang merupakan teman-teman akrab, teman segrup, dan teman satu tim klinis, yaitu Ekpi Simbolon, Diana Wijaya, Cynthia Wirawan, Rivera Wijaya, Paul Brena Tarigan, Muhammad Mirza Hutajulu, Rory Eka Putra Sitepu, Fadlan Fahmi Simatupang, Umar Ismail Sipahutar serta yang lainnya yang tidak bisa diucapkan satu per satu.

18. Saudara-saudariku di Keluarga Mahasiswa Katolik (KMK) St. Fidelis Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yaitu, Agnes Deslina Sinaga, Dewi Maya Ginting, Teguh Sinulingga, Christoper, Charles Salim, kak Dorothy Rumapea, kak Putri Rajagukguk, bang Jigoro Lumbanraja, bang Richter Sinaga, bang Rio Montes Malau, bang Agustinus Siallagan, adik-adikku yaitu Nova Atri Sagala, Richard Sitio, Ivan Ferdinandus, Eni Dora Sipayung, Kristina Simbolon, Ruba Franklin Silaen, Devid Lubis, Vincent Nadeak, Maruli Simalango dan seluruh adik-adikku stambuk 2012 mapun


(7)

2013 yang tidak bisa penulis ucapkan satu per satu. Terima kasih sebesar-besarnya telah memberikan semangat serta motivasi yang luar biasa.

19. Saudara-saudariku di Keluarga Mahasiswa Katolik (KMK) St. Albertus

Magnus Universitas Sumatera Utara.Ad Maioreim Dei Gloriam!

20. Adikku Kaprianto Manullang, Sesilia Simarmata, bang Hisar Sidauruk, bang Fransiscus Sitompul, dan Cristina Sondang terimakasih banyak atas semangat dan motivasi yang selalu menguatkan penulis dalam apapun. 21. Freddy Tantra yang merupakan figur penyemangat yang secara tidak

langsung mengajarkan penulis untuk menjadi pribadi yang lebih mandiri dan kuat selama menjalani masa perkuliahan.

22. Sahabat dari SMA St. Thomas 1 Medan, yaitu Nopelita Sembiring, Giovani Malau, dan Lorensia Perangin-angin.

23. Teman-teman organisasi Ikatan Mahasiswa Hukum Ekonomi (IMAHMI) khususnya bidang Pendidikan.

24. Senior-senior di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak informasi mengenai kegiatan perkuliahan dan membimbing penulis selama mengikuti kegiatan-kegiatan hukum dalam organisasi kampus.

Salam Hormat, Penulis


(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... vi

ABSTRAK ...viii

BAB I PENDAHULUAN………... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 7

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Kepustakaan ... 9

F. Metode Penelitian... 15

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II KEPAILITAN PADA PERUSAHAAN PT. TELKOMSEL, Tbk………... 19

A. Syarat Kepailitan PT. Telkomsel, Tbk ... 19

B. Prosedur Permohonan Pailit PT. Telkomsel, Tbk ... 33

C. Akibat Hukum Pernyataan Pailit PT. Telkomsel, Tbk ... 42

D. Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit PT. Telkomsel, Tbk ... 45

BAB III TANGGUNG JAWAB KURATOR DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT………...51

A. Hubungan Kurator dengan Pihak-Pihak dalam Putusan Pernyataan Pailit... 51

B. Tugas dan Kewajiban Kurator ... 63

C. Tanggung Jawab Kurator ... 76


(9)

A. Pengaturan Tentang Imbalan Biaya Kurator dalam Hukum

Kepailitan ... 80

B. Pembebanan Biaya Kurator ... 86

C. Pembebanan Biaya Kurator dalam Kasus PT. Telkomsel, Tbk ... 90

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………..98

A. Kesimpulan ... 98

B. Saran ...100


(10)

ABSTRAK

Pembebanan Biaya Kurator Terhadap Pailitnya PT. Telkomsel, Tbk. Ditinjau dari Undang-Undang 37 Tahun 2004

Anggie Sinaga* Sunarmi** Ramli Siregar***

*

Mahasiswa Fakultas Hukum USU **

Dosen Pembimbing I ***

Dosen Pembimbing II

Perkara kepailitan banyak terjadi di Indonesia khususnya dalam dunia perusahaan.Kurator bertugas untuk melakukan mengurus dan membereskan harta pailit dalam perkara kepailitan yang diproses di Pengadilan.Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana kepailitan pada perusahaan PT. Telkomsel; bagaimana tanggung jawab kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit; bagaimana pembebanan biaya kurator terhadap pailitnya PT. Telkomsel ditinjau dari UU No. 37 Tahun 2004.

Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian kepustakaan yang didasarkan pada data sekunder yaitu mengumpulkan bahan-bahan dari kepustakaan, putusan perkara Telkomsel, peraturan mengenai pengaturan tentang imbalan jasa kurator, internet maupun hasil karya tulisan ilmiah lainnya yang erat kaitannya dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan skripsi ini adalah bahwa Telkomsel awalnya dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga.Namun, putusan kepailitan tersebut dibatalkan pada tingkat Kasasi maupun tingkat Peninjauan Kembali.Tanggung jawab kurator adalah melakukan pengurusan dan pemberesan terhadap harta pailit.Pengaturan mengenai pembebanan kurator awalnya diatur dalam Keputusan Menteri Kehakiman No. M.09-HT.05.10 Tahun 1998 tentang Pedoman besarnya Imbalan Jasa Bagi Kurator dan Pengurus kemudian diatur kembali dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No. 01 Tahun 2013 tentang Pedoman Imbalan Bagi Kurator dan Pengurus. Pembebanan biaya kurator dalam kasus PT. Telkomsel dikenakan kepada pihak PT. Prima Jaya Informatika.Karena sesuai dengan Permenkunham No. 01 Tahun 2013 jelas dikatakan bahwa apabila permohonan pernyataan pailit ditolak pada tingkat kasasi maupun peninjauan kembali maka biaya kurator dibebankan kepada pihak pemohon pailit.Saran, sebaiknya Majelis Hakim Mahkamah Agung dapat lebih memahami isi dari Peraturan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No. 01 Tahun 2013 agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memutuskan terhadap siapa pembebanan kurator akan diberikan.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkara kepailitan banyak terjadi di Indonesia khususnya dalam dunia perusahaan. Salah satu sarana hukum yang menjadi landasan bagi penyelesaian utang piutang dan erat relevansinya dengan kebangkrutan dunia usaha adalah peraturan tentang Kepailitan, termasuk pengaturan tentang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Kepailitan adalah sita umum yang mencakup seluruh kekayaan debitur demi kepentingan semua kreditornya. Tujuan kepailitan adalah pembagian kekayaan debitur oleh kurator kepada semua kreditur dengan memperhatikan hak-hak

mereka masing-masing.1

Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan. Dalam hal ini Pengadilan Niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak

dapat membayar utangnya.2

Dari sudut sejarah hukum, Undang-Undang Kepailitan pada mulanya bertujuan untuk melindungi para kreditor dengan memberikan jalan yang jelas dan pasti untuk menyelesaikan utang yang tidak dapat dibayar. Dalam

1

Fred B.G. Tumbuan, “Pokok-pokok Undang- Undang Tentang Kepailitan sebagaimana diubah oleh PERPU No. 1/1998” dalam Penyelesaian Utang-Piutang melalui Kepailitan atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Rudy A. Lontoh, Ed., (Bandung; Alumni, 2001), hlm. 125.

2

J. Djohansah, “Pengadilan Niaga” di dalam Rudy Lontoh (Ed.), Penyelesaian Utang melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Bandung: Alumni, 2001). Hlm. 23, lihat juga Pasal 1 Undang–Undang No. 4 Tahun 1998.


(12)

perkembangannya kemudian, Undang-Undang Kepailitan juga bertujuan untuk melindungi debitur dengan memberikan cara untuk menyelesaikan utangnya tanpa membayar secara penuh, sehingga usahanya dapat bangkit kembali tanpa beban utang.

Tujuan utama kepailitan adalah untuk melakukan pembagian antara kreditor

atas kekayaan debitur oleh kurator.3

Kurator memiliki peran utama dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit. Untuk memahami lebih lanjut tugas dan kewenangan seorang kurator, maka

Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditor dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan debitur dapat dibagikan kepada semua kreditor sesuai dengan haknya masing-masing.

Putusan pernyataan pailit terhadap debitur membawa dampak besar bagi para kreditor debitur pailit. Permasalahannya, bagaimana mereka mendapatkan hak-haknya atas harta debitur pailit. Siapa yang akan mengurus pembagian harta debitur pailit kepada para kreditor berdasarkan haknya masing-masing. Permasalahan utama dalam kepailitan sebagaimana yang diungkapkan Professor Warren adalah siapa yang berhak dan bagaimana membagi harta debitur pailit. Terhadap pernyataan ini, di Indonesia telah diatur bahwa yang berhak melakukan itu adalah Balai Harta Peninggalan dan Kurator. Hanya saja inti pernyataan ini adalah bagaimana membagi harta debitur pailit. Membagi harta debitur pailit merupakan bagian akhir dari proses kepailitan. Tahap mencapai pembagian harta inilah yang akan menjadi tugas berat seorang kurator.

3

Mosgan Situmorang, “Tinjauan Atas Undang–Undang Nomor 4 Tahun 1998 Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 1998 menjadi Undang –Undang”. Majalah Hukum Nasional,


(13)

yang harus dipahami terlebih dahulu adalah memahami hakikat dan ruang lingkup tugas kurator. Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang Kepailitan menentukan bahwa kurator yang diangkat harus independen dan tidak mempunyai benturan kepentingan dengan debitur atau kreditor. Selanjutnya Pasal 89 menyatakan bahwa setelah ditelaah menerima pemberitahuan yang termaksud dalam Pasal 13 ayat (3), maka kurator dengan segala upaya yang perlu dan patut harus mengusahakan keselamatan harta pailit.

Untuk melaksanakan tugas dan kewenangannya, seorang kurator perlu memilih kewenangan yang dimilikinya berdasarkan undang-undang yaitu (i) kewenangan yang dapat dilaksanakan tanpa diperlukannya persetujuan dari instansi atau pihak lain, dan (ii) kewenangan yang dapat dilaksanakan setelah

memperoleh persetujuan dari pihak lain, dalam hal ini Hakim Pengawas.4

Kemampuan kurator harus diikuti dengan integritas. Integritas berpedoman pada kebenaran dan keadilan serta keharusan untuk menaati standar profesi dan etika sesuai isi dan semangatnya. Integritas merupakan salah satu ciri yang fundamental bagi pengakuan terhadap profesionalisme yang melandasi

kepercayaan publik serta patokan (benchmark) bagi anggota kurator dalam

menguji semua keputusan yang diambilnya.

Kurator harus memahami bahwa tugasnya tidak hanya sekedar bagaimana menyelamatkan harta pailit yang berhasil dikumpulkannya untuk kemudian dibagi kepada para kreditor, tapi lebih jauh sedapat mungkin bisa meningkatkan nilai harta pailit tersebut.

4

Marjan E. Pane, “Permasalahan Seputar Kurator”, makalah dalam “Lokakarya Kurator/Pengurus dan Hakim Pengawas: Tinjauan Secara Kritis”. Jakarta 30–31 Juli 2002


(14)

Integritas mengharuskan kurator untuk bersikap jujur dan dapat dipercaya serta tidak mengorbankan kepercayaan publik demi kepentingan pribadi, integritas mengharuskan kurator untuk bersikap objektif dan menjalankan

profesinya secara cermat dan saksama.5

Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan mengatur tentang berwenanganya kurator dalam melaksanakan tugas pengurusan dan atau pemberesan harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan,

sebagai berikut,6

Telkomsel dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga pada tanggal 14 September 2012.

“Terhitung sejak tanggal pernyataan pailit ditetapkan, kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit, meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjuai kembali.”

Tugas kurator tidak mudah atau dapat berjalan dengan mulus seperti yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Kepailitan. Persoalan yang dihadapi oleh kurator seringkali menghambat proses kinerja kurator yang semestinya seperti menghadapi debitur yang tidak dengan sukarela menjalankan putusan pengadilan, misalkan debitur tidak memberikan akses data dan informasi atas asetnya yang dinyatakan pailit.

7

5

Kode Etik Profesi Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia Bagian Pertama Prinsip Kelima

6

Undang–Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan PERPU No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang–Undang tentang Kepailitan menjadi Undang–Undang, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 135

7

Tempo, “Melawan Tagihan Kurator”, Majalah Tempo, 25 Februari-3 Maret 2013, hlm. 89, (diakses pada tanggal 21 Oktober 2013).


(15)

Mahkamah Agung, namun hal tersebut belum selesai karena pada tanggal 31 Januari 2013, Pengadilan Niaga menetapkan biaya kurator sebesar Rp 293,6

miliar yang dibebankan kepada Telkomsel dan Prima Jaya.8

8Ibid.

Pembebanan biaya tersebut menjadi masalah karena beberapa faktor, (i) angka yang dianggap tidak wajar, sebab angka sebesar itu merupakan ½ % dari aset Telkomsel, yang berjumlah Rp 52,723 triliun. Adapun jika merujuk pada Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 1 Tahun 2013, imbalan jasa kurator untuk perusahaan dengan aset diatas Rp 500 miliar adalah 0,2%. (ii) pembebanan yang dilatarbelakangi perubahan tatanan hukum mengenai pembebanan biaya kurator pada kasus kepailitan yang dibatalkan.Isu hukum yang paling mencuat tentu problematika siapa yang akan dibebankan biaya kurator tersebut. Menurut Pasal 2 ayat (1) huruf c Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.09–HT.05.10 Tahun 1998 dijelaskan bahwa dalam hal permohonan pernyataan pailit ditolak ditingkat kasasi atau peninjauan kembali, besarnya imbalan jasa ditetapkan oleh hakim dan dibebankan kepada debitur. Bertolak belakang dengan Keputusan Menteri Kehakiman tersebut sehari setelah Mahkamah Agung membatalkan pailit, dikeluarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 1 Tahun 2013. Pada Pasal 2 ayat (1) huruf c dijelaskan bahwa dalam hal permohonan pernyataan pailit ditolak di tingkat kasasi atau peninjauan kembali, banyaknya imbalan ditetapkan oleh hakim dan dibebankan kepada pemohon pernyataan pailit. Kontradiksi antara Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.09-HT.05.10 Tahun 1998 dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 1 Tahun 2013 itulah yang menimbulkan perselisihan antara Telkomsel dan Prima Jaya yang sama-sama menolak menanggung beban


(16)

biaya kurator. Sehingga, Feri S. Samad dan kawan-kawan yang ditunjuk Pengadilan Niaga sebagai kurator tidak mendapatkan biaya kurator yang seharusnya menjadi haknya.

Oleh karena itu menjadi menarik, apabila dapat di cari tahu sebenarnya bagaimana bentuk ideal ketentuan peraturan pembebanan biaya kurator apabila permohonan pernyataan pailit ditolak di tingkat kasasi atau peninjauan kembali. Apakah harus dibebankan kepada debitur atau dibebankan kepada pemohon pailit. Perangkat hukum tentu akan sangat dibutuhkan agar ketentuan penyelesaian utang

piutang dapat dilakukan secara adil, cepat, terbuka, dan efektif,9

B. Perumusan Masalah

sesuai dengan Undang-Undang Kepailitan di Indonesia.

Adapun permasalahan yang di kemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah kepailitan pada perusahaan PT. Telkomsel, Tbk?

2. Bagaimana tanggung jawab kurator dalam pengurusan dan pemberesan

harta pailit?

3. Bagaimana pembebanan biaya kurator dalam pailitnya PT. Telkomsel, Tbk

ditinjau dari UU No. 37 Tahun 2004?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut :

9

Lebih lanjut lihat Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.


(17)

1. Untuk mengetahui pailitnya perusahaan PT. Telkomsel, Tbk.

2. Untuk mengetahui tanggung jawab kurator dalam pengurusan dan

pemberesan harta pailit.

3. Untuk mengetahui pembebanan biaya kurator dalam pailitnya PT.

Telkomsel, Tbk yang ditinjau dari UU No. 37 Tahun 2004.

Selain itu, penulisan skripsi ini juga ditujukan sebagai pemenuhan tugas akhir dalam memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Adapun manfaat penulisan yang diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Secara Teoritis

Secara teoritis, pembahasan mengenai pembebanan biaya kurator terhadap pailitnya PT. Telkomsel, Tbk ditinjau dari UU No. 37 Tahun 2004 ini akan memberikan pemahaman dan pengetahuan baru bagi para pembaca mengenai pailitnya suatu perusahaan, tugas dan wewenang kurator, dan pembebanan biaya kurator terhadap pailitnya PT. Telkomsel, Tbk apabila pernyataan pailit ditolak pada tingkat kasasi atau peninjauan kembali.

2. Secara Praktis

Pembahasan ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pembaca terutama bagi praktisi dan masyarakat umum yang ingin mengetahui lebih jauh tentang kepailitan dan kurator, khususnya tentang pembebanan kurator apabila


(18)

pernyataan pailit ditolak pada tingkat kasasi atau peninjauan kembali dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik dari hasil penelitian yang masih ada maupun yang sedang dilakukan khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan judul “Pembebanan Kurator Terhadap Pailitnya PT. Telkomsel Tbk Ditinjau dari Undang-Undang No. 37 Tahun 2004” belum pernah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya. Sehubungan dengan keaslian judul ini, peneliti telah melakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi ini belum pernah diteliti oleh orang lain di lingkungan universitas/perguruan tinggi lain dalam wilayah Republik Indonesia.

Apabila di kemudian hari, ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis orang lain dalam berbagai tingkat kesarjanaan sebelum skripsi ini dibuat, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya.

E. Tinjauan Kepustakaan

Perseroan terbatas (limited liability company) sebagai badan hukum

merupakan salah satu pilihan dari masyarakat dalam kegiatan bidang usaha. Filosofi perseroan terbatas sebagai badan hukum disediakan untuk keperluan asosiasi modal (pengumpulan sejumlah modal yang sangat besar dari sejumlah


(19)

orang yang sangat banyak)10

Pengertian perseroan terbatas dapat ditelusuri dari kata perseroan dan terbatas. Perseroan adalah persekutuan modal yang terdiri dari sero-sero atau saham. Dalam Kamus Indonesia-Inggris

. Dengan kata lain, perseroan terbatas merupakan persekutuan modal yang oleh undang-undang diberi status badan hukum.

11

, saham diartikan atau diterjemahkan

antara lain share, stock, sedangkan seroartinya antara lain a share. Sedangkan

kata terbatas diartikan atau diterjemahkan dengan limited.12

Perseroan terbatas dapat diuraikan lebih lanjut dari kata perseroan, yaitu persekutuan sero-sero atau saham. Sedangkan kata terbatas itu tertuju pada tanggung jawab pemegang saham atau persero sejumlah nominal saham yang

dimiliki oleh pemegang saham tersebut. 13

Ada keterkaitan antara pemakaian nama perseroan terbatas dengan pertanggungjawaban terbatas dari pemegang saham pada perseroan terbatas. Artinya bahwa, pendirian perseroan terbatas belum tentu akan selalu pemegang saham perseroan terbatas, karena pemegang saham tersebut dapat menjualnya atau mengalihkan sahamnya kepada pihak lain. Maka di Perancis, perseroan terbatas

disebut “society anonyme” yang menunjukkan ketidakterikatan perseroan tersebut

Salah satu persyaratan pertanggungjawaban terbatas adalah bahwa perseroan harus sebagai badan hukum.

10

Rudhi Prasetya, “Kedudukan, Peran, dan Pertanggungjawaban Pengurus Perseroan Terbatas” (makalah disampaikan pada seminar Hukum Dagang, diselenggarakan Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta 29-30 Juli 1987), 17.

11

John M Echols & Hassan Shadily, Kamus Indonesia–Inggris (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1997), hlm. 472

12Ibid

, hlm. 52 13


(20)

dengan orangnya.14 Di Jerman disebut Aktien Geselschaft, dimana Aktien berarti

ditonjolkan segi saham yang merupakan ciri khas dari perseroan terbatas.15

Di Inggris disebut Limited Company, dimana kata Company menunjukkan

bahwa yang menyelenggarakan bukan seorang diri, tetapi terdiri dari beberapa

orang yang tergabung dalam suatu wadah atau badan. Sedangkan kata limited

menunjukkan pertanggungjawaban dari orang-orang (pemegang saham) sebatas harta kekayaan dalam badan usaha. Maksudnya adalah bahwa tanggung jawab dari pemegang saham terhadap pihak ketiga atas tindakan hukum perseroan, terbatas sejumlah saham dalam perseroan. Di Amerika, perseroan terbatas disebut Limited Liability Company (LLC), yang dianggap sebagai asosiasi bisnis terbaru.16

Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dan kemudian

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 menentukan perseroan terbatas diartikan sebagai persekutuan modal, yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal yang seluruhnya terbagi dalam usaha dan memenuhi persyaratan yang disebutkan dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaan lainnya. Berdasarkan defenisi tersebut perseroan terbatas dapat dikatakan sebagai persekutuan atau asosiasi modal.

14

Rudi Prasetya, Op. Cit., 41 15Ibid.

16


(21)

dinyatakan pailit oleh pengadilan. Debitur tidak dapat membayar utangnya apabila

jelas telah diputuskan oleh Majelis Hakim di dalam Pengadilan Niaga.17

Pernyataan pailit tersebut mengakibatkan debitur kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurusi kekayaannya yang dimasukkan dalam kepailitan,

terhitung sejak pernyataan pailit.18

Kepailitan adalah sita umum yang mencakup seluruh kekayaan debitur demi kepentingan semua kreditornya. Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya

dinyatakan pailit oleh pengadilan.19

Jika seorang debitur hanya mempunyai satu kreditur dan debitur tidak membayar utangnya dengan suka rela, kreditur akan menggugat debitur secara perdata ke Pengadilan Negeri yang berwenang dan seluruh harta debitur menjadi Sementara itu dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang dimaksud dengan kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

17

J. Djohansah. “Pengadilan Niaga” di dalam Rudy Lontoh (Ed.), Penyelesaian Utang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Bandung; Alumni, 2001). Hlm. 23, lihat juga Pasal 1 Undang–Undang No. 4 Tahun 1998

18

Pasal 22 UUK 19

Fred B.G. Tumbuan, “Pokok–Pokok Undang–Undang tentang Kepailitan sebagaimana diubah oleh PERPU No. 1/1998” dalam Penyelesaian Utang–Piutang melalui Kepailitan atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Rudy A. Lontoh, Ed., (Bandung: Alumni, 2001), hlm.125.


(22)

pelunasan utangnya kepada kreditur tersebut. Hasil bersih eksekusi harta debitur

dipakai untuk membayar kreditur tersebut.20

Sebaliknya dalam hal debitur mempunyai banyak kreditur dalam harta kekayaan, debitur tidak cukup hanya membayar semua kreditur, para kreditur akan menggunakan segala cara baik yang halal maupun tidak, untuk mendapatkan pelunasan tagihannya terlebih dahulu. Kreditur yang datang belakangan mungkin sudah tidak mendapatkan pembayaran lagi karena harta debitur sudah habis. Hal

ini sangat tidak adil dan merugikan debitur.21

Menurut Kartini Muljadi, hal inilah yang menjadi maksud dari tujuan dari Undang-Undang Kepailitan yaitu untuk menghindari terjadinya keadaan seperti

yang dipaparkan di atas.22

Fred B.G. Tumbuan menyatakan bahwa melalui sita umum maka dihindari

dan diakhiri sita dan eksekusi oleh para kreditur secara sendiri-sendiri.23 Dengan

demikian para kreditur harus bertindak secara bersama-sama (concursus

creditorium)24

Dari sudut sejarah hukum, Undang-Undang Kepailitan pada mulanya bertujuan untuk melindungi para kreditornya dengan memberikan jalan yang jelas dan pasti untuk menyelesaikan utang yang dapat dibayar. Dalam

sesuai dengan asas sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1132 KUH Perdata.

20

Kartini Muljadi, Penyelesaian Utang Piutang melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Bandung: Alumni, 2001) hlm. 75-56.

21

Ibid. 22

Ibid. 23

Fred B.G. Tumbuan, op.cit., hlm. 125 24

Dalam kepustakaan, concursus creditorium diartikan sebagai keberadaan dua atau lebih kreditur. Concursus Creditorium merupakan syarat bagi kepailitan.


(23)

perkembangannya kemudian, Undang-Undang Kepalilitan juga bertujuan untuk melindungi debitur dengan memberikan cara untuk menyelesaikan utangnya tanpa membayar secara penuh, sehingga usahanya dapat bangkit kembali tanpa beban utang.

Tujuan kepailitan adalah untuk melakukan pembagian antara para kreditur atas kekayaan debitur oleh kurator. Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditur dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan debitur dapat dibagikan kepada semua kreditur sesuai dengan haknya masing-masing. Berdasarkan hal di atas, bahwa kepailitan bertujuan untuk menjamin para kreditur untuk memperoleh hak-haknya atas hartadebitur pailit. Lebih jauh tentang

pembagian harta pailit ini, Professor Raddin mengungkapkan bahwa :25

Untuk melaksanakan tugas dan kewenangannya, seorang kurator perlu memilih kewenangan yang dimilikinya berdasarkan undang-undang yaitu (i) kewenangan yang dapat dilaksanakan tanpa diperlukannya persetujuan dari instansi atau pihaklain; (ii) kewenangan yang dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan dari pihak lain dalam hal ini Hakim Pengawas.

“purpose off all bankruptcy laws is to provide a collective forum for sorting out the rights of the various claimants aggaints the assets of debtor where there are not enough assets to go around”.

26

25

David G. Epstein, Steve H. Nickles, and James J. White, Bankruptcy (USA : West Publishing Co, 1993), hlm. 2.

26

Marjan E. Pane, “Permasalahan Seputar Kurator”, makalah dalam Lokakarya Kurator/pengurus dan Hakim Pengawas: Tinjauan Secara Kritis”. Jakarta, 30-31 Juli 2002


(24)

Integritas mengharuskan kurator untuk antara lain bersikap jujur dan dapat dipercaya. Integritas mengharuskan kurator untuk bersikap objektif dan

menjalankan profesinya secara cermat dan saksama.27

Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan mengatur tentang berwenangnya kurator dalam melaksanakan tugas pengurusan dan atau pemberesan harta pailit sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan sebagai

berikut.28

F. Metode Penelitian

“Kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan, meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali”.

Tugas kurator tidak mudah atau dapat berjalan dengan mulus seperti yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Kepailitan. Persoalan yang dihadapi kurator sering kali menghambat proses kinerja kurator semestinya, seperti menghadapi debitur yang tidak dengan sukarela menjalankan putusan pengadilan, misalkan debitur tidak memberi akses data dan informasi atas asetnya yang dinyatakan pailit.

Adapun penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

27

Kode Etik Profesi Asosiasi Kurator dan Pengurusan Indonesia, Bagian Pertama Prinsip Kelima

28


(25)

a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif. Pada penelitian hukum jenis ini, seringkali hukum dikonsepsikan sebagai apa yang

tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum

dikonsepkansebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku

manusia yang dianggap pantas.29

b. Data dan Sumber Data

Penyusunan skripsi ini, data dan sumber data yang digunakan hanyalah data sekunder. Data sekunder berasal dari informasi yang telah dikumpulkan pihak lain yang dapat berbentuk dokumen atau literatur dan terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari norma atau kaidah dasar dimana yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitandan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.09-HT.05.01 Tahun 1998 tentang Pedoman Besarnya Imbalan Jasa Bagi Kurator dan Pengurus, serta Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Besarnya Imbalan Jasa Bagi Kurator Dan Pengurus.

Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti Rancangan Perundang-Undangan, hasil analisis mengenai kasus Putusan Pengadilan yang menyatakan PT. Telkomsel pailit, dan pendapat para ahli hukum mengenai kasus PT. Telkomsel guna memperjelas pembahasan skripsi ini.

29

Mairuddin, Zainal, “Pengantar Metode Penelitian Hukum”,(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), hal. 118


(26)

Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamus hukum, dan ensiklopedia.

c. Teknik Pengumpulan Data

Dalam memperoleh bahan-bahan guna menyusun skripsi ini digunakan penelitian hukum normatif dengan pengumpulan data melalui studi pustaka (library research) yang dilakukan dengan meneliti bahan-bahan pustaka atau data sekunder. Sumber-sumber atau literatur-literatur tertulis yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini, seperti buku-buku, majalah, koran, artikel dengan cara membaca, memahami, menafsirkan, dan membandingkan berbagai sumber yang ada serta kemudian mengambil data yang paling relevan untuk mengetahui sistem pembebanan kurator dalam kepailitan.

d. Analisis Data

Metode analis data yang digunakan adalah metode kualitatif dimana data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnyadianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelesan masalah yang akan dibahasdan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Penggungaan metodekualitatif akan menghasilkan data yang bersifat deskriptif analistik.

G. Sistematika Penulisan

Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya harus disusun secara sistematis. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka diperlukan adanya penguraian dalam bab per bab secara teratur dan berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :


(27)

BAB I : Berisikan pendahuluan yang pada pokoknya menguraikan tentang latar belakang pengangkatan judul skripsi, perumusan masalah yang menjadi pokok pembahasan dalam bab pembahasan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan diakhiri dengan sistematika penulisan.

BAB II: Berisikan kepailitan pada perusahaan PT. Telkomsel, Tbk yang

pada pokoknya tentang syarat kepailitan PT. Telkomsel, Tbk, prosedur permohonan pailit PT. Telkomsel, Tbk, akibat hukum yang ditimbulkan dari pernyataan pailit PT. Telkomsel, Tbk, dan diakhiri dengan pengurusan dan pemberesan harta pailit PT. Telkomsel, Tbk.

BAB III: Berisikan tanggung jawab kurator dalam pengurusan dan

pemberesan harta pailit yang pada pokoknya menguraikan tentang hubungan kurator dengan pihak-pihak dalam putusan pernyataan pailit, tugas dan kewajiban kurator, serta tanggungjawab kurator.

BAB IV: Berisikan ketentuan pembebanan kurator yang pada pokoknya

menguraikan tentang system pembebanan biaya kurator ditinjau dari UU No. 37 Tahun 2004, dan pembebanan biaya kurator dalam pailitnya PT. Telkomsel, Tbk.

BAB V: Berisikan bagian penutup yang sekaligus merupakan bab terakhir

dalam penulisan skripsi ini yang dimana dikemukakan mengenai kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan pembahasan yang sebelumnya dalam skripsi ini.


(28)

BAB II

KEPAILITAN PADA PERUSAHAAN PT. TELKOMSEL. TBK

A. Syarat Kepailitan PT. Telkomsel. Tbk

Seorang debitor dapat dinyatakan pailit atau dalam keadaan pailit apabila telah dinyatakan oleh hakim atau pengadilan dengan suatu putusan hakim.

Kewenangan pengadilan 30 untuk menjatuhkan putusan kepailitan itu telah

ditentukan secara tegas di dalam Undang-Undang Kepailitan.31

1. Syarat adanya dua kreditur atau lebih (Concursus Creditorium)

Syarat-syarat untuk mengajukan permohonan pailit dapat dilihat dari Pasal 2 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 , yakni sebagai berikut :

“Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonan satu atau lebih kreditornya.”

Syarat-syarat mengenai permohonan pailit sebagaimana terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 tersebut dapatlah dijelaskan lebih mendalam sebagai berikut :

Berdasarkan dari Pasal 2 UU No. 37 Tahun 2004, pihak yang dapat mengajukan pailit adalah seorang debitur yang mempunyai dua atau lebih krediturnya dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh

30

Hakim dan Pengadilan yang dimaksud adalah Hakim dan Pengadilan Niaga, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 7 dan Pasal 300-303 UUK

31


(29)

waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dalam Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya, kemudian permohonan tersebut dapat juga diajukan oleh kejaksaan untuk kepentingan umum.

Apabila debitur merupakan bank, maka pernyataan permohonan pailit hanya dapat dilakukan oleh Bank Indonesia. Apabila debiturnya adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjamin, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, maka permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal. Apabila debiturnya adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang kepentingan publik, maka permohonan pernyataan pailit diajukan oleh Menteri Keuangan.

Berdasarkan jenis pelunasan piutangnya dari debitur, maka tingkatan kreditur dapat dikategorikan sebagai berikut :

a. Kreditur Preferen (kreditur istimewa atau privilege) yang terdiri atas :

1) Kreditur Preferen karena undang-undang

Yaitu kreditur yang karena undang-undang diberi tingkatan yang lebih tinggi daripada kreditur lainnya yang semata-mata karena sifat piutang yang diatur dalam Pasal 1139 KUHPedata dan Pasal 1149 KUHPerdata.

2) Kreditur Separatis (secured creditor)

Yaitu kreditur yang dapat menjual sendiri benda jaminan seolah-olah tidak terjadi kepailitan, artinya para kreditur separatis tetap dapat


(30)

melaksanakan hak-hak eksekusinya meskipun debitornya dinyatakan pailit.

Kreditur pemegang hak jaminan adalah kreditur preferen. Mariam Darus Badrulzaman menyebutkan sebagai kreditur pemegang hak jaminan yang memiliki hak preferen dan kedudukannya sebagai

kreditur separatis.32 Perbedaan antara hak dan kedudukan kreditur

yang piutangnya dijamin dengan hak atas kebendaan yaitu haknya disebut preferen karena ia digolongkan oleh undang-undang sebagai kreditur yang diistimewakan pembayarannya, sedangkan kedudukannya adalah separatis karena ia memiliki hak yang terpisah dari kreditur preferen lainnya yaitu utangnya dijamin dengan hak

kebendaan.33 Dikatakan separatis yang berkonotasi pemisahan karena

kedudukan kreditur tersebut memang dipisahkan dari kreditur lainnya, dalam arti ia dapat menjual benda sendiri dan mengambil sendiri dari

hasil penjualan yang terpisah dengan harta pailit pada umumnya.34

b. Kreditur Konkuren (unsecured creditor)

Kreditur pemegang hak jaminan ini karena sifat pemilik suatu hak yang dilindungi secara preferen dapat mengeksekusi seolah-olah tidak terjadi kepailitan karena di anggap separatis (berdiri sendiri).

Yaitu kreditur yang tidak termasuk dalam kreditur separatis atau golongan preferen. Pelunasan piutang-piutang mereka dicukupkan dari sisa

32

Mariam Darus Badrulzaman. Bab-Bab Tentang Creditverband, Gadai dan Fidusia. (Bandung: PT. Citra Aditia Bakti, 1991). Hal 17

33Ibid. 34

Munir Fuady. Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek. (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1998). Hal 105


(31)

penjualan/pelelangan harta pailit sesudah diambil bagian golongan separatis dan preferen. Sisa hasil penjualan harta pailit dibagi menurut imbangan

besar kecilnya piutang kreditur konkuren.35

Ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU tidak membedakan jenis-jenis kreditur yang dapat mengajukan permohonan pailit tanpa terkecuali termasuk kreditur separatis. Akan tetapi Sutan Remi Syahjeini berpendapat bahwa kreditur separatis atau kreditur pemegang hak jaminan tidak mempunyai kepentingan untuk diberi hak mengajukan permohonan pernyataan pailit mengingat kreditur separatis telahterjamin sumber pelunasan tagihannya, yaitu dari barang agunan yang dibebani dengan hak jaminan. Apabila seorang kreditur separatis merasa kurang terjamin sumber pelunasan piutangnya karena nilai hak jaminan yang dipegangnya lebih rendah daripada nilai piutangnya, dan apabila kreditur separatis itu menghendaki untuk memperoleh sumber pelunasan dari harta pailit, maka kreditur separatis itu harus terlebih dahulu melepaskan hak separatisnya, sehingga

dengan demikian berubah statusnya menjadi kreditur konkuren.36

Dalam hukum perdata perbedaan kreditur hanya dibedakan dari kreditur preferen dengan kreditur konkuren. Kreditur preferen dalam hukum perdata dapat mencakup kreditur yang memiliki hak jaminan kebendaan dan kreditur yang menurut undang-undang harus didahulukan pembayaran piutangnya. Akan tetapi di dalam kepailitan yang dimaksud dengan kreditur preferen hanya kreditur yang menurut undang-undang harus didahulukan pembayaran piutangnya, seperti

pemegang hak privillage, pemegang hak retensi, dll. Sedangkan kreditur yang

memiliki jaminan kebendaan dalam hukum kepailitan diklasifikasikan dalam

35

Pasal 1132 KUHPerdata 36Ibid.


(32)

kreditur separatis. Dalam hubungannya dengan aset-aset yang digunakan, kedudukan kreditur preferen sangat tinggi, lebih tinggi dari kreditur yang diistimewakan lainnya, kecuali undang-undang menentukan sebaliknya. Hal ini sesuai dengan Pasal 1134 ayat (2) KUHPerdata yang berbunyi: "Gadai dan hipotik adalah lebih tinggi dari pada hak istimewa kecuali dalam hal-hal dimana oleh undang-undang ditentukan sebaliknya". Sehingga berdasarkan semua penjelasan diatas maka kreditur preferen memilikikedudukan yang diistimewakan dimana kreditur preferen memiliki hak untuk mendapat pelunasan terlebih dahulu dari hasil penjualan harta pailit berdasarkan sifat piutangnya.

2. Syarat harus ada utang

Syarat lain yang harus dipenuhi bagi seorang pemohon pernyataan pailit adalah harus ada utang. UU No. 37 Tahun 2004 tidak menentukan apa yang dimaksudkan dengan utang. Dengan demikian para pihak yang terkait dengan suatu permohonan pernyataan pailit dapat berselisih pendapat mengenai ada atau tidak adanya utang. Pihak-pihak yang dimaksud adalah Penasihat Hukum dari pemohon, Penasihat Hukum dari termohon, dan Majelis Hakim Peninjauan

Kembali.37

a. Menurut Remy Sjahdeini, pengertian utang di dalam UU No. 4 Tahun 1998

yaitu tidak seharusnya hanya diberi arti berupa kewajiban membayar utang yang timbul karena perjanjian utang-piutang saja, tetapi merupakan setiap Di bawah ini ada beberapa pendapat para pakar hukum mengenai pengertian utang, yaitu :

37

Pengertian Syarat harus adanya Utang,

http://webchace.googleusercontent.com/search?q=cache:http:/hernathesis.multyply.com/reviews/it em/13(diakses tanggal 29 Januari 2014)


(33)

kewajiban yang berupa kewajiban untuk membayar sejumlah uang kepada kreditur baik karena kewajiban untuk membayar sejumlah uang kepada kreditur, baik kewajiban itu timbul karena perjanjian tidak terbatas, maupun timbul karena ketentuan undang-undang, dan timbul karena putusan hakim

yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.38

b. Menurut Kartini dan Gunawan Widjaja, utang adalah perikatan, yang

merupakan prestasi atau kewajiban dalam lapangan harta kekayaan yang harus dipenuhi oleh setiap debitur dan bila tidak dipenuhi, kreditor berhak mendapat pemenuhannya dari harta debitur. Pada dasarnya UU Kepailitan tidak hanya membatasi utang sebagai suatu bentuk utang yang bersumber

dari perjanjian pinjam-meminjam uang saja.39

Pasal 1 angka (6) menjelaskan pengertian utang sebagai berikut :

Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang, baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontijen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitur dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditur untuk mendapat pemenuhannya darta kekayaan debitur.

Berdasarkan defenisi utang yang diberikan oleh UU Kepailitan, jelas bahwa definisi utang harus ditafsirkan secara luas, tidak hanya meliputi utang yang timbul dari perjanjian utang-piutang atau perjanjian pinjam-meminjam, tetapi juga

38

Prof. Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan: Memahami Faillissementsverordening Juncto Undang-Undang No. 4 Tahun 1998, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2002), hlm 110.

39

Kartini, Gunawan, Pedoman Menangani Pekara Kepailitan, (Jakarta: Rajawali Press, 2003), hlm.11.


(34)

utang yang timbul karena undang-undang atau perjanjian yang dapat dinilai dengan sejumlah uang.

3. Syarat cukup utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih

Pasal 1 ayat (1) UUK tidak membedakan tetapi menyatukan syarat utang yang telah jatuh waktu dan utang yang telah dapat ditagih. Pada perjanjian kredit perbankan, kedua hal tersebut jelas dibedakan. Utang yang telah jatuh waktu adalah utang yang dengan lampaunya waktu yang ditentukan di dalam perjanjian kredit itu menjadi waktu dan karena itulah kreditur berhak menagihnya.

Pasal 1angka (6) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang mendefenisikan utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul dikemudianhari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhan dari harta kekayaan debitor.

Utang hanyalah jatuh waktu apabila menurut perjanjian kredit atau perjanjian utang piutang telah sampai jadwal waktunya untuk dilunasi oleh debitor sebagaimana ditentukan di dalam perjanjian itu. Maka kata-kata di dalam Pasal 1 ayat (1) UUK yang berbunyi “utang yang telah jatuh waktu dan telah dapat ditagih” diubah menjadi “utang yang telah dapat ditagih” atau “utang yang telah dapat ditagih baik utang tersebut telah jatuh waktu atau belum”.

Salah satu syarat mengajukan permohonan pernyataan permohonan pailit terhadap seorang kreditur adalah bahwa selain debitur harus memiliki lebih dari


(35)

seorang kreditur tersebut, harus pula dalam keadaan tidak mampu membayar lebih

dari 50% (lima puluh persen).40

Perkara kepailitan PT. Telkomsel telah dijelaskan dalam putusan perkara kepailitan No.48/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst jo No.704k/Pdt.Sus/2012. Adapun

duduk perkaranya adalah sebagai berikut :41

1. Tanggal 1 Juni 2012 :

Perjanjian Kerjasama yang disetujui antara PT. Telkomsel dan PT. Prima Jaya Informatika. No. Perjanjian Kerjasama Telkomsel : PKS.591/LG.05/SL-01/2011 dan No. Perjanjian Kerjasama Prima Jaya Informatika : 031/PKS/PJI-TD/VI/2011.

2. Perjanjian Kerjasama tersebut berlangsung dari tanggal 11 Juni 2011-1 Juni

2013.

3. Inti Perjanjian Kerjasama tersebut adalah :

a. Telkomsel harus menyediakan voucher isi ulang dan Kartu Perdana

sebesar Rp 5,2 miliyar (lima koma dua miliyar rupiah)

b. Prima Jaya Informatika harus menjual sebanyak 120 juta Voucher,

10jutaKartu Perdana, dan membentuk komunitas Prima sebanyak 10juta anggota.

4. Tanggal 9 Mei 2012 :

Prima Jaya Informatika melakukan pemesanan produk pada Telkomsel.

5. Tanggal 20-21 Juni 2012 :

40

SyaratPailit,http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:http://hernathesis.mu ltiply.com/review/item/13(diakses tanggal 30 Januari 2014).

41


(36)

Prima Jaya Informatika sekali lagi melakukan pemesanan produk pada Telkomsel.

6. Telkomsel menolak pemesanan Voucheryang di minta oleh Prima Jaya

Informatika melalui email pada tanggal 21 Juni 2012 karena belum

melakukan pembayaran.

7. Telkomsel berusaha mengadakan mediasi terkait performa terhadap Prima

Jaya Informatika.

8. Prima Jaya Informatika mengajukan permohonan pailit terhadap PT.

Telkomsel pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat (No. 48/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst).

9. Alasan Prima Jaya Informatika mengajukan permohonan pailit terhadap

Telkomsel adalah sebagai berikut :

Telkomsel mempunyai utang akibat tidak melaksanakan perjanjian kerjasama yang telah disepakati antara Telkomsel dan Prima Jaya Informatika dengan menimbulkan kerugian sebesar Rp. 5,3 miliyar (lima koma tiga miliyar rupiah) pada Prima Jaya Informatika.

10. Dalil pailitnya PT. Telkomsel adalah sebagai berikut :

a. Kreditor I yaitu PT. Prima Jaya Informatika memiliki piutang sebesar

Rp 5,2 miliyar (lima koma dua miliyar) ;

b. Kreditor II yaitu PT. Extend Media Indonesia memiliki piutang sebesar

Rp 40,3 miliyar (empat puluh koma tiga miliyar) ; dan

c. Telkomsel menolak berprestasi (pemesanan II) melalui email tanggal 21


(37)

11. Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menjatuhkan putusan pailit pada tanggal 14 September 2012.

Amar Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat terhadap pailitnya PT.

Telkomsel adalah sebagai berikut :42

1. Mengabulkan permohonan pernyataan pailit pemohon pailit PT. Prima Jaya

Informatika untuk seluruhnya.

2. Menyatakan Termohon pailit yaitu PT. Telkomsel, pailit dengan segala

akibat hukumnya.

3. Mengangkat dan menunjuk hakim niaga pada Pengadilan Niaga Jakarta

Pusat sebagai Hakim Pengawas dalam proses kepailitan Termohon Pailit tersebut.

4. Mengangkat dan menunjuk Sdr. Feri S. Samad, S.H., M.H., sebagai Kurator

dalam proses kepailitan Termohon Pailit tersebut.

5. Menetapkan bahwa imbalan jasa (fee) Kurator yang akan ditetapkan setelah

Kurator selesai melaksanakan tugasnya.

Inti pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Agung terhadap kasus

pailitnya PT. Telkomsel (No.704K/Pdt.Sus/2012) adalah sebagai berikut :43

1. Majelis Hakim Pengadilan Niaga, perkara No.

48/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst tidak memahami atau sangat keliru dalam memahami hukum perikatan/perjanjian Indonesia.

42Ibid. 43


(38)

2. Majelis Hakim Niaga perkara No. 48/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst, tidak memahami atau sangat keliru dalam mempertimbangkan pengertian utang dari utang yang telah jatuh tempo dan dapat di tagih.

3. Berdasarkan Pasal 8 ayat (4) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pengadilan Niaga hanya berwenang memeriksa dan memutuskan utang yang keberadaanya dapat dibuktikan secara sederhana.

4. Sangat membingungkan pertimbangan dan cenderung terjadi tindakan

kesemena-menaan hukum oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga terhadap adanya kreditur lainnya.

5. Majelis Hakim Pengadilan Niaga tidak dapat menyebutkan dasar hukum

pertimbangan hukum putusannya secara tepat dan benar.

6. Pemohon Kasasi adalah perusahaan telekomunikasi yang sangat sehat dan di

kelola dengan sangat baik yang terus menghasilkan keuntungan dan berdasarkan laporan keuangan tahun 2011 yang telah di audit dan membukukan keuntungan sebesar Rp. 12.823.670.058.017,00 (dua belas triliun delapan ratus dua puluh tiga miliar enam ratus tujuh puluh juta lima puluh delapan ribu tujuh belas rupiah).

Amar Putusan Mahkamah Agung terhadap pailitnya PT. Telkomsel

(No.704K/Pdt.Sus/2012) adalah sebagai berikut :44

1. Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi, PT.

Telekomunikasi Selular.


(39)

2. Membatalkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.48/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst pada tanggal 14 September 2012.

3. Menghukum Termohon Kasasi/Pemohon Pailit untuk membayar biaya

perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebesar Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Pailit merupakan ketidakmampuan untuk membayar dari seorang debitur atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo.Kepailitan merupakan sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana di atur dalam

Undang-Undang ini.45 Utang merupakan kewajiban yang dinyatakan atau dapat

dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari, yang timbul karena perjanjian/UU dan yang wajib dipenuhi oleh debitur dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari

harta kekayaan debitur.46

45

Lihat Pasal 1 angka (1) UUK 46

Lihat Pasal 1 angka (6) UUK

Pasal 2 ayat (1) UUK menjelaskan bahwa debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya. Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta/keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dalam Pasal 2 ayat (1) UUK.


(40)

Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang menjatuhkan pailit kepada PT. Telkomsel dapat dipertanyakan keabsahannya. Sengketa antara PT. Telkomsel

dan PT. Prima Jaya Informatika terkait purchase order Voucher dan Kartu

Perdana sebenarnya merupakan perkara perdata biasa dan bukan perkara kepailitan. Pengadilan Niaga sebenarnya tidak berwenang menangani kasus

sengketa Telkomsel dengan Prima Jaya Informatika tersebut.47

Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tidak memiliki kompetensi untuk mengadili sengeketa perdata. Hal tersebut sebenarnya menjadi kewenangan Pengadilan Negeri, sehingga yang berhadapan seharusnya adalah pihak Penggugat dan pihak

Tergugat (head to head). Pembuktian kasus purchase order (PO) yang diajukan

oleh pihak PT. Prima Jaya Informatika kepada PT. Telkomsel itu sifatnya komplek bukan bersifat sederhana, karena bersifat komplek, maka sebenarnya Pengadilan Negeri yang berwenang mengadili sengketa kedua pihak dengan mengacu sepenuhnya pada Perjanjan Kerjasama antara PT. Telkomsel dan PT. Prima Jaya Informatika. Dari Perjanjian Kerjasama tersebut akan terlihat

berdasarkan fakta, pihak mana yang benar dan pihak mana yang salah.48

PT. Prima Jaya Informatika berusaha membuat opini seolah-olah ini merupakan perkara kepailitan dengan membawa mitra Telkomsel yang lain yaitu PT. Extend Media Indonesia, sehingga secara formil dapat memenuhi syarat-syarat Pasal 2 ayat (1) UUK. Ketentuan itu menyebutkan bahwa bila ada debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya

47

Dikutip dari Putusan No.704K/Pdt.Sus/2012 48Ibid.


(41)

satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat di tagih, dinyatakan pailit dengan

putusan Pengadilan.49

Hal inilah yang menjadi kesalahan dari Hakim Pengadilan Niaga. Hakim Pengadilan Niaga tidak paham pada syarat formil pengajuan perkara kepailitan yang mengharuskan adanya dua atau lebih kreditur dan membuat opini bahwa pembuktiannya bersifat sederhana. Padahal masalah ini adalah pembuktiannya bersifat komplek yang harus ditangani oleh Pengadilan Negeri sebagai perkara perdata biasa. Apabila ditangani oleh Pengadilan Negeri, maka kasus ini menjadi kasus perdata biasa, dan sitanya berlaku sesuai utang yang harus dibayarkan kepada Prima Jaya Informatika. Namun, apabila ditangani oleh Pengadilan Niaga sitanya bersifat umum. Pengertian Kepailitan berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UUK adalah sita umum terhadap semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh seorang Kurator di bawah pengawasan Hakim

Pengawas sebagaimana diatur oleh undang-undang.50

B. Prosedur Permohonan Pailit PT. Telkomsel. Tbk

Pasal 1 angka (7) UU No. 37 Tahun 2004 secara tegas menentukan bahwa : “Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan umum.” Permohonan pernyataan pailit harus diajukan ke Pengadilan Niaga yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitor. Kedudukannya

adalah sebagai berikut :51

49Ibid. 50 Ibid. 51


(42)

1. Putusan atas permohonan pernyataan pailit dan hal-hal lain yang berkaitan dan atau diatur dalam Undang-Undang ini, diputuskan oleh Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitor.

2. Dalam hal debitor telah meninggalkan wilayah Republik Indonesia,

Pengadilan yang berwenang menetapkan Putusan atas pernyataan pailit adalah Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum terakhir debitor.

3. Dalam hal debitor adalah persero suatu firma, Pengadilan yang daerah

hukumnya meliputi tempat kedudukan firma tersebut juga berwenang untuk memutuskan.

4. Dalam hal debitor tidak bertempat kedudukan dalam wilayah negara

Republik Indonesia tetapi menjalankan profesi atas usahanya dalam wilayah negara Republik Indonesia, Pengadilan yang berwenang memutuskan adalah Pengadilan yang hukumnya meliputi tempat kedudukan atau kantor pusat debitor menjalankan profesi atau usahanya di wilayah negara Republik Indonesia.

5. Dalam hal debitor merupakan badan hukum, maka kedudukan hukumnya

adalah sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Dasarnya.

Permohonan pernyataan pailit harus diajukan oleh seorang Advokat (Pasal 7 UU No. 37 Tahun 2004). Prosedur permohonan pernyataan pailit sebagaimana

ditentukan dalam Pasal 6 adalah sebagai berikut :52

1. Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada Ketua Pengadilan ;

52Ibid


(43)

2. Panitera mendaftarkan permohonan pernyataan pailit pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan, dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani Pejabat yang berwenang dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran ;

3. Panitera wajib menolak pendaftaran permohonan pernyataan pailit bagi

institusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), (4) dan ayat (5) jika dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan dalam ayat tersebut ;

4. Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada Ketua

Pengadilan Negeri paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan ;

5. Dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal permohonan

pernyataan pailit didaftarkan, pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan hari sidang ;

6. Sidang pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit diselenggarakan

dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan ;

7. Atas permohonan debitor dan berdasarkan alasan yang cukup, Pengadilan

dapat menunda penyelenggaraan sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) sampai dengan paling lama 25 (dua puluh lima) hari terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan ;


(44)

Berdasarkan Pasal 6 UU No. 37 Tahun 2004 diketahui bahwa prosedur

permohonan pernyataan pailit memiliki timeframe yang sangat singkat yang

berbeda dengan peraturan Kepailitan yang lama.53

Kerangka waktu prosedur permohonan pernyataan pailit secara terperinci

dijabarkan dalam Pasal 8 UUK, yaitu :54

1. Pengadilan :

a. Wajib memanggil debitor, dalam hal permohonan pernyataan pailit

diajukan oleh kreditor, Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, atau Menteri Keuangan ;

b. Dapat memanggil kreditor, dalam permohonan pernyataan pailit yang

diajukan oleh debitor dan terdapat keraguan bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah terpenuhi.

2. Pemanggilan terhadap debitur dilakukan oleh Jurusita dengan surat kilat

tercatat paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum sidang pemeriksaan pertama diselenggarakan ;

3. Pemanggilan adalah sah dan dianggap telah diterima oleh debitur, jika

dilakukan oleh jurusita sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ;

4. Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau

keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit telah terpenuhi ;

53Ibid, hlm 69. 54Ibid


(45)

5. Putusan atas permohonan pernyataan pailit didaftarkan ;

6. Putusan atas permohonan pernyataan pailit sebagaiman dimaksud dalam

ayat (5) wajib memuat pula :

a. Pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan

dan/atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili ; dan

b. Pertimbangan hukum dan pendapat yang berbeda dari Hakim anggota

atau Ketua Majelis.

7. Putusan atas permohonan pernyataan pailit yang memuat secara lengkap

pertimbangan hukum yang mendasari Putusan tersebut harus diucap dalm ‘sidang terbuka’ dan ‘dapat dilaksanakan terlebih dahulu’, meskipun terhadap putusan itu diajukan suatu upaya hukum.

Apabila seluruh pernyataan untuk dinyatakan pailit telah terpenuhi semuanya, maka pengadilan akan memberikan putusannya. Tetapi, apabila ternyata harta pailit tidak cukup untuk membayarkan biaya kepailitan tersebut, maka Pengadilan atas usul Hakim Pengawas dan setelah mendengar panitia kreditor sementara apabila ada, sertasetelah memanggil secara sah atau mendengarkan dari pihak debitur, dapat memutuskan pencabutan pernyataan pailit.55

Tujuan utama dalam suatu proses di muka Pengadilan adalah untuk memperoleh putusan Hakim yang berkekuatan hukum tetap. Akan tetapi setiap keputusan yang dikeluarkan oleh Hakim, belum tentu dapat menjamin kebenaran

55

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Kepailitan. (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000), hlm 58.


(46)

secara yuridis, karena putusan itu tidak lepas dari kekeliuran dan kehilafan, bahkan tidak mustahil bersifat memihak. Agar kekeliuran dan kehilafan itu dapat diperbaiki, maka demi tegaknya kebenaran dan keadilan, terhadap putusan Hakim itu dimungkinkan untuk diperiksa ulang. Cara yang tepat untuk mewujudkan

kebenaran dan keadilan itu adalah dengan melaksanakan upaya hukum.56

UU No. 37 Tahun 2004 UU Kepailitan dan PKPU sebenarnya tidak ada diatur tentang upaya hukum secara banding. Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan dari UU No. 37 Tahun 2004, terhadap suatu perkara kepailitan tidak dapat diajukan suatu banding tetapi langsung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Pasal 11 UU No. 37 Tahun 2004 mengatur tentang kasasi ke Mahkamah Agung, yaitu :

Terhadap suatu putusan pencabutan pernyataan pailit tersebut dapat pula diajukan suatu kasasi dan/atau peninjauan kembali. Apabila setelah pencabutan pernyataan pailit diucapkan diajukan kembali permohonan pernyataan pailit, maka debitor atas permohonan wajib membuktikan bahwa ada cukup harta untuk membayar biaya kepailitan berdasarkan Pasal 19 UU No. 37 Tahun 2004.

57

1. Upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap putusan atas permohonan

pernyataan pailit, adalah kasasi ke Mahkamah Agung.

2. Permohonan Kasasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan dalam

jangka waktu paling lambat 8 (delapan) hari tentang sejak tanggal putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan, dengan mendaftarkannya pada Panitera Pengadilan yang telah memutuskan permohonan pernyataan pailit.

56

Munir, Fuady. Hukum Pailit 1998 dalam Teori dan Praktik, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), hlm.20.

57


(47)

3. Permohonan Kasasi yang sebagaimana dimaskud dalam ayat (2), selain dapat diajukan oleh Debitor dan Kreditor yang merupakan pihak pada persidangan tingkat pertama, juga dapat diajukan oleh kreditor lain yang bukan merupakan pihak pada persidangan tingkat pertama yang tidak puas terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit.

4. Panitera mendaftar permohonan kasasi pada tanggal permohonan yang

bersangkutan diajukan, dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani Panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan pendaftaran.

Mengenai permohonan kasasi terdapat dalam Pasal 12 ayat (1) dan (2) UUK yang mengatakan bahwa Pemohon Kasasi wajib menyampaikan kepada Panitera Pengadilan memori kasasi pada tanggal permohonan kasasi didaftarkan. Panitera wajib mengirimkan permohonan kasasi dan memori kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pihak termohon kasasi paling lambat 2 (dua) hari setelah permohonan kasasi didaftarkan.

Pasal 12ayat (3) menjelaskan bahwa, termohon kasasi dapat mengajukan kontra memori kasasi kepada Panitera Pengadilan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah tanggal termohon kasasi menerima memori kasasi sebagaimana dimaksud ayat (2) dan Panitera Pengadilan wajib menyampaikan kontra memori kasasi kepada pemohon kasasi paling lambat 2 (dua) hari setelah kontra memori kasasi diterima. Pasal 12 ayat (4), panitera wajib menyampaikan permohonan kasasi, memori kasasi, dan kontra memori kasasi beserta berkas perkara yang bersangkutan kepada Mahkamah Agung paling lambat 14 (empat belas) hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima.


(48)

Pasal 13 ayat (1)yang menentukan bahwa Mahkamah Agung harus mempelajari permohonan kasasi dan menetapkan hari sidang paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung. Pasal 13 ayat (2), sidang pemeriksaan atas permohonan kasasi dilakukan paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.

Pasal 13 ayat (3), putusan atas permohonan kasasi harus diucapkan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung. Pasal 13 ayat (4), putusan atas permohonan kasasi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Pasal 13 ayat (5), dalam hal terdapat perbedaan pendapat antara anggota dengan ketua majelis maka perbedaan pendapat tersebut wajib dimuat didalam putusan kasasi.

Pasal 13 ayat (6), panitera pada Mahkamah Agung wajib menyampaikan salinan putusan kasasi kepada Panitera pada Pengadilan Niaga paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal putusan atas permohonan kasasi diucapkan. Pasal 13 ayat (7), jurusita pengadilan wajib menyampaikan salinan putusan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat ke (5) kepada pemohon kasasi, termohon kasasi, kurator, dan Hakim Pengawas paling lambat 2 (dua) hari setelah putusan kasasi diterima.

Undang-Undang memberikan ruang untuk terbentuknya Pengadilan Khusus yang berada di bawah lingkungan Peradilan Umum dengan syarat bahwa pembentukan pengadilan khusus tersebut ditetapkan melalui UU. Pembentukan


(49)

Pengadilan Niaga ini menunjukkan bahwa sejarah Peradilan di Indonesia telah mengalami peningkatan yang cukup berarti. Dari segi struktur organisasi, kedudukan Pengadilan Niaga merupakan bagian khusus didalam Pengadilan

Umum.58

Adapun prosedur pernyataan pailit pada kasus PT. Telkomsel adalah sebagai berikut :

Tujuan utama terbentuknya Pengadilan Niaga ini adalah agar dapat menjadi sarana hukum bagi penyelesaian hutang piutang diantara pihak yaitu debitur dan kreditur secara cepat, adil, terbuka, dan efektif, sehingga dengan demikian dapat meningkatkan penyelenggaraan kegiatan usaha dan kehidupan perekonomian pada umumnya. Selain itu sebagai upaya untuk mengembalikan kepercayaan kreditur asing dalam proses penyelesaian utang piutang swasta.

59

1. Permohonan pernyataan pailit diajukan oleh kuasa hukum PT. Prima Jaya

Informatika yaitu Kanta Cahya, S.H., kepada Ketua Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

2. Panitera, Maryati, S.H.,M.H., telah mendaftarkan permohonan pernyataan

pailit pada tanggal 12 Juli 2012 , dan kepada pemohon pailit yaitu PT. Prima Jaya Informatika diberikan tanda terima tulis yang ditandatangani Pejabat yang berwenang pada tanggal 12 Juli 2012.

3. Panitera, Maryati, S.H.,M.H., telah menyampaikan permohonan pernyataan

pailit kepada Ketua Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada tanggal 16 Juli 2012.

58Ibid. hlm 21. 59


(50)

4. Tanggal 19 Juli 2012, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mempelajari permohonan tersebut dan menetapkan tanggal sidang.

5. Sidang pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit diselenggarakan

pada tanggal 8 Agustus 2012.

Namun, pihak Telkomsel mengajukan Kasasi terhadap Prima Jaya

Informatika. Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut :60

1. Upaya hukum yang dapat dilakukan Telkomsel terhadap Putusan atas

permohonan pernyataan pailit, adalah dengan mengajukan permohonan Kasasi ke Mahkamah Agung.

2. Permohonan Kasasi yang diajukan oleh pihak Telkomsel dilakukan pada

tanggal 15 September 2012 berdasarkan surat kuasa khusus yang diajukan kepada Mahkamah Agung.

3. Permohonan Kasasi diajukan oleh pihak Telkomsel, yang sebelumnya

adalah sebagai Termohon Pailit (debitur) dari Prima Jaya Informatika.

4. Panitera telah mendaftarkan permohonan Kasasi pada tanggal 15 September

2012, dan kepada Pemohon Kasasi (Telkomsel) diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh Panitera.

C. Akibat Hukum Pernyataan Pailit PT. Telkomsel. Tbk

Pada dasarnya, sebelum pernyataan pailit, hak-hak debitor untuk melakukan semua tindakan hukum berkenaan dengan kekayaan harus dihormati, tentunya

60


(51)

dengan memperhatikan hak-hak kontraktual serta kewajiban debitor menurut

peraturan perundang-undangan.61

Secara umum akibat pernyataan pailit adalah sebagai berikut :

Putusan pernyataan pailit membawa akibat hukum terhadap debitor. Pasal 21 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 menentukan bahwa kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan.

Dari ketentuan Pasal 21 di atas diketahui bahwa kepailitan merupakan sita umum. Dengan adanya sita umum ini hendak dihindari adanya sita perorangan. Pembentuk Undang-Undang memandang perlu untuk memungkinkan adanya eksekusi “massal” dengan cara melakukan sita umum atas seluruh harta kekayaan debitor untuk kepentingan semua kreditor yang bersangkutan yang dijalankan dengan pengawasan seorang Hakim Pengawas. Sita umum tersebut haruslah bersifat konservatoir yaitu bersifat penyimpanan bagi kepentingan semua kreditor yang bersangkutan.

62

1. Kekayaan debitor pailit yang masuk harta pailit merupakan sitaan umum

atas harta pihak yang dinyatakan pailit. Menurut Pasal 21 Undang-Undang Kepailitan, harta pailit meliputi seluruh kekayaan debitor pada waktu putusan pailit diucapkan serta segala kekayaan yang diperoleh debitor pailit selama kepailitan.

61

Kartini Muljadi, “Actio Pauliana dan Pokok – pokok tentang Pengadilan Niaga”, dalam

Penyelesaian Utang – Piutang Melalui Pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Editor Rudhi A. Lontoh, (Bandung: Alumni, 2001), hlm. 301. 62


(52)

2. Kepailitan semata-mata hanya mengenai harta pailit dan tidak mengenai diri pribadi debitor pailit. Misalnya, seseorang dapat tetap melangsungkan pernikahan meskipun ia telah dinyatakan pailit.

3. Debitor pailit demi hukum kehilangan hak untuk mengurus dan menguasai

kekayaannya yang termasuk harta pailit sejak hari putusan pailit diucapkan (Pasal 24 UUK).

4. Segala perikatan debitor yang timbul sesudah putusan pailit diucapkan tidak

dapat dibayar dari harta pailit kecuali jika menguntungkan harta pailit (Pasal 25 UUK).

5. Harta pailit diurus dan dikuasai kurator untuk kepentingan semua para

kreditor dan debitor dan hakim pengawas memimpin dan mengawasi pelaksanaan jalannya kepailitan.

6. Tuntutan dan gugatan mengenai hak dan kewajiban harta pailit harus

diajukan oleh atau terhadap kurator (Pasal 26 ayat (1) UUK).

7. Semua tuntutan atau yang bertujuan mendapatkan pelunasan suatu perikatan

dari harta pailit, dan dari harta debitor sendiri selama kepailitan harus diajukan dengan cara melaporkannya untuk dicocokkan (Pasal 27 UUK).

8. Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58 UUK,

kreditor pemegang hak gadai, jaminan fiducia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah – olah tidak ada kepailitan (Pasal 55 ayat (1) UUK). Pihak kreditor yang berhak menahan barang kepunyaan debitor hingga dibayar tagihan kreditor tersebut (hak retensi), tidak kehilangan hak untuk menahan barang tersebut meskipun ada putusan pailit (Pasal 61 UUK).


(53)

9. Hak eksekusi kreditor yang dijamin sebagaimana disebut dalam Pasal 55 ayat (1) UUK, dan pihak ketiga untuk menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan debitor pailit atau kurator, ditangguhkan maksimum untuk 90 hari setelah putusan pailit diucapkan (Pasal 56 ayat (1) UUK).

Akibat hukum dari pembatalan pailit terhadap PT. Telkomsel pada tingkat Kasasi adalah bahwa pemohon pailit yaitu PT. Prima Jaya Informatika diwajibkan harus membayar seluruh biaya perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebesar Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah), dan juga

membayar seluruh imbalan jasa (fee) Kurator.63

D. Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit PT. Telkomsel. Tbk

Dalam pembaruan Undang-Undang Kepailitan Tahun 1998 maupun Tahun 2004, ada perubahan peraturan mengenai kurator yang cukup progresif, yakni dimungkinkannya kurator selain Balai Harta Peninggalan. Dalam Pasal 1 ayat (5) UUK dan PKPU 2004 dikatakan bahwa kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang di angkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor pailit dibawah pengawasan hakim pengawas sesuai

dengan undang-undang ini.64

Tidak semua orang dapat menjadi kurator. Menurut Undang-Undang Kepailitan yang lama, kewajiban ini secara khusus dilakukan oleh Balai Harta Peninggalan, yang disingkat BHP. Balai Harta Peninggalan ini adalah suatu badan

63

Dikutip dari Putusan No.704K/Pdt.Sus/2012 64

M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, (Jakarta: Kencana, 2009), hal. 111.


(54)

khusus dari Departemen Kehakiman (yang dinamakan demikian karena ia juga

bertanggung jawab untuk masalah mengenai pengawasan pengampuan).65

Jika ternyata kemudian putusan pernyataan pailit tersebut dibatalkan oleh putusan kasasi atau peninjauan kembali, maka segala perbuatan yang telah dilakukan oleh kurator sebelum atau pada tanggal kurator menerima pemberitahuan tentang putusan pembatalan, tetap sah dan mengikat bagi debitur pailit.

Terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan, debitur pailit tidak lagi diperkenankan untuk melakukan pengurusan atas harta kekayaannya yang telah dinyatakan pailit (harta pailit).Selanjtunya, pelaksanaan pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit tersebut diserahkan kepada kurator yang diangkat oleh pengadilan, dengan diawasi oleh seorang Hakim Pengawas yang ditunjuk dari Hakim Pengadilan. Pengangkatan tersebut harus ditetapkan dalam putusan pernyataan pailit tersebut oleh kurator bersifat seketika, dan berlaku saat itu pula terhitung sejak tanggal putusan ditetapkan meskipun terhadap putusan kemudian diajukan kasasi atau peninjauan kembali.

66

Kewenangan untuk melaksanakan pengurusan dan pemberesan harta debitor pailit ada pada kurator, karena sejak adanya pernyataan pailit, debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang

dimasukkan dalam kepailitan.67

65

Jerry Hoff, Undang–Undang Kepailitan di Indonesia, Jakarta: Tatanusa, 2000, hlm. 65 66

Ahmad, Widjaja, “Kepailitan”. (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000), hlm 62 67


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang diuraikan pada pembahasan bab-bab sebelumnya didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Perusahaan PT. Telkomsel awalnya telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga pada tanggal 12 September 2012 oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam Putusan Nomor : 48/PAILIT/2012/PN.NIAGA/JKT.PST. Dasar dari putusan Majelis Hakim dalam memutuskan pailit Telkomsel adalah terpenuhinya syarat-syarat pailit yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan memuat ketentuan sebagai berikut :

a. Debitor (Telkomsel) memiliki dua atau lebih kreditor

b. Debitor (Telkomsel) tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.

Syarat pertama telah dipenuhi dengan adanya kreditor lain, yaitu PT. Extend Media Indonesia. Syarat kedua juga telah terpenuhi karena Telkomsel tidak melaksanakan kewajibannya kepada Prima Jaya Informatika untuk menyediakan Voucher Kartu Perdana dan isi ulang yang akan dipasarkan oleh Prima Jaya Informatika. Dengan terpenuhinya kedua syarat kepailitan tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Niaga menjatuhkan vonis pailit kepada Telkomsel.Mengenai syarat kedua, pihak Telkomsel meyakini bahwa tidak terpenuhinya kewajiban yang harus dipenuhi kepada Prima Jaya Informatika


(2)

bukanlah utang, melainkan wanprestasi. Hal ini pula yang menjadi dasar bagi pihak Telkomsel untuk tidak melakukan perdamaian sebelum dijatuhkannya putusan pailit. Mahkamah Agung mengabulkan perkara pailitnya Telkomsel pada tingkat Kasasi No. 704 K/Pdt.Sus/2012 antara PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) melawan PT Prima Jaya Informatika. Berdasarkan keputusan tersebut, Telkomsel dinyatakan batal pailit. Kasasi Mahkamah Agung menolak putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang menyatakan Telkomsel pailit. Sebab memiliki utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih kepada dua kreditur atau lebih. Tanggal 21 November 2012 kasasi dikabulkan. Kasasi batal Judex Factie dan menolak permohonan pailit yang diajukan oleh pihak Prima Jaya Informatika terhadap pihak Telkomsel. Kemudian, Mahkamah Agung menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh PT. Prima Jaya Informatika (PJI) dengan perkara No. 30 PK/PDT.SUS/2012. Telkomsel tetap dinyatakan batal pailit oleh Mahkamah Agung.

2. Tanggung jawab kurator terhadap pemberesan dan pengurusan harta pailit yaitu tanggung jawab kurator dalam kapasitas sebagai kurator dan tanggung jawab pribadi kurator. Tanggung jawab kurator dalam kapasitas sebagai kurator yaitu tanggung jawab kurator terhadap pihak pemohon pailit, termohon pailit, dan terhadap Hakim Pengawas. Sedangkan tanggung jawab pribadi kurator yaitu tanggung jawab terhadap fee yang di dapat kurator dari hasil pengurusan dan pemberesan harta pailit yang dilakukan.

3. Kasus pembatalan pailit PT. Telkomsel pada tingkat Kasasi maupun tingkat Peninjauan Kembali,yang dikenakan pembebanan biaya kurator adalah


(3)

pihak PT. Prima Jaya Informatika. Karena sesuai dengan Permenkunham No. 01 Tahun 2013 jelas dikatakan bahwa apabila permohonan pernyataan pailit ditolak pada tingkat Kasasi maupun Peninjauan Kembali maka biaya kurator dibebankan kepada pihak pemohon pailit. Berdasarkan kasus ini, yang menjadi pemohon pailit adalah PT. Prima Jaya Informatika.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut :

1. Sebaiknya Majelis Hakim harus memahami dasar dari pemohon pailit dalam mengajukan pailitterhadap termohon pailit. Diharapkan juga kepada Majelis Hakim agar lebih memperhatikan syarat pailit pada Pasal 2 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004, sehingga Majelis Hakim tidak asal-asalan dalam menetapkan keputusan pailit terhadap termohon pailit. Seperti dalam kasus Telkomsel, tidak terbukti adanya utang melainkan adanya wanprestasi yang dilakukan pihak PT. Prima Jaya Informatika terhadap PT. Telkomsel.

2. Sebaiknya kurator dapat menjalin hubungan yang beritikad baik terhadap pihak pemohon pailit, termohon pailit, dan terhadap Hakim Pengawas, agar kurator dapat melaksanakan tanggung jawabnya baik tanggung jawab sebagai kurator maupun tanggung jawab pribadi kurator (fee kurator).

3. Sebaiknya Majelis Hakim Mahkamah Agung dapat lebih memahami isi dari Peraturan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia No. 1 Tahun 2013 agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memutuskan terhadap siapa pembebenan kurator akan diberikan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA I. BUKU

Adrian Sutedi, Hukum Kepailitan, Bogor: Ghalia Indonesia, 2009.

Ahmad Yani dan Gunawan Sudjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004.

David G. Epstein, Steve H. Nickles, and James J. White, Bankruptcy, USA: West Publishing Co, 1993.

Fred. B.G. Tumbunan, Mencermati Pokok-Pokok Undang-Undang Kepailitan yang diubah dengan PERPU No. 1 Tahun 1998, Newsletter 33, JUni 1998.

Gunawan Widjaja, Risiko Hukum Bisnis dan Perusahaan Pailit, Jakarta: Forum Sahabat, 2009.

Imran Nating, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004. J. Djohansah, Penyelesaian Utang melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang, Bandung: Alumni, 2001. Jerry Hoff, Bankrupcty Law, Jakarta: Tatanusa, 1999.

John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Indonesia–Inggris, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997.

Jono, Hukum Kepailitan, Jakarta: Sinar Grafika. 2010.

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Pedoman Menangani Perkara Kepailitan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003.

Mairuddin, Zainal, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004.

Man. S. Sastrwawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Bandung: Penerbit PT. Alumni, 2006.

Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab Tentang Creditverband, Gadai dan Fidusia,Bandung: PT. Citra Aditia Bakti, 1991.

Mosgan Situmorang, “Tinjauan Atas Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 1998 menjadi Undang-Undang”.1999.


(5)

Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktik, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2005.

M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Pengadilan, Kencana, Jakarta, 2008.

Sentosa Sembiring, Hukum Kepailitan dan Peraturan Perundang-Undangan yang Terkait dengan Kepailitan, Bandung: CV. Nuansa Aulia, 2006.

Sunarmi, Hukum Kepailitan, Medan: USU Press, 2009.

Sunarmi, Hukum Kepailitan Edisi 2, Jakarta: PT. Sofmedia. 2010.

Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Faillissementverordening Juncto Undang-Undang No. 4 Tahun 1998, Jakarta: PT. Pustaka Utama Graffiti. 2002.

Timur Sukirno, Tanggung Jawa Kurator Terhadap Harta Pailit dan Penerapan Actio Pauliana, dalam Rudhy A. Lontoh, UI.

II. PUTUSAN KASUS KEPAILITAN PT. TELKOMSEL Putusan Nomor 48/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst.

Putusan Nomor 704K/Pdt.Sus/2012. Putusan Nomor 30K/Pdt.Sus.Pailit/2013.

Penetapan Fee Kurator No. 48/PAILIT/2012/PN.NIAGA.Jkt.Pst.

III. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 04 Tahun 1998 tentang Kepailitan. Republik Indonesia, Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.09-HT.05.10

Tahun 1998 tentang Pedoman Besarnya Imbalan Jasa Bagi Kurator dan Pengurus.

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 01 Tahun 2013 tentang Pedoman Imbalan Bagi Kurator dan Pengurus. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan

dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.


(6)

IV. MAKALAH

Marjan Pane, Permasalahan Seputar Kurator, (Makalah yang disampaikan dalam lokakarya “Kurator/Pengurus dan Hakim Pengawas. Tinjauan Kritis”, Jakarta, 30-31 Juli 2002).

Marjan Pane, Segi-Segi Praktis dari Peranan Kurator dan Pengurusi, (Makalah disampaikan di Jakarta, Mei. 2001).

Rudhi Prasetya, Kedudukan, Peran, dan Pertanggungjawaban Pengurus Perseroan Terbatas, (Makalah disampaikan pada seminar Hukum Dagang, diselenggarakan Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta 29-30 Juli 1987).

V. WEBSITE

Tempo, “Melawan Tagihan Kurator”, Majalah Tempo, 25 Februari-3 Maret 2013, http://wartaekonomi.co.id/berita8262/komisi-vi-dpr-dukung-langkah-hukum-telkomsel.html. (diunduh pada tanggal 21 Oktober 2013).

Pengertian-Syarat-harus-adanya-Utang 2Hal Yang Mengakibatkan Telkomsel Pailit, www.jurnalhukum.com (diakses

pada tanggal 4 Maret 2014).

Terbukti Berutang, Telkomsel Pailit, www.hukumonline.com. (diakes pada tanggal 4 Maret 2014).

MA Batalkan Pailit Telkomse Maret 2014).

MA Kembali Menangkan Kasus Telkomsel dalam Putusan P

Pertimbangan PK MA atas Fee Kurator Telkomsel (diakses pada tanggal 6 Maret 2014).