Profil Kepala Desa Purba Sinombah Dampak Nepotisme Kepala Desa Purba Sinombah terhadap

Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa etika pemerintahan sangatlah penting untuk dipahami dan dilaksanakan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Nagori termasuk di Nagori Purba Sinombah. Sekretaris desa ataupun sekretaris nagori adalah tenaga-tenaga professional yang juga harus memahami dan melaksanakan etika pemerintahan. Sekretaris nagori dalam melaksanakan tugasnya bertanggungjawab kepada Pangulu, atau dengan kata lain bahwa sekretaris nagori harus tunduk kepada pangulu.

D. Profil Kepala Desa Purba Sinombah

Desa Purba Sinombah dipimpin oleh seorang Kepala Desa. Kepala Desa Purba Sinombah saat ini bernama Makmur Saragih. Pendidikan terakhir beliau adalah Sekolah Menengah Atas SMA. Saat ini beliau berusia 54 tahun. Pekerjaan beliau selain mengemban tugas kenegaraan, juga menekuni sebagai petani. Beliau bertempat tinggal di Dusun PCS, Desa Purba Sinombah. Kepala Desa Purba Sinombah sudah menjabat selama 2 periode yaitu periode 2003-2009 dan 2009-2015 yang sedang berjalan. Hubungan kepala desa dengan perangkat desa lainnya adalah baik. Sesama perangkat desa saling bekerjasama dalam membangun desa dan melaksanakan visi demi misi desa. Kepala desa tetap menjaga komunikasi dengan perangkat desa lainnya. Kepala desa menggunakan kebijakan-kebijakan dalam mengahadapi dan mengatasi konflik yang ada di desa. Masyarakat Purba Sinombah memiliki peraturan lokal yang berlaku di masyarakat. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.2 STRUKTUR ORGANISASI PEMERINTAHAN DESA BERDASARKAN PP NOMOR 72 TAHUN 2005 KEPALA DESA MAKMUR SARAGIH MAUJANA BAREN SIPAYUNG LPM TIKA SARAGIH SEKRETARIS DESA DEDDIAMAN GIRSANG KEPALA URUSAN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN JASEN SARAGIH KEPALA URUSAN PEMERINTAHAN SELWIN SARAGIH KEPALA URUSAN KEUANGAN WARISMAN PURBA KEPALA DUSUN PURBA SINOMBAH MARUDIN SARAGIH KEPALA DUSUN PCS HITE SIPAYUNG KEPALA DUSUN PRMONANGAN HISAR SARAGIH Universitas Sumatera Utara BAB III ANALISIS NEPOTISME KEPALA DESA PADA PELAYAN PUBLIK STUDI ANALISIS : KEPALA DESA PURBA SINOMBAH, KECAMATAN SILIMAKUTA, KABUPATEN SIMALUNGUN

A. Dampak Nepotisme Kepala Desa Purba Sinombah terhadap

Pelayanan Publik Penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan yang sangat penting karena dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dan juga pemerintahan. Untuk organisasi pelayanan publik, informasi mengenai kinerja tentu sangat beguna untuk menilai seberapa jauh pelayanan publik yang diberikan oleh suatu lembaga ataupun pemerintah terhadap masyarakatnya. Informasi mengenai kinerja juga dapat dilakukan untuk melakukan tekanan kepada para pejabat penyelenggara pelayanan publik untuk melakukan perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik. Desa merupakan miniatur Negara Indonesia dan desa menjadi suatu wilayah politik yang paling dekat untuk terjalinnya relasi antara masyarakat dengan pemegang kekuaasaan desa perangkat desa. Perangkat desa menjadi bagian dari birokrasi negara untuk menjalankan tugas kenegaraan yaitu birokrasi di tingkat desa. Dalam hal ini tugas perangkat desa adalah melaksanakan program-program pembangunan, memberikan pelayanan administratif kepada Universitas Sumatera Utara masyarakat dan tugas yang terpenting adalah memberi pelayanan adminitratif surat-menyurat kepada masyarakat. Perangkat desa dipimpin oleh seorang kepala desa. Begitu juga pada desa Sinombah yang dipimpin oleh Kepala Desa Bapak Makmur Saragih. Kecilnya ruang interaksi antara masyarakat dengan perangkat desa membuat hubungan atau kedekatan personal lebih erat karena lebih mengutamakan rasa persaudaraan sehingga tidak jarang jika batas antara urusan privat dengan urusan publik sering kabur. Sehingga sering sekali sistem pemerintahan desa tidak menggunakan criteria modern transparansi dan akuntabilitas dan lebih sering menggunakan sistem tradisional. Dalam pelaksanaan pemerintahan desa semua perhatian di desa dipusatkan kepada kepala desa sehingga seorang kepala desa harus mengetahui semua tentang masyarakatnya. Kepala Desa yang terpilih secara demokratis memberikan legitimasi dalam menjalankan pemerintahannya. Efesiensi pelayanan adalah perbandingan terbaik antara input dan output pelayanan. Secara ideal, pelayanan akan efisien apabila kepala desa dapat menyediakan input pelayanan, seperti biasa dan waktu pelayanan yang meringankan masyarakat sebagai pengguna jasa. Demikian pula pada sisi output pelayanan, kepala desa secara ideal harus dapat memberikan produk pelayanan yang berkualitas, terutama dari aspek biaya dan waktu pelayanan. Efisiensi pada sisi input dipergunakan untuk melihat seberapa jauh kemudahan akses publik terhadap pelayanan yang ditawarkan oleh kepala desa. Akses publik terhadap Universitas Sumatera Utara pelayanan dipandang efisien apabila publik memiliki jaminan atau kepastian menyangkut biaya pelayanan. Kepastian biaya pelayanan yang harus dikeluarkan oleh publik merupakan indikator penting untuk melihat intensitas korupsi dalam sistem pelayanan kepala desa. Kepala desa yang korup akan ditandai dengan besarnya biaya ektra yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik. Padahal prinsip seharusnya pelayanan terbaik harus dapat dinikmati oleh publik secara keseluruhan tanpa membeda-bedakan. Demikian pula efisiensi pelayanan dari sisi output, dipergunakan untuk melihat pemberian pelayanan oleh kepala desa tanpa disertai adanya tindakan pemaksaan kepada publik untuk mengeluarkan biaya ektra pelayanan, seperti suap, sumbangan sukarela, dan berbagai pungutan dalam proses pelayanan yang sedang berlangsung. Dalam kultur pelayanan birokrasi telah lama dikenal istilah “tahu sama tahu”, yang berarti adanya toleransi dari pihak perangkat desa maupun masyarakat pengguna jasa untuk menggunakan mekanisme suap dalam mendapatkan pelayanan yang terbaik. Namun berbeda halnya di desa Purba Sinombah, kepala desa bahkan tidak menuntut biaya apapun kepada masyarakat kecuali sukarela masyarakatnya, seperti pernyataan Kastira Girsang berikut ini. “Dalam hal pengurusan surat-surat, masyarakat biasanya langsung datang kerumah kepala desa. Bahkan jika masyarakat bertemu dengan kepala desa atau aparatur di jalan, masyarakat dapat berbicara langsung kepala kepala desa atau aparatur desa. Kemudian kepala desa akan segera mengurus surat tersebut. Kepala Desa Purba Sinombah ini cukup ramah dalam bermasyarakat, tidak terlalu mengkhususkan pelayanan antara aparatur desa dan masyarakat. Kepala desa juga dikenal sebagai orang yang tidak pernah mempersulit pengurusan di desa ini.” Universitas Sumatera Utara Kecenderungan masyarakat untuk memberi uang kepada kepala desa atau perangkat desa lainnya masih adanya budaya upeti dalam sistem pelayanan publik di Indonesia. Budaya pelayanan yang dikembangkan semenjak masa kerajaan tersebut pada dasarnya menempatkan aparat birokrasi atau aparat desa tadi sebagai pihak yang harus dilayani oleh masyarakat, pelayanan yang harus dilakukan oleh masyarakat tersebut ialah dalam rangka memperoleh patron dalam birokrasi yang sewaktu-waktu dapat dipergunakan untuk membangun akses birokrasi. Mekanisme pemberian biaya ektra dalam praktik pelayanan birokrasi sesungguhnya melibatkan berbagai faktor yang sangat kompleks, seperti menyangkut masalah kultur prikologis, sistem pelayanan, mekanisme pengawasan, serta mentalistas aparat maupun pengguna jasa sendiri. Tabel 3.1 Penilaian Masyarakat Terhadap Pelayanan Kepala Desa No. Jenis Pelayanan Lokasi Dusun Penilaian Dusun I Dusun II Dusun III 1. Admintrasi Baik Baik Baik Baik 2. Pembagian Raskin Baik Baik Baik Baik 3. Penyelesaian Konflik Baik Baik Baik Baik Sumber : Hasil wawancara dengan informan di Desa Purba Sinombah, 2014. Universitas Sumatera Utara Pada dasarnya kemunculan praktik pemberian uang ekstra pelayanan tersebut dipengaruhi oleh adanya kesamaan motivasi secara ekonomis. Pada sisi aparat birokrasi, penerimaan uang pelayanan ekstra dari masyarakat diartikan sebagai bagian dari “ucapan terima kasih” dari pengguna jasa atas pelayanan yang diperolehnya. Namun pemberian ektra tersebut tidak berpengaruh di desa Purba Sinombah. Kepala desa merasa telah mendirikan pelayan yang terbaik kepada seluruh pengguna jasa. Oleh karena itu, masyarakat merasa wajar apabila memberikan tips atas kinerja pelayanan aparat desa tersebut. Namun terkadang ada juga masyarakat yang memberikan uang ekstra pelayanan kepada aparatur desa dan beranggapan tidak hanya sekedar untuk mendapatkan kemudahan pelayanan, tetapi lebih dari hal itu adalah untuk membangun jaringan dalam aparatur desa. Warga masyarakat pengguna jasa yang tidak jarang merasakan kemudahan pelayanan dari birokrasi karena telah lama mempunyai jaringan didalam birokrasi pelayanan. Praktik pelayanan dengan memberikan uang ekstra kepada aparat birokrasi tersebut telah menjadi kebiasaan umum dilingkungan pemerintahan. Banyak aparatur desa menjadi terbiasa dalam budaya pelayanan yang mengaharapkan adanya pemberian uang dari masyarakat. Apabila dalam memberikan pelayanan pengguna jasa tidak memberikan imbalan dalam bentuk uang ekstra tersebut, biasanya aparat dalam bekerja terkesan ogah-ogahan atau seenaknya sendiri. Sebaliknya, semakin besar imbalan yang diberikan masyarakat pengguna jasa akan semakin memacu motivasi kerja aparatur dalam melayani masyarakat Universitas Sumatera Utara pengguna jasa tersebut. Kebiasaan seperti itulah yang kurang tampak di Desa Purba Sinombah, dimana baik aparatur maupun kepala desa sendiri tetap melakukan tugasnya dengan baik. Seperti pernyataan K. Sipayung sebagai berikut. “Pengurusan surat-surat tergolong cepat dan tidak rumit. Hal tersebut membuat masyarakat merasa senang, nyaman dan tidak terbeban dalam berurusan dengan kepala desa. Masyarakat kadang menyampaikan ucapan terimakasi dengan menyalamkan amplop berisi sejumlah uang. Namun kepala desa dan perangkat desa tidak menerima hal itu, karena itu tidak mempengaruhi kinerja kepala desa dan aparatur sedikitpun. Pelayanan yang diberikan kepada setiap masyarakat tetap sama. Kepala Desa tetap memberikan pelayanan terbaik demi masyarakatnya.” Tindakan masyarakat sebagai pengguna jasa yang memberikan uang kepada aparat desa pada dasarnya sulit untuk dilepaskan dari sistem dan budaya pelayanan birokrasi. Terlihat secara jelas bahwa sebenarnya logika yang dipergunakan aparat desa dalam berhadapan dengan masyarakat sebagai pengguna jasa adalah logika dalam pemberian pelayanan yang terbaik. Terkadang masyarakat yang mengharuskan aparatur desa dalam menerima biaya ekstra tadi seperti pernyataan Tokoh Agama Bue Sipayung sebagai berikut. “Masyarakat tidak dipungut biaya apa-apa dalam pengurusan surat-surat. Namun terkadang sebagian masyarakat memberikan ucapat terimakasihnya kepada aparatur dengan cara menyalamkan amlop berisi sejumlah uang. Aparatur sebagai pelayan masyarakat sebenarnya tidak ada mengharapkan apa- apa. Namun masyarakat secara ikhlas memberikan itu dengan bahasa yang mengatakan bahwa itu hanya sebagai ucapan terimakasih dan ongkos pengurusan” Universitas Sumatera Utara Pelayanan publik yang dilaksanakan oleh birokrasi pemerintah seharusnya digerakkan oleh visi dan misi pelayanan. Namun, pada kenyataan, pelayanan publik digerakkan oleh peraturan dan anggaran. Kinerja pelayanan publik yang buruk tersebut juga disebabkan oleh peraturan yang tidak disosialisasikan kepada pengguna jasa secara jelas dan transparan yang pada akhirnya menimbulkan berbagai penyelewengan peraturan oleh aparat pelayanan. Penyelewengan peraturan tersebut tidak hanya menguntungkan aparat pelayanan itu, tetapi juga pengguna jasa yang dapat memperoleh pelayanan lebih cepat. Pelayanan publik harus bersifat terbuka dan dikelola menurut sudut pandang masyarakat pengguna jasa sehingga menyiratkan hubungan yang dekat antara masyarakat pengguna jasa dan petugas pelayanan.

B. Dampak Nepotisme Kepala Desa terhadap Pembentukan Struktur Pemerintahan