Latar Belakang Nepotisme Kepala Desa Pada Pelayanan Publik (Studi Analisis : Kepala Desa Purba Sinombah, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nepotisme yang terjadi di Indonesia merupakan sebuah fakta yang sudah terjadi dimana-mana. Nepotisme berarti lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya. Kata ini biasanya digunakan dalam konteks derogatori bentuk penyalahgunaan profesionalitas. Sebagai contoh, kalau seorang manajer mengangkat atau menaikkan jabatan seorang saudara, bukannya seseorang yang lebih berkualifikasi namun bukan saudara, manajer tersebut akan bersalah karena nepotisme. Pakar- pakar biologi telah mengisyaratkan bahwa tendensi terhadap nepotisme adalah berdasarkan naluri, sebagai salah satu bentuk dari pemilihan saudara. Nepotisme merupakan serangkaian strategi politik manusia, bertujuan untuk memperoleh kekuasaan, agar kekuasaan tersebut tetap berada di pihaknya dengan cara mewariskan kekuasaan yang sudah dimiliki kepada orang lain yang mempunyai hubungan keluarga ataupun kerabat dekat dengan pemegang kekuasaan. Terdapat pula pengertian positif dan negatif tentang nepotisme. Negatif dan positif tersebut bergantung pada proses dan hasil outcomes dari jabatan kekuasaan yang dipegang oleh jaringan yang bersangkutan. Jika proses pemilihannya fair dan demokratis serta kepemimpinan yang dijalankannya Universitas Sumatera Utara mendatangkan kebaikan dalam pembangunan dan kesejahteraan masyarakat maka dapat berarti positif. Akan tetapi, bisa berarti negatif jika yang terjadi sebaliknya. Selain itu, positif dan negatif arti nepotisme juga ditentukan oleh realitas kondisi sosial masyarakat, sistem hukum dan penegakan hukum, dan pelembagaan politik bersangkutan. Pelaksanaan nepotisme marak terjadi pada masa orde baru, namun walaupun orde baru telah tumbang budaya nepotisme masih berakar hingga pada saat ini. Hal ini terjadi dalam berbagai lapisan baik ekonomi, politik dan lain sebagainya. Sehingga budaya nepotisme ini merusak sistem birokrasi di Indonesia mulai dari lapisan atas sampai lapisan bawah. Maraknya nepotisme yang terjadi di kalangan pejabat publik membuat masyarakat menjadi apatis terhadap pejabat publik. Politik dianggap sebagai suatu hal yang penuh dengan penipuan dan kebohongan. Banyaknya kasus-kasus nepotisme yang terjadi menjadi indikasi bobroknya suatu sistem pemerintahan. Nepotisme menjadi wujud yang paling buruk dalam pelaksanaan demokrasi. Perwujudan good governance dapat dicapai apabila praktek nepotisme dapat terkikis. Namun dalam praktiknya, jika seseorang sudah memiliki jabatan tertentu dalam pemerintahan maka nepotisme sulit untuk dihindari lagi. 1 Praktik nepotisme ini banyak tejadi pada kepala-kepala daerah yang ada di negeri ini. Praktek Nepotisme seolah sudah membudaya, banyak orang yang 1 Dwiyanto, Agus dkk. 2002. Reformasi Birokrasi Republik di Indonesia. Yogyakarta : Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gajah Mada. Hal 188 Universitas Sumatera Utara mempunyai jabatan tertentu seolah tidak merasa bersalah ketika melakukan nepotisme. Hal ini terjadi karena adanya rasa menguasai yang telah dimiliki sehingga lebih leluasa dalam menentukan setiap keputusan termasuk menjadikan saudaranya menjadi bagian dalam instansi tersebut. Dibutuhkan perbaikan untuk semua itu, yang dibutuhkan adalah kemauan politik artinya bukan hanya sekedar kemauan dari para politisi dan orang-orang yang berkecimpung dalam ranah politik. Namun, ada yang lebih penting dari itu semua yaitu keberanian yang didukung oleh kecerdasan sosial masyarakat sipil atau warga negara dari berbagai elemen dan strata sosial masyarakat. Sehingga jabatan politik tidak lagi disalahgunakan atau secara mudah digunakan untuk memperkaya diri, namun sebagai tanggung jawab untuk mengelola dan bertanggungjawab untuk merumuskan gerakan mencapai kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik. Seperti contoh yang terjadi di Desa Lodan Kulon Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang, Kepala Desa menggunakan kekuasaannya untuk menempatkan keluarganya istrinya dalam memimpin suatu kepanitian. Hal ini ditolak oleh masyarakat karena mereka merasa kepala desa telah menyalahgunakan kekuasaannya sehingga sudah tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Dalam hal ini masyarakat menilai masih banyak yang lebih pantas untuk dijadikan ketua panitia. Walaupun dalam menanggapi demonstrasi yang dilakukan warga, kepala desa merasa tidak bersalah atas keputusannya tersebut. Sebab menurut beliau, keputusan yang diambil sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku dan bersikeras untuk tidak mengubah struktur kepanitiaan yang sudah Universitas Sumatera Utara terbentuk. 2 Rasa berkuasa seorang kepala daerah tersebut memunculkan dan menumbuhsuburkan perilaku Korupsi Kolusi dan Nepotisme KKN di daerah. Banyak pihak atau kalangan yang mengatakan bahwa aliran dana yang besar menjadi konsekuensi pelaksanaan otonomi daerah telah menimbulkan perilaku korupsi yang dilakukan dari pusat ke daerah. Pendapat ini memang sangat beralasan karena sebelum pelaksanaan otonomi daerah, dana yang ada dan dikelola oleh daerah hanya cukup untuk digunakan membayar biaya operasional perkantoran Pemerintah Daerah dan gaji pegawai, sehingga peluang dan kesempatan untuk korupsi sangat kecil atau bisa dikatakan tidak terbuka sama sekali. Keputusan ini sudah bertentangan dengan prinsip pelayanan publik dimana dalam mengambil kebijakan harus berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Sementara keputusan untuk tidak mengubah kepanitiaan tersebut merupakan keputusan sepihak oleh kepala desa telah mengesampingkan aspirasi masyarakat. Masyarakat berpikir dengan terpilihnya keluarga istri kepala desa dalam membentuk suatu kepanitiaan, maka keanggotaan kepanitiaan tersebut pun pasti merujuk hanya kepada saudara-saudara kepala desa. Sama halnya juga terjadinya perilaku kolusi yaitu pemufakatan atau kerja sama antar penyelenggara negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat ataupun negara. Perilaku kolusi ini tumbuh dengan suburnya diberbagai daerah sebagai dampak langsung dari pelaksanaan pemilihan kepala 2 Nepotisme Pemilihan Panitia Perangkat Desa, Warga Demo Kades, http:mataairradio.netperistiwawarga- demo-kadessthash.uuJTuvW0.dpbs diakses pada 14 Juli 2014 Pukul 23.00 WIB. Universitas Sumatera Utara daerah secara langsung dimana para kandidat calon kepala daerah selalu dibantu oleh Tim Sukses untuk memenangkan pertarungan dalam pemilihan. Tim sukses itu sendiri terdiri dari berbagai kalangan masyarakat yang berpengaruh dalam masyaraat seperti pengurus partai politik, tokoh masyarakat, pengusaha, lembaga kemasyarakatan dan keagamaan. Ketika seorang kandidat calon kepala daerah berhasil memenangkan pertarungan dalam pemilihan dan berhasil diangkat dan menduduki jabatan kepala daerah, maka semua kegiatan yang akan dilakukan oleh sang penguasa baru ini mulai dari penentuan posisi pejabat birokrasi pemerintahan, pembagian pekerjaan ataupun proyek pembangunan sarana dan prasaranan, sampai kepada hal yang sekecil-kecilnya harus tetap melibatkan tim sukses tersebut. Kolusi akan terlihat jelas dilapangan ketika tiba-tiba muncul para kontraktor baru yang melaksanakan pekerjaan proyek pembangunan prasarana fisik seperti pengaspalan jalan, pembangunan gedung perkantoran dan sebagainya, padahal yang bersangkutan sebelumnya adalah seorang pengukur jalan yang tidak mempunyai pekerjaan tetap. Yang bersangkutan tadi tiba-tiba muncul sebagai kontraktor baru karena kedudukannya sebagai tim sukses kepala daerah dalam pemilihan kepala daerah. Kemudian adanya perilaku nepotisme yang dalam pengertian Undang- undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas KKN Pasal 1 angka 5 bahwa “Nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan Universitas Sumatera Utara negara”. 3 Nepotisme dapat diartikan secara sempit yaitu memperlihatkan sirkulasi kepentingan dalam suatu ikatan kekerabatan yang dekat. Contohnya Ratu Atut yang menyalahgunakan kekuasaannya dengan mengangkat keluarga dekatnya dalam pemerintahan. Diawali kemunculan Airin Rachmi Diany, adik ipar Atut, dalam Pilkada Kabupaten Tangerang 2008. Istri Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan adik Atut itu jadi calon wakil bupati mendampingi Jazuli Juwaini dari PKS. Namun, pasangan ini dikalahkan pasangan petahana, Ismet Iskandar-Rano Karno.Tahun yang sama, adik tiri Atut, Tubagus Haerul Jaman, maju sebagai calon wakil wali kota Serang berpasangan dengan Bunyamin mantan Bupati Serang dan menang. Kurang dari tiga tahun berkuasa, 1 Maret 2011, Bunyamin meninggal dunia. Jaman lalu diangkat menjadi Wali Kota Serang. Saat Pilkada Kota Serang 2013, ia kembali mencalonkan diri dan menang. Perilaku nepotisme ini merupakan perilaku paling buruk dari seorang penguasa daerah dan akan sangat merusak tatanan penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam jangka panjang. Hal paling kental dengan jelas dalam penempatan pejabat birokrasi pemerintahan daerah. Apalagi bila seorang kepala daerah memiliki anak, saudara, sepupu, keponakan, bahkan cucu yang berstatus Pegawai Negeri Sipil, maka seluruh pejabat pada posisi jabatan strategis dapat dipastikan akan diduduki oleh keluarga dan kroni kepala daerah yang bersangkutan. 3 Mur. Arsad. 13 Juni 2011. Otonomi Daerah dan Perilaku KKN Pejabat Daerah, http:birokrasi.kompasiana.com20110613otonomi-daerah-dan-prilaku-kkn-pejabat-daerah- 372637.htmldiakses pada 1 April 2014 pukul 20.00 WIB. Universitas Sumatera Utara Tahun 2010, adik Atut, Ratu Tatu Chasanah, mengikuti Pilkada Kabupaten Serang. Ia terpilih jadi Wakil Bupati Serang 2010-2015 mendampingi Taufik NurimanAirin yang gagal di Pilkada Kabupaten Tangerang coba peruntungan di Pilkada Kota Tangerang Selatan 2010. Airin yang berpasangan dengan Benyamin Davnie terpilih sebagai Wali Kota Tangerang Selatan 2011-2015. Ibu tiri Atut, Heryani, juga tak ketinggalan. Ia terpilih menjadi Wakil Bupati Pandeglang pada Pilkada 2011 mendampingi Erwan Kurtubi. Pada tahun yang sama, Atut kembali mencalonkan diri sebagai gubernur Banten didampingi Rano Karno. Untuk kedua kalinya, Atut terpilih sebagai Gubernur Banten. 4 Dalam kasus Ratu Atut jelas terlihat nepotisme dan bukanlah merupakan dinasti politik, karena dinasti politik sendiri berarti pewarisan jabatan kepada anak dari kepala daerah tanpa adanya pemilihan langsung oleh masyarakat, melainkan diangkat langsung. Dalam dinasti politik jelas dikatakan bahwa pewarisan jabatan dilakukan secara vertikal sejak dahulu misalnya dari kakek kepada ayah kepada anaknya yang sedang menjabat. Artinya tingakatannya sudah bertingkat-tingkat dan biasanya terjadi di kerajaan. Jadi disini kasus Ratu Atut merupakan penyalahgunaan kekuasaannya yang menimbulkan adanya nepotisme. Praktek nepotisme yang terjadi sangat berdampak panjang pada pelayanan publik. Mental nepotisme yang masih tertanam pada pejabat-pejabat daerah membuat semakin menipisnya kepercayaan serta pelayanan terhadap masyarakat. contohnya saja pada sebuah desa dimana sistem kekeluargaan masih sangat kental 4 Roni Ariyanto Nugroho. 18 Desember 2013. Dinasti Politik Ratu Atut Setelah Delapan Tahun Berkuasa, http:nasional.kompas.comread201312180729208Dinasti.Politik.Ratu.Atut.Setelah.Delapan.Tahun.Be rkuasa diakses pada 14 Februari 2014 pukul 12.25 WIB. Universitas Sumatera Utara sehingga aparatur desa masih mendahulukan kepentingan keluarganya daripada kepentingan masyarakat. Bahkan tidak jarang masyarakat awam mendapat perlakuan yang berbeda sehingga dalam pengurusan sesuatu membutuhkan waktu yang lebih lama dari waktu yang seharusnya. Hal inilah yang menjadi problema dalam pelayanan publik. Pola pelayanan public pada dasarnya ada 5 macam yaitu : Pola pelayanan publik dapat dibedakan dalam 5 macam pola, yaitu : Pertama, Pola Pelayanan Teknis Fungsional adanya pola pelayanan masyarakat yang diberikan oleh suatu instansi pemerintah sesuai dengan bidang tugas, fungsi dan kewenangannya. Kedua, Pola Pelayanan Satu Pintu merupakan pola pelayanan masyarakat yang diberikan secara tunggal oleh suatu unit kerja pemerintah berdasarkan pelimpahan wewenang dari unit kerja pemerintah terkait lainnya yang bersangkutan. Ketiga, Pola Pelayanan Satu Atap yaitu pola pelayanan disini dilakukan secara terpadu pada satu instansi pemerintah yang bersangkutan sesuai kewenangan masing-masing. Keempat, Pola Pelayanan Terpusat adalah pola pelayanan masyarakat yang dilakukan oleh suatu instansi pemerintah yang bertindak selaku koordinator terhadap pelayanan instansi pemerintah lainnya yang terkait dengan bidang pelayanan masyarakat yang bersangkutan. Kelima, Pola Pelayanan Elektronik adalah pola pelayanan yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi yang merupakan otomasi dan otomatisasi pemberian layanan yang bersifat online sehingga dapat menyesuaikan diri dengan keinginan dan kapasitas pelanggan. Namun dengan adanya nepotisme membuat pola pelayanan public tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Universitas Sumatera Utara Nepotisme dalam pelayanan publik dapat memberikan dampak positif dan dampak negatif. Dampak positifnya yaitu bagi masyarakat yang memiliki hubungan dengan aparatur pemerintahan akan lebih mudah dalam memperoleh pelayanan. Sementara dampak negatifnya yaitu bagi masyarakat yang tidak memiliki hubungan keluargakerabat dengan aparatur pemerintah akan mendapat pelayanan yang berbeda. Hal inilah yang membuat masyarakat apatis dengan aparatur pemerintahan dan menunjukkan bahwa nepotisme tersebut telah mempengaruhi rendahnya pelayanan publik. Desa Purba Sinombah memiliki seorang kepala desa dimana struktur desanya itu terindikasi adanya nepotisme yang dilakukan oleh kepala desa, sehingga hal ini berdampak terhadap pelayanan publik yang dilakukan oleh kepala desa. Nepotisme yang terjadi di desa ini berbeda dengan nepotisme pada umumnya sebab pelayanan publik yang dilakukan kepala desa tidaklah menguntumakan kerabat atau keluarga kepala desa saja. Dalam hal ini, terlihat bahwa nepotisme yang terjadi tidak selamanya mengurangi kualitas pelayanan publik. Inilah yang membuat penulis tertarik untuk melihat bagaimana nepotisme kepala desa dalam melakukan pelayanan publik. Maka, dalam hal ini mengangkat judul penelitian “Nepotisme Kepala Desa Pada Pelayanan Publik Studi Analisis : Kepala Desa Purba Sinombah, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun”.

B. Rumusan Masalah