Asal Usul Tulial Simalungun

72

BAB IV EKSISTENSI DAN FUNGSI

TULILA SIMALUNGUN

4.1 Asal Usul Tulial Simalungun

Asal-usul alat musik tulila Simalungun, hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti, sebab tulisan-tulisan maupun penelitian-penelitian yang berhubungan dengan alat musik tersebut sangat jarang. Meskipun demikian, penulis berusaha untuk mencari tahu tentang sejarah keberadaan alat musik tulila secara lisan maupun tulisan. 4.1.1 Tulila Simalungun Menurut Cerita Menurut cerita, terciptanya alat musik tulila adalah bahwa zaman dahulu kala, ada terdapat sungai, di sungai tersebut ada terdapat air terjun yang letak bambu tersebut terletak pada pinggir-pinggir sungai, jenis bambu yang didapatkan adalah bambu hutan, bentuk pohon bambu yang dipinggir- pinggir sungai tersebut merunduk ke air terjun itu, disitulah bambu diambil dan lalu ditebang. Akan tetapi sebelum menebang bambu akan di syaratin, cara mensyaratkannya ambil padi , dan siramin padi tersebut tiga kali atau tujuh kali dan dsambil mengucapkan horas. Hal ini dilakukan supaya tidak terjadi apa-apa pada yang menebang, karena bambu yang dipinggir sungai tersebut berhantu. Dan setalah selesai penebangan maka bambu akan di bawa pulang ke rumah. Cara pembuatan tulilanya tidak boleh lagi gembira, dan cara pembuatan lubang dilakukan menunggu ada yang meninggal, apabila ada masyarakat dilingkungan yang UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 73 meninggal baru dibuat pembuatan lubang, berturut-turut seperti itu, didalam tulila ada tujuh lubang yang akan dilubangi, maka tunggu tujuh orang yang meninggal baru selesai pembuatan lubang pada tulila, Untuk itu bapak J badu tidak pernah menggunakan ritual untuk pembuatan tulila. 4.1.2. Perspekif Sejarah Tulila` Sejak berakhirnya riwayat kerajaan-kerajaan di Simalungun pada tahun 1946 yang diakibatkan oleh sekelompok orang yang tersulut kemarahannya, karena kolusi yang dilakukan oleh para raja dan keluarganya dengan pemerintah Belanda yang menguntungkan mereka. Demi kekayaan pribadi dari hasil pungutan sewa tanah, mereka mengorbankan kepentingan masyarakat Simalungun dengan melakukan pengadilan jalanan secara paksa terhadap raja-raja dan keluarganya kecuali yang melarikan diri dibunuh dan istana mereka dibakar habis. Peristiwa tersebut kini dikenal dengan Revolusi Sosisal 1946 Jansen 2003 : 25. Revolusi sosial 1946 mengakibatkan sebagian besar peninggalan budaya dan kesenian musik musnah dan tidak dapat diperoleh kembali. Kesenian dan musik tradisional hampir mengalami kepunahan, hal tersebut disebabkan istana- isatana yang dulunya berfungsi sebagai tempat pusat kegiatan kebudayaan habis terbakar. Kemudian pada lima hingga sepuluh tahun setelah Revolusi Sosial tersebut terjadi, kesenian dan musik tradisional Simalungun meningkat secara bertahap dan bertahan hingga saat ini. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 74 Pada umumnya Masyarakat Simalungun yang bermukim di Kecamatan Siantar memandang diri mereka sebagai satu kelompok etnis yang kuat yang dipersatukan oleh bahasa, musik tradisional, serta adat istiadat dan tetap berpegang teguh pada falsafah hidup mereka. Dalam kehidupan sehari-hari, falsafah ini dipegang teguh dan hingga kini tetap menjadi landasan kehidupan sosial dan bermasyarakat di lingkungan masyarakat Simalungun, khususnya yang bermukim di Kecamtan Siantar. Dan juga dalam melakukan kegiatan yang memiliki unsur-unsur tradisi atau adat istiadat dalam setiap fase-fase kehidupan mereka, masyarakat Simalungun masih mempergunakan adat istiadatnya dalam mempertahankan identitasnya, salah satu di antaranya adalah mereka tetap menggunakan hiou kain adat setiap menghadiri atau pun mengadakan suatu upacara adat. Sebagian besar upacara masyarakat Simalungun tersebut, saat ini tidak lepas dari peranan agama Kristen sebagai agama yang mayoritas dianut oleh masyarakat Simalungun. Seperti pada sebuah upacara pernikahan pada masyarakat Simalungun, dimana sebelum melaksanakan upacara adatnya, kedua mempelai terlebih dahulu memperoleh pemberkatan di gereja sesuai dengan peraturan gereja yang bersangkutan. Begitu juga dengan anak yang diberi nama setelah lahir, terlebih dahulu mendapatkan baptisan kudus di gereja yang bersangkutan, lalu kemudian dilaksanakan upacara adatnya. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 75

4.2 Fungsi dan Penggunaan Tulila